Implementasi Teknologi “Quick Tempeh” Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI “QUICK TEMPEH”
TERMODIFIKASI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA
DAN UJI AWAL PENGGUNAAN ULANG LARUTAN PENGASAM

FAHMI HAKIM NURZAIM

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Implementasi
Teknologi „Quick Tempeh‟ Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan
Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Fahmi Hakim Nurzaim
NIM F24090094

ABSTRAK
FAHMI HAKIM NURZAIM. Implementasi Teknologi “Quick Tempeh”
Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan Uji Awal Penggunaan
Ulang Larutan Pengasam. Dibimbing oleh C HANNY WIJAYA.
“Quick Tempeh” adalah tempe yang dibuat dengan pengasaman kimiawi
menggunakan Glucono Delta-Lactone (GDL), sehingga dapat mereduksi lama
pengasaman kedelai. Tujuan penelitian ini adalah memperoleh waktu perendaman
kedelai yang optimal pada pembuatan “Quick Tempeh” termodifikasi yang
diimplementasikan di skala produksi industri rumah tangga (UKM tempe
Lumajang) serta melakukan kajian awal penggunaan ulang larutan pengasam
(backsloping). Pengoptimasian dilakukan dengan menggunakan Response Surface
Methodology dengan respon pH kedelai pra-fermentasi, penilaian sensori terhadap
kekompakan, dan penilaian sensori atas kesukaan terhadap tempe. Pengujian
penggunaan ulang larutan pengasam dilakukan dengan membandingkan tempe

hasil pengasaman dengan larutan backsloping E% + GDL dengan tempe hasil
pengasaman dengan larutan segar GDL A%. Waktu perendaman kedelai dengan
larutan segar GDL A% yang optimal adalah X menit. Tempe hasil optimasi
memiliki pH kedelai pra-fermentasi 5.0, nilai kekompakan tempe 13.5 dari 15,
tingkat kesukaan 5.7 dari 7. Larutan backsloping E% dengan penambahan GDL
hingga pH menyerrupai larutan segar GDL A% dapat menghasilkan tempe seperti
halnya larutan segar GDL A%.
Kata kunci: Glucono Delta-Lactone (GDL), “Quick Tempeh”, pengasaman
kimiawi, Response Surface Methodology

ABSTRACT
FAHMI HAKIM NURZAIM. Implementation of “Quick Tempeh” Technology in
Household Scale Industry and Preliminary Examination on The Possibility of
Acid Solution Repetitive Utilization. Supervised by C HANNY WIJAYA.
“Quick Tempeh” is a tempeh made through chemical acidification by using
Glucono Delta-Lactone (GDL), in order reduce the soaking time. The research
aimed to optimize the soybean soaking time of modified “Quick Tempeh” process
which has been implemented in Tempeh SME in Lumajang, and also to do a preevaluation on the possibility of using the acid solution repetitively. Optimization
has been performed by using Response Surface Methodology with pre-fermented
soybean pH, the sensory evaluation on tempeh compactness, and sensory

preferences as responses. Pre-evaluation on repetitive utilization of acid solution
has been conducted by comparing the tempeh obtained thorough E% backsloping
solution + GDL acidification to the tempeh obtained thorough GDL A%
acidification. Optimized soybean soaking time was X minutes. Optimized tempeh
had pre-fermented soybean pH 5.0, compactness 13.5 of 15, hedonic scale 5.7 of
7. Utilization of repetitive acid solution can be done with using E% backsloping
solution + GDL F% (w/v).
Keywords: chemical acidification, Glucono Delta-Lactone, “Quick Tempeh”,
Response Surface Methodology

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI “QUICK TEMPEH”
TERMODIFIKASI PADA SKALA INDUSTRI RUMAH TANGGA
DAN UJI AWAL PENGGUNAAN ULANG LARUTAN PENGASAM

FAHMI HAKIM NURZAIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Dosen penguji:
Prof Dr Ir Rizal Syarief, DESS
Dr Ir Budi Nurtama, MAgr

Judul Skripsi : Implementasi Teknologi “Quick Tempeh” Termodifikasi pada
Skala Industri Rumah Tangga dan Uji Awal Penggunaan Ulang
Larutan Pengasam
Nama
: Fahmi Hakim Nurzaim
NIM
: F24090094


