Potensi Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak Buah Ceremai (Phyllanthus acidus L.)

i

POTENSI ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK
BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus L.)

WULAN WIDIANTI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ii

ABSTRAK
WULAN WIDIANTI. Potensi Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak Buah
Ceremai (Phyllanthus acidus L.). Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan
DIMAS ANDRIANTO.
Buah ceremai merupakan tanaman yang berasal dari India yang termasuk ke
dalam famili Euphorbiaceae. Tanaman ceremai tidak hanya dapat digunakan

sebagai tanaman hias tetapi juga dapat digunakan sebagai suplemen herbal.
Tanaman ceremai dilaporkan mempunyai khasiat sebagai hepatoprotektif,
antibakteri, antijamur, namun potensi antioksidan belum diketahui. Tujuan
penelitian ini untuk menguji aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas dari buah
ceremai. Buah ceremai diekstrak dengan menggunakan metode maserasi, proses
ekstraksi menggunakan tiga pelarut yaitu etanol 70%, etanol 30%, dan air.
Aktivitas antioksidan dengan metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) dan
sitotoksisnya (uji potensi hayati) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BSLT). Nilai IC50 yang dihasilkan dari ketiga ekstrak yaitu ekstrak air, etanol
30%, dan etanol 70% berturut-turut 26.06 ppm, 72.39 ppm, dan 62. 17 ppm. Nilai
LC50 yang dihasilkan dari ekstrak air, etanol 30%, dan etanol 70% berturut-turut
473.26 ppm, 486.78 ppm, dan 618.55 ppm. Ektrak air merupakan ekstrak yang
memiliki aktivitas antioksidan terbaik dibandingkan dengan ekstrak etanol 30%
dan etanol 70%. Namun ketiga ekstrak buah ceremai segar kurang baik untuk
dikonsumsi oleh manusia sebagai suplemen herbal karena bersifat toksik.
Kata kunci : Antioksidan, DPPH, sitotoksisitas, ceremai.

iii

ABSTRACT

WULAN WIDIANTI. Antioxidant and Cytotoxicity of Ceremai (Phyllanthus
acidus L.) Extract. Under supervision of MARIA BINTANG and DIMAS
ANDRIANTO.
Ceremai is an indigenous plant from India, belongs to Euphorbiaceae
family. Ceremai plnat not only be used as an ornamental plant but can also be
used as a herbal supplement. Ceremai Plants reported to have efficacy as a
hepatoprotective, antibacterial, antifungal, antioxidant potency is not known yet.
The purpose of this study to prove the antioxidant activity and cytotoxicity of fruit
Ceremai. Ceremai was extracted by maceration using 70% ethanol, 30% ethanol,
and water as solvents. Results were determined by antioxidant activity using of
2,2-diphenyl-1-pikrilhidrazil (DPPH) and its cytotoxicity (biological potency) was
determined by Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method. IC50 values were
26.06 ppm, 72.39 ppm, and 62, 17 ppm for water, 30% ethanol and 70% ethanol
exstract respectively. LC50 values were produced from three extracts water,
ethanol 30%, and 70% ethanol, they were 473.26 ppm, 486.78 ppm, 618.55 ppm.
Water extract is the best antioxidant activity compared with 30% ethanol extract
and 70% ethanol. However, ceremai fresh fruit extracts are not good for human
consumption herbal supplements because it is toxic.
Keywords: Antioxidant, DPPH, cytotoxicity, ceremai.


iv

POTENSI ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK
BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus L.)

WULAN WIDIANTI
G84080018

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

v


Judul Skripsi : Potensi Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak Buah Ceremai
(Phyllanthus acidus L.)
Nama
: Wulan Widianti
NIM
: G84080018

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S
Ketua

Dimas Andrianto, S.Si, M.Si.
Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc

Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT dan junjungan kita nabi
Muhammad SAW yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis pada kesempatan ini dapat menyelesaikan penelitian dengan
judul “Potensi Antioksidan dan Sitotoksisitas Ekstrak Buah Ceremai
(Phyllanthus acidus L.)”. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2012
sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia IPB, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Prof.
Dr. drh. Maria Bintang dan Dimas Andrianto, S.Si, M.Si. selaku komisi
pembimbing atas segala kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan bimbingan,
arahan, dan masukan bagi penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua
orang tua, adik penulis, dan keluarga atas do’a, motivasi, semangat, dan dukungan

moriil, maupun materi yang telah diberikan. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih kepada Nanda Yudhistira, Esti, Elsha, Sofi, dewi, Nadia, Daniel, dan Feco
atas segala do’a, bantuan teknis maupun nonteknis, serta dukungan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, September 2012

Wulan Widianti

vii

RIWAYAT HIDUP
Wulan Widianti dilahirkan di Sumedang pada tanggal 23 April 1989 dari
Ayah Juhana Erly Kusdian dan Ibu Darsem. Penulis merupakan anak pertama dari
dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan jenjang menengah atas di
SMA Negeri 1 Sumedang pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan jenjang lebih tinggi di Institut Pertanian Boogor (IPB) melalui
Undangan Selesksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswa
Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.
Selama mengikuti kegiatan perkuliahan penulis pernah mengikuti berbagai

kepanitiaan seperti Kesehatan dan Keselamatan Kerja tahun 2009, Lomba Karya
Ilmiah Populer tahun 2009, Masa Pengenalan Departemen tahun 2010, Sport
Competition and Art Festival On MIPA (SPIRIT) 2010, Seminar Kesehatan
Biokimia tahun 2011, seminar Sain Nasional 2011. Selama mengikuti kegiatan
perkuliahan pada tahun 2011 penulis melaksanakan kegiatan praktik lapangan di
Laboratorium makanan Kementrian Perdagangan, dengan karya ilmiah berjudul
Analisis Kadar Benzoat, Sorbat, dan Sakarin dalam Saus Cabai Secara
Kromatografi Cair Kinjerja Tinggi (KCKT). Pada tahun 2012 penulis dkk,
mendapatkan dana program kreativitas mahasiswa bidang penelitian (PKMP) dan
lolos PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) berjudul Inhibisi Xantin
Oksidase Secara In Vitro oleh Ekstrak Suruhan (Peperomia pellucida (L. )
Kunth).

viii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... ix

PENDAHULUAN ..............................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Buah Ceremai ..............................................................................................
Radikal Bebas .............................................................................................
Antioksidan .................................................................................................
Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH ...................................................
Uji Sitotoksisitas Metode BSLT .................................................................

1
2
3
4
4

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan ...........................................................................................
Metode Penelitian .......................................................................................


5
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air ....................................................................................................
Ekstraksi Sampel .........................................................................................
Uji Fitokimia ...............................................................................................
Uji Aktivitas Antioksidan ...........................................................................
Uji Sitotoksisitas .........................................................................................
Uji Korelasi Antioksidan dan Sitotoksisitas ...............................................

