Aplikasi Biomassa Kering Spirulina Platensis, Silika Dan Antitranspiran Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Dan Produktivitas Cabai

APLIKASI BIOMASSA KERING Spirulina platensis,
SILIKA DAN ANTITRANSPIRAN UNTUK MENINGKATKAN
PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS CABAI
(Capsicum annuum L.)

AFIFAH FARIDA JUFRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aplikasi Biomassa
Kering Spirulina platensis. Silika dan Antitranspiran untuk Meningkatkan
Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum annuum L.) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Afifah Farida Jufri
NIM A252130141

RINGKASAN
AFIFAH FARIDA JUFRI. Aplikasi Biomassa Kering Spirulina platensis, Silika
dan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas cabai
(Capiscum annuum L.). Dibimbing oleh SUDRADJAT dan EKO SULISTYONO.
Cabai adalah salah satu komoditas andalan hortikultura di Indonesia. Laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi setiap tahun dan berkembangnya industri
cabai meningkatkan permintaan cabai sehingga produksi cabai dalam negeri
belum mampu memenuhi permintaan pasar. Salah satu kendala peningkatan
produksi cabai adalah karena tanaman yang rentan terhadap serangan hama dan
penyakit yang menyebabkan tingginya kehilangan hasil panen. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari manfaat Spirulina platensis, silika dan antitranspiran
untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas cabai. Penelitian dilakukan di
Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan

ketinggian 250 m dpl pada bulan Februari hingga Juli 2014. Penelitian ini terdiri
dari dua percobaan terpisah: (1) Aplikasi biomassa kering S. platensis dan
antitranspiran untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas cabai dan (2)
Aplikasi silika dan antitranspiran untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produktivitas cabai. Rancangan penelitian yang digunakan pada masing-masing
penelitian adalah rancangan split plot faktorial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada percobaan 1 yaitu aplikasi
biomassa kering S. platensis dan antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang
nyata pada respon fisiologi, respon morfologi dan komponen hasil. Pelakuan
aplikasi S. platensis dapat mengurangi hasil panen yang tidak layak pasar sebesar
2.1%. Pada percobaan 1 tidak terjadi interaksi antar perlakuan.
Pada percobaan 2 yaitu aplikasi silika dan antitranspiran menunjukkan
bahwa pemberian silika dapat meningkatkan laju fotosintesis (24.19 µmol CO2 m2
detik-1) dan panjang daun (5.28 cm) serta menurunkan hasil panen yang tidak
layak pasar sebesar 2.5%. Interaksi antara silika dan antitranspiran meningkatkan
bobot basah tajuk (904.56 g) dan ketebalan buah (0.85 mm), serta menekan
kehilangan hasil panen sebesar 1.62%.

Kata kunci: suhu daun, kehilangan hasil, laju transpirasi, alga, asam amino


SUMMARY
AFIFAH FARIDA JUFRI. Application of Spirulina platensis Dry Biomass,
Silicon and Antitranspirant on Chili Pepper (Capsicum annuum L.) Growth and
Yield. Supervised by SUDRADJAT and EKO SULISTYONO.
Chili pepper (Capsicum annuum L.) is one of the most important vegetable
crops in Indonesia. Chili pepper consumption will increase in reason with
population growth and increasing of income per capita and chili pepper
production can not fulfill the market demand. Problem in increasing the chili
production is a plant that is susceptible to pests and diseases that cause high loss
of yield. The aim of this study was to evaluate the application of Spirulina
platensis as bio stimulator, silica as foliar fertilizer, and antitranspirant as leaf
coatings on chili pepper (Capsicum anuum L.) growth and productivity. The
experiment was conducted at Dusun Lembur Leutik, Cikarawang Village,
Dramaga District, Bogor Regency, West Java Indonesia from February to July
2014. The elevation of the experimental site was 250 m above sea level. This
study consisted of two separate experiments: (1) the application S. platensis and
antitranspirant, (2) the application of silica and antitranspirant. The experiment
design used was factorial split plot design with three replications.
The results showed that appilcation of S. platensis and antitranspirant had
no significant effect on physiological responses, vegetative growth and yield

components. Application of S. platensis reduced unmarketable yield (2.1%). The
results indicate that there is no interaction between S. platensis and antitranspirant
Silica had significant effect on the response of photosynthesis rate (24.19
µmol CO2 m-2 detik-1), leaf length (5.28 cm), and unmarketable yield (2.5%).
Antitranspirant application had significant effect on unmarketable yield (2.1%).
Interaction between silica and antitranspirant had significant effect on the shoot
fresh weigth (904.56 g), fruit thickness (0.85 mm), and reduce unmarketable yield
(1.62%) compared to control plants.
Key words: leaf temperature, unmarketable yield, transpiration rate, algae, amino
acids.

© Hak Cipta Milik IPB. Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


APLIKASI BIOMASSA KERING Spirulina platensis,
SILIKA DAN ANTITRANSPIRAN UNTUK MENINGKATKAN
PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS CABAI
(Capsicum annuum L.)

AFIFAH FARIDA JUFRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Awang Maharijaya, SP, MSi


Judul Tesis : Aplikasi Biomassa kering Spirulina platensis, Silika, dan
Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan
Produktivitas Cabai (Capsicum annuum L.)
Nama
: Afifah Farida Jufri
NIM
: A252130141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sudradjat, MS
Ketua

Dr Ir Eko Sulistyono, MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:
9 Juni 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-Juni 2014 ini
ialah produktivitas, dengan judul Aplikasi Biomassa Kering Spirulina platensis,
Silika dan Antitranspiran untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas

Cabai (Capsicum annuum L.).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Sudradjat, MS dan Bapak
Dr Ir Eko Sulistyono, MSi selaku komisi pembimbing, Bapak Dr Awang
Maharijaya, SP, Msi selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan
arahan kepada penulis dan DIKTI yang telah memberikan beasiswa selama
penulis menyelesaikan kuliah di IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada ayah Jufri Hasan, ibu Jamalia Farida, abang, adik, seluruh keluarga dan
teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Afifah Farida Jufri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR


vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
2
3
3
3
3


2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Cabai
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Spirulina platensis
Silika
Antitranspiran

3
4
4
5
5

3 METODE
Tempat dan Waktu
6
Bahan dan Alat
6
Metode Penelitian
6

Percobaan I
6
Aplikasi Biomassa Kering Spirulina platensis dan Antitranspiran terhadap
Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum anuum L.)
Percobaan II
7
Aplikasi Silika dan Antitranspiran terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas
Cabai (Capsicum anuum L.)
Analisis Data
8
Pelaksanaan Penelitian
8
Pengamatan
9
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
110
Percobaan I
13
Aplikasi Biomassa Kering Spirulina platensis dan Antitranspiran terhadap
Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum anuum L.)
Percobaan II
17
Aplikasi Silika dan Antitranspiran terhadap Pertumbuhan dan Produktivitas
Cabai (Capsicum anuum L.)
Pembahasan Umum
21
5 SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan
Saran

