Kajian Pengaruh Ukuran Contoh (n) Terhadap Pemodelan State Space
ABSTRAK
PURWADI. Kajian pengaruh ukuran contoh (n) terhadap pemodelan State Space. Di bawah
bimbingan KUSMAN SADIK. dan BAGUS SARTONO.
Data deret waktu merupakan data yang dikumpulkan mengenai suatu karakteristik tertentu
pada suatu periode waktu atau interval. Komponen penyusun data deret waktu adalah trend, siklus,
variasi musiman dan fluktuasi tak beraturan. Analisis deret waktu (Time Series Analysis)
merupakan metode yang mempelajari deret waktu untuk membuat peramalan. Metode-metode
dalam analisis deret waktu antara lain metode pemulusan, Winters maupun ARIMA.
Model State Space adalah suatu pendekatan untuk memodelkan dan memprediksi secara
bersamaan beberapa data deret waktu yang saling berhubungan dimana peubah-peubah tersebut
mempunyai interaksi yang dinamis. Model State Space dapat digunakan untuk analisis data deret
waktu univariate (pubah tunggal) maupun multivariate (peubah ganda).
Dalam membuat suatu model kendala yang mungkin dapat kita hadapi adalah jumlah data
yang dimiliki. Dengan jumlah data yang sedikit kita dapat membuat suatu model, akan tetapi
mungkin saja model yang dihasilkan kurang tepat. Dan untuk mendapatkan jumlah data yang besar
sulit, terutama untuk data deret waktu. Atas dasar tersebut dalam penelitian ini akan dilakukan
simulasi pemodelan model State Space dengan berbagai jumlah data dan dilihat pengaruh jumlah
data tersebut terhadap ketepatan model yang dihasilkan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi. Data tersebut dibuat
sedemikian rupa sehingga membentuk model AR(1), AR(2), MA(1) dan VAR(1). Kemudian
dilakukan pemodelan kembali menggunakan model State Space.
Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa jumlah data dapat mempengaruhi ketepatan
model yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari semakin besar jumlah parameter yang signifikan
sejalan dengan bertambahnya jumlah data yang dibangkitkan.
KAJIAN PENGARUH UKURAN CONTOH (n)
TERHADAP PEMODELAN STATE SPACE
PURWADI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ABSTRAK
PURWADI. Kajian pengaruh ukuran contoh (n) terhadap pemodelan State Space. Di bawah
bimbingan KUSMAN SADIK. dan BAGUS SARTONO.
Data deret waktu merupakan data yang dikumpulkan mengenai suatu karakteristik tertentu
pada suatu periode waktu atau interval. Komponen penyusun data deret waktu adalah trend, siklus,
variasi musiman dan fluktuasi tak beraturan. Analisis deret waktu (Time Series Analysis)
merupakan metode yang mempelajari deret waktu untuk membuat peramalan. Metode-metode
dalam analisis deret waktu antara lain metode pemulusan, Winters maupun ARIMA.
Model State Space adalah suatu pendekatan untuk memodelkan dan memprediksi secara
bersamaan beberapa data deret waktu yang saling berhubungan dimana peubah-peubah tersebut
mempunyai interaksi yang dinamis. Model State Space dapat digunakan untuk analisis data deret
waktu univariate (pubah tunggal) maupun multivariate (peubah ganda).
Dalam membuat suatu model kendala yang mungkin dapat kita hadapi adalah jumlah data
yang dimiliki. Dengan jumlah data yang sedikit kita dapat membuat suatu model, akan tetapi
mungkin saja model yang dihasilkan kurang tepat. Dan untuk mendapatkan jumlah data yang besar
sulit, terutama untuk data deret waktu. Atas dasar tersebut dalam penelitian ini akan dilakukan
simulasi pemodelan model State Space dengan berbagai jumlah data dan dilihat pengaruh jumlah
data tersebut terhadap ketepatan model yang dihasilkan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi. Data tersebut dibuat
sedemikian rupa sehingga membentuk model AR(1), AR(2), MA(1) dan VAR(1). Kemudian
dilakukan pemodelan kembali menggunakan model State Space.
Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa jumlah data dapat mempengaruhi ketepatan
model yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari semakin besar jumlah parameter yang signifikan
sejalan dengan bertambahnya jumlah data yang dibangkitkan.
KAJIAN PENGARUH UKURAN CONTOH (n)
TERHADAP PEMODELAN STATE SPACE
PURWADI
G14103034
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul
Nama
NRP
: Kajian Pengaruh Ukuran Contoh (n) Terhadap Pemodelan State Space
: Purwadi
: G14103034
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Kusman Sadik, S.Si M.Si.
NIP. 132 158 751
Bagus Sartono, S.Si M.Si
NIP. 132 311 923
Mengetahui :
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP. 131 578 806
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Januari 1985 dari pasangan Harijono dan
Sumaryani. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar
di SD Negeri VI Cileungsi hingga tahun 1997 dan melanjutkan pendidikan menengah pertama di
SLTP Puspanegara Citeureup hingga tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3 Bogor dan diterima di Departemen Statistika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis ikut serta dalam kegiatan himpunan profesi Gamma
Sigma Beta staf Departemen Eksternal periode 2004/2005. Selain itu penulis pernah menjadi
asisten dosen untuk mata kuliah Matematika Dasar dan Kalkulus I tahun ajaran 2004/2005. Penulis
mengikuti kegiatan praktek lapang di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung - Bandung pada
bulan Februari-April 2007 di bawah bimbingan Bapak Imron Rosyadi.
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT
atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga
akhir zaman.
Karya ilmiah ini berjudul “Kajian pengaruh ukuran contoh (n) terhadap pemodelan State
Space“. Karya ilmiah ini membahas tentang pengaruh ukuran contoh (n) terhadap model State
Space dengan menggunakan simulasi untuk peubah tunggal dan ganda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
karya ilmiah ini, terutama kepada :
1. Bapak Kusman Sadik, S.Si M.Si. dan Bapak Bagus Sartono, S.Si M.Si. yang telah
memberikan bimbingan dan masukan hingga selesainya karya ilmiah ini.
2. Bapak, Ibu, adik-adik, Kakek dan Nenek yang selalu memberi kasih sayang, do’a,
dorongan semangat, dukungan dan perhatian kepada penulis.
3. Seluruh dosen pengajar Departemen Statistika IPB atas ilmu yang telah diberikan selama
penulis mengikuti perkuliahan di Departemen Statistika IPB.
4. Bu Dedeh, Bu Mar, Bu Sulis, Bang Soedin, Bu Aat, Mang Dur, Mang Herman, Pak Heri,
dan Pak Yan yang telah memberikan bantuan selama masa perkuliahan penulis.
5. Teman satu pembimbing, Muti, atas diskusi, masukan, dan dukungannya selama
penyusunan karya ilmiah ini.
6. Ipul, Anto, Apri, Lia, Susan, Harti, Rio, Sari (Kimia’40) atas persahabatan selama ini.
7. Edo atas pinjaman laptop dan printer serta dorongan semangatnya dan Rosyid atas
bantuannya dalam pembuatan program.
8. Daus, Anggoro, Bayu, Arief, Yudi,, Rian, Ali dan Santo (FM Mania), serta teman-teman
di Wisma Paladium (Mas Eko, Mas Capung, Mas Aris, Irfan, dkk) untuk hari-hari yang
menyenangkan selama di kontrakan dan kosan.
9. Meylinda, Rani, Deni, Rara, Dania, Esi, Rina, Chichi dan seluruh STK’40 atas dukungan,
semangat, do’a dan semua keceriaan yang diberikan semasa kuliah.
10. Mbak Ika (STK`39), Rere dan Rizka atas bantuannya serta seluruh rekan Statistika
angkatan 41, 42 dan 43 yang telah memberi semangat.
11. Semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis yang tidak dapat disebut
satu persatu sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai pemicu untuk dapat berkarya
lebih baik lagi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2008
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...............................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................................
Tujuan ..........................................................................................................................
1
1
TINJAUAN PUSTAKA
Data Deret Waktu .........................................................................................................
Model AR (p) dan MA(q) ............................................................................................
Vector Autoregressive (VAR) ......................................................................................
Model State Space ........................................................................................................
Akaike Information Criterion (AIC) ............................................................................
Analisis Korelasi Kanonik ...........................................................................................
Menentukan state vector ..............................................................................................
Pendugaan Parameter ...................................................................................................
1
1
1
2
2
2
2
3
BAHAN DAN METODE
Bahan ...........................................................................................................................
Metode .........................................................................................................................
3
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Awal ..............................................................................................................
Simulasi AR(1) ............................................................................................................
Simulasi AR(2) ............................................................................................................
Simulasi MA(1) ...........................................................................................................
Simulasi VAR(1) .........................................................................................................
4
5
6
6
6
SIMPULAN ........................................................................................................................
7
SARAN ...............................................................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
8
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
Persentase parameter yang signifikan (S) simulasi AR(1) ...........................................
Persentase parameter yang signifikan (S) simulasi AR(2) ...........................................
Perbandingan persentase parameter signifikan (S) dan nilai t=A (A) ..........................
Persentase parameter yang signifikan (S) simulasi VAR(1) ........................................
Perbandingan Simulasi VAR(1) ...................................................................................
6
6
6
7
7
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Hasil Simulasi Awal .....................................................................................................
Output SAS Simulasi Awal VAR(1) n=120 ................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=12 ................................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=36 ................................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=60 ................................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=120 ..............................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=240 ............................................................................
Tabel Hasil Simulasi ...................................................................................................
Output SAS Simulasi VAR(1) n=60 ...........................................................................
Program yang Digunakan .............................................................................................
9
9
11
12
12
13
13
13
14
15
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data deret waktu merupakan salah satu
bentuk data yang dikenal dalam pengembangan
metodologi analisis. Data deret waktu
digunakan untuk memprediksi sesuatu di masa
yang akan datang. Analisis deret waktu (Time
Series Analysis) merupakan metode yang
mempelajari deret waktu untuk membuat
peramalan. Metode-metode dalam analisis
deret waktu antara lain metode pemulusan,
Winters maupun ARIMA. Metode yang sering
digunakan adalah ARIMA.
Semakin berkembangnya waktu, semakin
banyak
metode-metode
baru
yang
dikembangkan.
Metode-metode
yang
dikembangkan tidak hanya melihat pada satu
peubah saja atau peubah tunggal (univariate),
melainkan sudah melihat hubungan dengan
peubah lain atau peubah ganda (multivariate).
Untuk data peubah ganda salah satu metode
yang dapat digunakan dikenal dengan nama
State Space Model. Metode ini dapat
digunakan untuk analisis data deret waktu
peubah tunggal maupun peubah ganda. Model
State Space sudah banyak digunakan dalam
berbagai bidang. Model ini biasa digunakan
dikarenakan dapat digunakan pada sistem
dinamik linear maupun nonlinear, dapat
diterapkan pada sebaran NonGaussian, multi
input-multi output. Dalam Shumway dan
Stoffer 2000 disebutkan beberapa penggunaan
model State Space yaitu dalam bidang fisika
khususnya elektro, ekonomi (Harrison dan
Stevens, 1976, Harvey and Pierse, 1984), ilmu
kedokteran (Jones, 1984), ilmu tanah
(Shumway, 1985), dan bidang ilmu lainnya.
Dalam ekomomi misalnya, State Space
digunakan
untuk
menggambarkan
pertumbuhan ekonomi di wilayah spanyol
(Vargas dan Salido). Sedangkan dalam
Seppanen et al. 2000 dibahas bagaimana model
State Space dalam proses Tomography
(rekonstruksi pencitraan).
Dalam membuat suatu model kendala yang
mungkin dihadapi adalah ukuran contoh (n)
yang dimiliki. Dengan ukuran contoh yang
sedikit kita dapat membuat suatu model, akan
tetapi mungkin saja model yang dihasilkan
kurang tepat, sedangkan untuk mendapatkan
ukuran contoh yang besar sulit, terutama untuk
data deret waktu. Atas dasar tersebut dalam
penelitian ini akan dilakukan simulasi
pemodelan model State Space dengan berbagai
ukuran contoh dan dilihat pengaruh ukuran
contoh tersebut terhadap ketepatan model yang
dihasilkan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat
pengaruh ukuran contoh (n) terhadap
pemodelan State Space.
TINJAUAN PUSTAKA
Data Deret Waktu
Data deret waktu adalah jenis data yang
dikumpulkan menurut urutan waktu dalam
suatu rentang waktu tertentu (Rosadi 2006).
Komponen penyusun data deret waktu adalah
trend, siklus, variasi musiman dan fluktuasi tak
beraturan. Rentang waktu dapat berupa tahun,
bulan, minggu, hari ataupun lainnya. Contoh
data deret waktu antara lain produksi padi tiap
tahun, produksi teh per hari, dan masih banyak
contoh data deret waktu yang lainnya.
Model AR(p) dan MA(q)
Secara
umum
bentuk
Autoregressive (AR) adalah:
p (B)x t et
model
dengan
p (B) (1 1 B1 2 B 2 p B p ) , dan
= intersep
k =koefisien autoregressive (k=1, 2..., p)
e t = galat acak ke-t
Secara umum model Moving Average
(MA) adalah:
x t μ q (B)et
dengan:
q (B) (1 1B1 2 B 2 q B q )
= intersep
k =koefisien moving average (k=1, 2, ..., q)
e t = galat acak ke-t
Vector Autoregressive (VAR)
Vector Autoregresive adalah suatu sistem
persamaan yang memperlihatkan setiap peubah
sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai
lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai
lag dari peubah lain yang ada dalam sistem.