7
7
8
8
9
9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ..................................................................................................... 10
Saran ........................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 10
LAMPIRAN ....................................................................................................... 13

ix

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Buah ceremai (Phyllanthus acidus L.) .......................................................... 2

2

Radikal bebas ................................................................................................ 3

3

Prinsip penangkapan H oleh DPPH .............................................................. 4


4

Uji aktivitas antioksidan ............................................................................... 9

5

Uji sitotoksisitas ............................................................................................ 9

6

Korelasi antara IC50 dan LC50 ....................................................................... 10

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Diagram alir penelitian secara umum .......................................................... 14

2

Ekstraksi buah ceremai ................................................................................. 15

3

Kadar air buah ceremai ................................................................................. 16

4

Rendemen masing-masing ektrak ................................................................ 17

5

Uji fitokimia ................................................................................................. 18

6

Gambar uji fitokimia .................................................................................... 19

7

Uji aktivitas antioksidan dengan metode DPPH .......................................... 21

8

Prosedur uji antioksidan DPPH .................................................................... 22

9

Absorban ekstrak ......................................................................................... 23

10 Grafik hubungan antara % inhibisi dan konsentrasi .................................... 24
11 Nilai IC50 masing-masing ekstrak ................................................................ 25
12 Hasil analisis statistik IC50 dengan selang kepercayaan 95% ...................... 26
13 Hasil analisis statistik IC50 dengan ANOVA ............................................... 27
14 Hasil uji duncan IC50dengan selang kepercayaan 95% ................................ 28
15 Uji sitotoksisitas potensi hayati ................................................................... 29
16 Hasil analisis probit ...................................................................................... 30

1

PENDAHULUAN
Masyarakat
Indonesia
telah
lama
mengenal serta menggunakan suplemen
herbal atau yang dikenal dengan obat
tradisional. Suplemen herbal lebih mudah
diterima oleh masyarakat karena selain telah
akrab dengan masyarakat, suplemen herbal ini
lebih murah dan mudah didapat. Berbagai
macam suplemen herbal yang berasal dari
tanaman dan telah banyak diteliti kandungan
kimia dan khasiat yang berada di dalamnya.
Menurut laporan WHO 1990 bahwa
sebanyak 17 juta orang meninggal tiap
tahunnya akibat penyakit degeneratif. Hingga
saat ini penyakit degeneratif menjadi
penyebab kematian terbesar di dunia. Menurut
Direktorat
Jendral
Pelayanan
Medik
Kementrian Kesehatan tahun 2000 di Jakarta
dilaporkan bahwa jenis gangguan yang paling
tinggi pada penyakit degeneratif adalah seperti
kanker,
jantung,
diabetes,
dan hati
(Kementrian Kesehatan RI 2010).
Penyakit degeneratif ini disebabkan karena
antioksidan yang ada di dalam tubuh tidak
mampu menetralisir peningkatan konsentrasi
radikal bebas. Radikal bebas sifatnya sangat
labil dan sangat reaktif sehingga dapat
menimbulkan kerusakan pada komponen sel
seperti DNA, lipid, protein, dan karbohidrat.
Kerusakan tersebut dapat menimbulkan
berbagai
kelainan
biologis
seperti
aterosklerosis, kanker, dan diabetes (Chen et
al. 1996). Hal tersebut perlu dihindari dengan
pemakaian antioksidan tambahan dari luar
atau antioksidan eksogen, seperti vitamin E,
vitamin C, betakaroten, flavonoid, dan
senyawa fenolik.
Buah ceremai (Phyllanthus acidus L.)
tidak hanya dapat digunakan sebagai tanaman
hias tetapi juga dapat digunakan sebagai
suplemen herbal. Dasar pemilihan buah
ceremai sebagai antioksidan dilatar belakangi
oleh potensi farmakologi daun, buah, batang,
dan kayu ceremai yang mengandung
polifenol, saponin, flavonoid, alkaloid, dan
tanin (Syamsuhidayat & Hutapea 1991).
Tanaman ceremai mempunyai khasiat sebagai
hepatoprotektif (Lee et al. 2006 dalam
Krismawati 2007) antibakteri, dan antijamur
(Melendez & Capriles 2006; Satish et al.
2007; Jagessar et al. 2006 dalam Krismawati
2007) . Daun ceremai berkhasiat untuk radang
usus dan obat mual. Akar ceremai digunakan
untuk obat asma dan daun muda untuk obat
sariawan. Daun ceremai terbukti memiliki
aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus, Escherichia coli, dan Candida

albicans (Jagessar et al. 2007 dalam
Krismawati 2007). Daun ceremai juga
berkhasiat sebagai peluruh dahak (Krismawati
2007).
Radikal bebas dalam jumlah normal
bermanfaat
bagi
kesehatan
misalnya,
memerangi peradangan, membunuh bakteri,
dan mengendalikan tonus otot polos
pembuluh darah serta organ-organ dalam
tubuh. Radikal bebas dalam jumlah berlebih
dapat
mengakibatkan stress oksidatif.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan
kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel,
jaringan, hingga ke organ tubuh yang
mempercepat terjadinya proses penuaan dan
munculnya penyakit degeneratif seperti
kanker, katarak, diabetes melitus, penyakit
jantung
koroner,
dan
gangguan
imonudefisiensi.
(Yuwono 2009 dalam
Widyastuti 2010).
Solusi dari masalah yang ditimbulkan
radikal bebas adalah dengan menggunakan
antioksidan. Antioksidan merupakan suatu zat
yang dapat menunda atau menghambat reaksi
oksidasi oleh radikal bebas. Perlakuan tiga
pelarut
ekstrak,
diharapkan
mampu
membuktikan potensi bioaktivitas antioksidan
dan efek farmakologi dari buah ceremai.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas terbaik
dari ketiga ekstrak buah ceremai. Hipotesis
penelitian ini adalah ekstrak buah ceremai
memiliki aktivitas antioksidan dan bersifat
racun terhadap Artemia salina Leach. Manfaat
dari penelitian ini yaitu sebagai informasi
tentang ekstrak tanaman buah ceremai yang
dapat menghasilkan aktivitas antioksidan
efektif yaitu yang memiliki hubungan terbaik
antara potensi antioksidan dan sitotoksisitas.

TINJAUAN PUSTAKA
Buah Ceremai
Ceremai merupakan tanaman yang berasal
dari India yang termasuk ke dalam famili
Euphorbiaceae. Ceremai dapat tumbuh hingga
ketinggian 1 000 meter dpl dan bertahan hidup
pada tanah dengan kondisi kekurangan air.
Ceremai sendiri diketahui tumbuh hampir di
seluruh bagian kepulauan Indonesia terutama
di Sumatera, Jawa, Sulewesi, kepulauan Nusa
Tenggara, dan Maluku. Klasifikasi dari
tanaman ceremai menurut Syamsuhidayat dan
Hutapea (1991) tanaman ceremai dapat
diklasifikasikan sebagai berikut kingdom
plantae, subkingdom Tracheobiota, divisio
Spermatophyta, sub divisio Angiospermae,

