Drought Stress Tolerance Mechanisms of Eggplant (Solanum spp ) Physiology and Molecular

MEKANISME ADAPTASI AKSESI TERUNG-TERUNGAN
(Solanum spp.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN :
FISIOLOGI DAN MOLEKULER

SITI KURNIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Mekanisme Adaptasi
Aksesi Terung-terungan (Solanum spp.) terhadap Cekaman Kekeringan :
Fisiologi dan Molekuler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Siti Kurniawati
NIM A253100181

RINGKASAN
SITI KURNIAWATI. Mekanisme Adaptasi Aksesi Terung-terungan (Solanum
spp.) terhadap Cekaman Kekeringan : Fisiologi dan Molekuler. Dibimbing oleh
NURUL KHUMAIDA, ENNY SUDARMONOWATI dan SINTHO
WAHYUNING ARDIE.
Terung (Solanum melongena L.) termasuk salah satu komoditi sayuran
yang umum dan populer tumbuh di daerah tropis dan subtropis terutama di
wilayah Asia dan Afrika serta memiliki toleransi cukup baik terhadap cekaman
biotik dan abiotik. Terung adalah spesies dengan variabilitas karakter morfologi
dan fisiologi luas, sehingga sangat diperlukan untuk mendapatkan sumber-sumber
ketahanan yang lebih tinggi dari spesies liarnya.
Ketersediaan air yang cukup pada fase awal petumbuhan sangat penting
bagi tanaman. Jika ketersediaan air rendah maka dapat mengakibatkan cekaman
kekeringan (drought stress). Cekaman kekeringan dengan periode yang panjang
pada tanaman menyebabkan gangguan proses metabolisme dan kerusakan

jaringan yang bersifat tidak dapat balik (permanen) sehingga tanaman tidak dapat
melakukan pemulihan atau recovery. Dampak cekaman kekeringan sangat nyata
menurunkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Penelitian ini mempelajari mekanisme adaptasi melalui pendekatan
fisiologi dan molekuler terhadap 6 aksesi terung yang berasal dari beberapa
daerah kering di Indonesia (aksesi 098, aksesi 155, aksesi 414, aksesi 754, aksesi
772, aksesi 827) dan varietas Panjalu F1 sebagai genotipe pembanding. Benih
terung ditumbuhkan pada media tanam yang terdiri atas campuran tanah, pasir dan
kompos dengan perbandingan 1:1:1 (v/v/v) di dalam rumah kaca. Perlakuan
cekaman kekeringan dilakukan selama 21 hari setelah tanaman memiliki 6 lembar
daun penuh. Parameter yang diukur selama cekaman kekeringan meliputi :kadar
air media (KAM), kadar air relatif (KAR) daun, pertumbuhan dan bobot kering
tanaman, kandungan prolin, klorofil daun dan poliamin. Pada 21 HSP cekaman
kekeringan, dilakukan isolasi RNA total dari daun terung kemudian kloning
fragmen cDNA penyandi gen arginine decarboxylase (ADC) dari S. melongena.
Gen ADC merupakan salah satu gen yang terlibat dalam biosintesis poliamin dan
berperan dalam mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa cekaman kekeringan secara nyata
menurunkan pertumbuhan tinggi tajuk, luas daun, kerapatan stomata dan
persentase stomata terbuka pada tanaman terung. Namun, cekaman kekeringan

secara nyata tidak mempengaruhi kandungan klorofil daun terung pada 21 HSP.
Akumulasi senyawa prolin dan/atau poliamin berperan penting dalam mekanisme
adaptasi tanaman terung terhadap cekaman kekeringan, sehingga peningkatan
kandungan prolin maupun poliamin dapat dijadikan sebagai indikator bahwa
tanaman terung dalam kondisi tercekam kekeringan terutama setelah periode
cekaman mencapai 14 sampai 21 hari.Tingkat akumulasi prolin pada jaringan
daun terung dapat mencapai10 kali kondisi normal dan kandungan poliamin
terutama putresin mencapai 10 kali dari kondisi normal.
cDNA total telah berhasil disintesis dari RNA total sebagai cetakan
melalui transkripsi balik. Empat fragmen SmADC telah berhasil diisolasi dimana

tiga fragmen berasal dari cDNA aksesi 098 dan 772 sebagai cetakan serta satu
fragmen berasal dari genom aksesi 098. Primer ADC berdasarkan conserved
region pada sekuen gen ADC tanaman Solanum lycopersicum (nomor aksesi
HM629957.1). Analisis urutan nukleotida menunjukkan bahwa empat fragmen
SmADC yang diperoleh berukuran 1 442 pb, 1 422 pb, 1 407 pb dan 636 pb
menyandi 151, 357, 466, 182 asam amino. Analisis alignment berdasarkan urutan
nukleotida menunjukkan bahwa keempat fragmen SmADC memiliki homologi
yang tinggi (86-93%) dengan aksesi gen ADC pada beberapa tanaman lain yaitu
Solanum lycopersicum (NM_001247720.1), Datura stramonium (AJ251898.1),

Capsicum annuum (AY156514.1) dan Nicotiana tabacum (AF321137.1).
Berdasarkan pengelompokkan pohon filogenetik deduksi urutan asam amino,
SmADC berada pada kelompok yang sama dengan Solanum lycopersicum, Datura
stramonium,Capsicum annuum dan Nicotiana tabacum. Analisis conserved
domain menunjukkan bahwa fragmen SmADC diprediksi mempunyai fungsi
Pyridoxal 5-phosphate (PLP)-Dependent Enzyme Arginine Decarboxylase tipe III
yaitu suatu protein yang berperan dalam biosintesis ADC, dimana PLP-DE ADC
tipe III mempunyai urutan asam amino yang spesifik pada daerah conserved
binding site yaitu Pro-Lys-Glu-Asn-Arg-His-Ser-Gly-Gly-Glu-Ser-Gly-Arg-CysTyr.
Kata kunci:

terung, prolin, poliamin, gen arginine decarboxylase (ADC),
pyridoxal 5-phosphate (PLP)