24
24

DAFTAR PUSTAKA

25

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1 Data iklim selama penelitian
2 Pengaruh Spirulina platensis dan zat antitranspiran terhadap respon
fisiologi tanaman
3 Korelasi antar respon fisiologi pada tanaman cabai
4 Komponen pertumbuhan vegetatif cabai merah terhadap pemberian
Spirulina platensis dan antitranspiran pada 8 MST
5 Interaksi antara aplikasi Spirulina platensis dan zat antitranpiran terhadap
bobot basah tajuk (g)
6 Pengaruh perlakuan Spirulina platensis dan zat antitranspiran terhadap
komponen hasil cabai
7 Pengaruh perlakuan terhadap bobot buah (g tanaman-1) selama 15 kali
panen
8 Pengaruh silika dan antitranspiran terhadap respon fisiologi tanaman
cabai
9 Korelasi antar respon fisiologi pada tanaman cabai
10 Komponen pertumbuhan vegetatif cabai merah terhadap pemberian silika
dan antitranspiran pada 8 MST
11 Interaksi antara aplikasi silika dan antitranspiran terhadap bobot basah
tajuk (g)
12Interaksi antara aplikasi silika dan antitranspiran terhadap ketebalan buah
(mm)
13 Interaksi antara aplikasi silika dan antitranspiran terhadap kehilangan
hasil panen (%)
14 Pengaruh silika dan antitranspiran terhadap bobot buah, jumlah buah dan
produktivitas tanaman cabai
15 Persentase tanaman yang terserang layu Fusarium (Fusarium oxysporum)
16 Kehilangan hasil panen cabai dengan aplikasi Spirulina platensis dan
silika
17 Kehilangan hasil panen buah cabai dengan aplikasi antitranspiran

11
13
14
14
15
15
16
17
18
18
19
20
20
21
21
23
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Kondisi pembibitan cabai
Kondisi cabai di lapang
Tanaman terserang ulat
Gejela terserang lalat buah
Gejala antraknosa
Gejala layu fusarium

11
11
12
12
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Dosis aplikasi S.platensis, silika dan antitranspiran selama penelitian
2 Hasil uji kandungan S.platensis

30
30

3 Rekapitulasi sidik ragam percobaan 1
4 Rekapitulasi sidik ragam percobaan 2

31
32

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu
komoditas andalan hortikultura di Indonesia. Produktivitas cabai merah
mengalami kenaikan dari tahun 2009 sampai 2013. Produktivitas cabai merah
pada tahun 2009 sebesar 5.89 ton ha-1 dan mengalami peningkatan pada tahun
2013 mencapai 6.93 ton ha-1 (BPS 2014). Peningkatan tersebut belum dapat
memenuhi permintaan pasar. Konsumsi cabai selama periode tahun 2009-2012
berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Konsumsi cabai merah pada tahun 2009 mencapai 1.52 kg kapita-1 dan meningkat
menjadi 1.62 kg kapita-1 pada tahun 2013. Konsumsi cabai merah diprediksi
masih akan mengalami peningkatan pada tahun 2015 sebesar 1.64 kg kapita-1 atau
naik 1.44.% (PUSDATIN 2014). Pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap
tahun dan berkembangnya industri cabai mendorong naiknya permintaan cabai
sehingga diperlukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan produktivitas
cabai.
Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas cabai di
Indonesia adalah belum optimalnya teknik budidaya tanaman yang digunakan,
terbatasnya ketersediaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi dan tingginya
kehilangan hasil panen yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit
Tanaman cabai adalah tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan
unsur hara baik makro atau mikro. Kekurangan unsur hara pada tanah akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan produksi buah. Salah satu cara yang
dapat digunakan untuk memenuhi unsur hara yang dibutuhkan tanaman adalah
dengan memberikan bio stimulator yang mengandung polyamines dan vitamin
(Shalaby dan El Ramady 2014). Pemberian bio stimulator dapat meningkatkan
resistensi tanaman dan mengurangi cekaman yang disebabkan lingkungan
(Kowalczyk dan Zielony 2008). Salah satu bio stimulator yang dapat digunakan
adalah Spirulina platensis. Menurut Aly dan Esawy (2008) S. platensis
mengandung 6.7% N, 2.47% P dan 2.14% K dan unsur mikro yang dibutuhkan
tanaman. Penelitian sebelumnya telah dilakukan pada tanaman paprika. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian S. platensis sebagai bio stimulator
tanpa tambahan pupuk anorganik memberikan hasil lebih tinggi daripada
penggunaan NPK pada panen pertama, tetapi lebih rendah pada minggu ketiga
hingga hasil panen kelima. Penelitian Shalaby dan El-Ramady (2014)
memberikan hasil bahwa pertumbuhan bawang putih dengan penambahan pupuk
daun yang mengandung asam amino dapat memberikan hasil lebih baik daripada
tanaman kontrol.
Kendala lain yang ditemukan dalam meningkatkan produktivitas cabai
merah adalah tanaman yang rentan terhadap serangan hama dan penyakit.
Beberapa penyakit yang dapat menurunkan produktivitas cabai adalah layu
fusarium yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum dan antraknosa yang
disebabkan oleh Colletotrichum gloesporiodes. Musa et al. (2005) menyatakan
bahwa layu fusarium merupakan penyakit utama yang dapat menurunkan produksi
cabai dan gagal panen sampai 50%. Widodo (2007) menyimpulkan bahwa