2

classis Dicotyledoneae, ordo Euphorbiales,
familia Euphorbiaceae, genus Phyllanthus,
dan species Phyllanthus acidus (L.) Skeels.
Ceremai
merupakan
pohon
yang
mempunyai tinggi ± 10 m. Batang tegak,
bulat, berkayu, mudah patah, kasar,
percabangan monopodial, dan berwarna coklat
tua. Daun berupa daun majemuk, lonjong,
berseling, panjang 5-6 cm, lebar 2-3 cm, tepi
rata, ujung runcing, pangkal tumpul,
pertulangan menyirip, halus, tangkai silindris,
panjang ± 2 cm, dan berwarna hijau tua. Buah
berbentuk bulat, permukaannya berlekuk, dan
berwarna kuning keputih-putihan. Biji
berbentuk bulat pipih dan berwarna coklat
muda. Akarnya berupa akar tunggang dan
berwarna coklat muda (Syamsuhidayat &
Hutapea 1991).
Daun ceremai berbau khas aromatik dan
tidak berasa. Kandungan kimia yang terdapat
pada daun, kulit batang, dan kayu ceremai
adalah saponin, flavonoida, tanin, dan fenolik.
Akar mengandung saponin, zat samak, dan zat
beracun,
sedangkan
buah
ceremai
mengandung vitamin C. Bagian dari pohon
ceremai yang biasa digunakan sebagai obat
adalah daun, kulit akar, dan biji. Setiap bagian
pohon ceremai memiliki khasiat yang
berbeda-beda dipercaya untuk menyembuhkan
penyakit. Daun ceremai sendiri berkhasiat
untuk menyembuhkan batuk berdahak, mual,
kanker, sariawan, dan dapat menguruskan
badan. Bagian kulit pohon ceremai dapat
digunakan mengobati asma dan sakit kulit,
sedangkan biji ceremai berkhasiat untuk
mengobati sembelit dan mual. Daun ceremai
biasa dikonsumsi sebanyak 3 – 25 gram dalam
200 ml pelarut (Syamsuhidayat & Hutapea
1991).

Gambar 1 Buah Ceremai (Phyllanthus acidus
L.)
Radikal Bebas
Radikal bebas adalah suatu molekul atau
atom yang mempunyai satu atau lebih

elektron tidak berpasangan. Radikal ini dapat
berasal dari atom hidrogen, molekul oksigen,
atau ion logam transisi. Senyawa radikal
bebas sangat reaktif dan selalu berusaha
mencari pasangan elektron agar kondisinya
stabil (Halliwel & Gutteridge 1989 ).
Sumber radikal bebas diantaranya hasil
metabolisme, radiasi uv, polusi air dan udara,
lemak makanan, bahan kimia berbahaya, dan
asap
rokok.
Radikal
bebas
dapat
menyebabkan kerusakan protein, DNA,
peroksidasi lipid, dan kerusakan membran sel
terutama pada asam lemak penyusunnya.
Kerusakan tersebut akan menyebabkan
penyakit yang bersifat kronis, yaitu penyakit
yang membutuhkan periode waktu yang lama
untuk terakumulasi dalam tubuh (Ozyurt et
al. 2006).
Radikal dapat terbentuk secara endogen
dan eksogen. Radikal endogen terbentuk
dalam tubuh melalui proses metabolisme
normal di dalam tubuh. Contohnya oksidasi
enzimatis, fagositosis, transport elektron, dan
oksidasi logam transisi melalui ischemic.
Sementara radikal eksogen berasal dari bahan
pencemar yang masuk ke dalam tubuh melalui
pernafasan, pencernaan, dan penyerapan kulit.
Seperti polusi udara, bahan tambahan pangan,
dan radiasi ultraviolet (UV) (Ozyurt et al.
2006).
Antioksidan yang terdapat dalam tubuh
dapat berupa enzim seperti fosfolipase,
protease, serta enzim yang dapat memperbaiki
susunan DNA (Ozyurt
et al. 2006).
Antioksidan yang tersedia dalam tubuh tidak
sebanding dengan banyaknya radikal bebas
yang mungkin masuk ke dalam tubuh. Oleh
karena itu, untuk menangkap dan mencegah
radikal bebas tersebut merusak sel-sel tubuh,
diperlukan tambahan antioksidan dari luar
tubuh.
Menurut Gordon (1991) diacu dalam
Marpaung
(2008),
mekanisme
reaksi
pembentukan radikal bebas terdiri atas tiga
tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi.
Tahap inisiasi, merupakan tahap awal
pembentukan radikal bebas. Tahap kedua
adalah propagasi, yaitu perubahan suatu
molekul radikal bebas menjadi radikal bentuk
lain. Tahap yang terakhir adalah terminasi.
Terminasi adalah tahap dimana terjadi
penggabungan dua molekul radikal bebas dan
membentuk produk yang stabil. Radikal bebas
dalam jumlah normal bermanfaat bagi
kesehatan misalnya, memerangi peradangan,
membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus
otot polos pembuluh darah serta organ-organ
dalam tubuh (Yuwono 2009 dalam Widyastuti

3

2010). Sementara dalam jumlah berlebih
mengakibatkan stress oksidatif. Keadaan
tersebut dapat menyebabkan kerusakan
oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan,
hingga ke organ tubuh yang mempercepat
terjadinya proses penuaan dan munculnya
penyakit. Antioksidan dibutuhkan untuk dapat
menunda atau menghambat reaksi oksidasi
oleh radikal bebas.

Gambar 2 Radikal bebas (Prakash et al. 2001)
Antioksidan
Antioksidan memiliki peranan yang sangat
penting dalam memerangi radikal bebas.
Antioksidan adalah zat yang diperlukan tubuh
untuk menangkap radikal bebas terhadap sel
normal, protein, dan lemak (Prakash et al.
2001). Antioksidan dalam tubuh bermanfaat
untuk mencegah reaksi oksidasi yang
ditimbulkan oleh radikal bebas baik berasal
dari metabolisme tubuh maupun faktor
eksternal lainnya.
Terdapat tiga macam antioksidan yaitu
Antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita
sendiri yang berupa enzim antara lain
superoksida dismutase, glutathione peroxidase
dan katalase. Antioksidan alami yang dapat
diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu
ferol, vitamin C, betakaroten, dan flavonoid.
Antioksidan sintetik, yang dibuat dari bahanbahan kimia yaitu butylated hydroxyanisole
(BHA), butylated hydroxytoluen (BHT),
tertier
butylhydroquinone
(TBHQ),
propylgallate (PG) dan nordihydro guaiaretic
acid (NDGA) yang ditambahkan dalam
makanan untuk mencegah kerusakan lemak
(Kumalaningsih 2006).
Tubuh manusia menghasilkan senyawa
antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali tidak
cukup untuk menetralkan radikal bebas yang
masuk ke dalam tubuh (Sofia 2006). Sebagai
contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan
glutation, salah satu antioksidan yang sangat
kuat, tubuh hanya memerlukan asupan
vitamin C sebesar 100-200 mg untuk memicu
tubuh menghasilkan glutation. Kekurangan
antioksidan dalam tubuh membutuhkan