SUMMARY
SITI KURNIAWATI. Drought Stress Tolerance Mechanisms of Eggplant
(Solanum spp.): Physiology and Molecular. Supervised by NURUL
KHUMAIDA, ENNY SUDARMONOWATI and SINTHO WAHYUNING
ARDIE.
Eggplant (Solanum melongena L.) is a popular and economically

important vegetable crop grown in the tropics and subtropics, especially in Asia
and Africa. Most of these crops grown in Asia and Africa are tolerant to biotic and
abiotic stresses. Eggplant has a wide variation in morphological and physiological
characteristics, therefore, it is necessary to explore the germplasm to gain more
genotypes tolerant to biotic and abiotic stresses.
Sufficient water availability at the first stage of plant growth is very
important. Limited water supply may lead to drought stress. The long period of
drought stress may disturb the metabolic process and lead the irreversible damage
of the plant tissues, so the plant can not recover. This abiotic stress has been
significantly proved to be one of factors decreasing the plant growth and
productivity.
The objective of this research was to reveal physiological and molecular
response of six eggplant accessions (i.e. 098, 155, 414, 754, 772, and 827
accessions, and Panjalu-F1 as the control genotype) to drought stress. Plants were
grown in medium containing soil, sand and compost (1:1:1, v/v/v) in the
greenhouse. Plants were exposed to the drought treatment at 21 days after the
plants have 6 fully leaves. Some parameters were examined during the drought
treatment, which were media water content (MWC), relative water content (RWC),
plant growth and dry weight, proline concentration, chlorophyll content and
polyamine concentration. Total RNA was extracted from leaves on day 21st of the

treatment. The arginine decarboxylase S. melongena (SmADC) fragment gene was
amplified from the cDNA. ADC gene is one of genes involved in polyamine
biosynthesis and plays important role in the plant tolerance mechanism to drought
stress.
The results showed that drought stress significantly reduced plant height,
leaf area, stomatal density and aperture in all plants. Levels of chlorophylls were
similar during the drought treatment in all plants. Proline and/or polyamines were
accumulated and reached the maximum levels after 14 to 21 days after the
treatment. High levels of these amines can be used to indicate that the plant is
stressed by drought. Levels of proline and polyamines, especially putrescine,
increased 10 times higher in the stressed-plants compared to those grown in the
optimum condition.
cDNA was synthesized from the total RNA by reverse transcription. In
total, four fragments of SmADC were obtained by PCR from cDNA of accession
098 (2 fragments), cDNA of accession 772 (1 fragment) and genomic DNA of
accession 098 (1 fragment). ADC primers were designed based on the conserved
regions in ADC Solanum lycopersicum (accession number HM629957.1).
Sequences analysis showed that the four SmADC fragments were 1 442 bp, 1 422
bp, 1 407 bp and 636 bp, encoding 151, 357, 466, 182 amino acids, respectively.


Nucleotide alignment analysis showed that four SmADC fragments were 86-93 %
homologue to Solanum lycopersicum (Acc: NM_001247720.1), Datura
stramonium (Acc: AJ251898.1), Capsicum annuum (Acc: AY156514.1) and
Nicotiana tabacum (Acc: AF321137.1). Based on the phylogenetic tree developed
from the deduced amino acid sequence of ADC, SmADCs were grouped with
Solanum lycopersicum, Datura stramonium, Capsicum annuum and Nicotiana
tabacum. Analysis of conserved domains revealed that the SmADC fragments
were predicted to have Pyridoxal 5-phosphate-Dependent Enzyme Arginine
Decarboxylase (PLP-DE ADC) type III function, a protein that is important for
the biosynthesis of ADC, of which this enzyme has a conserved region on its
binding site, i.e. Pro-Lys-Glu-Asn-Arg-His-Ser-Gly-Gly-Glu-Ser-Gly-Arg-CysTyr. These results will enhance further steps for improving eggplant and other
plants genetically.
Key Words: eggplant, proline, polyamine, arginine decarboxylase (ADC),
pyridoxal 5-phosphate (PLP)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MEKANISME ADAPTASI AKSESI TERUNG-TERUNGAN
(Solanum spp.) TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN :
FISIOLOGI DAN MOLEKULER

SITI KURNIAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Prof Dr Bambang Sapta Purwoko

Judul Tesis : Mekanisme Adaptasi Aksesi Terung-Terungan (Solanum spp.)
terhadap Cekaman Kekeringan : Fisiologi dan Molekuler
Nama
: Siti Kurniawati
NIM
: A253100181

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nurul Khumaida, MSi
Ketua

Prof (R) Dr Ir Enny Sudarmonowati

Anggota

Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Yudiwanti WE Kusumo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian: 28 Oktober 2013

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah (tesis) ini dapat
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Januari 2010 di rumah kaca dan Laboratorium Genetika Molekuler Tanaman dan
Modifikasi Jalur Biosintesa, Pusat Penelitian Bioteknologi-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong-Bogor ini ialah adaptasi tanaman
terhadap cekaman kekeringan, dengan judul Mekanisme Adaptasi Aksesi Terungterungan (Solanum spp.) terhadap Cekaman Kekeringan: Fisiologi dan Molekuler.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian
penulisan tesis ini, yaitu :
1. Ibu Dr. Ir. Nurul Khumaida, M. Si., Ibu Prof (R). Dr. Ir. Enny Sudarmonowati
dan Ibu Dr. Sintho Wahyuning Ardie, SP., M.Si selaku komisi pembimbing
atas waktu, ilmu, kesabaran dan kemudahan yang diberikan selama bimbingan
mulai dari tahap awal persiapan penelitian sampai akhir penyelesaian tesis ini.
2. Ibu Dr N. Sri Hartati yang telah banyak memberi saran dan dukungan moral
serta material selama penelitian berlangsung hingga akhir penyelesaian tesis.
3. Bapak Prof. Dr. Bambang Sapta Purwoko selaku penguji luar komisi atas ilmu
dan saran yang telah diberikan untuk kesempurnaan tesis ini.
4. Ketua Mayor, seluruh dosen, karyawan, dan pengelola Laboratorium pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura atas bantuan dan fasilitas yang
diberikan selama penelitian dilakukan sampai penyelesaian tesis ini.
5. Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang telah memberikan kesempatan
bagi penulis untuk memperoleh dana beasiswa karyasiswa pada Program
Magister Sains.
6. Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang telah memberikan izin kepada
penulis untuk melanjutkan studi dengan tugas belajar pada Program
Pascasarjana IPB.
7. Bapak Djoemani dan mamah Siti Aminah (Almh) tercinta, serta seluruh
keluarga teh Nung danmas Teguh atas segala do’a, nasehat, perhatian,
semangat, kepercayaan, pengertian dan kasih sayang yang telah diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini
8. Rekan-rekan Pascasarjana terutama Mayor PBT tahun 2010 atas kebersamaan
dan kerjasamanya selama menyelesaikan studi.
9. Rekan-rekan Puslit Biotek LIPI terutama kelompok penelitian Genetika
Molekuler dan Modifikasi Jalur Biosintesa atas kerjasama, kebersamaan dan
dukungannya selama penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan studi.
Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang
berlipat ganda, aamiin. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
pihak yang terkait.
Bogor, Januari 2014
Siti Kurniawati

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Hipotesis Penelitian

1
1
3
4
4
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tanaman Terung-terungan
Fungsi Air dalam Pertumbuhan Tanaman
Akumulasi Prolin dan Poliamin sebagai Respon terhadap Cekaman
Kekeringan

7
7
8
9

3 POLA AKUMULASI SENYAWA OSMOTIKUM PROLIN DAN POLIAMIN
SEBAGAI MEKANISME ADAPTASI BEBERAPA AKSESI TERUNG
TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN
14
Abstract
14
Pendahuluan
14
Bahan dan Metode
15
Hasil dan Pembahasan
19
Kesimpulan
29
4 ISOLASI DAN ANALISIS GEN ARGININE DECARBOXYLASE (ADC)
ASAL TERUNG (Solanum melongena) RESPONSIF TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan

30
30
30
32
35
44

5 PEMBAHASAN UMUM

45

DAFTAR PUSTAKA

52

RIWAYAT HIDUP

88

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Halaman
Lokasi asal aksesi terung koleksi
16
Rata-rata luas daun, panjang akar, bobot kering tajuk dan bobot kering
akar aksesi terung pada 21 HSP cekaman kekeringan
23
Rata-rata kerapatan stomata dan persentase stomata terbuka aksesi
terung pada 21 HSP cekaman kekeringan
24
Akumulasi poliamin ketujuh aksesi terung pada 21 HSP cekaman
kekeringan
28

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Halaman
Proses dan mekanisme yang menghubungkan antara sinyal cekaman
abiotik, kerusakan dan toleransi
2
Bagan alur penelitian
6
Mekanisme pembentukan senyawa reactive oxygen species (ROS)
10
Model sintesis dan katabolisme prolin pada jaringan spesifik dalam
kondisi potensial air rendah (ѱw)
11
Jalur biosintesis poliamin dan tautannya dengan biosintesis etilen.
Enzim biosintesis ADC, ODC dan SAMDC serta inhibitor
Difluoromethylarginine (DFMA), Difluoromethylornithine (DFMO) dan
Methylglyoxyl-bis guanylhydrazone (MGBG)
12
Keragaan buah beberapa aksesi terung (Solanum spp.) yang digunakan
dalam penelitian; Panjalu F1(A), 098 (B), 155 (C), 414 (D), 754 (E), 772
(F), dan 827 (G)
16
Status kadar air media antara kontrol dan perlakuan cekaman kekeringan
selama 21 hari pada beberapa aksesi terung
19
Status kadar air media tujuh aksesi terung antara tanaman kontrol dan
perlakuan cekaman kekeringan pada 21 hari HSP
20
Kadar air relatif daun antara kontrol dan perlakuan cekaman kekeringan
selama 21 HSP pada aksesi terung
21
Rata-rata kadar air relatif daun antara kontrol dan perlakuan cekaman
kekeringan pada 21 HSP tujuh aksesi terung
21
Profil daun terung kondisi optimum (K0) dan 21 HSP cekaman
kekeringan (K1) aksesi 155 (A), aksesi 754 (B) dan aksesi 827 (C)
21
Rata-rata pertambahan tinggi tajuk tujuh aksesi terung pada 21 HSP
cekaman kekeringan dan kontrol
22
Morfologi akar tanaman terung aksesi 098 dan aksesi 827 antara kondisi
optimum (kontrol) dan 21 HSP cekaman kekeringan
23
Kandungan klorofil daun aksesi terung antara kontrol dan perlakuan
cekaman kekeringan selama 21 HSP
25
Kandungan prolin pada daun terung selama perlakuan cekaman
kekeringan dan kontrol
26
Akumulasi prolin ke-7 aksesi pada 0-21 Hari Setelah Perlakuan (HSP)
cekaman kekeringan dan kontrol
27
Struktur kimia putresin, spermidin dan spermin
28

18 Daun terung 21 HSP cekaman kekeringan aksesi 098 (A) dan aksesi 772
(B)
19 Tahapan isolasi dan analisis fragmen cDNA ADC dari S.melongena
20 Integritas pita RNA total daun terung aksesi Panjalu F1 (1), 098 (2), 155
(3), 414 (4), 754 (5), 772 (6), dan 827 (7)
21 Pita hasil PCR cDNA aktin menggunakan cDNA total aksesi 098 dan
772 sebagai cetakan; M= Marker/penanda ukuran 1 kb
22 Pita hasil PCR cDNA SmADC menggunakan cDNA aksesi 098 (1),
cDNA aksesi 772 (2) dan genom aksesi 098 (3) sebagai cetakan
23 Urutan basa dan prediksi urutan asam amino dari fragmen SmADC
terung
24 Pohon filogenetik berdasarkan runutan asam amino dari fragmen ADC
25 Hasil penyejajaran tiga fragmen asam amino putatif gen SmADC
26 Skema pengaturan transkripsional biosintesis poliamin oleh ABA
27 Jalur sinyal transduksi pada tanaman saat cekaman kekeringan dan
salinitas
28 Jalur metabolisme prolin pada tanaman

32
33
35
36
37
39
41
43
48
48
50

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Halaman
Prosedur Analisis Prolin
60
Prosedur Analisis Poliamin
61
Prosedur Analisis Klorofil daun
62
Hasil analisis penyejajaran fragmen SmADC menggunakan program
ClustalW2
63
Hasil analisis penyejajaran fragmen gSmADC, SmADC1.1
danSmADC2.1asal aksesi 098 menggunakan program ClustalW2
65
Hasil analisis peyejajaran fragmen gSmADC dengan gen atau DNA yang
telah terdeposit pada GenBank menggunakan program BLAST
67
Hasil analisis peyejajaran fragmen SmADC1.2 dengan gen atau DNA
yang telah terdeposit pada GenBank menggunakan program BLAST
68
Hasil analisis peyejajaran fragmen SmADC2.1 dengan gen atau DNA
yang telah terdeposit pada GenBank menggunakan program BLAST
69
Motif conserved domain dari residu PLP binding-site pada fragmen
gSmADC
70
Motif conserved domain dari residu PLP binding-site pada fragmen
SmADC1.1
71
Motif conserved domain dari residu PLP binding-site pada fragmen
SmADC1.2
72
Motif conserved domain dari residu PLP binding-site pada fragmen
SmADC2.1
73
Motif conserved domain dari residu PLP binding-site pada fragmen
ADC Solanum lycopersicum
74
Struktur dan kode basa penyusun asam amino
75