2
antraknosa dapat menyebabkan kehilangan hasil panen sebesar 10-80% di musim
hujan dan 2-35% di musim kemarau.
Salah satu cara untuk mengurangi serangan hama dan penyakit adalah
membuat kondisi tanaman sehat. Kondisi tanaman yang sehat dapat dipenuhi
dengan cara memberikan kebutuhan nutrisi tanaman. Salah satunya adalah dengan
memberikan silika (Si). Silika merupakan unsur hara non esensial pada tanaman
tetapi cukup penting untuk proses fotosintesis dan translokasi gas karbondioksida.
Silika tidak hanya berperan dalam pertumbuhan dan proses fisiologi tanaman.
tetapi juga berperan dalam menjaga ketahanan tanaman terhadap serangan hama
dan penyakit (Fauteux et al. 2005; Ma dan Yamaji 2006). Pemberian silika pada
tanaman padi, tebu dan jagung dapat meningkatkan produksi tanaman (Kingston
2008). Penelitian Norhasanah (2012) menunjukkan bahwa pemberian pupuk silika
dari abu sekam padi pada tanaman cabai rawit (Capsicum frutescents L.) dapat
meningkatkan produksi tanaman.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas
cabai adalah ketersediaan air. Tanaman yang kekurangan air akan menyebabkan
pertumbuhan tanaman terganggu. Hanya sekitar 5% serapan air yang digunakan
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara 95% sisanya hilang
untuk transpirasi (Prakash dan Ramachandran 2000). Air yang hilang akibat
transpirasi dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman.Oleh
karena itu, sangat penting untuk mengimbangi laju transpirasi dan penyerapan air
oleh akar tanaman. Jika transpirasi berlebihan dibandingkan dengan penyerapan
air oleh akar tanaman, maka akan ada kekurangan air yang dapat menyebabkan
kematian pada tanaman.
Antitranspiran adalah adalah bahan kimia yang digunakan untuk
mengurangi tingkat transpirasi dan meringankan cekaman air tanaman dengan
meningkatkan resistensi daun terhadap difusi uap air (Moftah 1997). Goreta et al.
(2007) menyatakan bahwa menekan laju transpirasi dengan memberikan
antitranspiran dapat menekan kebutuhan air dan mengurangi stres pada tanaman
karena kekurangan air. Salah satu bahan aktif zat antitranspiran adalah di-1-pmenthene polimer terpena dari pohon pinus. Penelitian Al Humaid dan Moftah
(2005) menyimpulkan bahwa aplikasi emulsi di-1-p-menthene dapat
meningkatkan pertumbuhan bunga sedap malam yang mengalami cekaman air
ringan (80% ET). Penelitian Lapointe et al. (2006) pada tanaman jeruk, penelitian
Everett et al. (2008) pada tanaman alpukat, dan Percival dan Boyle (2009) pada
tanaman apel menyatakan bahwa antitranspiran juga dapat melindungi tanaman
dari serangan fungi.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. mempelajari pengaruh pemberian biomassa kering S. platensis terhadap
pertumbuhan dan produktivitas tanaman cabai pada berbagai interval
pemberian antitranspiran.
2. mempelajari pengaruh pemberian silika terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman cabai pada berbagai interval pemberian antitranspiran.

3
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah:
1. S.platensis mempengaruhi pertumbuhan dan produktvitas tanaman pada
beberapa interval aplikasi antitranspiran
2. Silika mempengaruhi pertumbuhan dan produktvitas tanaman pada beberapa
interval aplikasi antitranspiran

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang pengaruh
biomassa kering S. platensis, silika dan antitranspiran terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman cabai. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu
masyakarat untuk mengetahui kegunaan S. plantesis, silika dan antitranspiran
pada cabai.
Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan dan hipotesis dijawab dengan melakukan serangkaian percobaan.
Penelitian ini dilaksanakan dengan dua percobaan terpisah. Percobaan pertama
adalah aplikasi biomassa kering S. platensis dan antitranspiran. Percobaan kedua
adalah aplikasi silika dan antitranspiran. Dua percobaan tersebut dilakukan untuk
menganalisis pengaruh biomassa kering S. platensis, silika dan antitranspiran
terhadap pertumbuhan dan produktivitas cabai.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Cabai
Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk ke dalam famili Solanaceae
yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya adalah lima
spesies yang telah dibudidayakan, yaitu C. baccatum, C. pubescens, C. annuum,
C. chinense, dan C. frutescens (Greenleaf 1986; Pickersgill 1989). C. annuum
berasal dari Meksiko yang termasuk dalam komoditi yang penting. Pada abad ke15, spesies ini lebih banyak dikenal di Amerika Tengah dan Selatan, dan pada
tahun 1943 diintroduksi ke daratan Eropa dan menyebar ke Asia dan Afrika
(Kusandriani 1996).
Capsicum annuum L. merupakan tanaman semusim (annual) yang
berbentuk semak dengan tinggi mencapai 0.5-1.5 m serta memiliki akar tunggang
yang sangat kuat dan bercabang-cabang (Rubatzky dan Yamaguchi 1999).
Tanaman cabai mempunyai batang berkayu dengan tipe pertumbuhan tegak atau
menyebar, diameter batang mencapai 1 cm. Daun berbentuk ovate berwarna hijau
muda sampai hijau tua. Mahkota bunga cabai berbentuk campanulate hingga
rotate dengan 5-7 helai dan berwarna putih. Tanaman ini memiliki 5-7 benang sari
yang berwarna biru hingga keunguan. Panjang buah cabai mencapai 30 cm,
berwarna hijau, kuning, krim atau keunguan ketika masih muda, dan berwarna

4
merah, oranye, kuning hingga coklat ketika sudah tua (Siemonsma dan Piluek
1994)
Bunga cabai termasuk bunga hermaprodit yang mempunyai putik dan polen
pada satu bunga, dan bersifat kasmogami dimana waktu penyerbukan terjadi pada
saat bunga sudah mekar. Oleh karena itu, menurut Sujiprihati et al. (2008) cabai
masih memungkinkan terjadi penyerbukan silang. Umumnya biji cabai berwarna
putih kekuningan berbentuk ginjal dan keras (Kusandriani dan Permadi 1996).
Cabai mengandung zat capsaicin(C18H27NO3) dalam jaringan sekat buah dan
plasentanya yang menyebabkan rasa pedas pada cabai (Rutbatzky dan Yamaguchi
1999).
Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini
dapat ditanam di dataran rendah (suhu tinggi) maupun dataran tinggi (suhu
rendah) sampai pada ketinggian 1400 m diatas permukaan laut (mdpl). Cabai
dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah yang memiliki aerasi dan drainase yang
baik. Tanah yang ideal untuk tanaman cabai adalah tanah dengan pH 6.0-6.5
(Rubatzky dan Yamaguchi 1999).
Pada umumnya, cabai ditanam di sawah setelah panen padi pada akhir
musim hujan atau ditanam di tegalan pada awal musim hujan. Pemilihan musim
ini bertujuan agar kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman tersedia. Curah
hujan yang terlalu tinggi dan iklim yang basah dapat menyebabkan tanaman
terserang penyakit dan gugur bunga sedangkan curah hujan yang terlalu rendah
dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan akan mempengaruhi
produksi buah.
Tanaman cabai memerlukan penyinaran matahari minimal 8 jam per hari
(Suwandi 1995) namun sangat sensitif terhadap sinar matahari yang terik.
Intensitas cahaya akan mempengaruhi kloroplas tanaman. Tanaman cabai yang
kekurangan cahaya akan mengakibatkan tanaman menjadi lemah, pucat dan
pertumbuhannya mengalami etiolasi. Suhu udara yang optimal untuk
pertumbuhan tanaman cabai adalah 160-320C.
Spirulina platensis
S. platensis merupakan cyanobacteria yang bersifat planktonik, membentuk
populasi padat di perairan tropis dan subtropis dengan kisaran pH 8-11 (Tomselli
1997). S. platensis adalah mikroalga yang berwarna hijau kebiruan yang termasuk
kedalam suku Oscillatoriaceae. S. platensis berbentuk benang atau filamen
dengan sel berpilin sehingga berbentuk spiral. Komponen utama dinding sel S.
platensis pada umumnya mengandung peptidoglikan dan polisakarida. Lapisan
peptidoglikan tersebut terdiri atas polimer N-asetilglukosamin dan Nasetilmuramat (Sze 1993).
S. platensis mengandung protein yang berkualitas sangat baik dengan
tingkat kecernaan tinggi (Becker 1994). S.platensis mengandung lipid sekitar 45% dan 40% diantaranya berupa glikolipid serta 2.5% sulfolipid. Menurut Becker
(1994) komposisi kimia S. platensis adalah protein 46-63%, karbohidrat 8-14%,
lemak 4-9%, dan asam nukleat 2-5%. Tingginya kandungan protein