asupan dari luar. Bila mulai menerapkan pola
hidup sebagai vegetarian akan sangat
membantu
dalam
mengurangi
resiko
keracunan
akibat
radikal
bebas.
Keseimbangan antara antioksidan dan radikal
bebas menjadi kunci utama pencegahan stress
oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang
dihasilkan (Sofia 2006). Antioksidan terbagi
menjadi antioksidan enzim dan vitamin.
Antioksidan enzim meliputi superoksida
dismutase (SOD), katalase dan glutation
peroksidase (GSH.Prx). Antioksidan vitamin
lebih
populer
sebagai
antioksidan
dibandingkan enzim. Antioksidan vitamin
mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta
karoten dan asam askorbat (vitamin C) yang
banyak didapatkan dari tanaman dan hewan
(Sofia 2006).
Antioksidan alami di dalam makanan
dapat berasal dari senyawa antioksidan yang
sudah ada dari satu atau dua komponen
makanan, senyawa antioksidan yang terbentuk
dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan,
senyawa antioksidan yang diisolasi dari
sumber alami dan ditambahkan ke dalam
makanan sebagai bahan tambahan pangan
(Kumalaningsih 2007).
Jaringan tumbuhan mengandung sangat
banyak jenis senyawa yang memiliki aktivitas
antioksidan. Senyawa fenolik (flavonoid dan
asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid,
turunan-turunan klorofil, asam-asam amino
dan amina), karotenoid, lignan dan terpen
semuanya memiliki aktivitas antioksidan
dalam menekan pembentukan rantai reaksi
radikal bebas. Flavonoid dan senyawa fenolik
adalah antioksidan utama dalam buah-buahan
dan sayur-sayuran. Flavonoid terdiri atas
struktur dasar inti flavan di mana dua cincin
benzen dihubungkan oleh cincin piran yang
mengandung oksigen. Flavonoid dibagi atas
flavonol, flavon, flavan dan isoflavon.
Beberapa contoh yang terdapat dalam pangan
adalah mirisetin, quersetin, luteolin, apigenin,
genistein dan krisin (Silalahi 2002).
Antioksidan memiliki fungsi utama untuk
memutus reaksi berantai radikal bebas.
Radikal bebas bersifat sangat reaktif dan
mampu menyebabkan kerusakan oksidatif
pada asam nukleat, protein, dan lipid yang
mampu menginisiasi terjadinya penyakit
degeneratif. Senyawa antioksidan seperti
fenol, polifenol, dan flavonoid dapat
menghambat mekanisme oksidasi yang
disebabkan oleh radikal bebas seperti
superoksida, hidroksiperoksida, atau lipid
peroksida (Shahidi 1997 diacu dalam
Kurniawan 2011).

4

Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Uji aktivitas antioksidan dilakukan pada
sampel yang diduga mempunyai aktivitasnya
sebagai antioksidan. Terdapat beberapa
metode
untuk
menentukan
aktivitas
antioksidan yaitu DPPH (2,2-difenil-1pikrilhidrazil),
cupric
ion
reducing
antioxidant (CuPRAC) dan ferric reducing
ability of plasma (FRAP). Metode DPPH
dipilih karena memiliki beberapa keunggulan,
diantaranya sederhana, cepat, sensitif, dan
hanya membutuhkan sedikit sampel (Koleva
et al. 2002).
Pereaksi DPPH ditemukan pertama kali
oleh Goldschmidt dan Renn pada tahun 1922.
DPPH merupakan seyawa radikal bebas
berwarna ungu. Pereaksi DPPH berfungsi
untuk investigasi reaksi inhibisi polimerisasi,
uji antioksidan serta inhibisi reaksi homolitik
(Ionita 2003).
Karakter dari DPPH merupakan senyawa
hidrofobik (tidak larut air). Namun, dapat
berubah
menjadi
hidrofilik
dengan
melekatkan gugus CO maupun SO2 pada
DPPH. Menurut Ionita (2003), DPPH
merupakan senyawa radikal bebas yang stabil
dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang
lama, pada kondisi penyimpanan yang baik
(kering).
Prinsip metode penangkapan radikal
adalah pengukuran penangkapan radikal bebas
sintetik dalam pelarut organik polar seperti
etanol atau metanol pada suhu kamar oleh
suatu senyawa yang mempunyai aktivitas
antioksidasi
(Pokorni
2001).
Proses
penangkapan radikal ini melalui mekanisme
pengambilan atom hidrogen dari senyawa
antioksidan oleh radikal bebas (Pine 1988)
sehingga radikal bebas menangkap satu
elektron dari antioksidan. Selanjutnya DPPH
akan diubah menjadi DPPH-H (bentuk
tereduksi DPPH) oleh senyawa antioksidan.
Radikal bebas DPPH dapat menangkap atom
hidrogen dari komponen aktif ekstrak yang
dicampurkan, kemudian bereaksi menjadi
bentuk yang lebih stabil (Gambar 3).
Metode
DPPH
(2,2-difenil-1pikrilhidrazil) mengukur kemampuan suatu
senyawa antioksidan dalam menangkap
radikal bebas. Kemampuan penangkapan
radikal berhubungan dengan kemampuan
komponen senyawa dalam menyumbangkan
elektron. Setiap molekul yang dapat
menyumbangkan elektron akan bereaksi dan
akan memudarkan DPPH. Intensitas warna
DPPH akan berubah dari ungu menjadi
kuning oleh elektron yang berasal dari
senyawa antioksidan. Konsentrasi DPPH pada

akhir reaksi tergantung pada konsentrasi awal
dan struktur komponen senyawa penangkap
radikal (Koleva et al. 2002).
Metode DPPH secara umum digunakan
untuk memindai berbagai sampel dalam
penentuan aktivitas antioksidan. Pengukuran
serapan DPPH pada panjang gelombang
maksimum ( maks) yaitu 515-520 nm.
Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel
padatan maupun larutan (Molyneux 2004).
Perhitungan yang digunakan dalam
penentuan aktivitas penangkap radikal adalah
nilai IC50 (Inhibition Concentration 50%),
nilai tersebut menggambarkan besarnya
konsentrasi senyawa uji yang dapat
menangkap radikal sebesar 50%. Penentuan
IC50, diperlukan persamaan kurva standar dari
%inhibisi sebagai sumbu y dan konsentrasi
fraksi antioksidan sebagai sumbu x. IC50
dihitung dengan cara memasukkan nilai 50%
ke dalam persamaan kurva standar sebagai
sumbu y kemudian dihitung nilai x sebagai
konsentrasi IC50. Semakin kecil nilai IC50
menunjukkan
semakin tinggi aktivitas
antioksidasinya (Molyneux 2004). Semakin
kecil nilai IC50 maka senyawa uji tersebut
mempunyai keefektifan sebagai penangkap
radikal yang lebih baik.

Gambar 3 Prinsip penangkapan H oleh DPPH
(Prakash et al. 2001).
Uji Sitotoksisitas Metode BSLT
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
merupakan salah satu metode untuk menguji
bahan-bahan yang bersifat toksik dan
digunakan sebagai suatu bioassay yang
pertama untuk penelitian bahan alam. Metode
ini menggunakan larva Artemia salina Leach
sebagai hewan coba. Uji sitotoksisitas dengan
metode BSLT ini merupakan uji sitotoksisitas
akut dimana efek toksik dari suatu senyawa
ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang
waktu selama 24 jam setelah pemberian dosis
uji. Prosedurnya dengan menentukan nilai