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman terung termasuk jenis sayuran, salah satu anggota dari keluarga
Solanaceae yang memiliki manfaat luas, umum dan populer tumbuh di daerah
tropis dan subtropis (Weese dan Bohs 2010). Terung dapat menjadi sumber
vitamin dan mineral, mengandung cukup banyak kalori (24.0 Kal/100g), sedikit
protein (1.4 g/100g) dan lemak (0.3 g/100g) (Chen dan Li 1996). Terung juga
merupakan salah satu komoditas yang diekspor oleh Indonesia ke Jepang dan
disenangi oleh konsumen di negara tersebut (Risseli 2006). Berdasarkan data Biro
Pusat Statistik, produksi terung tahun 2012 (518 827 ton) jauh lebih rendah dari
produksi tomat (893 504 ton) dan kentang (1 094 240 ton) (BPS 2013). Produksi
terung pada tahun 2011 di seluruh dunia lebih dari 46.106 ton namun masih jauh
lebih rendah jika dibandingkan dengan produksi tomat dan kentang pada tahun
yang sama yaitu lebih dari 159.106 ton dan 373.106 ton (FAO 2013). Negara
dengan produksi terung terbesar yaitu Cina (27.106 ton) dan negara dengan
produktivitas terung terbesar per hektar yaitu Belanda (4 ton/Ha). Oleh karena itu
perbaikan tanaman terung di Indonesia perlu ditingkatkan.
Peningkatan produktivitas tanaman budidaya, pada umumnya terkendala
oleh cekaman abiotik. Perubahan iklim dunia dengan curah hujan yang tidak
menentu, musim kemarau yang semakin panjang dan temperatur bumi yang
semakin tinggi sebagai dampak dari pemanasan global menyebabkan stabilitas
produksi bahan pangan terganggu. Musim kemarau yang panjang mengakibatkan
cekaman kekeringan ekstrim pada berbagai lahan pertanian. Kekeringan
merupakan faktor pembatas dan salah satu kendala utama dalam produksi
tanaman. Dengan demikian, perhatian terhadap pengembangan plasma nutfah
yang tahan terhadap cekaman kekeringan menjadi prioritas dan sangat diperlukan.
Menurut Behboudian (1977), tanaman terung memiliki sifat ketahanan terhadap
kekeringan yang relatif lebih tinggi daripada tanaman sayuran lainnya. Tanaman
terung lebih tahan terhadap kekeringan dan curah hujan yang tinggi jika
dibandingkan dengan tomat, tetapi pertumbuhannya akan terhambat pada kondisi
suhu tinggi dan dapat menyebabkan kekerdilan pada tanaman (Chen dan Li 1996).
Pusat Penelitian Bioteknologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
memiliki sejumlah aksesi terung hasil koleksi dari Jawa, Sumatera, Nusa
Tenggara, Kalimantan dan Sulawesi yang diperoleh dari kerjasama dengan
Belanda dalam program INDOSOL pada tahun 2009. Beberapa aksesi tersebut
berasal dari daerah kering sehingga berpotensi sebagai sumber genetik sifat
toleran kekeringan.
Tanaman memiliki mekanisme tertentu untuk mempertahankan diri terhadap
cekaman kekeringan dan cekaman lain yang ditimbulkan oleh cekaman
kekeringan. Menurut Radwan (2007), cekaman kekeringan dapat memacu
tanaman Solenostemma arghel untuk beradaptasi secara morfologi dan anatomi.
Mekanisme fisiologi tanaman kedelai ketika tercekam kekeringan yaitu dengan
cara peningkatan akumulasi prolin sehingga dapat membantu mengatur potensial
osmotik daun (Hamim et al. 1996). Respon morfologi dan struktur anatomi daun
terkait dengan mekanisme adaptasi terhadap kekeringan pada terung telah diteliti

2
oleh Fu et al. (2013). Kerapatan dan jumlah trikom bagian atas daun terung lebih
tinggi serta meningkat sekitar 20% pada kondisi tercekam sedangkan jumlah
kloroplas per sel lebih rendah dan bentuknya menjadi bulat dengan struktrur
membran yang rusak, jumlah granul osmiophilic meningkat dan jumlah butir pati
menurun.
Reaksi terhadap berbagai cekaman abiotik merupakan suatu sistem terpadu
antara sensing, sinyal dan respon jalur biosintesis pada jaringan tanaman (Gambar
1).Respon yang ditimbulkan tergantung faktor cekaman tertentu. Respon umum
berawal dari ketidakseimbangan metabolik dan/atau kerusakan seluler.Hal
tersebut menyebabkan perubahan regulasi gen yang saling tumpang tindih pada
beberapa kondisi cekaman lingkungan.
Toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat dikelompokkan menjadi 3
kategori, yaitu (1) melepaskan diri dari cekaman kekeringan (drought escape), (2)
bertahan terhadap kekeringan dengan tetap menjaga potensial air yang tinggi
dalam jaringan (drought avoidance), dan (3) bertahan terhadap kekeringan dengan
potensial air jaringan yang rendah (drought tolerance) (Jiban 2001).
Sensing
Salinity
.Drought
Temperature

Signaling
Ionic
Osmotic
Temperature

Responses
Stress-specific
homeostatic
adjustment

T
o
l
e

Injury
status

Cell division
and expansion

Growth
control

r
a
n
c

Cell
death

Detoxification
signaling**

Damage
control

e

Gambar 1 Proses dan mekanisme yang menghubungkan antara sinyal cekaman
abiotik, kerusakan dan toleransi (Bressan et al. 2008)
Beberapa mekanisme toleransi tanaman terhadap kekeringan menyebabkan
berkurangnya pembukaan stomata untuk meminimalisir kehilangan air di bawah
kondisi cahaya berlebihan (Tanaka et al. 2005), peningkatan senyawa antioksidan
seperti asam askorbat yang berfungsi sebagai agen reduksi dalam menetralisir
radikal oksigen serta pada beberapa tanaman juga mengakumulasi senyawa
osmotikum seperti prolin yang berfungsi untuk pengaturan derajat osmotik sel
(osmotic adjustment) (Szabados dan Savouré 2009).
Akumulasi prolin dapat meningkatkan potensial osmotik sehingga
menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim dan menjaga
turgor sel (Tuasamu 2009). Senyawa terlarut lain yang terakumulasi dan berperan

3
dalam proses pengaturan tekanan osmotik adalah fruktan, trehalosa, manitol,
ononitol, myo-inositol, glisin betain dan poliamin. Senyawa tersebut terakumulasi
dalam jumlah signifikan yang dapat membantu dalam mempertahankan potensial
osmotik, keseimbangan ionik, integritas membran, radikal bebas dan perlindungan
kromatin dalam kondisi cekaman (Prabhavathi et al. 2002).
Karakter toleran cekaman kekeringan pada tanaman juga memiliki korelasi
positif dengan peningkatan kandungan poliamin (Gill dan Tuteja 2010). Poliamin
merupakan senyawa polycation sederhana yang terdapat pada semua organisme
(Rajam 1997). Poliamin (putresin, spermidin dan spermin) mempunyai peran
yang sangat penting sebagai respon pertahanan tanaman terhadap cekaman abiotik.
Selain berperan dalam kondisi cekaman, poliamin juga berperan dalam
pengaturan berbagai sel dan proses molekuler, antara lain pada masa pertumbuhan
dan perkembangan, integritas membran, serta sintesis dan fungsi makromolekul.
Menurut Zhao dan Yang (2008), poliamin juga dikenal sebagai anti-senesen dan
anti-cekaman yang dapat menetralkan asam organik dan berfungsi sebagai
antioksidan, serta memiliki kemampuan untuk menstabilkan membran dan
dinding sel.
Transformasi tanaman menggunakan gen yang berperan dalam biosintesis
poliamin dapat menjelaskan tentang pentingnya peranan poliamin, terutama dalam
akuisisi toleransi cekaman dan mekanismenya. Menurut Gill dan Tuteja (2010),
transformasi genetik gen responsif arginine decarboxylase (ADC), ornithine
decarboxylase (ODC), S-adenosylmethionine decarboxylase (SAMDC) atau
spermidine synthase (SPDS) yang berperan dalam biosintesispoliamin dapat
meningkatkan toleransi terhadap cekaman abiotik pada beberapa spesies tanaman.
Roy dan Wu (2001) adalah yang pertama mengintroduksi gen ADC oat (Avena
sativa L.) ke dalam genom tanaman padi untuk menghasilkan tanaman transgenik
yang menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cekaman salinitas tinggi.
Menurut Capell et al. (2004), padi transgenik yang mengekspresikan gen ADC
dari Datura stramonium juga menunjukkan peningkatan produksi putresin jauh
lebih tinggi dari tipe liarnya pada kondisi cekaman kekeringan. Peningkatan
tersebut dapat memicu konversi putresin menjadi spermidin dan sintesis spermin
sehingga dapat melindungi tanaman dari cekaman kekeringan. Manipulasi
biosintesis poliamin pada tanaman dapat menghasilkan tanaman toleran
kekeringan dan dapat dijadikan model dengan peran poliamin dalam perlindungan
tanaman terhadap cekaman abiotik terutama kekeringan.