5
mengindikasikan bahwa S. platensis mengandung N yang tinggi karena N
merupakan penyusun utama dari protein. Menurut Kowalczyk dan Zielony (2008)
asam amino dapat digunakan sebagai bio stimultan dan memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Penelitian Papenfus et al. (2013)
menyatakan ganggang biru dapat meningkatkan pertumbuhan okra pada kondisi
kekurangan hara dan dapat menekan penggunaan pupuk kimia. Menurut Aly dan
Esawy (2008) S.platensis mengandung 6.7% N, 2.47% P dan 2.14% K dan unsur
mikro yang dibutuhkan tanaman sehingga dapat digunakan sebagai pupuk.
Silika
Silika adalah senyawa kimia dengan rumus molekul SiO2 yang dapat
diperoleh dari bahan tambang atau nabati seperti abu sekam padi. Silika
merupakan unsur kedua yang melimpah di kerak bumi (Ma et al. 2006). Silika
termasuk unsur nonesensial bagi tanaman sehingga perannya kurang mendapat
perhatian. Menurut Roesmarkam dan Nasih (2002) silika mampu menggantikan P
dan mengurangi aktivitas Al, Fe dan Mn sehingga P menjadi tersedia bagi
tanaman.
Silika berperan dalam meningkatkan fotosintesis dan resistensi tanaman
terhadap cekaman biotik (serangan hama dan penyakit) dan abiotik (kekeringan,
salinitas, alkalinitas, dan cuaca ekstrim) (Ma 2004; Mitani dan Ma 2005; Ma dan
Yamaji 2006). Pemberian silika pada tanaman dapat meningkatkan kekuatan
mekanis jaringan. Mekanisme silika meningkatkan ketahanan terhadap serangan
hama dan penyakit adalah dengan membentuk penghalang fisik. Menurut Ma dan
Yamaji (2006) dan Datnoff (2011), silika yang diberikan pada tanaman akan
terakumulasi dibawah kutikula yang akan membentuk lapisan ganda kutikula yang
akan menyebabkan sel epidermis menjadi tebal dan keras sehingga sulit ditembus
oleh hama dan fungi. Penelitian Ratnawati (2005) pada tanaman tomat
menyatakan bahwa silika yang terakumulasi pada dinding sel dapat meningkatkan
kekerasan buah.
Penebalan sel epidermis karena pemberian silika juga dapat menekan
kegiatan transpirasi (Liang et al. 2007). Harsono (2002) dan Yukamgo dan
Yuwono (2007) menyatakan bahwa produksi tanaman dengan memberikan silika
akan meningkat dengan menguatnya batang dan akar serta lebih efektifnya
fotosintesis karena posisi daun (kanopi) menjadi tegak sehingga daun dapat
menyerap cahaya matahari lebih banyak.
Antitranspiran
Antitranspiran pada tanaman digunakan untuk membantu tanaman dapat
bertahan dalam keadaan kekurangan air. Antitranspiran akan membantu mencegah
atau setidaknya memperlambat kelayuan dengan memperlambat laju kehilangan
air (Davenport et al. 1969). Antitranspiran merupakan senyawa kimia yang dapat
menyebabkan menutupnya stomata atau melapisi permukaan daun dengan
membentuk lapisan yang dapat mencegah terjadinya difusi air. Berdasarkan
mekanismenya, Moftah (1997) membagi antitranspiran dalam 3 tipe yaitu tipe (1)
film forming dengan membentuk lapisan tipis pada permukaan daun yang dapat
mengurangi difusi air, (2) reflecting materials dengan membentuk lapisan yang

6
dapat memantulkan sinar radiasi pada permukaan sehingga dapat menurunkan
suhu daun, dan (3) stomatal closing yang mempengaruhi proses metabolisme
jaringan tanaman. Menurut Gawish (1992), antitranspiran yang mempengaruhi
proses metabolisme dapat mengganggu metabolisme tanaman itu sendiri.
Salah satu bahan aktif antitranspiran yang digunakan adalah di-1-pmenthene yang merupakan polimer terpena alami dari getah pinus. di-1-pmenthene berbahan lembut, fleksibel, lengket, transparan, bersifat permeabel
terhadap gas, dan kedap terhadap uap air. Hal ini memungkinkan penyerapan gas
(CO2) pada stomata berlangsung normal dan menjaga menjaga kelembaban
dengan mengurangi transpirasi (Iriti et al. 2009). Hasil penelitian Al Humaid dan
Moftah (2005) menyimpulkan bahwa aplikasi emulsi di-1-p-menthene dapat
meningkatkan semua parameter tahap pertumbuhan bunga sedap malam terhadap
stomata, status air, fotosintesis, dan tingkat transpirasi yang mengalami stres air
ringan (80% ET). Selain itu, penelititan Everett et al. (2008) menyatakan
penggunaan di-1-p-menthene dapat melindungi tanaman dari serangan fungi.