VAR dengan ordo p dan n buah peubah
observasi (endogen) pada waktu t dapat
dimodelkan sebagai berikut (Enders 1995):
(1)
y t A0 A1 y t 1 A 2 y t 2 ... A p y t p ε t
dengan:
2
yt
A0
Ai
t
2.
: vektor peubah respon (y1.t, y2.t, ...,yn.t)
berukuran nx1.
: vektor intersep berukuran n x 1
: matriks parameter berukuran n x n
: vektor sisaan ( 1,t, 2,t, ...,k,t)
berukuran n x 1
3.
Menentukan state vector dengan
analisis
korelasi
menggunakan
kanonik.
Pendugaan parameter menggunakan
pendekatan kemungkinan maksimum.
Akaike Information Criterion (AIC)
Asumsi yang harus dipenuhi dalam VAR
adalah semua peubah respon bersifat stasioner
dan sisaan bersifat white noise.
Model State Space
Model State Space adalah suatu analisis
deret waktu, dimana data deret waktu
dijelaskan atau digambarkan melalui beberapa
peubah bantu. Peubah bantu tersebut dalam
State Space dinamakan state vector. Dalam
SAS User’ Guide, state vector mengandung
ringkasan semua informasi dari nilai
sebelumnya dan nilai sekarang dari suatu deret
waktu yang sesuai dengan prediksi dari nilai
yang akan datang.
Model State Space dapat dimodelkan
secara metematis sebagai berikut (Wei 1989):
x t 1 Fx t Ge t 1
(2)
dengan persamaan output :
(3)
z t Hx t
dimana:
xt : state vector berdimensi k
zt : vektor output berdimensi m
F : matriks koefisien (matriks transisi)
berukuran k x k,
G : matriks
koefisien
(matriks
input)
berukuran k x m.
H : matriks koefisien (matriks observasi)
berukuran m x k
et : vektor sisaan, bersifat acak dan menyebar
normal. Berdimensi m dengan nilai tengah
0 dan matriks kovarian ∑
Persamaan (2) dapat diubah menjadi:
x t Fx t -1 Ge t
1 FB x t Ge t
x t 1 FB 1 Ge t
Kemudian persamaan diatas dimasukkan
ke persamaan (3), sehingga menjadi:
z t H1 FB 1 Ge t
Langkah-langkah dalam pembentukan
model State Space adalah sebagai berikut:
1. Menentukan ordo p optimal. Ordo p
yang optimal memiliki nilai AIC yang
terkecil.
Akaike Information Criterion adalah suatu
ukuran atau nilai yang digunakan untuk
mengidentifikasikan model dari suatu dataset
(Agusta 2005). Dalam model State Space nilai
AIC digunakan untuk menentukan ordo p
optimal. Nilai AIC dapat dihitung melalui
persamaan :
ˆ 2 pm 2
(4)
AIC n ln
p
p
dengan :
n
= banyaknya observasi
m
= dimensi dari vektor proses zt
̂ p
= determinan dari matriks kovarian
sisaan, atau white noise dalam
pemodelan AR (p)
Analisis Korelasi Kanonik
dapat
Analisis
korelasi
kanonik
digunakan untuk melihat hubungan antara
segugus peubah respon (y1, y2,...,yp) dengan
segugus peubah penjelas (x1, x2,...xq). Analisis
ini mirip dengan analisis regresi yang dapat
mengukur keeratan hubungan antara segugus
peubah respon dan gugus peubah penjelas.
Selain itu analisis korelasi kanonik juga
mampu menguraikan struktur hubungan dalam
gugus peubah respon dan peubah penjelas
tersebut (Sartono et al. 2003).
Asumsi yang harus dipenuhi dalam
analisis korelasi kanonik yaitu:
a. Korelasi antar peubah didasarkan pada
hubungan linear
b. Korelasi kanonik adalah hubungan linear
antar peubah
c. Asumsi sebaran normal ganda.
Analisis
korelasi
kanonik
dalam
pemodelan State Space digunakan untuk
menentukan state vector.
Menetukan State Vector
State vector ditentukan secara unik melalui
analisis korelasi kanonik antara sekumpulan
nilai observasi sekarang dan observasi lampau
(zt, zt-1,..., zt-p) dan sekumpulan nilai observasi
sekarang dan yang akan datang (zt, zt+1|t, ...,
zt+p|t) (Wei 1989). Analisis korelasi kanonik
3
dibentuk antara data space Dt = (zt, zt-1, ..., zt-p)
dan predictor space Ft = (zt, zt+1|t, ..., zt+p|t),
dimana Dt adalah vektor dari nilai sekarang dan
waktu lampau, dan Ft adalah vektor dari nilai
sekarang dan waktu yang akan datang. Korelasi
kanonik terkecil digunakan untuk menentukan
komponen dalam state vector.
Analisis korelasi kanonik didasarkan pada
Block Hankel dari matriks kovarian contoh Dt
dan Ft, yaitu:
1
ˆ (0)
ˆ (1)
ˆ ( p)
ˆ
ˆ ( 2)
(
1
)
ˆ ( p 1)
ˆ
ˆ ( p ) ˆ ( p 1) ˆ (2 p )
n j
( z t z )( zt j z )' , dimana
n t 1
j = 0, 1, 2, …, 2p.
Untuk setiap langkah dari serangkaian
analisis korelasi kanonik, korelasi kanonik
terkecil yang signifikan (ρmin) dihitung
berdasarkan kriteria informasi dari Akaike
(1976) dalam Wei (1989):
IC n ln(1 ρ 2 min ) 2[m( p 1) q 1]
dimana:
dengan ˆ ( j )
q = dimensi dari Ftj pada langkah sekarang
m = dimensi dari vektor proses zt
p = ordo AR optimal
Jika IC≤0, ρmin = 0, sedangkan jika IC>0 maka
nilai ρmin > 0. Jika ρmin lebih dari nol, z1,t+1|t
ditambahkan ke dalam state vector. Untuk
menguji kesignifikanan korelasi kanonik ρ,
salah satu pendekatan yang dapat digunakan
adalah uji Khi-Kuadrat (chi-square, χ2).
Statistik ujinya adalah:
2
2hit ( n 0.5[m( p 1) q 1]) ln(1 ρmin
)
mendekati sebaran Khi-Kuadrat dengan derajat
bebas (db) [m(p+1)-q+1].
Hipotesisnya adalah:
H0 : ρ 0
H1 : ρ 0
Pendugaan Parameter
Setelah didapatkan state vector, kemudian
dilakukan pendugaan parameter pada model
State Space. Pendugaan paramater dalam
model State Space menggunakan pendekatan
maksimum
(maximum
kemungkinan
likelihood) dan dilakukan secara iteratif.
Dengan pendekatan kemungkinan maksimum
diperoleh penduga yang efisien bagi F, G dan
∑. Pada proses pendugaan ini, salah satu
elemen pada F dan G, pasti ada yang bernilai
konstan seperti 0 dan 1.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data simulasi. Data tersebut didapat dari
hasil pembangkitan data, kemudian dilakukan
transformasi membentuk model AR, MA, dan
VAR.
Metode
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Membangkitkan data sebanyak n, data
tersebut dinyatakan sebagai et, dimana
et~N(0,1). Ukuran contoh (n) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 12,
36, 60, 120 dan 240. Untuk simulasi AR(1)
dan MA(1) ukuran contoh ditambahkan
dengan n=24, untuk AR(2) n=24 dan n=84,
sedangkan VAR(1) n=96. Hal tersebut
dilakukan untuk melihat perubahan
peningkatan jumlah parameter yang
signifikan.
2. Data hasil langkah ke-1 ditransformasi
sehingga membentuk suatu model AR(1),
AR(2) MA(1) dan VAR(1). Transformasi
yang digunakan dalam penilitian ini adalah:
a) AR(1)
: xt = 0.9xt-1 + et
b)AR(2)
: xt = 0.4xt-1 + 0.5xt-2 + et
c) MA(1)
: xt = et - 0.9et-1
d)VAR(1) :
Terdiri dari 2 buah model, yaitu:
VAR_1 : xt = 0.4xt-1 + 0.2yt-1 + ε1,t
yt = 0.15xt-1 + yt-1 + ε2,t
VAR_2 : xt = 0.4xt-1 + 0.2yt-1 + ε1,t
yt = 0.15xt-1 + 0.3yt-1 + ε2,t
ε1,t dan ε2,t ~ N(0,1).
Membuat model State Space dengan
menggunakan data yang dihasilkan pada
langkah ke-2.
4. Melihat kesignifikanan parameter yang
dihasilkan. Jika nilai |t| > 2, maka
parameter yang dihasilkan signifikan.
5. Langkah 1 – 4 diulang sebanyak 1000 kali.
6. Menghitung jumlah parameter yang
signifikan untuk setiap model yang
dihasilkan.
Proses pemodelan State Space adalah
sebagai berikut:
a. Langkah pertama dalam proses pemodelan
State Space adalah menentukan ordo p.
Ordo yang optimal adalah ordo yang
memiliki nilai AIC terkecil. Ordo p yang
terpilih digunakan pada proses selanjutnya
yaitu analisis korelasi kanonik.
3.
4
b.
c.
Menentukan state vector dari model State
Space dengan menggunakan korelasi
kanonik. Dalam simulasi kali ini jumlah
komponen dalam state vector sudah
ditentukan terlebih dahulu yaitu 1 untuk
model AR(1) dan 2 untuk model AR(2),
MA(1) dan VAR(1). Pada AR(2) dan
MA(2) terdapat nilai parameter yang
ditentukan terlebih dahulu, untuk AR(2)
parameter F(2,2)=G(2,1) dan untuk MA(2)
F(2,1)=F(2,2)=0. Kedua hal tersebut
dilakukan agar model State Space yang
dihasilkan
sama
dengan
model
sebelumnya (AR(1), AR(2), MA(1) atau
VAR(1)).
Menduga parameter dari model State
Space dengan menggunakan pendekatan
maksimum.
Dugaan
kemungkinan
parameter yang signifikan memiliki nilai
|t|>2, sebaliknya dugaan parameter yang
tidak signifikan memiliki nilai |t| < 2.
Software yang digunakan dalam penelitian
ini adalah SAS 9.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Awal
Sebelum dilakukan simulasi secara
keseluruhan, dilakukan simulasi awal terlebih
dahulu, yang bertujuan untuk melihat model
yang dihasilkan jika pada proses pemodelan
State Space tidak dilakukan penentuan jumlah
state vector dan menentukan nilai parameter
pada pemodelan. Model yang digunakan untuk
simulasi awal adalah AR(1), AR(2) dan
MA(1). Jumlah ulangan yang digunakan adalah
sebanyak 50. Hasil simulasi awal ini dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat
bahwa model yang dihasilkan lebih dari satu.
Untuk simulasi AR(1) menghasilkan model
xt=et, AR(1), ARMA(2,1), ARMA(3,2) dan
Model Lain. Pada simlulasi ini terlihat pada
saat n=12 terdapat 64% model yang dihasilkan
adalah AR(1), lalu mengalami kenaikan pada
saat simulasi dengan n=36, tetapi turun
kembali sejalan dengan bertambahnya ukuran
contoh (n). Pada saat simulasi AR(1) dengan
n=36 sudah tidak terdapat xt=et.
Model yang dihasilkan pada simulasi
AR(2) tidak jauh berbeda dengan AR(1).
Tetapi pada simulasi ini sama sekali tidak
menghasilkan model AR(2). Pada saat simulasi
dengan n=120, ada simulasi yang tidak
menghasilkan Fitted model, sehingga tidak
didapatkan model akhir (TAM) pada
pemodelan State Space.
Hal serupa dengan AR(2) terjadi pada
simulasi awal untuk MA(1). Pada simulasi ini
tidak manghasilkan model MA(1) kembali dan
ada hasil simulasi yang tidak menghasilkan
model akhir (TAM).
Untuk simulasi awal VAR(1) tidak
dilakukan pengulangan seperti simulasi pada
AR(1), AR(2) dan MA(1), tetapi pada simulasi
VAR(1) akan dibahas proses pembentukan
modelnya. Model VAR(1) yang akan
dijelaskan prosesnya disini adalah model
VAR_2 dengan n=120.
Langkah pertama dalam pembentukan
model State Space adalah memilih ordo p yang
optimal. Dalam kasus ini ordo yang optimal
adalah 1, dengan nilai AIC 9.208241
(Lampiran 2). Setelah didapatkan ordo p,
kemudian dilakukan analisis korelasi kanonik
untuk menentukan state vector. Berdasarkan
Lampiran 2 dapat dilihat peubah xt+1|t tidak
dapat dimasukkan kedalam state vector, hal ini
dikarenakan jika peubah xt+1|t dimasukkan
kedalam state vector, maka IC bernilai negatif
(-3.36316). Hal yang serupa juga terjadi jika
peubah yt+1|t, nilai IC pun negatif, sehingga
peubah yt+1|t tidak dapat dimasukkan kedalam
state vector. Maka state vector yang didapat
adalah:
x
xt t
y t
Setelah didapatkan state vector, kemudian
dilakukan pendugaan parameter F, G dan ∑
dengan pendekatan kemungkinan maksimum
dan dilakukan secara iteratif. Penduga
parameter yang didapat adalah:
0.350665 0.19205
F̂
0.012471 0.198047
1 0
Ĝ
0 1
1.062467 0.07103
Σ̂
0.07103 0.955478
Dan model State Space yang didapat
adalah (Lampiran 2):
x t 1 0.350665 0.19205 x t
y
t 1 0.012471 0.198047 y t
1 0 e1, t 1
0 1 e
2, t 1
dengan
5
e
ˆ var 1, t 1 1.062467 0.07103
Σ
e 2, t 1 0.07103 0.955478
Persamaan matriks diatas dapat diubah menjadi
persamaan berikut:
x t 1 0.350665x t 0.19205 y t e1.t 1
y t 1 0.012471x t 0.198047 y t e 2.t 1
Persamaan diatas merupakan model VAR(1).