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
mekanisme adaptasi tanaman terung (Solanum spp.) terhadap cekaman kekeringan
dan mengisolasi gen responsif kekeringan arginine decarboxylase (ADC) yang
berperan dalam biosintesis poliamin.

4
Tujuan Khusus
1. Mengetahui respon pertumbuhan serta adaptasi secara morfologi dan
fisiologi tanaman terung terhadap cekaman kekeringan.
2. Mengetahui perubahan akumulasi kandungan prolin dan poliamin sebagai
senyawa osmotikum pada tanaman terung selama 21 hari periode cekaman
kekeringan pada tujuh aksesi terung.
3. Mengetahui tingkat homologi aksesi gen arginine decarboxylase dari
tanaman terung dengan aksesi gen ADC tanaman lain terutama keluarga
Solanaceae yang telah tersedia pada database GenBank.
4. Mengetahui dugaan fungsi gen ADC hasil isolasi dari tanaman
S. melongena.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai respon adaptasi
dan mekanisme yang terjadi pada tanaman terung ketika tercekam kekeringan.
Informasi mengenai pengaruh cekaman kekeringan terhadap tanaman terung
masih sangat terbatas terutama pada aksesi yang berasal dari daerah di Indonesia,
sehingga aksesi yang digunakan diharapkan dapat menjadi informasi awal dan
dijadikan sebagai aksesi pembanding untuk memperoleh aksesi terung dengan
tingkat toleransi yang berbeda terhadap cekaman kekeringan.
Fragmen gen arginine decarboxylase (ADC) yang diperoleh diharapkan
dapat menjadi dasar untuk mendesain primer spesifik dalam mengisolasi gen
secara utuh. Dengan berhasil diperolehnya fragmen gen SmADC responsif
terhadap cekaman kekeringan yang berperan dalam biosintesis poliamin dari
terung lokal, maka diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan potensi
plasma nutfah lokal terhadap toleransi cekaman abiotik tanaman.

Ruang Lingkup Penelitian
Sehubungan dengan tujuan penelitian untuk mengetahui mekanisme
adaptasi tanaman terung terhadap cekaman kekeringan baik tinjauan secara
fisiologi ataupun molekuler, maka disusun penelitian yang terdiri atas dua aspek
kajian. Aspek pertama mencakup kajian respon dan mekanisme adaptasi tanaman
terung ketika tercekam kekeringan sedangkan aspek kedua adalah kajian
mengenai keterlibatan salah satu gen responsif cekaman kekeringan dan dugaan
fungsi atau perannya dalam mekanisme adaptasi terhadap cekaman kekeringan.
Kedua aspek kajian tersebut kemudian dirumuskan dalam dua judul
penelitian, sebagai berikut :
1. Pola akumulasi senyawa osmotikum prolin dan poliamin sebagai mekanisme
adaptasi beberapa aksesi terung terhadap cekaman kekeringan
2. Isolasi dan analisis gen arginine decarboxylase (ADC) asal terung (Solanum
melogena) responsif terhadap cekaman kekeringan
Penelitian cekaman kekeringan pada tanaman terung dilakukan pada saat
fase vegetatif tanaman dibandingkan dengan lingkungan optimum (tanpa

5
cekaman) di dalam rumah kaca. Untuk mengetahui respon dan mekanisme
adaptasi terhadap cekaman kekeringan maka diperlukan beberapa peubah penting
yang diamati dan dianalisis terkait pertumbuhan dan fisiologi tanaman.Bagan alir
penelitian disajikan pada Gambar 2.

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan ruang lingkup penelitian maka disusun hipotesis sebagai
berikut:
1. Perbedaan aksesi terung akan menunjukkan perbedaan respon terhadap
cekaman kekeringan.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kandungan poliamin (putresin, spermidin
dan spermin) pada setiap aksesi terung.
3. Gen responsif kekeringan arginine decarboxylase (ADC) yang berperan
dalam biosintesis poliamin dapat diisolasi dari aksesi terung.

6
Persiapan bahan dan media
tanam
Perkecambahan dan pemeliharaan tanaman fase vegetatif

Memasuki fase generatif

Perlakuan

Tanpa cekaman (K0)
(kondisi optimum)

Cekaman kekeringan (K1)
Selama 21 hari
(kondisi suboptimum)

Pengamatan Morfologi :
Tinggi tanaman
Luas daun
Bobot kering tajuk
Bobot kering akar
Panjang akar

Pengamatan
dan pengujian

Analisis Fisiologi :







Kadar air relatif pada daun
Kerapatan stomata
Stomata tertutup/terbuka
Kandungan klorofil
Akumulasi prolin
Kandungan poliamin

Aksesi toleran
Aksesi peka

 Isolasi/ekstraksi daun

RNA total

 Reaksi reverse transkripsi
Sintesis cDNA





Desain primer
Amplifikasi PCR
Deteksi gel agarose
Purifikasi agarose

1.5 kb Fragmen gen ADC

Sekuensing

Analisis homologi urutan basa pada database GenBank
Gambar 2 Bagan alir penelitian