3 METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Dusun Lembur Leutik, Desa Cikarawang,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan ketinggian 250 m di
permukaan laut (dpl). Analisis kandungan S. platensis dilaksanakan di
Laboratorium Pengujian, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor. Pengamatan pasca panen buah cabai dilaksanakan di
Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Februari
hingga Juli 2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih cabai varietas
seminis TM 99, biomassa kering S. platensis, silika cair (SiO4) 20%,
antitranspiran yang mengandung bahan aktif 904.32 g l-1 di-1-p-menthene. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Li Cor 6400, alat budidaya, meteran
dan alat tulis.
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan terpisah, yaitu aplikasi biomassa
kering S. platensis dan antitranspiran untuk meningkatkan pertumbuhan dan
produktivitas cabai (percobaan 1) dan aplikasi silika dan antitranspiran untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas cabai (percobaan 2)

7
Percobaan I
Aplikasi Biomassa Kering S. platensis dan Antitranspiran untuk
Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai
(Capsicum annuum L.)
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
faktorial yang disusun dalam split plot. Petak utama adalah aplikasi S. platensis
yang terdiri atas dua taraf perlakuan yaitu tanpa S. platensis (S0) dan dengan
aplikasi S. platensis (S1).
Anak petak adalah interval aplikasi antitranspiran yang terdiri atas tiga taraf
perlakuan, yaitu tanpa antitranspiran (D0), aplikasi antitranspiran dengan interval
setiap minggu (D1), dan aplikasi antitranspiran dengan interval setiap dua minggu
(D2) sehingga terdapat 6 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan terdiri atas 3
ulangan sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Setiap perlakuan terdiri dari 19
tanaman dan untuk setiap perlakuan dilakukan pengamatan pada 10 tanaman.
Model linier yang digunakanadalah:
Yijk = µ + Kk + αi+ik+ βj+(αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada faktor S taraf ke-i, faktor D taraf ke-j dan
ulangan ke K
µ
= Nilai tengah populasi
αi
= Pengaruh utama faktor S ke-i (i = 1, 2)
= Pengaruh anak petak D ke-j (j = 1, 2, 3)
βj
Kk
= Pengaruh kelompok ke k
(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor S dan faktor D
ik
= Komponen acak dari petak utama
Εijk = Pengaruh acak dari anak petak juga menyebar normal (0, 2)
(Gomez dan Gomez 1995)
Percobaan II
Aplikasi Silika dan Antitranspiran untuk Meningkatkan
Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum annuum L.)
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
faktorial yang disusun dalam split plot. Petak utama adalah aplikasi silika yang
terdiri dari dua taraf perlakuan yaitu tanpa silika (K0) dan dengan aplikasi silika
(K1).
Anak petak adalah interval aplikasi antitranspiran yang terdiri dari tiga taraf
perlakuan, yaitu tanpa antitranspiran (A0), aplikasi antitranspiran dengan interval
setiap minggu (A1), aplikasi antitranspiran dengan interval setiap dua minggu
(A2) sehingga terdapat 6 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan terdiri atas 3
ulangan sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Setiap perlakuan terdiri dari 19
tanaman dan untuk setiap perlakuan dilakukan pengamatan pada 10 tanaman.
Model linier yang digunakan adalah:
Yijk = µ + Kk + αi+ik+ βj+(αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan pada faktor S taraf ke-i, faktor D taraf ke-j dan
ulangan ke K

8
µ
= Nilai tengah populasi
αi
= Pengaruh utama faktor K ke-i (i = 1, 2)
βj
= Pengaruh anak petak A ke-j (j = 1, 2, 3)
Kk
= Pengaruh kelompok ke k
(αβ)ij = Pengaruh interaksi faktor K dan faktor A
ik
= Komponen acak dari petak utama
Εijk = Pengaruh acak dari anak petak juga menyebar normal (0, 2)
(Gomez dan Gomez 1995)
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan Sofware SAS 9.13 (SAS
Institute. N.C). Data dianalisis dengan analisis sidik ragam pada taraf 5%, jika
terdapat pengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji DMRT.
Pelaksanaan Penelitian
Penyemaian
Media semai terdiri atas tanah, pasir dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1:1. Sebelum ditanam, benih cabai direndam dalam larutan PGPR
(Plant Growth Promoting Rhizobacteria) selama 6 jam. Tujuan perendaman
adalah untuk mempercepat perkecambahan, menyehatkan akar, meningkatkan
kemampuan akar menyerap unsur hara, serta memberikan ketahanan tanaman
terhadap serangan hama dan penyakit (Ayurihana 2012).
Benih disemai dalam polybag yang berukuran 15 cm x 15 cm. Pada setiap
polybag ditanam dua benih. Polybag diletakkan di bawah naungan agar tidak
terkena sinar matahari langsung. Penyiraman dilakukan dua kali setiap hari.
Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan bertujuan untuk menggemburkan tanah dan melancarkan
sirkulasi udara di dalam tanah. Pengolahan lahan terdiri atas pembuatan bedeng,
pemupukan dan pemasangan mulsa. Pembuatan bedeng bertujuan untuk
memudahkan dalam pemeliharaan seperti penyiangan gulma dan dalam
pemanenan. Ukuran bedeng yaitu 5 m x 1 m dengan jarak antar bedeng 50 cm.
Pemupukan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman.
Pemupukan dilakukan sebelum dan sesudah tanam. Pupuk yang digunakan adalah
pupuk kandang (20 ton ha-1), Urea (300 kg ha-1), SP36 (100 kg ha-1), dan KCl
(200 kg ha-1). Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam saat pengolahan
lahan sedangkan urea, SP36 dan KCL diberikan 2 hari sebelum tanam. Pupuk urea,
SP36 dan KCL dicampur kemudian diberikan pada lubang tanam dengan dosis 20
gr per lubang.
Pemasangan mulsa dilakukan untuk menjaga kelembaban tanah dan
menekan laju pertumbuhan gulma. Mulsa yang digunakan adalah plastik hitam
perak yang dipasang setelah pembuatan bedengan dan pemupukan.
Penanaman
Pemindahan bibit ke lapang dilakukan pada umur 4 minggu setelah semai
(MSS). Bibit tersebut telah memiliki tinggi 10 cm dan sudah mempunyai 5-7 helai