Berdasarkan hasil pendugaan parameter
(Lampiran 2), nilai paramter yang signifikan
adalah F(1,1), F(1,2) dan F(2,2), atau tidak
semua pendugaan parameter pada simulasi ini
signifikan.
Persamaan
diatas
merupakan
persamaan AR(1), dengan nilai =
0.427313. Parameter F(1,1) (Lampiran 3)
memiliki nilai t=1.64 (|t|2.
AR(1) dengan n=60
Untuk simulasi dengan n=60, model
yang dihasilkan adalah:
[ x t 1 ] 0.747179 [ x t ] 1e t 1
atau
x t 1 0.747179 x t e t 1
dengan et ~ N(0, 0.928608).
Model diatas merupakan model AR(1)
dan parameternya signifikan (Lampiran 5).
AR(1) dengan n=120
n=120
Pada
simulasi
dengan
menghasilkan model AR(1) yaitu:
x t 1 0.740535x t e t 1
dimana et ~ N(0, 0.934095). Pada simulasi
ini parameternya pun signifikan (Lampiran
6).
AR(1) dengan n=240
Model yang dihasilkan dari simulasi
AR(1) dengan n=240 adalah:
[ x t 1 ] 0.888042 [ x t ] 1e t 1
dengan et ~ N(0, 1.068884). Model
tersebut merupakan
model AR(1).
Berdasarkan Lampiran 7 dapat dilihat
bahwa parameter F(1,1) signifikan dengan
nilai t=29.94.
Simulasi AR(1)
Proses pembentukan model State Space
pada simulasi AR(1) akan dijelaskan untuk
setiap ukuran contoh (n) dengan ulangan
sebanyak satu (1).
AR(1) dengan n=12
Tahap pertama dalam menyusun
model State Space adalah memilih ordo
optimal. Ordo p yang optimal dapat dilihat
dari nilai AIC yang terkecil. Pada simulasi
AR(1) dengan n=12, ordo p yang optimal
terdapat pada lag ke 1, dengan nilai AIC =
6.834656 (Lampiran 3). Ordo p ini untuk
selanjutnya digunakan dalam analisis
korelasi kanonik.
Nilai IC yang diperoleh jika xt+1|t
dimasukkan ke dalam state vector adalah
sebesar -1.80482. Karena IC bernilai
negatif, maka peubah xt+1|t dikeluarkan dari
state vector, sehingga state vector yang
diperoleh adalah xt=[xt]. Hal ini juga dapat
disebabkan karena dalam program
banyaknya peubah (komponen) dalam
state vector sudah ditentukan, yaitu
sebanyak 1. Setelah didapatkan state
vector, langkah selanjutnya adalah
pendugaan parameter.
Pendugaan parameter dalam model
State Space menggunakan pendekatan
maksimum.
Proses
kemungkinan
pendugaan parameter dilakukan secara
iterative, sehingga didapat (Lampiran 3):
ˆ 1
Fˆ 0.427313
G
ˆ 1.496139
Σ
Model State Space yang diperoleh adalah:
[ x t 1 ] 0.427313[ x t ] 1e t 1
dengan et ~ N(0, 1.496139).
Persamaan matiks tersebut dapat
dibuat bentuk persamaan:
x t 0.427313x t 1 e t
Setelah dilakukan pengulangan sebanyak
1000 kali hasilnya dapat dilihat pada Gambar
1. Untuk n=12, banyaknya parameter yang
signifikan (S) adalah 49.6%, sedangkan
parameter yang tidak signifikan sebanyak
50.4%. Jumlah parameter yang signifikan
meningkat cukup jauh hingga mencapai 94.7%
pada saat simulasi dengan n=24. Seluruh
6
parameter signifikan dimulai dari simulasi
AR(1) dengan n=60 hingga n=240. Hal
tersebut berarti semakin besar ukuran contoh,
maka semakin besar kemungkinan parameter
yang diduga signifikan sehingga model yang
berasal dari model AR(1) dapat dihasilkan
model AR(1) kembali.
Hasil Simulasi AR(1) dalam %
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
99.8
94.7
100
100
100
49.6
12
S
24
36
60
120
240
sedangkan simulasi dengan AR(1) dan MA(1)
sudah mencapai diatas 90%.
Simulasi MA(1)
Proses simulasi MA(1) tidak jauh berbeda
dengan simulasi AR(1) atau AR(2). Hasil
simulasi MA(1) dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari hasil tersebut dapat kita lihat terdapat nilai
t yang bernilai A (tidak memiliki nilai t). Hal
ini berarti tidak dapat disimpulkan parameter
yang diduga signifikan atau tidak. Hal tersebut
dapat terjadi jika jumlah parameter yang
diduga sama dengan ukuran contoh yang kita
miliki, sehingga eror tidak ada dan nilai t tidak
dapat dihitung.
Ukuran contoh (n)
Gambar 1
Persentase parameter
signifikan (S) simulasi AR(1)
Simulasi AR(2)
Proses yang sama pada simulasi AR(1)
dilakukan pada AR(2), hal yang membedakan
hanya jumlah state vector yang ditentukan
dalam proses pemodelan. Pada simulasi AR(2)
jumlah state vector ditentukan sebanyak 2.
Hasil yang diperoleh dari simulasi AR(2) dapat
dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan hasil
simulasi, pada saat ukuran contoh sebesar 12,
jumlah parameter yang signifikan hanya
sebesar 3% saja. Hal ini berarti hanya sebesar
3% model yang dihasilkan tepat atau
menghasilkan
model
AR(2)
kembali.
Peningkatan jumlah parameter yang signifikan
cukup pesat terjadi pada saat simulasi AR(2)
dengan n=12 sampai n=36.
Hasil Simulasi AR(2) dalam %
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
99.5
94.3
99.9
Hasil Simulasi MA(1) dalam %
yang
100
66.4
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
97.6
94.2
68.6
99.6
99.8
64.6
S
A
33.8
14.3
5.7
12
24
36
2.3
60
0.4
120
0.2
240
Ukuran contoh (n)
Gambar 3 Perbandingan persentase parameter
signifikan (S) dan nilai t=A (A)
Pada simulasi dengan n=12 terdapat 68.6%
nilai t yang bernilai A, hal ini berarti sebesar
68.6% tidak dapat disimpulkan dugaan
parameter signifikan atau tidak, sehingga tidak
diketahui apakah hasil simulasi menghasilkan
model MA(1) kembali atau tidak. Sama seperti
pada AR(1), simulasi MA(1) sudah mencapai
diatas 90% pada simulasi MA(1) dengan n=36.
Pada simulasi MA(1) dengan n=240 masih
terdapat nilai t yang bernilai A atau tidak
memiliki nilai t, tetapi pada simulasi ini sudah
tidak terdapat lagi parameter yang tidak
signifikan.
S
Simulasi VAR(1)
32.2
3
12
24
36
60
84
120
240
Ukuran contoh (n)
Gambar 2
Persentase parameter
signifikan (S) simulasi AR(2)
yang
Peningkatan jumlah parameter yang
signifikan pada simulasi AR(2) cenderung
lebih lambat dari simulasi AR(1) dan MA(1).
Pada simulasi AR(2) dengan n=36, parameter
yang signifikan baru mencapai 66.4%,
Contoh proses pembentukan model State
Space untuk VAR(1) dengan n=60 adalah
sebagai berikut:
Proses awal dalam pembentukan model
State Space adalah pemilihan ordo p. Ordo p
yang optimal adalah p=1 dengan nilai
AIC=186.5949. Setelah didapatkan ordo p,
kemudian mencari state vector.
Dalam proses menentukan state vector,
jika peubah xt+1|t dimasukkan kedalam state
vector nilai IC adalah -3.87618. Karena nilai
IC negatif, maka peubah xt+1|t dikeluarkan dari
7
state vector. Begitu pula dengan peubah yt+1|t,
jika peubah tersebut dimasukkan ke dalam
state vector nilai IC yang didapat bernilai
negatif (Lampiran 9) maka peubah yt+1|t
dikeluarkan dari state vector. Maka diperoleh
state vector:
x
xt t
y t
Setelah didapatkan state vector, kemudian
dilakukan pendugaan parameter F, G dan ∑.
Dugaan parameter yang didapat adalah:
0.207059 0.234551
F̂
0.21754 1.012624
1 0
Ĝ
0 1
2.860147 5.042688
Σ̂
5.042688 15.7507
sehingga model State Space yang dihasilkan
adalah:
x t 1 0.207059 0.234551 x t
y 0.21754 1.012624 y
t
t 1
1 0 e1,t 1
0 1 e
2,t 1
atau dapat dituliskan sebagai berikut:
x t 1 0.207059x t 0.234551y t e1.t 1
y t 1 0.21754 x t 1.012624 y t e 2.t 1
dengan
e1,t 1 2.860147 5.042688
Σ var
.
e2,t 1 5.042688 15.7507
Hasil Simulasi VAR(1) dalam %
99.8
60.6
S
25.3
3.3
0.5
0.2
12
36
60
96
120
240
Ukuran contoh (n)
Gambar 4
Persentase parameter
signifikan (S) simulasi VAR(1)
Perbandingan Simulasi VAR(1)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
VAR_1
VAR_2
12
36
60
96
120
240
Ukuran contoh (n)
Gambar 5 Perbandingan Simulasi VAR(1)
Perbandingan antara dua simulasi VAR(1),
VAR_1 dengan VAR_2, dapat dilihat pada
Gambar 5. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dilihat bahwa peningkatan jumlah parameter
yang signifikan pada simulasi VAR(1) model
kedua (VAR_2) lebih lambat daripada simulasi
VAR(1) model pertama (VAR_1). Untuk
VAR_2 pada ukuran contoh 240 hanya terdapat
62.4% parameter yang signifikan, sedangkan
VAR_1 mencapai 99.8%.
SIMPULAN
Model diatas merupakan model VAR(1).
Berdasarkan hasil pendugaan parameter,
tidak semua parameter yang diduga signifikan
(Lampiran 9), parameter yang signifikan adalah
F(1,2) dan F(2,2).
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
signifikan dari simulasi VAR(1) dengan n=12
sampai n=60 sangat lambat dibandingkan
dengan simulasi AR(1), AR(2) dan MA(1).
Pada simulasi VAR(1) dengan n=96, jumlah
parameter yang signifikan mencapai 25.3%,
dan terus bertambah sejalan dengan
bertambahnya data. Pada simulasi VAR(1)
dengan n=240, pendugaan parameter yang
signifikan belum mencapai 100%, hal ini
berarti pada simulasi ini masih terdapat
pendugaan model yang kurang tepat.
yang
Setelah dilakukan ulangan sebanyak 1000
kali, hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar
4. Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat
bahwa meningkatnya jumlah parameter yang
Semakin besar ukuran contoh yang
dimiliki maka model yang dihasilkan akan
semakin tepat. Hal tersebut dapat dilihat dari
semakin bertambahnya parameter yang
signifikan sejalan dengan semakin besarnya
data yang dibangkitkan. Karena jika data yang
kita miliki sedikit, maka untuk mencari pola
dari data tersebut akan lebih sulit dibandingkan
dengan data yang besar.
Selain ukuran contoh yang mempengaruhi
model yang akan dihasilkan, kompleksnya
suatu model juga mempengaruhi ketepatan
dalam menduga suatu model. Kompleknya
suatu model dapat dilihat dari jumlah
parameter yang diduga. Untuk AR(1), AR(2)
dan MA(1), jumlah parameter yang diduga
sebanyak satu, sedangkan untuk VAR(1)
sebanyak empat. Untuk model VAR(1) yang
memiliki jumlah parameter yang diduga lebih
banyak dibandingkan dengan model lainnya
(AR(1), AR(2) dan MA(1)) membutuhkan
ukuran contoh yang besar untuk menyusun
8
suatu model VAR(1) sehingga menghasilkan
model yang tepat. Berdasarkan hasil penelitian
dapat dilihat batas minimal ukuran contoh yang
baik untuk memodelkan AR(1), AR(2) dan
MA(1) adalah 60. Sedangkan ukuran contoh
yang baik digunakan untuk memodelkan
VAR(1) adalah 240.
SARAN
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya
jumlah ulangan ditambahkan, ukuran contoh
lebih bervariasi, misalkan n=132, n=180, dan
sebagainya. Serta model simulasi sebaiknya
ditambahkan dengan model lain seperti
ARMA.
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, Y. 2005. Mixture Modelling
Menggunakan Prinsip Minimum Message
Length. J Sistem dan Informatika; 1: 1-16.
Cryer, JD. 1986. Time Series Analysis.
Boston: Duxbury Press.
Enders, W. 1995. Applied Econometric Time
Series. Ed ke-8. New York: Wiley and
Sons, Inc.