Disetujui oleh

Prof Dr Ir C Hanny Wijaya, MAgr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ferry Kusnandar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini yang berjudul “Implementasi
Teknologi “Quick Tempeh” Termodifikasi pada Skala Industri Rumah Tangga dan
Uji Awal Penggunaan Ulang Larutan Pengasam” berhasil diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Prof Dr Ir C Hanny Wijaya, MAgr selaku dosen pembimbing, yang telah

memberikan bantuan secara moral maupun materi dalam penyelesaian karya
ilmiah ini.
2.
Prof Dr Ir Rizal Syarief, DESS dan Dr Ir Budi Nurtama, MAgr selaku dosen
penguji.
3.
Bapak Saiful Rohman dan keluarga beserta karyawan Sentra Industri Tempe
Karya Manunggal di Lumajang, serta Phyto Ardi Rahmawati, SPi dan
kawan-kawan dari tim intermediator Ristek atas bimbingan dan bantuannya
selama penelitian di Lumajang.
4.
Ayah, ibu, kakak, dan teman-teman atas segala doa, kasih sayang, dan
dukungan dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Fahmi Hakim Nurzaim

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

METODOLOGI

2

Bahan

2

Alat

2

Metode

3

Penelitian Pendahuluan


5

Penelitian Utama

5

Penelitian Lanjutan

6

Analisis

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Penelitian Pendahuluan


7

Penelitian Utama

8

Respon pH Kedelai Pra-fermentasi

10

Respon Kekompakan Tempe

10

Respon Kesukaan terhadap Cita Rasa Tempe secara Keseluruhan

11

Optimasi Produk


11

Penelitian Lanjutan

13

SIMPULAN DAN SARAN

14

Simpulan

14

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Nilai pH larutan GDL A% tanpa dan dengan perendaman dengan
kedelai
Nilai 3 respon yang diukur dari 7 tempe pada lama perendaman yang
berbeda
Model matematika untuk menyatakan respon
Kriteria yang digunakan untuk menetapkan tempe yang optimal
Perbandingan tempe hasil optimasi dan tempe pengasaman alami
Perubahan pH larutan pengasam

9
9
9
11
12
13

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

6
7

Diagram alir teknologi pembuatan tempe UKM tempe di Lumajang
Diagram alir modifikasi metode pembuatan ”Quick Tempeh”
termodifikasi (Prawira 2012)
Diagram alir penelitian pendahuluan
Diagram alir pengujian penggunaan larutan rendaman kedelai
berulang
Tempe dengan (A) ragi A tanpa pepaya muda (B) ragi A dengan
pepaya muda (C) ragi B tanpa pepaya muda (D) ragi B dengan pepaya
muda
Tempe hasil pengasaman alami (kiri) dan tempe hasil optimasi
(kanan)
Tempe hasil pengasaman dengan larutan segar GDL A% (kiri) dan
tempe hasil pengasaman dengan larutan backsloping E% + GDL
(kanan)

3
4
5
6

8
12

14

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Lembar penilaian uji rating hedonik optimasi produk
Lembar penilaian uji rating intensitas tahap optimasi produk
Lembar penilaian uji rating hedonik tahap verifikasi
Lembar penilaian uji rating intensitas tahap verifikasi
Lembar penilaian uji pembedaan sederhana
Data uji rating hedonik tahap optimasi
Data uji rating intensitas tahap optimasi
Analisis data pH kedelai pra-fermentasi tahap verifikasi
Data uji rating hedonik tahap verifikasi
Analisis data uji rating hedonik tahap verifikasi
Data uji rating intensitas tahap verifikasi
Analisis data uji rating intensitas tahap verifikasi
Data uji pembedaan sederhana pada pengujian penggunaan ulang
larutan pengasam
Analisis data uji pembedaan sederhana
Grafik RSM untuk respon pH kedelai pra-fermentasi

17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

DAFTAR LAMPIRAN (lanjutan)
16
17
18
19

Grafik RSM untuk respon kekompakan tempe
Grafik RSM untuk respon kesukaan terhadap cita rasa tempe secara
keseluruhan
Grafik optimasi proses berdasarkan nilai desirability
Perbandingan nilai prediksi dengan hasil dari proses verifikasi