9
daun sejati. Penanaman dilakukan pada sore hari agar bibit tidak layu akibat terik
cahaya matahari. Satu bibit ditanam pada satu lubang tanam kemudian bibit
disiram. Jarak tanam yang digunakan adalah 50 cm x 50 cm.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyulaman, pemupukan,
pewiwilan, penyiangan gulma, serta pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan
urea dan KCl susulan dilakukan dengan cara dikocor. Pupuk urea dan KCl
dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 10 g L-1 kemudian disiram di sekitar akar
tanaman dengan dosis 200 ml per tanaman pada 3 MST dan 250 ml per tanaman
pada 6 MST.
Pewiwilan dilakukan ketika tunas air di bawah percabangan pertama pada
batang utama mulai tumbuh. Penyiangan dilakukan dengan membuang gulma di
sekitar tanaman utama menggunakan cangkul atau kored. Pengendalian hama dan
penyakit dilakukan setiap 2 minggu pada fase vegetatif dan setiap minggu pada
fase generatif. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan
insektisida Curacron dengan dosis 2 g l-1, fungisida Dithane dan Antracol dengan
dosis 2 g l-1 dan akarasida Samite dengan dosis 2 g l-1.
Aplikasi Perlakuan
Aplikasi diberikan pada masing-masing petak percobaan yang terpisah.
Pada percobaan 1 yaitu aplikasi S. platensis dan antitranspiran diberikan biomassa
kering S.platensis yang telah dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 2 g l-1 dan
konsentrasi antitranspiran 2 ml l-1. Aplikasi S. platensis diberikan selama fase
vegetatif yaitu pada 2, 4, 6, 8 MST sedangkan antitranspiran diberikan selama fase
vegetatif, generatif sampai panen (2-12 MST).
Pada percobaan 2 yaitu aplikasi silika dan antitranspiran diberikan silika cair
(SiO4 20%) dengan konsentrasi 2 ml l-1 dan konsentrasi antitranspiran 2 ml l-1.
Aplikasi silika diberikan selama masa vegetatif yaitu pada 2, 4, 6 dan 8 minggu
setelah tanam sedangkan aplikasi antitranspiran diberikan selama masa vegetatif,
generatif sampai panen (2-12 MST).
Aplikasi dilakukan dengan cara menyemprot larutan ke daun pada pukul
08.00 WIB saat embun mulai hilang. Dosis larutan yang diaplikasikan selama
penelitian dapat dilihat pada lampiran 1.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan selama penelitian dari fase vegetatif sampai panen.
Parameter yang diamati terdiri atas respon fisiologi, respon morfologi, dan
komponen hasil tanaman.
Respon fisiologi yang diamati adalah: laju transpirasi (mmol H2O m-2det-1),
laju fotosintesis (µmol CO2 m-2det-1), konduktansi stomata (mmol H2O m-2det-1),
dan suhu daun (0C). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan Li-Cor (Model
Li-6400). Pengamatan dilakukan pada umur 9 MST ketika tanaman cabai
mencapai 50% berbuah pada 10.00-12.00 WIB. Pengamatan dilakukan pada 3
sampel daun untuk tiap perlakuan. Daun yang diamati adalah daun yang tidak
terlalu tua dan tidak terlalu muda pada cabang ke 5 dari batang utama.
Respon morfologi selama fase vegetatif yang diamati adalah:

10
a. Tinggi tanaman (cm), diukur dari permukaan tanah sampai pucuk tanaman
tertinggi mulai 1 MST sampai waktu panen pertama.
b. Tinggi dikotomus (cm), diukur dari permukaan tanah sampai percabangan
pertama mulai munculnya dikotomus sampai waktu panen pertama.
c. Diameter batang, diukur pada bagian 10 cm dari permukaan tanah pada batang
utama pada waktu panen pertama
d. Lebar kanopi (cm), diukur dari titik tajuk terlebar pada waktu panen pertama.
e. Panjang daun, diukur dari 10 daun dewasa saat 50% populasi tanaman dalam
petak telah panen. Panjang daun diukur pada titik tengah daun dari pangkal
dekat tangkai sampai ujung daun
f. Lebar daun, diukur dari 10 daun dewasa saat 50% populasi tanaman dalam
petak telah panen. Lebar daun diukur pada sisi terlebar dari daun.
g. Jumlah tanaman yang terserang layu fusarium, dihitung jumlah tanaman yang
terserang dari total tanaman tiap perlakuan (%)
Komponen hasil yang diamati adalah:
a. Panjang buah (cm), dihitung dari rata-rata panjang buah dari 10 buah segar
pada saat panen kedua, diukur dari pangkal hingga ujung buah.
b. Diameter buah (cm), dihitung dari rata-rata diameter buah dari 10 buah segar
pada saat panen kedua, diukur pada bagian pangkal buah.
c. Tebal buah (mm), dihitung dari rata-rata tebal buah dari 10 buah segar pada
saat panen kedua.
d. Bobot per buah (g), dihitung dari rata-rata bobot buah dari 10 buah segar pada
saat panen kedua.
e. Jumlah buah per tanaman (buah), dihitung dari rata-rata total buah dari 10
tanaman contoh selama panen.
f. Bobot buah per tanaman (g), dihitung dari total bobot buah dari 10 tanaman
contoh selama panen.
g. Hasil panen yang tidak layak pasar yang dihitung dari jumlah buah panen yang
terkena hama dan penyakit
%
h. Produktivitas (ton/ha) =
x bobot buah per tanaman

11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Curah hujan di lokasi selama penelitian (Februari-Juni 2014) rata-rata 302.4
mm dengan rata-rata jumlah hari hujan adalah 21 hari, suhu udara maksimum
31.80C, intensitas radiasi matahari 285.8 Cal cm-2 dan kecepatan angin 3.9 km
jam-1 (BMKG 2014). Data iklim selama penelitian dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Data iklim selama penelitian (Februari-Juni 2014)
Temperatur
Max
Min
( ºC )
( ºC )
Feb
29.3
22.5
Mar
31.1
22.9
Apr
32.3
23.0
Mei
32.2
23.0
Juni
32.0
23.3
Rataan
31.8
22.9
Sumber : BMKG Dramaga 2014
Bulan

Curah Hujan
RR
HH
(mm)
(Hari)
22
337
24
281
25
511
25
296
11
87
21
404

Intensitas
Matahari

Kecepatan
Angin

( Cal/cm2 )
233
298
322
277
299
285.8

( km/jam )
3.6
3.9
4.0
4.0
3.8
3.9

Kondisi lingkungan tersebut mendukung kegiatan penanaman cabai di
lapang. Pada bulan April sampai Mei, intensitas curah hujan relatif lebih tinggi.

Gambar 1 Pembibitan cabai

Gambar 2 Kondisi cabai dilapang

Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan April (511 mm) sehingga mendorong
perkembangan penyakit tanaman terutama layu fusarium yang disebabkan oleh
Fusarium oxyxporum. Menjelang panen pada awal Juni intensitas hujan lebih
ringan (87 mm) sehingga panen dapat berlangsung dengan baik sehingga dapat
menekan penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Colletotrichum sp.
Gejala penyakit layu fusarium ditandai dengan tanaman yang mengalami
kelayuan pada daun-daun bagian bawah, menjalar ke daun-daun muda sampai

12
pada akhirnya mati. Penyakit ini muncul mulai pada minggu ke-6 setelah tanam
saat tanaman mulai berbunga. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling berat
serangannya selama penelitian terutama pada petak percobaan kedua dengan
perlakuan pemberian silika dan antitranspiran. Intensitas serangan layu fusarium
pada petak percobaan kedua mencapai 60% dari seluruh tanaman.

Gambar 3 Tanaman terserang ulat

Gambar 4 Gejala terserang lalat buah

Hama yang menyerang areal percobaan pada fase vegetatif adalah ulat yang
mengakibatkan daun berlubang, kutu daun (Myzus persicae) dan trips (Thrips sp)
yang menyebabkan daun mengerut dan keriting. Hama tersebut menyerang
tanaman dengan intensitas serangan 5% pada tiap percobaan. Hama yang
menyerang pada fase generatif adalah lalat buah (Dacus dorsalis) dimana terdapat
tusukan pada buah cabai yang akan mengakibatkan buah busuk dan kering. Hama
ini menyerang buah dengan intensitas serangan 4% pada tiap petak percobaan .