5

LC50. Nilai LC50 adalah konsentrasi yang
dibutuhkan untuk mematikan 50% dari
populasi larva udang total (Frank 1995).
Metode ini digunakan untuk mendeteksi
senyawa bioaktif yang memiliki efek
farmakologi. Data yang diperoleh dari hasil
pengujian dengan menggunakan larva udang
dapat dianalisis dengan menggunakan
program SPSS untuk menentukan nilai LC50
(Finney 1971). Aktivitas komponen aktif
tanaman terhadap larva A. salina. Suatu
ekstrak dikatakan toksik berdasarkan metode
BSLT jika harga LC < 1 000 g/ ml ( Meyer
et al. 1982).
Meyer et al. (1982) telah mengembangkan
metode BSLT untuk menemukan senyawa
bioaktif baru pada tumbuhan tingkat tinggi.
Metode ini telah banyak digunakan untuk uji
potensi hayati dalam analisis residu pestisida,
anestetik, dan zat pencemaran air.
Penelitian Carballo et al. (2002),
menunjukkan adanya
hubungan yang
konsisten antara sitotoksisitas dan letalitas
larva udang pada ekstrak tanaman, sehingga
metode BSLT dapat dipercaya untuk menguji
aktivitas farmakologis dari bahan-bahan
alami. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat
toksik menurut harga LC50 dengan metode
BSLT, maka tanaman tersebut dapat
berpotensi sebagai obat. Namun, bila tidak
bersifat toksik maka tanaman tersebut dapat
diteliti kembali untuk mengetahui khasiat
lainnya dengan menggunakan hewan coba lain
yang lebih besar dari larva A. salina seperti
mencit dan tikus secara in vivo.
Artemia salina merupakan kelompok
udang (Crustaceae) dari filum Arthropoda dan
hidup dalam air garam (berair asin). Udang ini
toleran terhadap selang salinitas yang sangat
luas. Secara alamiah, salinitas danau tersebut
mengakibatkan larva hidup sangat bervariasi,
tergantung pada intensitas air hujan dan
evaporasi yang terjadi. Apabila kadar garam
kurang dari 6% maka telur A. salina akan
tenggelam dan tidak menetas. Hal ini biasanya
terjadi apabila air tawar masuk ke dalam
danau di musim penghujan dalam jumlah
berlebih. Jika kadar garam melebihi 25%,
telur akan tetap berada dalam kondisi
tersuspensi, sehingga dapat menetas dengan
normal (Purwakusumah 2007 dalam Setiarto
2009).
Pertimbangan pemilihan larva udang
sebagai hewan uji didasarkan karena telur A.
salina memiliki daya tahan yang lama (dapat
tetap hidup dalam kondisi kering, selama
beberapa tahun). Telur A. salina lebih cepat
dan mudah menetas dalam waktu 48 jam,

sehingga dapat dihasilkan naupli dalam
jumlah besar yang siap untuk diuji (Carballo
et al. 2002). Selain itu telur A. salina juga
memiliki kemampuan untuk mengatasi
perubahan tekanan osmotik dan regulasi ionik
yang tinggi (Croghan 1957 dalam Kurniawan
2011).
Metode uji potensi hayati BSLT memiliki
beberapa keunggulan diantaranya waktu
pelaksanaan cepat, biaya relatif murah,
sederhana, tidak memerlukan teknik aseptis,
tidak memerlukan peralatan khusus, dan
hanya membutuhkan sedikit sampel uji
(Meyer et al. 1982).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan alat
Bahan yang digunakan adalah buah
ceremai segar tanpa biji yang berwarna
kuning keputihan yang diambil sore hari
berasal dari daerah Sumedang. Bahan-bahan
kimia yang digunakan adalah etanol, serbuk
magnesium, asam klorida 2%, FeCl3,
kloroform, perekasi Meyer, Dragendorf,
Wagner, DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil),
vitamin C, akuades, Artemia salina Leach,
dan air laut buatan. Alat-alat yang digunakan
dalam penelitian ini adalah vial, labu takar,
pH meter, gelas ukur, cawan porselin,
sonikator, tabung reaksi, spatula, pipet tetes,
pipet volumetrik, neraca digital, vorteks, oven,
blander, freezer, eksikator, pipet mikro, lampu
pijar, aerator, dan micro plate reader EPOCH.
Metode Penelitian
Persiapan Sampel
Sampel basah diambil dari kabupaten
Sumedang, terdiri atas 5 kg buah ceremai
segar. Jumlah bobot yang dipanen didasarkan
pada jumlah pohon yang tersedia di satu
daerah. Tujuannya adalah untuk menghindari
perbedaan kandungan senyawa dari buah
ceremai.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselen dikeringkan pada suhu
105◦C selama 30 menit lalu didinginkan dalam
eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 gram
sampel buah ceremai segar tanpa biji yang
telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke
dalam cawan dan dipanaskan pada suhu 105◦C
selama 3 jam sampai diperoleh bobot konstan.
Setelah itu, didinginkan dalam eksikator dan
ditimbang. Kemudian dihitung kadar air
dengan menggunakan rumusn berikut :

6

Kadar air = Bobot sampel – Bobotkering x100%
Bobotsampel
Ekstraksi Buah Ceremai (BPOM 2005)
Proses
ekstraksi
buah
ceremai
menggunakan metode maserasi. Ekstraksi
menggunakan pelarut etanol 70%, etanol 30%,
dan air. Buah ceremai segar tanpa biji
dihaluskan terlebih dahulu menggunakan
blender. Setelah buah ceremai dihaluskan
kemudian ditambahkan pelarut. Sebanyak 400
gram sampel ditambahkan 400 mL pelarut
(b/v). Selanjutnya dimasukan ke dalam
maserator selama 6 jam sambil sesekali
diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam.
Maserat dipisahkan, dan proses diulang 2 kali
dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama.
Semua maserat dikumpulkan dan dipekatkan
menggunakan rotary evaporator pada suhu
50°C sampai diperoleh sampel yang
menyerupai pasta.
Identifikasi fitokimia (Harbone 1987)
Identifikasi
Flavonoid.
Ekstrak
sebanyak 0.1 gram ditambah 2 mL etanol
30% sampai terendam lalu dipanaskan.
Filtratnya ditambah H2SO4 sebanyak 3 tetes.
Uji positif ditunjukkan oleh terbentuknya
warna merah akibat penambahan H2SO4.
Identifikasi Tanin. Ekstrak sebanyak 1
gram ditambahkan 10 mL akuades kemudian
dididihkan. Setelah dingin filtrat ditambahkan
5 mL FeCl3 1 % (b/v). Apabila terjadi
perubahan warna menjadi biru tua, berarti
sampel mengandung tanin.
Identifikasi Alkaloid. Ekstrak sebanyak
0.1 gram ditambahkan 10 mL kloroform dan
ditambahkan beberapa tetes amonia. Fraksi
kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan
beberapa tetes H2SO4 pekat. Fraksi asam
diambil dan dibagi menjadi 3 tabung,
kemudian ditambahkan pereaksi Dragendorf,
Meyer, dan Wagner. Terdapatnya alkaloid
ditandai dengan terbentuknya endapan putih
pada pereaksi Meyer, endapan merah pada
pereaksi Dragendorf, dan endapan coklat pada
pereaksi Wagner.
Identifikasi Fenolik. Ekstrak sebanyak
0.1 gram ditambah 2 mL etanol 30% sampai
terendam lalu dipanaskan. Filtratnya ditambah
NaOH sebanyak 3 tetes. Uji positif
ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah
akibat penambahan NaOH.
Identifikasi Terpenoid dan Steroid.
Ekstrak sebanyak 0.1 gram ditambah 2 mL
etanol 30% kemudian dipanaskan dan
disaring. Selanjutnya filtrat diuapkan dan
ditambahkan eter sebanyak 1 mL. Lapisan