7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Tanaman Terung-terungan
Terung-terungan (Solanum spp.) termasuk salah satu tanaman jenis sayuran
yang penting. Terung berasal dari India dan Cina yang kemudian diperkenalkan
ke Eropa oleh para pedagang Arab lalu dibawa ke Amerika Utara oleh para
imigran Eropa (Magioli dan Mansur 2005). Tipe liar terung dengan ukuran buah
kecil sering disebut sebagai S. melongena var. insanum, ditemukan di dataran
Bengal,India. Variasi warna dan bentuk buah terung ditemukan di seluruh Asia
Tenggara, hal ini menunjukkan bahwa daerah ini merupakan daerah pusat
keragaman dan memungkinkan sebagai daerah asal tanaman terung. Solanum
adalah salah satu genera tanaman vaskular terbesar yang memiliki lebih dari
1 500 spesies (Chen dan Li 1996).
Chen dan Li (1996) juga melaporkan manfaat buah terung berwarna putih
bagi penderita diabetes dan sangat diajurkan bagi penderita gangguan hati. Selain
itu kultivar terung berbuah oblong kaya akan gula total terlarut, sedangkan
kultivar berbuah panjang memiliki kandungan gula reduksi, antosianin, fenol,
glycol alkaloids (seperti solasodine), bahan kering, dan amide protein yang tinggi.
Menurut Khan (1979), meskipun kandungan nutrisi terung masih lebih rendah
dari tomat tetapi lebih baik jika dibandingkan dengan sayuran umum lainnya,
yaitu 92.7% air, 1.4% protein, 1.3% serat, 0.3% lemak, 0.3% mineral, dan 4%
sisanya terdiri atas karbohidrat dan vitamin (A dan C).
Menurut Collonnier et al. (2001), terung (Solanum melongena L.) yang
banyak terdapat di Asia dan Afrika memiliki toleransi cukup baik terhadap
cekaman biotik dan abiotik. Upaya penyilangan terung dengan kerabat liarnya
untuk mendapatkan tanaman dengan keunggulan tertentu seperti produktivitas
tinggi, rasa yang lebih enak, kandungan gizi yang lebih baik, warna yang lebih
menarik serta ketahanan terhadap cekaman abiotik dan cekaman biotik mengalami
keterbatasan akibat inkompatibilitas seksual. Menurut Magioli dan Mansur (2005),
terung mudah diregenerasikan menggunakan teknik kultur jaringan, sehingga
memungkinkan penerapan bioteknologi, khususnya eksploitasi variasi somaklonal,
haploidisasi, hibridisasi somatik dan transformasi genetik dalam kegiatan
pemuliaannya. Studi tentang hubungan interspesifik dan hibridisasi telah
dilakukan pada tanaman terung karena hibridisasi interspesifik diperlukan untuk
memasukkan gen pada tanaman budidaya.
Terung adalah spesies dengan variabilitas karakter morfologi luas seperti
warna dan bentuk buah, keragaan pertumbuhan dan vigor tanaman, prickliness,
atribut fisiologis (awal pembungaan, penyerapan air, transpirasi), dan fitur
biokimia (kepahitan buah). Musim tanam terung tergolong panjang yaitu sekitar
120 hari untuk sampai tahap produksi. Terung baik dibudidayakan pada kisaran
suhu 21°-29°C serta tidak toleran terhadap embun beku dan pertumbuhan tanaman
terhambat ketika suhu malam hari di bawah 16°C. Ketika tanaman memasuki fase
generatif, intensitas cahaya yang rendah dan suhu dingin dapat menyebabkan
viabilitas serbuk sari menurun dan kegagalan pembentukan buah. Meskipun
tanaman terung lebih tahan terhadap kekeringan dan curah hujan yang tinggi jika
dibandingkan dengan tomat, tetapi pertumbuhannya akan terhambat pada kondisi

8
suhu tinggi dan menyebabkan kekerdilan tanaman. Ketika suhu dan kelembaban
relatif tinggi maka pertumbuhan terung lebih mengarah ke pertumbuhan vegetatif
(Chen dan Li 1996).
Ketahanan terhadap hama atau patogen terung sebagian telah ditemukan
tetapi masih pada taraf yang rendah, oleh karena itu untuk mendapatkan
ketahanan yang lebih tinggi dari spesies liar masih sangat diperlukan. Di antara
spesies liar, S. sisymbriifolium dan S. torvumare memiliki resistensi terhadap tiga
penyakit yang paling serius pada tanaman terung yaitu layu bakteri, layu
Verticillium dan nematoda. Jika kedua spesies disilangkan dengan S. melongena
tidak memberikan progeny fertil (Chen dan Li 1996). Resistensi terhadap layu
bakteri dan cendawan telah berhasil diintroduksi ke dalam terung budidaya
melalui hibridisasi somatik. Sebagian hibrida somatik yang dihasilkan menjadi
steril jika menggunakan galur tetua yang mempunyai hubungan jauh, namun
sebaliknya penggunaan kerabat dekat untuk fusi atau fusi asimetris menghasilkan
hibrida subur/fertil yang memiliki sifat resistensi serta memiliki morfologi serupa
dengan terung budidaya sehingga dapat mengurangi serangkaian silang
balik/backcross untuk menghasilkan sifat-sifat yang diinginkan ke dalam terung.
Variasi somaklonal juga telah digunakan untuk memperoleh galur dengan
peningkatan toleransi terhadap salinitas dan penyakit daun kecil (little leaf
disease) (Collonnier et al. 2001).
Studi hubungan genetik antara terung dan kerabatnya telah dilakukan
menggunakan analisis AFLP dan ctDNA. Hingga saat ini hanya resistensi
terhadap serangga dan perkembangan buah partenokarpi yang telah berhasil
dikembangkan pada terung melalui transformasi yang dimediasi oleh
Agrobacterium tumefasciens (Collonnier et al. 2001). Namun demikian, rekayasa
genetika terung untuk cekaman biotik dan abiotik lainnya baru mulai menjadi
perhatian.

Fungsi Air dalam Pertumbuhan Tanaman
Air penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Air merupakan
komponen utama tanaman, yaitu membentuk 80-90% bobot segar jaringan yang
sedang tumbuh aktif. Air sebagai komponen utama tanaman memiliki peranan
antara lain: (a) sebagai pelarut, di dalamnya terdapat gas, garam, dan zat terlarut
lainnya, yang bergerak keluar masuk sel, (b) sebagai pereaksi dalam fotosintesis
dan pada berbagai proses hidrolisis, (c) air esensial untuk menjaga tekanan turgor,
terutama pada pembesaran sel, pembukaan stomata dan menyangga bentuk daundaun muda atau struktur lainnya (Levitt 1980). Menurut Gardner et al. (1991),
kandungan air pada tanaman bervariasi antara 70-90%, tergantung pada umur,
spesies, jaringan dan lingkungan.
Setiap gram pembentukan bahan organik penyusun tanaman, rata-rata
membutuhkan 500 g air yang diabsorbsi oleh akar ditranportasikan ke seluruh
bagian tanaman dan selanjutnya air akan hilang ke atmosfir. Setiap tanaman harus
dapat menyeimbangkan antara proses kehilangan air dan proses penyerapannya,
bila proses kehilangan air tidak diimbangi dengan penyerapan melalui akar maka
akan terjadi kekurangan air di dalam sel tanaman yang dapat menyebabkan
berbagai kerusakan pada banyak proses dalam sel tanaman (Taiz dan Zeiger 2002).