Montgomery, DC, Johnson LA, Gardiner
JS. 1990. Forecasting and time Series
Analysis. Singapore: Mc Graw Hill, Inc.
Rosadi, D. 2006. Pengantar Analisa Runtun
Waktu. Statistika Universitas Gadjah
Mada.
Sartono, B, Affendi FM, Syafitri UD,
Sumertajaya IM, Angraeni Y. 2003.
Modul Teori Analisis Peubah Ganda.
Statistika Institut Pertanian Bogor.
SAS Institute Inc. 2002. SAS User’s Guide.
Version 9.1 SAS Institute Inc., Cary, NC,
USA.
Seppanen, A, Vauhkonen M, Somersalo E,
Kaipio JP. State Space Models in Process
Tomography – Approximation of State
Noise
Covariance.
2000.
Finland:
Department of Applied Physics, University
of Kuopio.
Shumway, RH dan Stoffer DS. Time Series
an its Application. New York: Springer.
Vargas, MV dan Salido RM. A State-Space
Modelization of Economic Growth Among
Spanish Regions.
http://www.uclm.es/AB/fcee/documentostr
abajo.asp. [05 Mei 2008]
Wei, WWS. 1989. Time Series Analysis:
Univariate and Multivariate. Canada:
Addison Wesley Publishing Company.
LAMPIRAN
9
Lampiran 1 Hasil Simulasi Awal
MA(1)
AR(2)
AR(1)
Model
Bangkitan
Ukuran
contoh
(n)
12
36
60
120
240
12
36
60
120
240
12
36
60
120
240
Hasil
xt=et
30%
0%
0%
0%
0%
62%
6%
8%
0%
0%
32%
0%
0%
0%
0%
AR(1)
64%
96%
92%
84%
80%
30%
28%
88%
0%
0%
46%
20%
2%
0%
0%
ARMA(2,1)
4%
2%
4%
12%
18%
6%
56%
2%
82%
92%
12%
60%
84%
82%
74%
ARMA(3,2)
2%
2%
0%
2%
2%
2%
10%
2%
8%
4%
0%
10%
6%
6%
2%
Model Lain
0%
0%
4%
2%
0%
0%
0%
0%
8%
4%
0%
2%
4%
8%
8%
TAM
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
2%
0%
10%
8%
4%
4%
16%
Keterangan:
TAM : Tidak ada model akhir (Fitted model)
Lampiran 2 Output SAS Simulasi Awal VAR(1) n=120
The STATESPACE Procedure
Number of Observations
Variable
X
Y
Mean
0.206513
0.026371
120
Standard
Error
1.117438
0.997263
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=0
Lag=1
Lag=2
Lag=3
Lag=4
Lag=5
Lag=6
Lag=7
Lag=8
25.90501 9.208241 16.21565 20.36134 21.98143 28.50604 32.26929 35.82196 42.61469
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=9
Lag=10
47.81303 50.93209
The STATESPACE Procedure
Canonical Correlations Analysis
X(T;T)
1
X(T;T)
1
Y(T;T)
1
Y(T;T)
1
X(T+1;T)
0.072753
Information
Criterion
-3.36316
Chi
Square
0.631533
Y(T+1;T)
0.049042
Information
Chi
Criterion
Square
-3.71104
0.286553
DF
2
DF
2
10
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Preliminary Estimates
State Vector
X(T;T)
Y(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.350665
0.19205
0.012471
0.198047
Input Matrix for Innovation
1
0
0
1
Variance Matrix for Innovation
1.062467
-0.07103
-0.07103
0.955478
Iterative Fitting: Maximum Likelihood Estimation
Iter Half Determinant Lambda F(1,1) F(1,2)
F(2,1)
F(2,2)
0
0
1.01012
0.1 0.35066527 0.19205002 0.01247083 0.19804659
1
0
1.01012
0.01 0.35066527 0.19205002 0.01247083 0.19804659
Iterative Fitting: Maximum Likelihood Estimation
Iter Half Sigma(2,1) Sigma(2,2)
0
0 -0.0710258 0.95547806
1
0 -0.0710258 0.95547806
Maximum likelihood estimation has converged.
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Y(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.350665
0.19205
0.012471
0.198047
Input Matrix for Innovation
1
0
0
1
Variance Matrix for Innovation
1.062467
-0.07103
-0.07103
0.955478
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
F(1,2)
F(2,1)
F(2,2)
Estimate
0.350665
0.192050
0.012471
0.198047
Standard
Error
0.084158
0.094289
0.079812
0.089421
t Value
4.17
2.04
0.16
2.21
Sigma(1,1)
1.0624673
1.0624673
11
Lampiran 3 Output SAS Simulasi AR(1) n=12
The STATESPACE Procedure
Number of Observations
Variable
X
Mean
-1.24974
12
Standard
Error
1.352907
The STATESPACE Procedure
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=0
Lag=1
Lag=2
Lag=3
Lag=4
Lag=5
Lag=6
Lag=7
7.254128 6.834656 8.639471 10.62349 10.03857 11.52653 12.80215 14.74023
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=9
Lag=10
17.56094
19.46843
The STATESPACE Procedure
Canonical Correlations Analysis
X(T;T) X(T+1;T)
1
0.127019
Information
Criterion
-1.80482
Chi
Square
0.187052
DF
1
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Preliminary Estimates
State Vector
X(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.427313
Input Matrix for Innovation
1
Variance Matrix for Innovation
1.496139
Iterative Fitting: Maximum Likelihood Estimation
Iter
0
1
Half
0
0
Determinant
1.496139
1.496139
Lambda
0.1
0.01
F(1,1)
0.42731336
0.42731336
Maximum likelihood estimation has converged.
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.427313
Sigma(1,1)
1.49613929
1.49613929
Lag=8
16.44
12
Input Matrix for Innovation
1
Variance Matrix for Innovation
1.496139
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.427313
Standard
Error
0.260755
t Value
1.64
Lampiran 4 Output SAS Simulasi AR(1) n=36
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.719792
Input Matrix for Innovation
1
Variance Matrix for Innovation
0.859384
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.719792
Standard
Error
0.115613
t Value
6.23
Lampiran 5 Output SAS Simulasi AR(1) n=60
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.747179
Input Matrix for Innovation
1
Variance Matrix for Innovation
0.928608
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.747179
Standard
Error
0.085741
t Value
8.71
13
Lampiran 6 Output SAS Simulasi AR(1) n=120
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.740535
Standard
Error
0.061302
t Value
12.08
Lampiran 7 Output SAS Simulasi AR(1) n=240
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.888042
Standard
Error
0.029660
t Value
29.94
Lampiran 8 Tabel Hasil Simulasi
VAR_2
VAR_1
MA(1)
AR(2)
AR(1)
Model
Bangkitan
Ukuran contoh
(n)
12
24
36
60
120
240
12
24
36
60
84
120
240
12
24
36
60
120
240
12
36
60
96
120
240
12
36
60
96
120
240
TS
504
53
2
0
0
0
970
678
336
57
5
1
0
171
16
1
1
0
0
998
995
967
747
394
2
998
999
974
889
777
376
Parameter
S
496
947
998
1000
1000
1000
30
322
664
943
995
999
1000
143
646
942
976
996
998
2
5
33
253
606
998
2
1
26
111
223
624
A
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
686
338
57
23
4
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Keterangan:
TS
: Parameter
tidak signifikan
S
:
signifikan
Parameter
A
: Nilai t = A
(tidak memiliki nilai t)
14
Lampiran 9 Output SAS Simulasi VAR(1) n=60
The STATESPACE Procedure
Number of Observations
Variable
X
Y
Mean
4.549138
14.24175
60
Standard
Error
3.987512
11.99416
The STATESPACE Procedure
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=0
Lag=1
Lag=2
Lag=3
Lag=4
Lag=5
Lag=6
Lag=7
Lag=8
316.0793 186.5949 194.0306 201.4801 205.8222 212.8199 218.0174 222.3165 228.6366
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=9
Lag=10
236.0508 239.3411
Canonical Correlations Analysis
X(T;T)
1
Y(T;T)
1
X(T+1;T)
0.045403
Information
Criterion
-3.87618
Chi
Square
0.121752
DF
2
X(T;T)
1
Y(T;T)
1
Y(T+1;T)
0.088583
Information
Criterion
-3.52733
Chi
Square
0.464794
DF
2
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Y(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.207059
0.234551
-0.21754
1.012624
Input Matrix for Innovation
1
0
0
1
Variance Matrix for Innovation
2.860147
5.042688
5.042688
15.7507
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
F(1,2)
F(2,1)
F(2,2)
Estimate
0.207059
0.234551
-0.21754
1.012624
Standard
Error
0.180110
0.059898
0.421720
0.140270
t Value
1.15
3.92
-0.52
7.22
15
Lampiran 10 Program yang Digunakan
AR(1)
%macro coba;
%do i = 1 %to 1000;
data awal;
do t=1 to 12;
a=rand('normal',0,1);
output;
end;
keep a ;
run;
proc iml;
use awal;
read all var{a} into a;
x=a;
n=nrow(a);
do i=2 to n;
x[i]=0.9*x[i-1]+a[i];
end;
create akhir var{x};
append;
quit;
ods select ParameterEstimates;
ods trace on;
ods output ParameterEstimates=tes;
run;
proc statespace data=akhir cancorr out=output itprint;
var x;
(Pada simulasi awal syntax ini tidak dipakai)
form x 1;
run;
proc append base=gabung data=tes;
run;
%end;
%mend;
%coba;
AR(2)
%macro coba;
%do i = 1 %to 1000;
data awal;
do t=1 to 12;
a=rand('normal',0,1);
output;
end;
keep a ;
run;
proc iml;
use awal;
read all var{a} into a;
16
x=a;
n=nrow(a);
do i=2 to n;
if i=2 then
x[i]=0.4*x[i-1]+a[i];
else
x[i]=0.5*x[i-2]+0.4*x[i-1]+a[i];
end;
create akhir var{x};
append;
quit;
ods select ParameterEstimates;
ods trace on;
ods output ParameterEstimates=tes;
run;
proc statespace data=akhir cancorr out=output itprint;
var x;
form x 2;
(Pada simulasi awal syntax ini tidak dipakai)
restrict f(2,2)=0.4 g(2,1)=0.4;
run;
proc append base=gabung data=tes;
run;
%end;
%mend;
%coba;
MA(1)
%macro coba;
%do i = 1 %to 1000;
data awal;
do t=1 to 12;
a=rand('normal',0,1);
output;
end;
keep a ;
run;
proc iml;
use awal;
read all var{a} into a;
x=a;
n=nrow(a);
do i=2 to n;
x[i]=a[i]-0.9*a[i-1];
end;
create akhir var{x};
append;
quit;
ods select ParameterEstimates;
ods trace on;
ods output ParameterEstimates=tes;
run;
17
proc statespace data=akhir cancorr out=output itprint;
var x;
form x 2;
(Pada simulasi awal syntax ini tidak dipakai)
restrict f(2,1)=0 f(2,2)=0;
run;
proc append base=gabung data=tes;
run;
%end;
%mend;
%coba;
VAR(1)
%macro coba;
%do i = 1 %to 1000;
data awal;
do t=1 to 12;
a=rand('normal',0,1);
b=rand('normal',0,1);
output;
end;
keep a b;
run;
proc iml;
use awal;
read all var{a} into a;
read all var{b} into b;
x=a;
y=b;
n=nrow(a);
do i=2 to n;
x[i]=0.4*x[i-1]+0.2*y[i-1]+a[i];
y[i]=0.15*x[i-1]+y[i-1]+b[i];
end;
create akhir var{x y};
append;
quit;
ods select ParameterEstimates;
ods trace on;
ods output ParameterEstimates=tes;
run;
proc statespace data=akhir cancorr out=output itprint;
var x y;
(Pada simulasi awal syntax ini tidak dipakai)
form x 1 y 1;
run;
proc append base=gabung data=tes;
run;
%end;
%mend;
%coba;
KAJIAN PENGARUH UKURAN CONTOH (n)
TERHADAP PEMODELAN STATE SPACE
PURWADI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data deret waktu merupakan salah satu
bentuk data yang dikenal dalam pengembangan
metodologi analisis. Data deret waktu
digunakan untuk memprediksi sesuatu di masa
yang akan datang. Analisis deret waktu (Time
Series Analysis) merupakan metode yang
mempelajari deret waktu untuk membuat
peramalan. Metode-metode dalam analisis
deret waktu antara lain metode pemulusan,
Winters maupun ARIMA. Metode yang sering
digunakan adalah ARIMA.
Semakin berkembangnya waktu, semakin
banyak
metode-metode
baru
yang
dikembangkan.
Metode-metode
yang
dikembangkan tidak hanya melihat pada satu
peubah saja atau peubah tunggal (univariate),
melainkan sudah melihat hubungan dengan
peubah lain atau peubah ganda (multivariate).
Untuk data peubah ganda salah satu metode
yang dapat digunakan dikenal dengan nama
State Space Model. Metode ini dapat
digunakan untuk analisis data deret waktu
peubah tunggal maupun peubah ganda. Model
State Space sudah banyak digunakan dalam
berbagai bidang. Model ini b
PURWADI. Kajian pengaruh ukuran contoh (n) terhadap pemodelan State Space. Di bawah
bimbingan KUSMAN SADIK. dan BAGUS SARTONO.