eter ditambah dengan pereaksi Lieberman
Burchard (3 tetes asam asetat anhidrat dan 1
tetes H2S04 pekat). Warna merah atau ungu
menunjukkan adanya triterpenoid dan warna
hijau menunjukkan adanya steroid.
Identifikasi Saponin. Ekstrak sebanyak
0.1 gram ditambah akuades 5 mL dan
dipanaskan selama 5 menit.
Uji positif
ditunjukkan oleh terbentuknya busa permanen
± 15 menit.
Identifikasi Glikosida. Sebanyak 3 gram
buah segar yang telah dihaluskan, disaring
dengan cara refluks menggunakan 30 ml
campuran etanol 95% selama 10 menit,
didinginkan dan disaring. Pada 20 mL filtrat
ditambahkan 24 mL air suling dan 25 ml
timbal (II) asetat 0.4 M, dikocok, didiamkan
selama 5 menit lalu disaring, filtrat disari
dengan 20 mL campuran isopropanol dan
kloroform (2:3), dilakukan berulang sampai 3
kali. kumpulan sari air ditambahkan natrium
sulfat anhidrat, saring dan uapkan pada suhu
50°C. sisanya dilarutkan dalam 2 mL metanol.
Larutan sari air dalam metanol dimasukkan ke
dalam tabung reaksi selanjutnya diuapkan di
atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2
mL air dan 5 tetes pereaksi Molisch.
Kemudian tambahkan 2 mL asam sulfat pekat
melalui dinding tabung, terbentuknya cincin
ungu pada batas kedua cincin menunjukan
adanya glikosida (Departemen Kesehatan RI
1978)
Uji Aktivitas Antioksidan DPPH (Batubara
2009)
Aktivitas antioksidan dari masing-masing
kombinasi ditentukan dengan menggunakan
metode DPPH, menurut Batubara 2009.
Ekstrak ceremai dilarutkan dalam etanol dan
dibuat dalam berbagai konsentrasi (0, 3.125,
6.25, 12.5, 25, 50, 100 dan 200 ppm). Masingmasing dimasukkan ke dalam mikro plate.
Selanjutnya ditambahkan 100 l larutan
DPPH 1 mM dalam etanol. kemudian
diinkubasi pada suhu 30°C selama 30 menit,
absorban diukur pada panjang gelombang 517
nm. Sebagai kontrol positif, dan untuk
pembanding digunakan vitamin C. Nilai %
inhibisi dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
% Inhibisi = A DPPH – A sampel x 100%
ADPPH
Keterangan:
A DPPH : serapan DPPH
A sampel : serapan sampel dan DPPH

7

Uji Sitotoksisitas LC50 Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT)
Sebanyak 100
L air laut yang
mengandung A. salina L sebanyak 10 ekor
dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam
wadah uji. Di tambahkan larutan sampel yang
akan diuji masing-masing sebanyak 100 L,
dengan konsentrasi 10, 100, 200, 500, dan
1000 ppm. Untuk setiap konsentrasi dilakukan
3 kali pengulangan. Kontrol negatif disiapkan
dengan perlakuan yang sama tetapi tanpa
mengandung ekstrak. Setelah itu diinkubasi
selama 24 jam dan dihitung jumlah larva yang
mati. Nilai LC50 ditentukan melalui metode
analisis probit dengan software SPSS 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Sampel buah ceremai yang digunakan
pada penelitian ini berbentuk buah segar.
Penentuan kadar air dilakukan untuk
mengetahui penyimpanan terbaik bagi sampel
untuk menghindari pengaruh aktivitas
mikroba (jamur). Kadar air yang diperoleh
dari buah ceremai segar adalah 85.55%±3.00
(Lampiran 3).
Suatu sampel memiliki
ketahanan dalam penyimpanan apabila kadar
air dibawah 100% (AOAC 2006). Selain itu
kadar air pada buah ceremai segar
mempengaruhi jumlah pengikatan antara
molekul etanol (pelarut) dengan molekulmolekul dari senyawa yang terdapat pada
buah ceremai segar. Semakin rendah kadar air
dalam jaringan buah ceremai segar, maka
semakin sedikit senyawa-senyawa dalam
jaringan yang terekstrak oleh etanol karena
etanol merupakan pelarut alcohol dengan
berat
molekul
rendah
yang
dapat
menggantikan molekul-molekul air dalam
jaringan tumbuhan (Hart 1987).
Ekstraksi Sampel
Tahap ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan tiga pelarut, yaitu akuades,
etanol 30 %, dan etanol 70%. Ekstraksi
dilakukan pada buah ceremai segar. Bagian
tanaman tersebut merupakan bagian tanaman
yang umum untuk dikonsumsi oleh
masyarakat secara tradisional.
Tabel 1 Persentase rendemen ekstrak ceremai
Sampel
Rendemen (%)
Etanol 70%
3.72±0.01
Etanol 30%
3.28±0.04
Air
1.13±0.07

Hasil maserasi ekstrak air, etanol 30%,
dan etanol 70% dari 200 gram buah ceremai
segar masing-masing dihasilkan maserat
sebesar 4.9, 13.4, dan 16.0 gram. Berdasarkan
hasil tersebut, diperoleh rendemen masingmasing ekstrak sebesar 1.21 %, 3.33%, dan
3.94 % (Tabel 1)
Berdasarkan hasil tersebut, ekstrak etanol
70% memiliki persentase rendemen tertinggi
dibandingkan kedua jenis ekstrak lainnya,
yaitu sebesar 3.94%, sedangkan persentase
rendemen terendah dimiliki oleh ekstrak air,
dengan nilai sebesar 1.21%. Senyawa bioaktif
yang terlarut dalam ketiga pelarut tersebut
diharapkan memiliki aktivitas antioksidasi dan
sitotoksisitas potensi hayati yang akan diuji
pada tahap selanjutnya. Perbedaan jumlah
rendemen pada setiap ekstrak tersebut
dikarenakan pada ekstrak dengan rendemen
tertinggi mengandung lebih banyak senyawa
yang mudah larut dalam etanol 70%,
sedangkan ekstrak dengan rendemen yang
lebih rendah yaitu ekstrak air mengandung
sejumlah senyawa yang kurang larut dalam
air.
Proses ekstraksi harus dilakukan dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Pelarut
polar
digunakan
untuk
mengekstrak
komponen polar pula, dan sebaliknya. Selain
itu, rasio pelarut dan sampel yang hendak
diekstrak, suhu yang digunakan selama proses
ekstraksi, serta lamanya proses ekstraksi juga
turut menentukan hasil yang didapatkan
selama proses ekstraksi.
Proses
ekstraksi
dipengaruhi
oleh
beberapa faktor, diantaranya jenis pelarut
yang digunakan dan luas permukaan sampel.
Jenis pelarut yang digunakan tergantung pada
polaritas senyawa yang akan diekstrak.
Pemilihan etanol 70% dan etanol 30% sebagai
pelarut
organik
didasarkan
pada
kemampuannya untuk mengisolasi sejumlah
bahan
bioaktif
yang
lebih
optimal
dibandingkan beberapa jenis pelarut lainnya.
Pemilihan etanol 70% dan etanol 30% sebagai
pelarut memiliki beberapa keuntungan,
diantaranya dapat menyebabkan komponen
senyawa yang terkandung di dalam sampel
dapat terekstrak lebih banyak dibandingkan
dengan pelarut air, karena dapat mengekstrak
komponen kimia yang tahan panas dan tidak
tahan panas (Harborne 1987).
Etanol
dapat
melarutkan
secara
keseluruhan semua zat aktif yang terkandung
di dalam simplisia, baik yang bersifat polar,
semi polar, maupun kurang polar. Menurut
Harborne (1996), etanol dapat menarik
senyawa alkaloid, steroid, saponin, flavonoid,