Gambar 5 Gejala antraknosa

Gambar 6 Gejala layu fusarium

13
Percobaan I
Aplikasi Biomassa Kering S. platensis dan Antitranspiran untuk
Meningkatkan Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai
(Capsicum anuum L.)
Respon Fisiologi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian S. platensis tidak
memberikan pengaruh yang nyata pada laju fotosintesis, konduktansi stomata,
suhu daun dan laju transpirasi (Tabel 2). Hal ini diduga karena adanya pengaruh
faktor lingkungan, yaitu curah hujan dan kecepatan angin. Curah hujan yang
tinggi selama penelitian menyebabkan S. platensis yang diberikan melalui daun
tercuci dan kecepatan angin menyebabkan S. platensis mudah menguap. Fageria
et al. (2009) menyatakan bahwa tingginya kecepatan angin menyebabkan pupuk
yang diberikan melalui daun mudah menguap sehingga terjadi kristalisasi yang
menyebabkan pupuk menjadi sulit diserap oleh daun.
Tabel 2 Pengaruh S. platensis dan zat antitranspiran terhadap respon fisiologi
tanaman cabai pada umur 9 MST

Perlakuan

Laju fotosintesis
(µmol CO2 m-2
detik-1)

Konduktansi
stomata (mmol
Suhu
m-2 detik-1)
daun (0C)

Laju transpirasi
(mmol HO2 m-2
detik-1)

S. platensis
Tanpa S. platensis

23.69a

0.33a

29.74a

3.14a

Penambahan S. platensis

23.92a

0.36a

29.84a

3.51a

Tanpa antitranspiran

24.03a

0.35a

29.79a

3.28a

Anti transpiran per minggu

24.67a

0.38a

29.72a

3.04a

Anti transpiran per 2 minggu

22.67a

0.31a

29.78a

3.15a

tn

tn

tn

tn

Antitranspiran

Interaksi

Keterangan :Angka pada kolom dengan huruf yang sama pada tiap perlakua menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. tn= tidak
nyata

Pemberian antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
respon fisilogi tanaman (Tabel 2). Hal ini berbeda dengan penelitian Del Amor et
al. (2010) yang menyatakan bahwa antitranspiran menurunkan suhu daun.
konduktansi stomata dan laju transpirasi pada tanaman paprika. Antitranspiran
dapat menurunkan suhu tanaman dengan memantulkan kembali radiasi matahari
yang menuju daun (Jifon dan Syvertson 2003; Pinto dan Torres-Pereira 2006).
Pernyataan ini dapat dilihat dari korelasi antara laju transpirasi dan suhu daun
yang negatif (Tabel 3). Korelasi negatif antara laju diduga karena adanya
pengaruh antitranspiran terhadap tanaman. Namun, pengaruh tersebut diduga
belum mencukupi untuk mempengaruhi reaksi metabolisme tanaman sehingga
tidak terjadi pengaruh yang nyata pada respon fisiologi.

14
Tabel 3 Korelasi antar respon fisiologi pada tanaman cabai

Laju fotosintesis
Konduktansi
Stomata
Suhu Daun

Konduktansi
Stomata
0.59632**

Suhu Daun
-0.64118**
-0.67984**

Laju
Transpirasi
0.76189**
0.50381*
-0.74707**

Keterangan: * : korelasi berpengaruh nyata. tanda negatif menunjukkan arah korelasi

Respon Morfolgi
Pemberian S. platensis menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar
perlakuan (Tabel 4) terhadap pertumbuhan tanaman cabai. Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian Aly dan Esawy (2008) pada paprika, El Tohamy et al.
(2009) pada terung, dan Shalaby dan El Ramady (2014) pada bawang putih yang
menunjukkan hasil berbeda nyata pada pertumbuhan vegetatif tanaman.
Perbedaan hasil ini diduga karena kondisi lingkungan penelitian yang berbeda dan
laju fotosintesis yang tidak berbeda nyata. Lambers et al (1998) menyatakan
bahwa pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh ketersediaan nutrisi tanaman dan
faktor lingkungan seperti cahaya dan suhu yang mempengaruhi laju fotosintesis.
Tabel 4 Komponen pertumbuhan vegetatif cabai merah terhadap pemberian S.
platensis dan antitranspiran pada 8 MST.
Perlakuan

Tinggi
Tinggi
Diameter Lebar
Panjang Lebar
Tanaman Dikotomus Batang
Tajuk
Daun
Daun
..................................................cm...........................................

S. platensis
Tanpa S. platensis
104.55a
34.83a
0.94a
95.63a
5.04a
1.93a
AplikasiS. platensis
100.53a
33.84a
0.99a
98.82a
5.05a
2.04a
Frekuensi
Antitranspiran
Tanpa Antitranspiran
103.11a
34.14a
0.96a
98.71a
5.01a
1.89a
Aplikasi Setiap
minggu
101.79a
34.07a
0.97a
96.82a
5.11a
2.02a
Aplikasi Setiap 2
minggu
102.71a
34.78a
0.96a
96.15a
5.03a
2.05a
Interaksi
tn
*
tn
tn
tn
tn
Keterangan :Angka pada kolom dengan huruf yang sama pada tiap perlakua menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. tn= tidak
nyata

Hasil penelitian menunjukkan pemberian antitranspiran tidak memberikan
pengaruh yang nyata terhadap parameter pertumbuhan pada tanaman cabai (Tabel
4). Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Javan et
al. (2012) pada tanaman kedelai yang menyatakan bahwa pemberian
antitranspiran dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman. Penelitian
Abd El Kader et al. (2006) pada tanaman pisang menyimpulkan bahwa aplikasi
antitranspiran dapat meningkatkan parameter pertumbuhan dengan kondisi
ketersediaan air yang terbatas. Perbedaan hasil penelitian ini diperkirakan karena
kondisi lingkungan selama penelitian berbeda. Intensitas penyinaran matahari

15
yang rendah (285.5 Cal cm-2), suhu yang rendah (31.380C), curah hujan yang
tinggi (302.4 mm bulan-1) (BMKG. 2014) menyebabkan kondisi lingkungan
penelitian relatif lebih lembab yang dapat mengurangi laju transpirasi. Curah
hujan yang tinggi menyebabkan air cukup tersedia sehingga penggunaan
antitranspiran tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan tanaman.
Aplikasi S. platensis dan antitranspiran memberikan interaksi pada bobot
basah tajuk tanaman. Interaksi antara pemberian S. platensis dan antitranspiran
menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 5).
Tabel 5 Interaksi antara aplikasi S. platensis dan zat antitranpiran terhadap bobot
basah tajuk (g)
S. platensis