9
Kekurangan air akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman karena
terjadinya perubahan pada anatomi, morfologi, fisiologi, biokimia dan pada
akhirnya menurunkan produktivitas tanaman (Gardner et al. 1991).
Cekaman kekeringan, permanen atau sementara, membatasi pertumbuhan
dan distribusi vegetasi alami serta produktivitas tanaman budidaya lebih dari
faktor lingkungan lainnya (Zhang 1997). Ketika tanaman mengalami cekaman
kekeringan atau tidak mendapatkan pasokan air yang cukup, tanaman akan
mempertahankan rantai metabolismenya dengan mengatur pembukaan stomata
yaitu melalui penutupan stomata untuk menghambat kehilangan air yang
berlebihan lewat proses transpirasi (Mansfield et al. 1990). Namun, penutupan
stomata akan menghentikan proses metabolisme penting dalam tanaman, oleh
karena itu tanaman akan menjaga agar stomata tetap terbuka sebanyak mungkin
(Takana et al. 2005). Selama air cukup tersedia pada siang hari, stomata terbuka
agar CO2 dapat masuk melalui daun dan terjadi proses fotosintesis. CO2
merupakan bahan baku penting untuk fotosintesis. Fotosintesis akan terhenti jika
tidak terdapat CO2. Terganggunya fotosintesis dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan tanaman. Hal ini merupakan salah satu penyebab utama tanaman
yang tumbuh di lahan kering akan lebih kecil dari tanaman yang tumbuh di lahan
dengan pasokan air yang cukup tersedia (Casper et al. 2006; Kondoh et al. 2006).

Akumulasi Prolin dan Poliamin sebagai Respon terhadap Cekaman
Kekeringan
Menurut Al-Ghamdi (2009), cekaman biotik dan abiotik dapat
menimbulkan konsentrasi reactive oxygen species (ROS) berlebih yang
mengakibatkan kerusakan oksidatif pada tingkat seluler. ROS merupakan hasil
dari metabolism aerobik dan produksinya meningkat selama kondisi kekeringan
melalui gangguan sistem transpor elektron. Oleh karena itu, konsekuensi dari
kekeringan adalah keterbatasan fotosintesis dan biasanya disertai dengan
pembentukan ROS di kloroplas seperti radikal superoksida (O2-), hidrogen
peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH-) (Al-Ghamdi 2009). Tanaman
memproduksi protein untuk menekan dampak cekaman biotik dan abiotik yang
diinduksi oleh beberapa senyawa seperti asam salisilat (SA) atau asam askorbat
(ASA) (Davies 2005). ASA dan SA adalah dua senyawa yang mampu secara
efektif menurunkan dampak negatif cekaman kekeringan. ASA merupakan salah
satu senyawa non-enzimatik yang terbaik sebagai antioksidan untuk melindungi
tanaman dari cekaman oksidatif (Smironoff 1996). Reaksi pembentukan ROS
dapat dilihat pada Gambar 3.
Aktivitas antioksidan pada tanaman tingkat tinggi merupakan salah satu
mekanisme fisiologis dan sebagai respon utama tanaman terhadap kekeringan
(Jiang dan Zhang 2004). ASA merupakan salah satu antioksidan biologi pada
tanaman yang berperan sebagai agen reduksi yang dapat menetralisir ROS yang
meliputi molekul-molekul seperti: superoksida (O2-), singlet oksigen (-O2), radikal
hidroksil (.OH), dan hidrogen peroksida (H2O2) (Sgherri et al. 2000). ASA
meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh cekaman oksidatif (Noctor dan
Foyer 1998). Peran mendasar dari ASA dalam sistem pertahanan tanaman adalah
untuk melindungi proses metabolisme terhadap derivatif beracun H2O2 dan radikal

10
oksigen lainnya. Radikal oksigen merupakan molekul yang sangat reaktif, karena
memiliki elektron yang tidak berpasangan dan dapat mengakibatkan kerusakan
organel seperti kloroplas, mitokondria, dan membran plasma (Asada 2006). ASA
bereaksi secara non-enzimatik dengan superoksida, hidrogen peroksida, dan
oksigen singlet. Selain itu, ASA terlibat dalam fungsi-fungsi lainnya seperti
pertumbuhan tanaman, regulasi gen, modulasi dari beberapa enzim dan regulasi
redoks senyawa antioksidan yang terikat membran (Al-Ghamdi 2009).
ion radikal
Dioksigen superoksida ion perioksida
eee2.3
O2
O2
O2

H+

2H+

O2

3-

ion oksen
O-

2H+

H+

ion- oksida
e
O2-

2H+

1

H2 O
O2
HO2OHH2O2
H2 O
Singlet
Radikal
Radikal
Hidrogen
Air
Air
oksigen perihidroksi
hidroksil
peroksida
l
Gambar 3 Mekanisme pembentukan senyawa reactive oxygen species (ROS)
(Apel dan Hirt 2004)
Selain ASA, beberapa tanaman juga mengakumulasi prolin untuk menjaga
keseimbangan osmotik sel saat mengalami cekaman kekeringan. Prolin
merupakan asam amino proteinogenic yang sangat berperan dalam penyesuaian
tekanan osmotik dan inisiasi metabolisme (Szabados dan Savouré 2009).
Akumulasi prolin diduga berhubungan dengan kemampuan prolin bertindak
sebagai osmoregulator, agen pelindung bagi enzim-enzim sitoplasma dan enzimenzim membran (Sopandie 2006). Prolin juga ditanspor ke bagian ujung akar
terutama pada zona pemanjangan akar untuk merangsang pertumbuhan akar
sebagai respon awal ketika terjadi defisit air (Voetberg dan Sharp 1991).
Meskipun telah diketahui tentang sintesis dan katabolisme prolin terutama
ketika dalam kondisi potensial air rendah, namun beberapa aspek fungsi
biologinya masih belum jelas. Fungsi dan regulasi dari akumulasi prolin juga
belum dipahami secara menyeluruh, dengan demikian rekayasa dari metabolisme
prolin masih menarik dipelajari untuk membuktikan peranannya pada toleransi
tanaman saat mengalami cekaman abiotik. Menurut Szabados dan Savouré (2009),
prolin dapat berperan sebagai molekul sinyal untuk memodulasi fungsi
mitokondria, berpengaruh pada proliferasi sel atau kematian sel, dan memicu
ekspresi gen tertentu yang berperan pada pemulihan tanaman setelah mengalami
cekaman.
Menurut Sharma et al. (2011), model sintesis dan katabolisme prolin pada
jaringan spesifik ketika tanaman dalam kondisi potensial air rendah yaitu ketika
potensial air rendah, sintesis prolin meningkat terutama pada jaringan fotosintesis
dari tajuk (Pro-source), ditunjukkan dengan meningkatnya ekspresi dari ∆1pyrroline-5-carboxylate
synthetase1
(P5CS1)
dan
∆1-pyrroline-5carboxylatereductase (P5CR). Sintesis ini menghasilkan NADP untuk
mempertahankan rasio NADP/NADPH teroksidasi. Kemudian sebagian prolin