8

antakuinon, dan glikosida. Sedangkan akuades
digunakan sebagai pelarut karena umum
digunakan dalam proses ekstraksi pada
kehidupan sehari-hari dengan biaya yang
relative sangat murah.
Uji Fitokimia
Senyawa metabolit sekunder yang
terkandung dalam ekstrak buah ceremai dapat
diketahui melalui uji kualitatif yaitu uji
fitokimia. Uji pendahuluan ini dilakukan
untuk menentukan ada atau tidaknya senyawasenyawa
metabolit
sekunder
yang
kemungkinan berperan dalam pengujian
aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas potensi
hayati.
Hasil dari pengujian fitokimia dapat dilihat
pada Tabel 2. Hasil pengujian fitokimia
ekstrak buah ceremai pada berbagai pelarut
menunjukkan adanya senyawa flavonoid,
alkaloid, fenolik, triterpenoid, saponin, dan
glikosida. Berdasarkan hasil uji fitokimia
senyawa yang paling banyak terkandung
dalam ketiga ekstrak adalah flavonoid.
Senyawa
tersebut
berfungsi
sebagai
antioksidan untuk menangkap radikal bebas
dalam tubuh (Haraguchi 2001 dalam Ismail
2007).
Senyawa fenol biasanya terdapat dalam
berbagai jenis sayuran, buah-buahan dan
tanaman. Turunan senyawa fenol merupakan
metabolit sekunder terbesar yang diproduksi
oleh tanaman. Senyawaan ini diproduksi
dalam tanaman melalui jalur sikimat dan
metabolisme fenil propano. Senyawaan fenol
dapat
memiliki
aktivitas
antioksidan,
antitumor, antiviral, dan antibiotik (Koleva et
al. 2002).
Tabel 2 Hasil uji fitokimia
Uji
Ekstrak
fitokimia
Air
Etanol
Etanol
30%
70%
Flavonoid +++
+++
+++
Tanin
Alkaloid
++
++
++
Fenolik
+
++
+
Terpenoid
+
+
+
Steroid
Saponin
++
++
++
Glikosida
+
+
+
Keterangan :
tidak mengandung metabolit sekunder
+
mengandung sedikit metabolit sekunder
++ mengandung banyak metabolit sekunder
+++ mengandung banyak sekali metabolit
sekunder

Berdasarkan data dari Tabel 2, senyawa
Flavonoid merupakan senyawa yang paling
banyak dihasilkan dari ketiga ekstrak,
kemudian diikuti dengan senyawa alkaloid,
terpenoid, saponin dan glikosida. Sedangkan
senyawa fenolik lebih banyak dihasilkan oleh
ekstrak etanol 30% kemudian diikutin dengan
ekstrak air dan etanol 70% artinya pelarut
etanol 30% lebih banyak menjerap senyawa
fenolik dibandingkan dengan pelarut yang
lain.
Menurut
Kumalaningsih
(2006)
flavonoid merupakan senyawa yang paling
berperan
dalam
pengujian
aktivitas
antioksidan dan sitotoksisitas.
Uji Aktivitas Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk
menguji seberapa besar aktivitas antioksidasi
ekstrak buah ceremai. Sebagai pembanding
digunakan vitamin C yang telah diketahui
sebagai standar antioksidan.
Hasil pengukuran aktivitas antioksidan
dari masing-masing sampel ditunjukan pada
Gambar 4. Semakin rendah nilai IC50 suatu
sampel, maka semakin tinggi aktivitas
antioksidannya. Hal tersebut didasarkan
karena hanya membutuhkan sejumlah kecil
konsentrasi sampel untuk merendam 50%
radikal bebas DPPH. Hasil uji antioksidan
secara kuantitatif ditunjukkan (Gambar 4)
ekstrak air memiliki aktivitas antioksidasi
yang paling tinggi yaitu sebesar 86.97%
dibandingkan dengan ekstrak etanol 30% dan
ekstrak etanol 70% yang masing-masing
hanyaa memiliki aktivitas antioksidan sebesar
63.195% dan 68.92%, hal ini dapat dikatakan
bahwa ekstrak air buah ceremai dapat
menghambat radikal bebas pada konsentrasi
26.06 ppm dengan daya hambat sebesar
86.97%. Akan tetapi apabila dibandingkan
dengan standar antioksidan (vitamin C)
memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan ekstrak air yaitu sebesar
2.68 ppm memiliki daya hambat 98.66%,
dalam hal ini diharapkan radikal bebas dapat
ditangkap oleh senyawa antioksidan dengan
konsentrasi kecil (Molyneux 2004). Suatu
bahan memiliki aktivitas antioksidan yang
baik apabila memiliki nilai IC50 kurang dari
200 ppm (Hanani et al. 2005). Berdasarkan
hasil penelitian yang diperoleh, menunjukan
bahwa dari ketiga ekstrak yaitu ektrsk air,
etanol 30% dan etanol 70% memiliki aktivitas
yang tinggi. Sehingga ketiga ekstrak
berpotensi sebagai antioksidan.
Hasil
analisis
statistik
ANOVA
menunjukkan nilai p-value sebesar 0.00 atau
bernilai lebih kecil dibandingkan nilai α 5%

9

(Lampiran
12),
sehingga
dapat
diintrepertasikan bahwa setiap perlakuan
ekstrak berpengaruh terhadap nilai IC50 yang
dihasilkan. Pengambilan intrepretasi tersebut
didasarkan pada hipotesis awal yang
menyebutkan bahwa perlakuan ektrak sampel
berpengaruh pada nilai IC50 yang dihasilkan.
Senyawa bioaktif pada masing-masing
tanaman yang diduga berperan sebagai
antioksidan yaitu flavonoid, alkaloid, fenolik,
tanin, steroid, triterpenoid, saponin, dan
glikosida. Senyawa-senyawa tersebut akan
berperan sebagai donor proton pada reagen
DPPH, dan menghasilkan produk berupa
DPPH-H. Atom hidrogen yang disumbangkan
oleh masing-masing senyawa bioaktif akan
berikatan dengan atom nitrogen yang terdapat
pada cincin hidrazin (Ionita 2003).