Data deret waktu merupakan data yang dikumpulkan mengenai suatu karakteristik tertentu
pada suatu periode waktu atau interval. Komponen penyusun data deret waktu adalah trend, siklus,
variasi musiman dan fluktuasi tak beraturan. Analisis deret waktu (Time Series Analysis)
merupakan metode yang mempelajari deret waktu untuk membuat peramalan. Metode-metode
dalam analisis deret waktu antara lain metode pemulusan, Winters maupun ARIMA.
Model State Space adalah suatu pendekatan untuk memodelkan dan memprediksi secara
bersamaan beberapa data deret waktu yang saling berhubungan dimana peubah-peubah tersebut
mempunyai interaksi yang dinamis. Model State Space dapat digunakan untuk analisis data deret
waktu univariate (pubah tunggal) maupun multivariate (peubah ganda).
Dalam membuat suatu model kendala yang mungkin dapat kita hadapi adalah jumlah data
yang dimiliki. Dengan jumlah data yang sedikit kita dapat membuat suatu model, akan tetapi
mungkin saja model yang dihasilkan kurang tepat. Dan untuk mendapatkan jumlah data yang besar
sulit, terutama untuk data deret waktu. Atas dasar tersebut dalam penelitian ini akan dilakukan
simulasi pemodelan model State Space dengan berbagai jumlah data dan dilihat pengaruh jumlah
data tersebut terhadap ketepatan model yang dihasilkan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi. Data tersebut dibuat
sedemikian rupa sehingga membentuk model AR(1), AR(2), MA(1) dan VAR(1). Kemudian
dilakukan pemodelan kembali menggunakan model State Space.
Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa jumlah data dapat mempengaruhi ketepatan
model yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari semakin besar jumlah parameter yang signifikan
sejalan dengan bertambahnya jumlah data yang dibangkitkan.
KAJIAN PENGARUH UKURAN CONTOH (n)
TERHADAP PEMODELAN STATE SPACE
PURWADI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
ABSTRAK
PURWADI. Kajian pengaruh ukuran contoh (n) terhadap pemodelan State Space. Di bawah
bimbingan KUSMAN SADIK. dan BAGUS SARTONO.
Data deret waktu merupakan data yang dikumpulkan mengenai suatu karakteristik tertentu
pada suatu periode waktu atau interval. Komponen penyusun data deret waktu adalah trend, siklus,
variasi musiman dan fluktuasi tak beraturan. Analisis deret waktu (Time Series Analysis)
merupakan metode yang mempelajari deret waktu untuk membuat peramalan. Metode-metode
dalam analisis deret waktu antara lain metode pemulusan, Winters maupun ARIMA.
Model State Space adalah suatu pendekatan untuk memodelkan dan memprediksi secara
bersamaan beberapa data deret waktu yang saling berhubungan dimana peubah-peubah tersebut
mempunyai interaksi yang dinamis. Model State Space dapat digunakan untuk analisis data deret
waktu univariate (pubah tunggal) maupun multivariate (peubah ganda).
Dalam membuat suatu model kendala yang mungkin dapat kita hadapi adalah jumlah data
yang dimiliki. Dengan jumlah data yang sedikit kita dapat membuat suatu model, akan tetapi
mungkin saja model yang dihasilkan kurang tepat. Dan untuk mendapatkan jumlah data yang besar
sulit, terutama untuk data deret waktu. Atas dasar tersebut dalam penelitian ini akan dilakukan
simulasi pemodelan model State Space dengan berbagai jumlah data dan dilihat pengaruh jumlah
data tersebut terhadap ketepatan model yang dihasilkan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data simulasi. Data tersebut dibuat
sedemikian rupa sehingga membentuk model AR(1), AR(2), MA(1) dan VAR(1). Kemudian
dilakukan pemodelan kembali menggunakan model State Space.
Dari hasil simulasi dapat disimpulkan bahwa jumlah data dapat mempengaruhi ketepatan
model yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari semakin besar jumlah parameter yang signifikan
sejalan dengan bertambahnya jumlah data yang dibangkitkan.
KAJIAN PENGARUH UKURAN CONTOH (n)
TERHADAP PEMODELAN STATE SPACE
PURWADI
G14103034
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Statistika
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Judul
Nama
NRP
: Kajian Pengaruh Ukuran Contoh (n) Terhadap Pemodelan State Space
: Purwadi
: G14103034
Menyetujui :
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Kusman Sadik, S.Si M.Si.
NIP. 132 158 751
Bagus Sartono, S.Si M.Si
NIP. 132 311 923
Mengetahui :
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP. 131 578 806
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Januari 1985 dari pasangan Harijono dan
Sumaryani. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dasar
di SD Negeri VI Cileungsi hingga tahun 1997 dan melanjutkan pendidikan menengah pertama di
SLTP Puspanegara Citeureup hingga tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan
pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3 Bogor dan diterima di Departemen Statistika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis ikut serta dalam kegiatan himpunan profesi Gamma
Sigma Beta staf Departemen Eksternal periode 2004/2005. Selain itu penulis pernah menjadi
asisten dosen untuk mata kuliah Matematika Dasar dan Kalkulus I tahun ajaran 2004/2005. Penulis
mengikuti kegiatan praktek lapang di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung - Bandung pada
bulan Februari-April 2007 di bawah bimbingan Bapak Imron Rosyadi.
PRAKATA
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT
atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga
akhir zaman.
Karya ilmiah ini berjudul “Kajian pengaruh ukuran contoh (n) terhadap pemodelan State
Space“. Karya ilmiah ini membahas tentang pengaruh ukuran contoh (n) terhadap model State
Space dengan menggunakan simulasi untuk peubah tunggal dan ganda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian
karya ilmiah ini, terutama kepada :
1. Bapak Kusman Sadik, S.Si M.Si. dan Bapak Bagus Sartono, S.Si M.Si. yang telah
memberikan bimbingan dan masukan hingga selesainya karya ilmiah ini.
2. Bapak, Ibu, adik-adik, Kakek dan Nenek yang selalu memberi kasih sayang, do’a,
dorongan semangat, dukungan dan perhatian kepada penulis.
3. Seluruh dosen pengajar Departemen Statistika IPB atas ilmu yang telah diberikan selama
penulis mengikuti perkuliahan di Departemen Statistika IPB.
4. Bu Dedeh, Bu Mar, Bu Sulis, Bang Soedin, Bu Aat, Mang Dur, Mang Herman, Pak Heri,
dan Pak Yan yang telah memberikan bantuan selama masa perkuliahan penulis.
5. Teman satu pembimbing, Muti, atas diskusi, masukan, dan dukungannya selama
penyusunan karya ilmiah ini.
6. Ipul, Anto, Apri, Lia, Susan, Harti, Rio, Sari (Kimia’40) atas persahabatan selama ini.
7. Edo atas pinjaman laptop dan printer serta dorongan semangatnya dan Rosyid atas
bantuannya dalam pembuatan program.
8. Daus, Anggoro, Bayu, Arief, Yudi,, Rian, Ali dan Santo (FM Mania), serta teman-teman
di Wisma Paladium (Mas Eko, Mas Capung, Mas Aris, Irfan, dkk) untuk hari-hari yang
menyenangkan selama di kontrakan dan kosan.
9. Meylinda, Rani, Deni, Rara, Dania, Esi, Rina, Chichi dan seluruh STK’40 atas dukungan,
semangat, do’a dan semua keceriaan yang diberikan semasa kuliah.
10. Mbak Ika (STK`39), Rere dan Rizka atas bantuannya serta seluruh rekan Statistika
angkatan 41, 42 dan 43 yang telah memberi semangat.
11. Semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada penulis yang tidak dapat disebut
satu persatu sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai pemicu untuk dapat berkarya
lebih baik lagi. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Juli 2008
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ...............................................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................................
Tujuan ..........................................................................................................................
1
1
TINJAUAN PUSTAKA
Data Deret Waktu .........................................................................................................
Model AR (p) dan MA(q) ............................................................................................
Vector Autoregressive (VAR) ......................................................................................
Model State Space ........................................................................................................
Akaike Information Criterion (AIC) ............................................................................
Analisis Korelasi Kanonik ...........................................................................................
Menentukan state vector ..............................................................................................
Pendugaan Parameter ...................................................................................................
1
1
1
2
2
2
2
3
BAHAN DAN METODE
Bahan ...........................................................................................................................
Metode .........................................................................................................................
3
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Awal ..............................................................................................................
Simulasi AR(1) ............................................................................................................
Simulasi AR(2) ............................................................................................................
Simulasi MA(1) ...........................................................................................................
Simulasi VAR(1) .........................................................................................................
4
5
6
6
6
SIMPULAN ........................................................................................................................
7
SARAN ...............................................................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................................
8
LAMPIRAN
vi
DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
Persentase parameter yang signifikan (S) simulasi AR(1) ...........................................
Persentase parameter yang signifikan (S) simulasi AR(2) ...........................................
Perbandingan persentase parameter signifikan (S) dan nilai t=A (A) ..........................
Persentase parameter yang signifikan (S) simulasi VAR(1) ........................................
Perbandingan Simulasi VAR(1) ...................................................................................
6
6
6
7
7
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Hasil Simulasi Awal .....................................................................................................
Output SAS Simulasi Awal VAR(1) n=120 ................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=12 ................................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=36 ................................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=60 ................................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=120 ..............................................................................
Output SAS Simulasi AR(1) n=240 ............................................................................
Tabel Hasil Simulasi ...................................................................................................
Output SAS Simulasi VAR(1) n=60 ...........................................................................
Program yang Digunakan .............................................................................................
9
9
11
12
12
13
13
13
14
15
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data deret waktu merupakan salah satu
bentuk data yang dikenal dalam pengembangan
metodologi analisis. Data deret waktu
digunakan untuk memprediksi sesuatu di masa
yang akan datang. Analisis deret waktu (Time
Series Analysis) merupakan metode yang
mempelajari deret waktu untuk membuat
peramalan. Metode-metode dalam analisis
deret waktu antara lain metode pemulusan,
Winters maupun ARIMA. Metode yang sering
digunakan adalah ARIMA.
Semakin berkembangnya waktu, semakin
banyak
metode-metode
baru
yang
dikembangkan.
Metode-metode
yang
dikembangkan tidak hanya melihat pada satu
peubah saja atau peubah tunggal (univariate),
melainkan sudah melihat hubungan dengan
peubah lain atau peubah ganda (multivariate).
Untuk data peubah ganda salah satu metode
yang dapat digunakan dikenal dengan nama
State Space Model. Metode ini dapat
digunakan untuk analisis data deret waktu
peubah tunggal maupun peubah ganda. Model
State Space sudah banyak digunakan dalam
berbagai bidang. Model ini biasa digunakan
dikarenakan dapat digunakan pada sistem
dinamik linear maupun nonlinear, dapat
diterapkan pada sebaran NonGaussian, multi
input-multi output. Dalam Shumway dan
Stoffer 2000 disebutkan beberapa penggunaan
model State Space yaitu dalam bidang fisika
khususnya elektro, ekonomi (Harrison dan
Stevens, 1976, Harvey and Pierse, 1984), ilmu
kedokteran (Jones, 1984), ilmu tanah
(Shumway, 1985), dan bidang ilmu lainnya.
Dalam ekomomi misalnya, State Space
digunakan
untuk
menggambarkan
pertumbuhan ekonomi di wilayah spanyol
(Vargas dan Salido). Sedangkan dalam
Seppanen et al. 2000 dibahas bagaimana model
State Space dalam proses Tomography
(rekonstruksi pencitraan).
Dalam membuat suatu model kendala yang
mungkin dihadapi adalah ukuran contoh (n)
yang dimiliki. Dengan ukuran contoh yang
sedikit kita dapat membuat suatu model, akan
tetapi mungkin saja model yang dihasilkan
kurang tepat, sedangkan untuk mendapatkan
ukuran contoh yang besar sulit, terutama untuk
data deret waktu. Atas dasar tersebut dalam
penelitian ini akan dilakukan simulasi
pemodelan model State Space dengan berbagai
ukuran contoh dan dilihat pengaruh ukuran
contoh tersebut terhadap ketepatan model yang
dihasilkan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat
pengaruh ukuran contoh (n) terhadap
pemodelan State Space.
TINJAUAN PUSTAKA
Data Deret Waktu
Data deret waktu adalah jenis data yang
dikumpulkan menurut urutan waktu dalam
suatu rentang waktu tertentu (Rosadi 2006).
Komponen penyusun data deret waktu adalah
trend, siklus, variasi musiman dan fluktuasi tak
beraturan. Rentang waktu dapat berupa tahun,
bulan, minggu, hari ataupun lainnya. Contoh
data deret waktu antara lain produksi padi tiap
tahun, produksi teh per hari, dan masih banyak
contoh data deret waktu yang lainnya.
Model AR(p) dan MA(q)
Secara
umum
bentuk
Autoregressive (AR) adalah:
p (B)x t et
model
dengan
p (B) (1 1 B1 2 B 2 p B p ) , dan
= intersep
k =koefisien autoregressive (k=1, 2..., p)
e t = galat acak ke-t
Secara umum model Moving Average
(MA) adalah:
x t μ q (B)et
dengan:
q (B) (1 1B1 2 B 2 q B q )
= intersep
k =koefisien moving average (k=1, 2, ..., q)
e t = galat acak ke-t
Vector Autoregressive (VAR)
Vector Autoregresive adalah suatu sistem
persamaan yang memperlihatkan setiap peubah
sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai
lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai
lag dari peubah lain yang ada dalam sistem.