11
didistribusikan ke bagian lain (Pro-sink) yaitu daerah untuk pertumbuhan akar dan
tunas. Proses katabolisme prolin pada jaringan Pro-sink terjadi dalam mitokondria
untuk menunjang pertumbuhan, namun hasil dari katabolisme prolin ini kemudian
kembali ke tajuk untuk siklus selanjutnya masih belum diketahui dengan jelas
(Gambar 4). Dari hasil sintesis prolin pada Pro-source dan katabolisme prolin
pada Pro-sink, akumulasi prolin diperlukan sebagai fungsi lain seperti osmotic
adjustment.
Senyawa terlarut lain yang terakumulasi dan berperan dalam proses
pengaturan tekanan osmotik atau sering dikenal sebagai osmotic adjustment dalam
menghadapi cekaman abiotik kekeringan adalah fruktan, trehalosa, manitol,
ononitol, myo-inositol, glisin betain, dan poliamin. Peningkatan aktivitas
biosintesis poliamin telah dipelajari pada berbagai proses pertumbuhan,
perkembangan tanaman maupun kondisi cekaman pada tanaman (Evans dan
Malmberg 1989; Walden et al. 1997). Poliamin (PA) yang terdiri atas putresin,
spermidin dan spermin merupakan polikation sederhana yang ditemukan pada
semua organisme hidup (Cohen 1998; Rajam 1997). Hubungan antara poliamin
dan cekaman abiotik pertama kali diketahui dari akumulasi putresin sebagai
respon terhadap kadar kalium suboptimal pada barley (Richards dan Coleman
1952). Kandungan poliamin tanaman dimodulasi oleh pengaturan arginine
decarboxylase (ADC), ornithine decarboxylase (ODC), dan S-adenosyl
methionine decarboxylase (SAMDC) (Capell et al. 2004). Jalur biosintesis PA
pada tanaman secara menyeluruh telah dipelajari dengan rinci (Evans dan
Malmberg 1989) dan relatif sudah diketahui dengan baik bersama inhibitornya
pada biosintesis enzim (Gambar 5).

Gambar 4 Model sintesis dan katabolisme prolin pada jaringan spesifik dalam
kondisi potensial air rendah (ѱw) (Sharma et al. 2011).
Putresin dapat diproduksi langsung dari ornitin oleh aksi ODC, atau secara
tidak langsung dari arginin oleh ADC. SAMDC adalah enzim dengan tingkat

12
aktivitas sebagai pembatas, karena dengan aktivitas SAMDC akan tersedia
aminopropil dari S-adenosyl methionine (SAM) yang digunakan oleh spermidine
synthase dan spermine synthase untuk mengkonversi putresin menjadi spermidin
dan spermin. SAM juga merupakan prekursor dalam biosintesis etilen.
Peningkatan biosintesis poliamin, terutama melalui aktivitas SAMDC, cenderung
mempengaruhi tingkat sintesis etilen. Perubahan poliamin lebih cenderung
mempengaruhi ACC (1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid) dan biosintesis
etilen daripada sebaliknya, karena konsentrasi poliamin jauh lebih tinggi
dibandingkan ACC dan etilen (Galston dan Kaur-Sawhney 1995; Kaur-Sawhney
et al. 2002). Hildebrand dan Grayburn (1991) melaporkan bahwa peningkatan
etilen pada kondisi cekaman oksidatif terkait dengan peroksidasi lipid karena
adanya aktivasi dari radikal oksigen.

Ornithine
ODC
Methionine

Arginine
ADC
DFMA
Agmatine

DFMO
Putrescine

S-adenosylmethionine
AVG

ACCsynthase

ACC
ACC oxidase

MGBG
dSAM
SAMDC

Spermidine synthase
Spermidine
e Spermine synthase
Spermine

Ethylene
Gambar 5 Jalur biosintesis poliamin dan tautannya dengan biosintesis etilen.
Enzim biosintesis ADC, ODC dan SAMDC serta inhibitor
Difluoromethylarginine (DFMA), Difluoromethylornithine (DFMO)
dan Methylglyoxyl-bis guanylhydrazone (MGBG)
Konversi Agmatin (Agm) ke Putresin (Put) membutuhkan dua enzim yang
berbeda: N-carbamoylputrescine amidohydrolase (CPA) dan agmatine deiminase
(ADI). Spermidin (Spd) berfungsi sebagai substrat untuk sintesis Spermin (Spm),
poliamin lebih tinggi. Putresin dikatabolisasi oleh diamin oksidase (DAOs), yang
mengkonversi Put menjadi Δ1-pyrroline dan menghasilkan amonia dan H2O2
sebagai produk sampingan (Kusano et al. 2008).
Poliamin berada dalam bentuk larutan bebas (free soluble) yang kemudian
disebut free-polyaminesatau poliamin bebas. Poliamin juga dapat berkonjugasi
dengan fenolik dan asam hydroxycinnamic atau terikat dengan makromolekul
seperti protein dan asam nukleat (Quinet et al. 2010; Groppa dan Benavides 2008;
Kaur-Sawhney et al. 2002). Fungsi bentuk terkonjugasi dari poliamin belum
diketahui dengan baik. Bentuk terkonjugasi dari agmatin pada barley dapat

13
meningkatkan karakter anti-cendawan dan pada tembakau bentuk poliamin
terkonjugasi berupa alkaloid beracun seperti nikotin lebih banyak daripada
poliamin bebas, tergantung pada jaringan (Burtin dan Michael 1997).
Wei et al. (2009) mempelajari efek dari cekaman kalsium nitrat (Ca(NO3))
terhadap kandungan poliamin pada daun S. melongena antara bibit non-grafting
dan bibit yang digrafting dengan S. torvum toleran salinitas. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kandungan poliamin bebas dan poliamin
terkonjugasi pada bibit yang digrafting meningkat lebih tinggi secara signifikan
dibandingkan non-grafting. Aktivitas diamine oxidase (DAO) dan polyamine
oxidase (PAO) pada bibit grafting lebih rendah dibandingkan bibit non-grafting,
sedangkan aktivitas superoxide dismutase (SOD), peroxidase (POD), ascorbate
peroxidase (APX) dan glutathione reductase (GR) pada bibit grafting secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan bibit non-grafting. Mekanisme
perlindungan bibit terung digrafting merupakan sinergi antara enzim antioksidan
dan poliamin pada cekaman Ca(NO3) tinggi.

14

3 POLA AKUMULASI SENYAWA OSMOTIKUM PROLIN
DAN POLIAMIN SEBAGAI MEKANISME ADAPTASI
BEBERAPA AKSESI TERUNG TERHADAP CEKAMAN
KEKERINGAN
ABSTRACT
Proline and Polyamines Accumulation Patterns of Eggplant in Response to
Drought Stress. Drought is one of most important environmental factors
decreasing growth and productivity of plants. Proline and polyamines (PA) are
essential compounds for cell survival and have key roles in plant stress protection.
However, the role of proline and PA in drought stress responses of eggplant are
not well understood. Seven eggplant accessions were drought stressed for 21-days
and rewatered for the following next 7-days. The objective of this study was to
reveal the drought tolerance mechanism of eggplant especially proline and
polyamine pattern. The results showed that drought stress caused decrease of
MWC and RWC which generally influenced leaf area, plant height, root length
and dry weight. Eggplant reacts to water deficit with a closure of stomata to avoid
further loss of water through transpiration. The chlorophyll content of the plants
subjected to drought stress was relatively stabl