32
33
34
35

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tempe adalah pangan hasil fermentasi dari kacang-kacangan yang telah
direndam dan direbus untuk memperlunak tekstur kacang (Astuti et al. 2000).
Pengasaman kedelai dalam pembuatan tempe kedelai memberikan kontribusi
terhadap keamanan dan penerimaan tempe yang dihasilkan. Pengasaman kedelai
untuk membuat tempe di Indonesia umumnya dilakukan secara alami dengan
perendaman kedelai selama semalam pada suhu 28-31oC, yang merupakan suhu
ruang di negara tropis, sampai air rendaman berbusa dan berbau asam (Syarief et
al. 1999). Jika waktu pengasaman kedelai yang cukup lama ini dapat dipercepat,
maka akan sangat menguntungkan bagi para produsen tempe.
Steinkraus et al. (1965) serta Nout dan Kiers (2005) menyatakan bahwa
pengasaman alami dapat digantikan dengan pengasaman kimiawi. Pengasaman
kimiawi menguntungkan untuk produksi tempe skala industri karena
memperpendek waktu pengasaman menjadi 2-3 jam (Wijaya 2008) bila
dibandingkan dengan cara tradisional yang membutuhkan waktu perendaman 20 30 jam (Hermana dan Karmini 1996).
Wijaya (2008) melaporkan bahwa proses pengasaman kimiawi dapat
dilakukan dengan menggunakan Glucono Delta-Lactone (GDL) sebagai bahan
pengasamnya. Dibandingkan dengan pengasaman dengan menggunakan bahanbahan pengasam yang biasa digunakan untuk pengasaman kimiawi, penggunaan
GDL sebagai bahan pengasam tidak mempengaruhi cita rasa tempe yang
dihasilkan (Gunawan 2006). Teknologi pembuatan tempe dengan pengasaman
GDL yang dikembangkan oleh Wijaya (2008) terpilih sebagai satu dari 100
Inovasi Indonesia, suatu program yang dikelola oleh Kementrian Ristek dan
Business Innovation Center (BIC) pada tahun 2008 dan dikenalkan sebagai
“Quick Tempeh”. Teknologi pembuatan tempe yang dilaporkan oleh Gunawan
(2006) dilakukan dalam skala laboratorium dengan basis 1 kg kedelai.
Uji coba pembuatan “Quick Tempeh” dalam skala produksi industri rumah
tangga (menurut BPS (1999) memiliki jumlah tenaga kerja 1-4 orang) telah
dilakukan oleh Prawira (2012) di UKM tempe di Lumajang, Jawa Timur atas
permintaan UKM tersebut dengan tujuan dapat mereduksi waktu pembuatan
tempe. UKM tempe ini sehari-hari memproduksi tempe dengan proses
pengasaman alami. Tempe yang dihasilkan sehari-hari oleh UKM ini sedikit
berbeda dengan tempe yang biasa di daerah lain, seperti Jawa Barat dan Jawa
Tengah. Pembuatan tempe di UKM ini menggunakan pepaya muda yang ikut
difermentasikan bersama dengan kedelai.
Dalam uji coba pembuatan “Quick Tempeh” di UKM tersebut, terdapat
permasalahan, antara lain pertumbuhan kapang pada kedelai yang kurang baik,
sehingga tempe yang dihasilkan kurang kompak. Hal ini diduga disebabkan oleh
perbedaan ragi yang digunakan, penambahan pepaya muda, dan/atau kurangnya
waktu perendaman kedelai dengan larutan GDL dalam pembuatan tempe tersebut,
sehingga asam kurang terserap dengan baik ke dalam kedelai (Prawira 2012).
Penelitian awal menunjukkan bahwa perbedaan ragi dan penambahan pepaya
bukan penyebab permasalahan yang terjadi. Oleh karena itu, penelitian ini

2
difokuskan pada optimasi lama perendaman kedelai tanpa mengurangi kualitas
tempe yang dihasilkan, terutama saat diterapkan di skala produksi industri rumah
tangga/UKM.
Permasalahan lain yang sering timbul dalam proses pembuatan tempe
dengan pengasaman alami adalah limbah air rendaman hasil dari pengasaman
alami sering kali menyebabkan masalah lingkungan yang cukup serius. Limbah
cair hasil perendaman bersifat asam (Liu 1997), mempunyai bau yang asam serta
banyak mengandung bahan-bahan organik terlarut dan bakteri penghasil asam
laktat seperti Lactobacillus sp. serta bakteri lain seperti bakteri pembusuk (Syarief
et al. 1999). Penggunaan pengasaman dengan GDL nampaknya dapat mengatasi
permasalahan ini.
Harga GDL yang terbilang masih cukup tinggi menimbulkan tantangan
untuk melakukan penghematan dengan menggunakan kembali air rendaman GDL
untuk produksi tempe pada produksi berikutnya untuk menekan biaya produksi.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini juga dilakukan pengujian penggunaan ulang
larutan pengasam, sehingga dapat mereduksi limbah dan biaya produksi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh waktu perendaman kedelai yang
optimal dalam pembuatan ”Quick Tempeh” termodifikasi untuk diterapkan pada
skala produksi industri rumah tangga, serta melakukan pengujian awal
kemungkinan penggunaan ulang larutan pengasam.