VAR dengan ordo p dan n buah peubah
observasi (endogen) pada waktu t dapat
dimodelkan sebagai berikut (Enders 1995):
(1)
y t A0 A1 y t 1 A 2 y t 2 ... A p y t p ε t
dengan:
2
yt
A0
Ai
t
2.
: vektor peubah respon (y1.t, y2.t, ...,yn.t)
berukuran nx1.
: vektor intersep berukuran n x 1
: matriks parameter berukuran n x n
: vektor sisaan ( 1,t, 2,t, ...,k,t)
berukuran n x 1
3.
Menentukan state vector dengan
analisis
korelasi
menggunakan
kanonik.
Pendugaan parameter menggunakan
pendekatan kemungkinan maksimum.
Akaike Information Criterion (AIC)
Asumsi yang harus dipenuhi dalam VAR
adalah semua peubah respon bersifat stasioner
dan sisaan bersifat white noise.
Model State Space
Model State Space adalah suatu analisis
deret waktu, dimana data deret waktu
dijelaskan atau digambarkan melalui beberapa
peubah bantu. Peubah bantu tersebut dalam
State Space dinamakan state vector. Dalam
SAS User’ Guide, state vector mengandung
ringkasan semua informasi dari nilai
sebelumnya dan nilai sekarang dari suatu deret
waktu yang sesuai dengan prediksi dari nilai
yang akan datang.
Model State Space dapat dimodelkan
secara metematis sebagai berikut (Wei 1989):
x t 1 Fx t Ge t 1
(2)
dengan persamaan output :
(3)
z t Hx t
dimana:
xt : state vector berdimensi k
zt : vektor output berdimensi m
F : matriks koefisien (matriks transisi)
berukuran k x k,
G : matriks
koefisien
(matriks
input)
berukuran k x m.
H : matriks koefisien (matriks observasi)
berukuran m x k
et : vektor sisaan, bersifat acak dan menyebar
normal. Berdimensi m dengan nilai tengah
0 dan matriks kovarian ∑
Persamaan (2) dapat diubah menjadi:
x t Fx t -1 Ge t
1 FB x t Ge t
x t 1 FB 1 Ge t
Kemudian persamaan diatas dimasukkan
ke persamaan (3), sehingga menjadi:
z t H1 FB 1 Ge t
Langkah-langkah dalam pembentukan
model State Space adalah sebagai berikut:
1. Menentukan ordo p optimal. Ordo p
yang optimal memiliki nilai AIC yang
terkecil.
Akaike Information Criterion adalah suatu
ukuran atau nilai yang digunakan untuk
mengidentifikasikan model dari suatu dataset
(Agusta 2005). Dalam model State Space nilai
AIC digunakan untuk menentukan ordo p
optimal. Nilai AIC dapat dihitung melalui
persamaan :
ˆ 2 pm 2
(4)
AIC n ln
p
p
dengan :
n
= banyaknya observasi
m
= dimensi dari vektor proses zt
̂ p
= determinan dari matriks kovarian
sisaan, atau white noise dalam
pemodelan AR (p)
Analisis Korelasi Kanonik
dapat
Analisis
korelasi
kanonik
digunakan untuk melihat hubungan antara
segugus peubah respon (y1, y2,...,yp) dengan
segugus peubah penjelas (x1, x2,...xq). Analisis
ini mirip dengan analisis regresi yang dapat
mengukur keeratan hubungan antara segugus
peubah respon dan gugus peubah penjelas.
Selain itu analisis korelasi kanonik juga
mampu menguraikan struktur hubungan dalam
gugus peubah respon dan peubah penjelas
tersebut (Sartono et al. 2003).
Asumsi yang harus dipenuhi dalam
analisis korelasi kanonik yaitu:
a. Korelasi antar peubah didasarkan pada
hubungan linear
b. Korelasi kanonik adalah hubungan linear
antar peubah
c. Asumsi sebaran normal ganda.
Analisis
korelasi
kanonik
dalam
pemodelan State Space digunakan untuk
menentukan state vector.
Menetukan State Vector
State vector ditentukan secara unik melalui
analisis korelasi kanonik antara sekumpulan
nilai observasi sekarang dan observasi lampau
(zt, zt-1,..., zt-p) dan sekumpulan nilai observasi
sekarang dan yang akan datang (zt, zt+1|t, ...,
zt+p|t) (Wei 1989). Analisis korelasi kanonik
3
dibentuk antara data space Dt = (zt, zt-1, ..., zt-p)
dan predictor space Ft = (zt, zt+1|t, ..., zt+p|t),
dimana Dt adalah vektor dari nilai sekarang dan
waktu lampau, dan Ft adalah vektor dari nilai
sekarang dan waktu yang akan datang. Korelasi
kanonik terkecil digunakan untuk menentukan
komponen dalam state vector.
Analisis korelasi kanonik didasarkan pada
Block Hankel dari matriks kovarian contoh Dt
dan Ft, yaitu:
1
ˆ (0)
ˆ (1)
ˆ ( p)
ˆ
ˆ ( 2)
(
1
)
ˆ ( p 1)
ˆ
ˆ ( p ) ˆ ( p 1) ˆ (2 p )
n j
( z t z )( zt j z )' , dimana
n t 1
j = 0, 1, 2, …, 2p.
Untuk setiap langkah dari serangkaian
analisis korelasi kanonik, korelasi kanonik
terkecil yang signifikan (ρmin) dihitung
berdasarkan kriteria informasi dari Akaike
(1976) dalam Wei (1989):
IC n ln(1 ρ 2 min ) 2[m( p 1) q 1]
dimana:
dengan ˆ ( j )
q = dimensi dari Ftj pada langkah sekarang
m = dimensi dari vektor proses zt
p = ordo AR optimal
Jika IC≤0, ρmin = 0, sedangkan jika IC>0 maka
nilai ρmin > 0. Jika ρmin lebih dari nol, z1,t+1|t
ditambahkan ke dalam state vector. Untuk
menguji kesignifikanan korelasi kanonik ρ,
salah satu pendekatan yang dapat digunakan
adalah uji Khi-Kuadrat (chi-square, χ2).
Statistik ujinya adalah:
2
2hit ( n 0.5[m( p 1) q 1]) ln(1 ρmin
)
mendekati sebaran Khi-Kuadrat dengan derajat
bebas (db) [m(p+1)-q+1].
Hipotesisnya adalah:
H0 : ρ 0
H1 : ρ 0
Pendugaan Parameter
Setelah didapatkan state vector, kemudian
dilakukan pendugaan parameter pada model
State Space. Pendugaan paramater dalam
model State Space menggunakan pendekatan
maksimum
(maximum
kemungkinan
likelihood) dan dilakukan secara iteratif.
Dengan pendekatan kemungkinan maksimum
diperoleh penduga yang efisien bagi F, G dan
∑. Pada proses pendugaan ini, salah satu
elemen pada F dan G, pasti ada yang bernilai
konstan seperti 0 dan 1.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data simulasi. Data tersebut didapat dari
hasil pembangkitan data, kemudian dilakukan
transformasi membentuk model AR, MA, dan
VAR.
Metode
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Membangkitkan data sebanyak n, data
tersebut dinyatakan sebagai et, dimana
et~N(0,1). Ukuran contoh (n) yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 12,
36, 60, 120 dan 240. Untuk simulasi AR(1)
dan MA(1) ukuran contoh ditambahkan
dengan n=24, untuk AR(2) n=24 dan n=84,
sedangkan VAR(1) n=96. Hal tersebut
dilakukan untuk melihat perubahan
peningkatan jumlah parameter yang
signifikan.
2. Data hasil langkah ke-1 ditransformasi
sehingga membentuk suatu model AR(1),
AR(2) MA(1) dan VAR(1). Transformasi
yang digunakan dalam penilitian ini adalah:
a) AR(1)
: xt = 0.9xt-1 + et
b)AR(2)
: xt = 0.4xt-1 + 0.5xt-2 + et
c) MA(1)
: xt = et - 0.9et-1
d)VAR(1) :
Terdiri dari 2 buah model, yaitu:
VAR_1 : xt = 0.4xt-1 + 0.2yt-1 + ε1,t
yt = 0.15xt-1 + yt-1 + ε2,t
VAR_2 : xt = 0.4xt-1 + 0.2yt-1 + ε1,t
yt = 0.15xt-1 + 0.3yt-1 + ε2,t
ε1,t dan ε2,t ~ N(0,1).
Membuat model State Space dengan
menggunakan data yang dihasilkan pada
langkah ke-2.
4. Melihat kesignifikanan parameter yang
dihasilkan. Jika nilai |t| > 2, maka
parameter yang dihasilkan signifikan.
5. Langkah 1 – 4 diulang sebanyak 1000 kali.
6. Menghitung jumlah parameter yang
signifikan untuk setiap model yang
dihasilkan.
Proses pemodelan State Space adalah
sebagai berikut:
a. Langkah pertama dalam proses pemodelan
State Space adalah menentukan ordo p.
Ordo yang optimal adalah ordo yang
memiliki nilai AIC terkecil. Ordo p yang
terpilih digunakan pada proses selanjutnya
yaitu analisis korelasi kanonik.
3.
4
b.
c.
Menentukan state vector dari model State
Space dengan menggunakan korelasi
kanonik. Dalam simulasi kali ini jumlah
komponen dalam state vector sudah
ditentukan terlebih dahulu yaitu 1 untuk
model AR(1) dan 2 untuk model AR(2),
MA(1) dan VAR(1). Pada AR(2) dan
MA(2) terdapat nilai parameter yang
ditentukan terlebih dahulu, untuk AR(2)
parameter F(2,2)=G(2,1) dan untuk MA(2)
F(2,1)=F(2,2)=0. Kedua hal tersebut
dilakukan agar model State Space yang
dihasilkan
sama
dengan
model
sebelumnya (AR(1), AR(2), MA(1) atau
VAR(1)).
Menduga parameter dari model State
Space dengan menggunakan pendekatan
maksimum.
Dugaan
kemungkinan
parameter yang signifikan memiliki nilai
|t|>2, sebaliknya dugaan parameter yang
tidak signifikan memiliki nilai |t| < 2.
Software yang digunakan dalam penelitian
ini adalah SAS 9.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Simulasi Awal
Sebelum dilakukan simulasi secara
keseluruhan, dilakukan simulasi awal terlebih
dahulu, yang bertujuan untuk melihat model
yang dihasilkan jika pada proses pemodelan
State Space tidak dilakukan penentuan jumlah
state vector dan menentukan nilai parameter
pada pemodelan. Model yang digunakan untuk
simulasi awal adalah AR(1), AR(2) dan
MA(1). Jumlah ulangan yang digunakan adalah
sebanyak 50. Hasil simulasi awal ini dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat
bahwa model yang dihasilkan lebih dari satu.
Untuk simulasi AR(1) menghasilkan model
xt=et, AR(1), ARMA(2,1), ARMA(3,2) dan
Model Lain. Pada simlulasi ini terlihat pada
saat n=12 terdapat 64% model yang dihasilkan
adalah AR(1), lalu mengalami kenaikan pada
saat simulasi dengan n=36, tetapi turun
kembali sejalan dengan bertambahnya ukuran
contoh (n). Pada saat simulasi AR(1) dengan
n=36 sudah tidak terdapat xt=et.
Model yang dihasilkan pada simulasi
AR(2) tidak jauh berbeda dengan AR(1).
Tetapi pada simulasi ini sama sekali tidak
menghasilkan model AR(2). Pada saat simulasi
dengan n=120, ada simulasi yang tidak
menghasilkan Fitted model, sehingga tidak
didapatkan model akhir (TAM) pada
pemodelan State Space.
Hal serupa dengan AR(2) terjadi pada
simulasi awal untuk MA(1). Pada simulasi ini
tidak manghasilkan model MA(1) kembali dan
ada hasil simulasi yang tidak menghasilkan
model akhir (TAM).
Untuk simulasi awal VAR(1) tidak
dilakukan pengulangan seperti simulasi pada
AR(1), AR(2) dan MA(1), tetapi pada simulasi
VAR(1) akan dibahas proses pembentukan
modelnya. Model VAR(1) yang akan
dijelaskan prosesnya disini adalah model
VAR_2 dengan n=120.
Langkah pertama dalam pembentukan
model State Space adalah memilih ordo p yang
optimal. Dalam kasus ini ordo yang optimal
adalah 1, dengan nilai AIC 9.208241
(Lampiran 2). Setelah didapatkan ordo p,
kemudian dilakukan analisis korelasi kanonik
untuk menentukan state vector. Berdasarkan
Lampiran 2 dapat dilihat peubah xt+1|t tidak
dapat dimasukkan kedalam state vector, hal ini
dikarenakan jika peubah xt+1|t dimasukkan
kedalam state vector, maka IC bernilai negatif
(-3.36316). Hal yang serupa juga terjadi jika
peubah yt+1|t, nilai IC pun negatif, sehingga
peubah yt+1|t tidak dapat dimasukkan kedalam
state vector. Maka state vector yang didapat
adalah:
x
xt t
y t
Setelah didapatkan state vector, kemudian
dilakukan pendugaan parameter F, G dan ∑
dengan pendekatan kemungkinan maksimum
dan dilakukan secara iteratif. Penduga
parameter yang didapat adalah:
0.350665 0.19205
F̂
0.012471 0.198047
1 0
Ĝ
0 1
1.062467 0.07103
Σ̂
0.07103 0.955478
Dan model State Space yang didapat
adalah (Lampiran 2):
x t 1 0.350665 0.19205 x t
y
t 1 0.012471 0.198047 y t
1 0 e1, t 1
0 1 e
2, t 1
dengan
5
e
ˆ var 1, t 1 1.062467 0.07103
Σ
e 2, t 1 0.07103 0.955478
Persamaan matriks diatas dapat diubah menjadi
persamaan berikut:
x t 1 0.350665x t 0.19205 y t e1.t 1
y t 1 0.012471x t 0.198047 y t e 2.t 1
Persamaan diatas merupakan model VAR(1).