Gambar 4 Uji aktivitas antioksidan
Uji Sitotoksisitas (BSLT)
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
adalah suatu metode pengujian dengan
menggunakan hewan uji yaitu Artemia salina
Leach, yang dapat digunakan sebagai bioassay
yang sederhana untuk meneliti sitotoksisitas
akut suatu senyawa, dengan cara menentukan
nilai LC50 yang dinyatakan dari komponen
aktif suatu simplisia maupun bentuk sediaan
ekstrak dari suatu tanaman (Frank 1995).
Mekanisme kematian larva berhubungan
dengan fungsi senyawa alkaloid, triterpenoid,
saponin dan flavonoid dalam buah pare yang
dapat menghambat daya makan larva
(antifedant). Cara kerja senyawa-senyawa
tersebut adalah dengan bertindak sebagai
racun perut. Oleh karena itu, bila senyawasenyawa ini masuk ke dalam tubuh larva,
kemudian alat pencernaannya akan terganggu.
Selain itu, senyawa ini menghambat reseptor
perasa pada daerah mulut larva. Hal ini
mengakibatkan larva gagal mendapatkan
stimulus rasa sehingga tidak mampu
mengenali makanannya sehingga larva mati
kelaparan.

Penentuan nilai LC50 dilakukan dengan
menggunakan analisis probit pada software
SPSS 17. Melalui perangkat tersebut dapat
ditentukan hubungan linearitas antara
konsentrasi sampel terhadap probit kematian
dari larva udang. Jumlah letalitas larva udang
dihitung secara manual. Kematian larva
udang, disebabkan oleh perlakuan pemberian
sampel pada konsentrasi 10, 100, 500, dan
1000 ppm.
Hasil uji sitotoksisitas (potensi hayati)
terbaik dimiliki oleh ekstrak air dengan nilai
LC50 sebesar 473.26 ppm, kemudian diikuti
dengan ekstrak etanol 30% dengan nilai LC50
sebesar 486.78 ppm, dan ekstrak etanol 70%
dengan nilai LC50 yaitu sebesar 618.55 ppm.
Rendahnya nilai LC50 pada ekstrak air diduga
disebabkan
oleh
banyaknya
senyawa
bioaktivitas yang terkandung didalam sampel.
Juniarti (2009) menyatakan bahwa suatu zat
dikatakan memiliki potensi hayati apabila
memiliki nilai LC50 ≤ 1000 ppm untuk
ekstrak, sedangkan untuk senyawa murni
memiliki nilai LC50 ≤ 30 ppm. Hasil uji
sitotoksisitas dari keseluruh ekstrak memiliki
potensi hayati, akan tetapi ekstrak air lebih
berpotensi dibandingkan dengan ekstrak
etanol 70% dan ekstrak etanol 30%.
Sedangkan apabila nilai LC50 ≥ 1000 ppm
maka suatu zat dikatakan bersifat tidak toksik
dan baik untuk dikonsumsi sebagai
antioksidan.

Gambar 5 Uji sitotoksisitas potensi hayati
Uji Korelasi Antioksidan dan Sitotoksisitas
Setelah diketahui aktivitas senyawa
antioksidan dan sitotoksisitas potensi hayati
dari masing-masing sampel ekstrak buah
ceremai segar, kemudian dilakukan uji
korelasi bivarian melalui software SPSS 17.
Tujuan dari uji korelasi adalah untuk
mengaitkan dan mengetahui seberapa besar
hubungan
antara
aktivitas
senyawa
antioksidasi terhadap sitotoksisitas (potensi
hayati) dari masing-masing ekstrak sampel.

10

Apabila dalam suatu sampel memiliki korelasi
antara LC50 dan IC50 maka sampel tersebut
berpotensi sebagai obat.
Koefisien korelasi adalah angka yang
menggambarkan tingkat keeratan hubungan
antara dua peubah atau lebih, sehingga
melalui nilai tersebut dapat dinyatakan bahwa
nilai IC50 ekstrak buah ceremai berkorelasi
renda terhadap nilai LC50. Berdasarkan hasil
uji korelasi secara bivarian, diketahui bahwa
nilai IC50 dan LC50 memiliki nilai koefisien
korelasi sebesar 0.386, serta tidak signifikan
secara statistik dengan nilai p-value sebesar
0.748 atau diatas 0.05. Hasil uji korelasi
antara aktivitas antioksidan dan sitotoksisitas
tidak terlalu terlihat korelasinya dikarenakan
hanya menggunakan tiga ekstrak.
Aktivitas antioksidan yang baik untuk
dikonsumsi oleh manusia sebagai suplemen
harus memiliki nilai keamanan yaitu semakin
kecil nilai IC50 (IC50 < 200 ppm) dan semakin
besar nilai LC50 (LC50.>1000 ppm) atau
berkorelasi negatif. Sedangkan hasil yang
diperoleh tidak memenuhi syarat korelasi
yang baik, sehingga ekstrak buah ceremai
kurang baik dikonsumsi sebagai suplemen
antioksidan.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut,
untuk mengetahui secara spesifik senyawa
bioaktif yang paling berperan dalam aktivitas
antioksidan ekstrak buah ceremai segar. Perlu
juga dilakukan analisis terhadap aktivitas
antioksidasi dan efek farmakologis secara in
vivo.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical
Chemist. 2006. Official Methods of
Analysis. Washington DC: Association of
Official Analytical Chemist.
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia. 2005.
Gerakan Nasional Minum Temulawak.
Jakarta : BPOM RI.
Batubara. 2009. Antiance potency of
Indonesia medicinal plats. [thesis]. Gifu:
United
Graduated
School,
Gifu
Univercity.
Cahyadi Robby. 2009. Uji toksisitas akut
ekstrak etanol buah pare (Momordica
charantia L.) terhadap larva Artemia
salina Leach dengan metode Brine Shrimp
Lethality test (BSLT) [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Kedokteran,
Universitas
Diponegoro.
Chen HM, Koji M, Fumio Y, Kiyoshi N.
1996. Antioxidant activity of designed
dalam teh. Majalah Kedokteran Indonesia
52: 361-4.

Gambar 6 Uji korelasi antioksidan dan
sitotoksisitas

Croghan PC. 1957. The osmotic and ionic
regulation of Artemia salina L. Zoology
Journal 10: 219-232.

SIMPULAN DAN SARAN

Darw

Dokumen yang terkait

Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Buah Ceremai (Phyllanthus acidus (L) Skeels) Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

0 2 17

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI FRAKSI ETIL ASETAT EKSTRAK ETANOL BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) TERHADAP Pseudomonas aeruginosa DAN Klebsiella pne

0 0 15

UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) TERHADAP Candida albicans DAN Trichophyton rubrum.

2 7 21

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) TERHADAP Staphylococcus aureus dan Escherichia coli MULTIRESISTEN ANTIBIOTIK.

2 5 17

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Escherichia coli DAN BIOAUTOGRAFINYA.

0 3 23

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) TERHADAP UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) TERHADAP Pseudomonas aeruginosa DAN Klebsiella pneumoniae SERTA BIOAUTO

0 0 17

UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) Skeels TERHADAP UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) Skeels TERHADAP Candida albicans dan Trichophyton rubrum.

2 8 16

PENDAHULUAN UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETIL ASETAT BUAH CEREMAI (Phyllanthus acidus (L.) Skeels TERHADAP Candida albicans dan Trichophyton rubrum.

2 7 15

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID DARI DAUN CEREMAI (Phyllanthus acidus [L.] Skeels.) Isolasi dan Identifikasi Flavonoid dari Daun Ceremai (Phyllanthus acidus [L.] Skeels.).

0 0 15

UJI DAYA ANTIMIKROBA DALAM EKSTRAK DAUN CEREMAI (Phyllanthus acidus L) TERHADAP PERTUMBUHAN Candida albicans

0 0 19