METODOLOGI
Bahan
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah kacang kedelai jenis
BW yang diperoleh dari pedagang kedelai di Lumajang. Selain itu, bahan yang
digunakan untuk membuat ”Quick Tempeh” termodifikasi antara lain Glucono
Delta-Lactone (GDL), Ragi A, Ragi B, buah pepaya muda (daging buah berwarna
hijau), pengemas plastik PE ukuran ¼ dan ½ kg yang diperoleh dari pedagang
plastik di Bogor dan Lumajang, serta pelepah pisang.

Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah panci, baskom,
keranjang plastik, saringan, ember, gelas ukur, gelas piala, sealer, timbangan,
stop-watch, kompor, blender, dan pH meter.

3
Metode
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penelitian pendahuluan, penelitian
utama, dan penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk
mempelajari pengaruh perbedaan jenis ragi yang digunakan dan penambahan
pepaya muda dalam membuat “Quick Tempeh”. Pada penelitian utama dilakukan
optimasi lama perendaman kedelai dengan larutan GDL A% dalam
pembuatan ”Quick Tempeh” termodifikasi di UKM tempe di Lumajang. Penelitian
lanjutan merupakan uji awal penggunaan ulang larutan GDL pengasam yang telah
dipakai untuk membuat “Quick Tempeh” termodifikasi untuk pembuatan tempe
pada produksi berikutnya.
Garis besar cara pembuatan tempe secara tradisional (pengasaman alami)
sebagai tempe pembanding pada penelitian ini didasarkan pada cara pembuatan
tempe yang umum dilakukan oleh pengrajin tempe di Desa Jogotrunan,
Kecamatan Lumajang, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Tempe yang
diproduksi oleh pengrajin di Lumajang ini dicampurkan dengan irisan pepaya
muda sebagai bagian dari ingredien utama tempe. Pepaya muda dicampurkan
dengan kedelai pada saat kedelai direbus. Cara pembuatan tempe dapat dilihat
pada diagram alir Gambar 1.

Kedelai
Perebusan hingga warna kuning pucat pada biji merata
Pepaya muda
yang telah diiris
tipis-tipis

Penggilingan dan pencucian
Perendaman dalam air 24 jam
Perebusan dengan air hingga mendidih
Penirisan dan pendinginan
Inokulasi ragi
Fermentasi 36 jam

Tempe
Gambar 1 Diagram alir teknologi pembuatan tempe UKM tempe di Lumajang

4
Perebusan awal dilakukan dengan memanaskan kedelai dalam air hingga
warna kuning pucat pada biji merata. Perebusan ini bertujuan untuk
mempermudah pengupasan kedelai saat proses penggilingan. Penggilingan
dilakukan untuk mengupas kedelai, kemudian dilanjutkan dengan pembersihan
kedelai dari kulitnya. Setelah, itu kedelai direndam dalam air selama 24 jam untuk
proses pengasaman. Perebusan setelah perendaman 24 jam dilakukan hingga air
mendidih. Penambahan pepaya muda dilakukan pada saat akhir dari proses
perebusan. Setelah melalui proses penirisan, kedelai siap diberi ragi untuk
kemudian difermentasi selama 36 jam untuk menjadi tempe.
Pembuatan ”Quick Tempeh” termodifikasi pada penelitian di UKM tempe
Lumajang menggunakan metode modifikasi (Prawira 2012), yaitu hasil
penyesuaian metode Gunawan (2006) dengan metode pembuatan tempe yang
diterapkan sehari-hari oleh pengrajin tempe di UKM. Metode modifikasi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.
Kedelai

Perebusan hingga warna kuning pucat pada biji merata
Penggilingan dan pencucian
Perendaman dalam
larutan GDL A%
Pepaya muda
yang telah diiris
tipis-tipis

Perebusan dalam larutan
GDL A% 90 menit

Penirisan dan pendinginan
Inokulasi ragi
Fermentasi 36 jam

Tempe
Gambar 2

Diagram alir modifikasi metode pembuatan ”Quick Tempeh”
termodifikasi (Prawira 2012)

5
Penelitian Pendahuluan
Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis
ragi yang digunakan dan penambahan pepaya muda dalam pembuatan “Quick
Tempeh”. Jenis ragi yang digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu Ragi A
dan Ragi B. Ragi A adalah ragi komersial yang umum digunakan penelitian di
Bogor, sedangkan Ragi B adalah ragi komersial yang umum digunakan pengrajin
untuk produksi tempe di Lumajang. Tempe dibuat menggunakan metode
pembuatan “Quick Tempeh” termodifikasi. Tempe yang dihasilkan diberi
perlakuan dengan dan tanpa penambahan pepaya muda. Pepaya muda
ditambahkan sebesar proporsi yang biasa dilakukan oleh UKM tempe di
Lumajang. Pengamatan dilakukan secara subjektif terhadap rasa, aroma, tekstur,
dan penampilan visual tempe. Rancangan penelitian pendahuluan dapat dilihat
pada Gambar 3.