Berdasarkan hasil pendugaan parameter
(Lampiran 2), nilai paramter yang signifikan
adalah F(1,1), F(1,2) dan F(2,2), atau tidak
semua pendugaan parameter pada simulasi ini
signifikan.
Persamaan
diatas
merupakan
persamaan AR(1), dengan nilai =
0.427313. Parameter F(1,1) (Lampiran 3)
memiliki nilai t=1.64 (|t|2.
AR(1) dengan n=60
Untuk simulasi dengan n=60, model
yang dihasilkan adalah:
[ x t 1 ] 0.747179 [ x t ] 1e t 1
atau
x t 1 0.747179 x t e t 1
dengan et ~ N(0, 0.928608).
Model diatas merupakan model AR(1)
dan parameternya signifikan (Lampiran 5).
AR(1) dengan n=120
n=120
Pada
simulasi
dengan
menghasilkan model AR(1) yaitu:
x t 1 0.740535x t e t 1
dimana et ~ N(0, 0.934095). Pada simulasi
ini parameternya pun signifikan (Lampiran
6).
AR(1) dengan n=240
Model yang dihasilkan dari simulasi
AR(1) dengan n=240 adalah:
[ x t 1 ] 0.888042 [ x t ] 1e t 1
dengan et ~ N(0, 1.068884). Model
tersebut merupakan
model AR(1).
Berdasarkan Lampiran 7 dapat dilihat
bahwa parameter F(1,1) signifikan dengan
nilai t=29.94.
Simulasi AR(1)
Proses pembentukan model State Space
pada simulasi AR(1) akan dijelaskan untuk
setiap ukuran contoh (n) dengan ulangan
sebanyak satu (1).
AR(1) dengan n=12
Tahap pertama dalam menyusun
model State Space adalah memilih ordo
optimal. Ordo p yang optimal dapat dilihat
dari nilai AIC yang terkecil. Pada simulasi
AR(1) dengan n=12, ordo p yang optimal
terdapat pada lag ke 1, dengan nilai AIC =
6.834656 (Lampiran 3). Ordo p ini untuk
selanjutnya digunakan dalam analisis
korelasi kanonik.
Nilai IC yang diperoleh jika xt+1|t
dimasukkan ke dalam state vector adalah
sebesar -1.80482. Karena IC bernilai
negatif, maka peubah xt+1|t dikeluarkan dari
state vector, sehingga state vector yang
diperoleh adalah xt=[xt]. Hal ini juga dapat
disebabkan karena dalam program
banyaknya peubah (komponen) dalam
state vector sudah ditentukan, yaitu
sebanyak 1. Setelah didapatkan state
vector, langkah selanjutnya adalah
pendugaan parameter.
Pendugaan parameter dalam model
State Space menggunakan pendekatan
maksimum.
Proses
kemungkinan
pendugaan parameter dilakukan secara
iterative, sehingga didapat (Lampiran 3):
ˆ 1
Fˆ 0.427313
G
ˆ 1.496139
Σ
Model State Space yang diperoleh adalah:
[ x t 1 ] 0.427313[ x t ] 1e t 1
dengan et ~ N(0, 1.496139).
Persamaan matiks tersebut dapat
dibuat bentuk persamaan:
x t 0.427313x t 1 e t
Setelah dilakukan pengulangan sebanyak
1000 kali hasilnya dapat dilihat pada Gambar
1. Untuk n=12, banyaknya parameter yang
signifikan (S) adalah 49.6%, sedangkan
parameter yang tidak signifikan sebanyak
50.4%. Jumlah parameter yang signifikan
meningkat cukup jauh hingga mencapai 94.7%
pada saat simulasi dengan n=24. Seluruh
6
parameter signifikan dimulai dari simulasi
AR(1) dengan n=60 hingga n=240. Hal
tersebut berarti semakin besar ukuran contoh,
maka semakin besar kemungkinan parameter
yang diduga signifikan sehingga model yang
berasal dari model AR(1) dapat dihasilkan
model AR(1) kembali.
Hasil Simulasi AR(1) dalam %
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
99.8
94.7
100
100
100
49.6
12
S
24
36
60
120
240
sedangkan simulasi dengan AR(1) dan MA(1)
sudah mencapai diatas 90%.
Simulasi MA(1)
Proses simulasi MA(1) tidak jauh berbeda
dengan simulasi AR(1) atau AR(2). Hasil
simulasi MA(1) dapat dilihat pada Gambar 3.
Dari hasil tersebut dapat kita lihat terdapat nilai
t yang bernilai A (tidak memiliki nilai t). Hal
ini berarti tidak dapat disimpulkan parameter
yang diduga signifikan atau tidak. Hal tersebut
dapat terjadi jika jumlah parameter yang
diduga sama dengan ukuran contoh yang kita
miliki, sehingga eror tidak ada dan nilai t tidak
dapat dihitung.
Ukuran contoh (n)
Gambar 1
Persentase parameter
signifikan (S) simulasi AR(1)
Simulasi AR(2)
Proses yang sama pada simulasi AR(1)
dilakukan pada AR(2), hal yang membedakan
hanya jumlah state vector yang ditentukan
dalam proses pemodelan. Pada simulasi AR(2)
jumlah state vector ditentukan sebanyak 2.
Hasil yang diperoleh dari simulasi AR(2) dapat
dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan hasil
simulasi, pada saat ukuran contoh sebesar 12,
jumlah parameter yang signifikan hanya
sebesar 3% saja. Hal ini berarti hanya sebesar
3% model yang dihasilkan tepat atau
menghasilkan
model
AR(2)
kembali.
Peningkatan jumlah parameter yang signifikan
cukup pesat terjadi pada saat simulasi AR(2)
dengan n=12 sampai n=36.
Hasil Simulasi AR(2) dalam %
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
99.5
94.3
99.9
Hasil Simulasi MA(1) dalam %
yang
100
66.4
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
97.6
94.2
68.6
99.6
99.8
64.6
S
A
33.8
14.3
5.7
12
24
36
2.3
60
0.4
120
0.2
240
Ukuran contoh (n)
Gambar 3 Perbandingan persentase parameter
signifikan (S) dan nilai t=A (A)
Pada simulasi dengan n=12 terdapat 68.6%
nilai t yang bernilai A, hal ini berarti sebesar
68.6% tidak dapat disimpulkan dugaan
parameter signifikan atau tidak, sehingga tidak
diketahui apakah hasil simulasi menghasilkan
model MA(1) kembali atau tidak. Sama seperti
pada AR(1), simulasi MA(1) sudah mencapai
diatas 90% pada simulasi MA(1) dengan n=36.
Pada simulasi MA(1) dengan n=240 masih
terdapat nilai t yang bernilai A atau tidak
memiliki nilai t, tetapi pada simulasi ini sudah
tidak terdapat lagi parameter yang tidak
signifikan.
S
Simulasi VAR(1)
32.2
3
12
24
36
60
84
120
240
Ukuran contoh (n)
Gambar 2
Persentase parameter
signifikan (S) simulasi AR(2)
yang
Peningkatan jumlah parameter yang
signifikan pada simulasi AR(2) cenderung
lebih lambat dari simulasi AR(1) dan MA(1).
Pada simulasi AR(2) dengan n=36, parameter
yang signifikan baru mencapai 66.4%,
Contoh proses pembentukan model State
Space untuk VAR(1) dengan n=60 adalah
sebagai berikut:
Proses awal dalam pembentukan model
State Space adalah pemilihan ordo p. Ordo p
yang optimal adalah p=1 dengan nilai
AIC=186.5949. Setelah didapatkan ordo p,
kemudian mencari state vector.
Dalam proses menentukan state vector,
jika peubah xt+1|t dimasukkan kedalam state
vector nilai IC adalah -3.87618. Karena nilai
IC negatif, maka peubah xt+1|t dikeluarkan dari
7
state vector. Begitu pula dengan peubah yt+1|t,
jika peubah tersebut dimasukkan ke dalam
state vector nilai IC yang didapat bernilai
negatif (Lampiran 9) maka peubah yt+1|t
dikeluarkan dari state vector. Maka diperoleh
state vector:
x
xt t
y t
Setelah didapatkan state vector, kemudian
dilakukan pendugaan parameter F, G dan ∑.
Dugaan parameter yang didapat adalah:
0.207059 0.234551
F̂
0.21754 1.012624
1 0
Ĝ
0 1
2.860147 5.042688
Σ̂
5.042688 15.7507
sehingga model State Space yang dihasilkan
adalah:
x t 1 0.207059 0.234551 x t
y 0.21754 1.012624 y
t
t 1
1 0 e1,t 1
0 1 e
2,t 1
atau dapat dituliskan sebagai berikut:
x t 1 0.207059x t 0.234551y t e1.t 1
y t 1 0.21754 x t 1.012624 y t e 2.t 1
dengan
e1,t 1 2.860147 5.042688
Σ var
.
e2,t 1 5.042688 15.7507
Hasil Simulasi VAR(1) dalam %
99.8
60.6
S
25.3
3.3
0.5
0.2
12
36
60
96
120
240
Ukuran contoh (n)
Gambar 4
Persentase parameter
signifikan (S) simulasi VAR(1)
Perbandingan Simulasi VAR(1)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
VAR_1
VAR_2
12
36
60
96
120
240
Ukuran contoh (n)
Gambar 5 Perbandingan Simulasi VAR(1)
Perbandingan antara dua simulasi VAR(1),
VAR_1 dengan VAR_2, dapat dilihat pada
Gambar 5. Berdasarkan hasil tersebut dapat
dilihat bahwa peningkatan jumlah parameter
yang signifikan pada simulasi VAR(1) model
kedua (VAR_2) lebih lambat daripada simulasi
VAR(1) model pertama (VAR_1). Untuk
VAR_2 pada ukuran contoh 240 hanya terdapat
62.4% parameter yang signifikan, sedangkan
VAR_1 mencapai 99.8%.
SIMPULAN
Model diatas merupakan model VAR(1).
Berdasarkan hasil pendugaan parameter,
tidak semua parameter yang diduga signifikan
(Lampiran 9), parameter yang signifikan adalah
F(1,2) dan F(2,2).
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
signifikan dari simulasi VAR(1) dengan n=12
sampai n=60 sangat lambat dibandingkan
dengan simulasi AR(1), AR(2) dan MA(1).
Pada simulasi VAR(1) dengan n=96, jumlah
parameter yang signifikan mencapai 25.3%,
dan terus bertambah sejalan dengan
bertambahnya data. Pada simulasi VAR(1)
dengan n=240, pendugaan parameter yang
signifikan belum mencapai 100%, hal ini
berarti pada simulasi ini masih terdapat
pendugaan model yang kurang tepat.
yang
Setelah dilakukan ulangan sebanyak 1000
kali, hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar
4. Berdasarkan hasil simulasi dapat dilihat
bahwa meningkatnya jumlah parameter yang
Semakin besar ukuran contoh yang
dimiliki maka model yang dihasilkan akan
semakin tepat. Hal tersebut dapat dilihat dari
semakin bertambahnya parameter yang
signifikan sejalan dengan semakin besarnya
data yang dibangkitkan. Karena jika data yang
kita miliki sedikit, maka untuk mencari pola
dari data tersebut akan lebih sulit dibandingkan
dengan data yang besar.
Selain ukuran contoh yang mempengaruhi
model yang akan dihasilkan, kompleksnya
suatu model juga mempengaruhi ketepatan
dalam menduga suatu model. Kompleknya
suatu model dapat dilihat dari jumlah
parameter yang diduga. Untuk AR(1), AR(2)
dan MA(1), jumlah parameter yang diduga
sebanyak satu, sedangkan untuk VAR(1)
sebanyak empat. Untuk model VAR(1) yang
memiliki jumlah parameter yang diduga lebih
banyak dibandingkan dengan model lainnya
(AR(1), AR(2) dan MA(1)) membutuhkan
ukuran contoh yang besar untuk menyusun
8
suatu model VAR(1) sehingga menghasilkan
model yang tepat. Berdasarkan hasil penelitian
dapat dilihat batas minimal ukuran contoh yang
baik untuk memodelkan AR(1), AR(2) dan
MA(1) adalah 60. Sedangkan ukuran contoh
yang baik digunakan untuk memodelkan
VAR(1) adalah 240.
SARAN
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya
jumlah ulangan ditambahkan, ukuran contoh
lebih bervariasi, misalkan n=132, n=180, dan
sebagainya. Serta model simulasi sebaiknya
ditambahkan dengan model lain seperti
ARMA.
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, Y. 2005. Mixture Modelling
Menggunakan Prinsip Minimum Message
Length. J Sistem dan Informatika; 1: 1-16.
Cryer, JD. 1986. Time Series Analysis.
Boston: Duxbury Press.
Enders, W. 1995. Applied Econometric Time
Series. Ed ke-8. New York: Wiley and
Sons, Inc.