Tanpa Aplikasi

Tanpa S. platensis
Pemberian S. platensis

756.14a
745.13a

Zat Antitranspiran
Aplikasi setiap
Aplikasi setiap 2
minggu
minggu
685.93b
745.22a
760.33a
779.54a

Keterangan : Angka pada kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Interaksi antara perlakuan tanpa S. platensis dan antitranspiran setiap
minggu memberikan bobot basah yang lebih rendah (685.93 g) daripada perlakuan
dengan memberikan S. platensis dan antitranspiran. Hal ini menunjukkan adanya
pengaruh S. platensis dan antitranspiran terhadap bobot basah tajuk.
Antitranspiran dapat menekan transpirasi yang diduga juga dapat mengurangi
penyerapan unsur hara melalui tanah sehingga bobot basah tajuk yang
menggunakan antitranspiran tanpa memberikan S. platensis lebih rendah daripada
perlakuan lain.
Komponen Hasil
Hasil analisis ragam komponen produksi menunjukkan hasil yang tidak
berbeda nyata pada setiap perlakuan tetapi berbeda nyata terhadap hasil panen
yang tidak layak pasar (Tabel 6).
Tabel 6 Pengaruh perlakuan S. platensis dan zat antitranspiran terhadap
komponen produksi hasil cabai

Perlakuan

Panjang
buah
(cm)

Diameter
buah
(cm)

Bobot
buah per
tanaman
(g)

Jumlah
buah panen
per tanaman
(buah)

Hasil panen
yang tidak
layak pasar
(%)

S. platensis
Tanpa S. platensis
13.29a
0.58a
422.93a
134.90a
3.3a
Penambahan S. platensis
19.50a
0.61a
480.81a
149.17a
2.1b
Frekuensi Antitranspiran
Tanpa Antitranspiran
13.45a
0.58a
449.41a
148.15a
3.5a
Aplikasi setiap minggu
13.19a
0.59a
450.52a
140.69a
2.7b
Aplikasi setiap 2 minggu
13.11a
0.61a
455.68a
137.27a
2.1b
Interaksi
tn
tn
tn
tn
tn
Keterangan :Angka pada kolom dengan huruf yang sama pada tiap perlakua menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. tn= tidak
nyata

16
Rata-rata hasil panen yang tidak layak pasar dengan memberikan S.
platensis lebih rendah (2.1%) daripada tanpa memberikan S. platensis (Tabel 6).
Hal ini diduga karena aplikasi S. platensis tidak tercuci seluruhnya karena adanya
pengaruh antitranspiran sebagai surfaktan yang dapat mengikat S.platensis.
S.platensis mengandung protein dan vitamin yang dibutuhkan oleh tanaman untuk
meningkatkan metabolisme tanaman. Menurut Bevilacqua et al. (2008) pengaruh
dari biomassa kering alga dapat mencegah infeksi fungi pada tanaman karena
karena alga mengandung protein dan vitamin, terutama vitamin B. S. platensis
yang diberikan
Pemberian antitranspiran memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil
panen yang tidak layak pasar (Tabel 6). Perlakuan tanpa antitranspiran memiliki
rata-rata hasil panen yang tidak layak pasar lebih tinggi (3.5%) daripada perlakuan
lainnya. Hal ini diduga karena pengaruh antitranspiran yang membentuk lapisan
tipis pada daun dan buah yang dapat mencegah infeksi fungi oleh patogen. Sejalan
dengan penelitian Everett (2008) pada tanaman alpukat yang menyimpulkan
bahwa antitranspiran membentuk lapisan polymer yang dapat mencegah infeksi
dari fungi dan dapat menurunkan perkecambahan spora oleh patogen.
Tabel 7 Pengaruh perlakuan terhadap bobot buah (g tanaman-1) selama 15 kali
panen
Perlakuan
Panen
ke1

S. platensis
Tanpa S.
Pemberian S.
platensis
platensis
9.06b
15.41a

Tanpa
Antitranspiran
10.54b

Antitranspiran
Aplikasi setiap
minggu
12.14a

Aplikasi setiap
2 minggu
14.01a

2

12.04b

18.49a

13.99b

17.75ab

17.04a

3

15.36b

22.34a

16.20b

20.30a

20.04a

4

21.26a

27.79a

20.91b

26.26a

26.41a

5

24.42a

32.78a

24.99a

30.23a

30.56a

6

30.43a

36.42a

32.47a

33.44a

34.35a

7

35.93a

40.19a

36.34a

36.41a

41.42a

8

42.27a

45.78a

47.34a

42.11a

42.63a

9

47.94a

49.08a

44.94a

49.89a

50.69a

10

40.56a

41.03a

42.39a

40.12a

39.86a

11

35.97a

36.71a

37.62a

35.92a

35.43a

12

34.04a

33.33a

35.00

33.57a

32.47a

13

29.94a

30.51a

32.47a

28.86a

29.32a

14

22.72a

27.60a

25.27a

26.38a

23.82a

15

20.98a

23.35a

22.4a

21.09a

22.57a

Total
422.94
480.81a
449.43a
450.52a
455.68a
Keterangan :Angka pada kolom dengan huruf yang sama pada tiap perlakua menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%. tn= tidak
nyata

Bobot buah mengalami peningkatan sampai panen ke-9 kemudian
mengalami penurunan hingga panen ke-15 (Tabel 7) untuk masing-masing

17
perlakuan. Pemberian S. platensis menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada
panen ke-1 sampai dengan panen ke-3. Perlakuan dengan memberikan S. platensis
memiliki nilai yang lebih baik (15.41 g tanaman -1, 18.49 g tanaman-1, dan 22.34 g
tanaman-1) daripada tanpa memberikan S. platensis. Hal ini karena S. platensis
mengandung unsur makro dan mikro yang diaplikasikan melalui daun dapat
membantu tanaman untuk memenuhi unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman
secara langsung daripada melalui tanah selama pertumbuhan.
Pemberian antitranspiran menunjukkan nilai yang berbeda nyata pada panen
ke-1 sampai dengan panen ke-4 (Tabel 7). Pemberian antitranspiran menunjukkan
hasil yang lebih baik daripada tanpa pemberian antitranspiran. Aplikasi setiap
minggu tidak berbeda nyata dengan aplikasi setiap 2 minggu. Antitranspiran dapat
mencegah gugurnya bunga dan buah. Hal ini dijelaskan oleh Javan et al (2012)
pada tanaman kedelai.
Percobaan II
Aplikasi Silika dan Antitranspiran untuk Meningkatkan
Pertumbuhan dan Produktivitas Cabai (Capsicum annuum L.)
Respon Fisiologi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian silika memberikan
pengaruh yang