Montgomery, DC, Johnson LA, Gardiner
JS. 1990. Forecasting and time Series
Analysis. Singapore: Mc Graw Hill, Inc.
Rosadi, D. 2006. Pengantar Analisa Runtun
Waktu. Statistika Universitas Gadjah
Mada.
Sartono, B, Affendi FM, Syafitri UD,
Sumertajaya IM, Angraeni Y. 2003.
Modul Teori Analisis Peubah Ganda.
Statistika Institut Pertanian Bogor.
SAS Institute Inc. 2002. SAS User’s Guide.
Version 9.1 SAS Institute Inc., Cary, NC,
USA.
Seppanen, A, Vauhkonen M, Somersalo E,
Kaipio JP. State Space Models in Process
Tomography – Approximation of State
Noise
Covariance.
2000.
Finland:
Department of Applied Physics, University
of Kuopio.
Shumway, RH dan Stoffer DS. Time Series
an its Application. New York: Springer.
Vargas, MV dan Salido RM. A State-Space
Modelization of Economic Growth Among
Spanish Regions.
http://www.uclm.es/AB/fcee/documentostr
abajo.asp. [05 Mei 2008]
Wei, WWS. 1989. Time Series Analysis:
Univariate and Multivariate. Canada:
Addison Wesley Publishing Company.
LAMPIRAN
9
Lampiran 1 Hasil Simulasi Awal
MA(1)
AR(2)
AR(1)
Model
Bangkitan
Ukuran
contoh
(n)
12
36
60
120
240
12
36
60
120
240
12
36
60
120
240
Hasil
xt=et
30%
0%
0%
0%
0%
62%
6%
8%
0%
0%
32%
0%
0%
0%
0%
AR(1)
64%
96%
92%
84%
80%
30%
28%
88%
0%
0%
46%
20%
2%
0%
0%
ARMA(2,1)
4%
2%
4%
12%
18%
6%
56%
2%
82%
92%
12%
60%
84%
82%
74%
ARMA(3,2)
2%
2%
0%
2%
2%
2%
10%
2%
8%
4%
0%
10%
6%
6%
2%
Model Lain
0%
0%
4%
2%
0%
0%
0%
0%
8%
4%
0%
2%
4%
8%
8%
TAM
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
0%
2%
0%
10%
8%
4%
4%
16%
Keterangan:
TAM : Tidak ada model akhir (Fitted model)
Lampiran 2 Output SAS Simulasi Awal VAR(1) n=120
The STATESPACE Procedure
Number of Observations
Variable
X
Y
Mean
0.206513
0.026371
120
Standard
Error
1.117438
0.997263
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=0
Lag=1
Lag=2
Lag=3
Lag=4
Lag=5
Lag=6
Lag=7
Lag=8
25.90501 9.208241 16.21565 20.36134 21.98143 28.50604 32.26929 35.82196 42.61469
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=9
Lag=10
47.81303 50.93209
The STATESPACE Procedure
Canonical Correlations Analysis
X(T;T)
1
X(T;T)
1
Y(T;T)
1
Y(T;T)
1
X(T+1;T)
0.072753
Information
Criterion
-3.36316
Chi
Square
0.631533
Y(T+1;T)
0.049042
Information
Chi
Criterion
Square
-3.71104
0.286553
DF
2
DF
2
10
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Preliminary Estimates
State Vector
X(T;T)
Y(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.350665
0.19205
0.012471
0.198047
Input Matrix for Innovation
1
0
0
1
Variance Matrix for Innovation
1.062467
-0.07103
-0.07103
0.955478
Iterative Fitting: Maximum Likelihood Estimation
Iter Half Determinant Lambda F(1,1) F(1,2)
F(2,1)
F(2,2)
0
0
1.01012
0.1 0.35066527 0.19205002 0.01247083 0.19804659
1
0
1.01012
0.01 0.35066527 0.19205002 0.01247083 0.19804659
Iterative Fitting: Maximum Likelihood Estimation
Iter Half Sigma(2,1) Sigma(2,2)
0
0 -0.0710258 0.95547806
1
0 -0.0710258 0.95547806
Maximum likelihood estimation has converged.
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Y(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.350665
0.19205
0.012471
0.198047
Input Matrix for Innovation
1
0
0
1
Variance Matrix for Innovation
1.062467
-0.07103
-0.07103
0.955478
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
F(1,2)
F(2,1)
F(2,2)
Estimate
0.350665
0.192050
0.012471
0.198047
Standard
Error
0.084158
0.094289
0.079812
0.089421
t Value
4.17
2.04
0.16
2.21
Sigma(1,1)
1.0624673
1.0624673
11
Lampiran 3 Output SAS Simulasi AR(1) n=12
The STATESPACE Procedure
Number of Observations
Variable
X
Mean
-1.24974
12
Standard
Error
1.352907
The STATESPACE Procedure
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=0
Lag=1
Lag=2
Lag=3
Lag=4
Lag=5
Lag=6
Lag=7
7.254128 6.834656 8.639471 10.62349 10.03857 11.52653 12.80215 14.74023
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=9
Lag=10
17.56094
19.46843
The STATESPACE Procedure
Canonical Correlations Analysis
X(T;T) X(T+1;T)
1
0.127019
Information
Criterion
-1.80482
Chi
Square
0.187052
DF
1
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Preliminary Estimates
State Vector
X(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.427313
Input Matrix for Innovation
1
Variance Matrix for Innovation
1.496139
Iterative Fitting: Maximum Likelihood Estimation
Iter
0
1
Half
0
0
Determinant
1.496139
1.496139
Lambda
0.1
0.01
F(1,1)
0.42731336
0.42731336
Maximum likelihood estimation has converged.
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.427313
Sigma(1,1)
1.49613929
1.49613929
Lag=8
16.44
12
Input Matrix for Innovation
1
Variance Matrix for Innovation
1.496139
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.427313
Standard
Error
0.260755
t Value
1.64
Lampiran 4 Output SAS Simulasi AR(1) n=36
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.719792
Input Matrix for Innovation
1
Variance Matrix for Innovation
0.859384
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.719792
Standard
Error
0.115613
t Value
6.23
Lampiran 5 Output SAS Simulasi AR(1) n=60
The STATESPACE Procedure
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.747179
Input Matrix for Innovation
1
Variance Matrix for Innovation
0.928608
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.747179
Standard
Error
0.085741
t Value
8.71
13
Lampiran 6 Output SAS Simulasi AR(1) n=120
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.740535
Standard
Error
0.061302
t Value
12.08
Lampiran 7 Output SAS Simulasi AR(1) n=240
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
Estimate
0.888042
Standard
Error
0.029660
t Value
29.94
Lampiran 8 Tabel Hasil Simulasi
VAR_2
VAR_1
MA(1)
AR(2)
AR(1)
Model
Bangkitan
Ukuran contoh
(n)
12
24
36
60
120
240
12
24
36
60
84
120
240
12
24
36
60
120
240
12
36
60
96
120
240
12
36
60
96
120
240
TS
504
53
2
0
0
0
970
678
336
57
5
1
0
171
16
1
1
0
0
998
995
967
747
394
2
998
999
974
889
777
376
Parameter
S
496
947
998
1000
1000
1000
30
322
664
943
995
999
1000
143
646
942
976
996
998
2
5
33
253
606
998
2
1
26
111
223
624
A
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
686
338
57
23
4
2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Keterangan:
TS
: Parameter
tidak signifikan
S
:
signifikan
Parameter
A
: Nilai t = A
(tidak memiliki nilai t)
14
Lampiran 9 Output SAS Simulasi VAR(1) n=60
The STATESPACE Procedure
Number of Observations
Variable
X
Y
Mean
4.549138
14.24175
60
Standard
Error
3.987512
11.99416
The STATESPACE Procedure
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=0
Lag=1
Lag=2
Lag=3
Lag=4
Lag=5
Lag=6
Lag=7
Lag=8
316.0793 186.5949 194.0306 201.4801 205.8222 212.8199 218.0174 222.3165 228.6366
Information Criterion for Autoregressive Models
Lag=9
Lag=10
236.0508 239.3411
Canonical Correlations Analysis
X(T;T)
1
Y(T;T)
1
X(T+1;T)
0.045403
Information
Criterion
-3.87618
Chi
Square
0.121752
DF
2
X(T;T)
1
Y(T;T)
1
Y(T+1;T)
0.088583
Information
Criterion
-3.52733
Chi
Square
0.464794
DF
2
Selected Statespace Form and Fitted Model
State Vector
X(T;T)
Y(T;T)
Estimate of Transition Matrix
0.207059
0.234551
-0.21754
1.012624
Input Matrix for Innovation
1
0
0
1
Variance Matrix for Innovation
2.860147
5.042688
5.042688
15.7507
Parameter Estimates
Parameter
F(1,1)
F(1,2)
F(2,1)
F(2,2)
Estimate
0.207059
0.234551
-0.21754
1.012624
Standard
Error
0.180110
0.059898
0.421720
0.140270
t Value
1.15
3.92
-0.52
7.22
15
Lampiran 10 Program yang Digunakan
AR(1)
%macro coba;
%do i = 1 %to 1000;
data awal;
do t=1 to 12;
a=rand('normal',0,1);
output;
end;
keep a ;
run;
proc iml;
use awal;
read all var{a} into a;
x=a;
n=nrow(a);
do i=2 to n;
x[i]=0.9*x[i-1]+a[i];
end;
create akhir var{x};
append;
quit;
ods select ParameterEstimates;
ods trace on;
ods output ParameterEstimates=tes;
run;
proc statespace data=akhir cancorr out=output itprint;
var x;
(Pada simulasi awal syntax ini tidak dipakai)
form x 1;
run;
proc append base=gabung data=tes;
run;
%end;
%mend;
%coba;
AR(2)
%macro coba;
%do i = 1 %to 1000;
data awal;
do t=1 to 12;
a=rand('normal',0,1);
output;
end;
keep a ;
run;
proc iml;
use awal;
read all var{a} into a;
16
x=a;
n=nrow(a);
do i=2 to n;
if i=2 then
x[i]=0.4*x[i-1]+a[i];
else
x[i]=0.5*x[i-2]+0.4*x[i-1]+a[i];
end;
create akhir var{x};
append;
quit;
ods select ParameterEstimates;
ods trace on;
ods output ParameterEstimates=tes;
run;
proc statespace data=akhir cancorr out=output itprint;
var x;
form x 2;
(Pada simulasi awal syntax ini tidak dipakai)
restrict f(2,2)=0.4 g(2,1)=0.4;
run;
proc append base=gabung data=tes;
run;
%end;
%mend;
%coba;
MA(1)
%macro coba;
%do i = 1 %to 1000;
data awal;
do t=1 to 12;
a=rand('normal',0,1);
output;
end;
keep a ;
run;
proc iml;
use awal;
read all var{a} into a;
x=a;
n=nrow(a);
do i=2 to n;
x[i]=a[i]-0.9*a[i-1];
end;
create akhir var{x};
append;
quit;
ods select ParameterEstimates;
ods trace on;
ods output ParameterEstimates=tes;
run;
17
proc statespace data=akhir cancorr out=output itprint;
var x;
form x 2;
(Pada simulasi awal syntax ini tidak dipakai)
restrict f(2,1)=0 f(2,2)=0;
run;
proc append base=gabung data=tes;
run;
%end;
%mend;
%coba;
VAR(1)
%macro coba;
%do i = 1 %to 1000;
data awal;
do t=1 to 12;
a=rand('normal',0,1);
b=rand('normal',0,1);
output;
end;
keep a b;
run;
proc iml;
use awal;
read all var{a} into a;
read all var{b} into b;
x=a;
y=b;
n=nrow(a);
do i=2 to n;
x[i]=0.4*x[i-1]+0.2*y[i-1]+a[i];
y[i]=0.15*x[i-1]+y[i-1]+b[i];
end;
create akhir var{x y};
append;
quit;
ods select ParameterEstimates;
ods trace on;
ods output ParameterEstimates=tes;
run;
proc statespace data=akhir cancorr out=output itprint;
var x y;
(Pada simulasi awal syntax ini tidak dipakai)
form x 1 y 1;
run;
proc append base=gabung data=tes;
run;
%end;
%mend;
%coba;
KAJIAN PENGARUH UKURAN CONTOH (n)
TERHADAP PEMODELAN STATE SPACE
PURWADI
DEPARTEMEN STATISTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Data deret waktu merupakan salah satu
bentuk data yang dikenal dalam pengembangan
metodologi analisis. Data deret waktu
digunakan untuk memprediksi sesuatu di masa
yang akan datang. Analisis deret waktu (Time
Series Analysis) merupakan metode yang
mempelajari deret waktu untuk membuat
peramalan. Metode-metode dalam analisis
deret waktu antara lain metode pemulusan,
Winters maupun ARIMA. Metode yang sering
digunakan adalah ARIMA.
Semakin berkembangnya waktu, semakin
banyak
metode-metode
baru
yang
dikembangkan.
Metode-metode
yang
dikembangkan tidak hanya melihat pada satu
peubah saja atau peubah tunggal (univariate),
melainkan sudah melihat hubungan dengan
peubah lain atau peubah ganda (multivariate).
Untuk data peubah ganda salah satu metode
yang dapat digunakan dikenal dengan nama
State Space Model. Metode ini dapat
digunakan untuk analisis data deret waktu
peubah tunggal maupun peubah ganda. Model
State Space sudah banyak digunakan dalam
berbagai bidang. Model ini b