Kedelai

Peragian dengan
Ragi A

Dengan
penambahan
pepaya muda

Peragian dengan
Ragi B

Tanpa
penambahan
pepaya muda

Tempe

Dengan
penambahan
pepaya muda

Tanpa
penambahan
pepaya muda

Pengamatan
subjektif:
rasa, aroma, kekompakan, dan penampilan visual

Gambar 3 Rancangan penelitian pendahuluan
Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan dengan basis kedelai C kg, sesuai dengan
kapasitas untuk merendam kedelai yang biasa dilakukan di UKM tempe di
Lumajang, Jawa Timur. Optimasi dilakukan dengan software Design Expert 7
menggunakan metode respon permukaan (response surface methodology, RSM).
Variabel yang dioptimasi dalam penelitian ini adalah lama perendaman kedelai
dengan larutan GDL A%. Respon atau parameter yang diamati adalah pH kedelai
pra-fermentasi, kekompakan tempe, dan tingkat kesukaan terhadap cita rasa tempe
secara keseluruhan. Penetapan model untuk respon diukur dengan menggunakan
One-Factor Design.
Pengukuran pH kedelai pra-fermentasi dilakukan menggunakan alat pH
meter. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji rating hedonik untuk parameter

6
tingkat kesukaan terhadap cita rasa tempe secara keseluruhan dan uji rating
intensitas untuk parameter kekompakan tempe.
Respon kemudian dianalisis dan dioptimasi untuk mendapatkan waktu
perendaman yang optimal. Tempe hasil optimasi lalu diverifikasi untuk
memeriksa kesesuaian antara respon aktual dengan respon yang diprediksi. Tempe
hasil optimasi kemudian dibandingkan dengan tempe yang diproduksi sehari-hari
oleh UKM tempe yang menggunakan proses pengasaman alami. Nilai respon
kemudian dianalisis menggunakan Independent-samples T-test dengan bantuan
program SPSS 16.
Penelitian Lanjutan
Penelitian lanjutan dilakukan untuk menguji penggunaan ulang larutan GDL
pengasam yang telah dipakai untuk membuat “Quick Tempeh” termodifikasi
untuk pembuatan tempe produksi berikutnya. Larutan rendaman kedelai yang
telah digunakan ditambahkan air hingga volume-nya cukup untuk merendam C kg
kedelai, yaitu E liter. Setelah itu, larutan rendaman tersebut ditambahkan GDL
hingga pH larutan sama dengan pH larutan GDL A% pada perendaman kedelai
produksi selanjutnya.
Tempe yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan uji sensori metode
pembedaan sederhana dengan pembanding tempe yang dihasilkan dari
perendaman dengan larutan GDL A%. Rancangan pengujian penggunaan larutan
rendaman kedelai berulang dapat dilihat pada Gambar 4.

Kedelai

Pengasaman menggunakan
larutan rendaman kedelai
berulang

Kontrol (Pengasaman
menggunakan larutan GDL
A%)

Tempe

Uji pembedaan sederhana

Gambar 4 Diagram alir pengujian penggunaan larutan rendaman kedelai berulang
Analisis
Analisis pH (SNI 01-2891-1992)
Nilai pH yang dianalisis dalam penelitian ini adalah pH kedelai prafermentasi dan larutan rendaman kedelai. Sebelum digunakan, pH meter
dikalibrasi menggunakan larutan pH buffer 4 dan 7. Elektroda yang telah
dibersihkan dengan air suling dan diseka dengan tissue dicelupkan ke dalam
contoh yang diukur pH-nya. Nilai pH yang terbaca dicatat kemudian elektroda
harus dibilas air suling dan diseka tissue sebelum dilakukan pengukuran pH
contoh berikutnya.

7
Untuk sampel pH kedelai pra-fermentasi, contoh sebanyak 100 gram
ditambah dengan 100 ml air dan dicampur sampai merata menggunakan blender.
Elektroda pH meter kemudian dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan hingga
menunjukkan suatu angka (stabil).
Analisis Sensori
Sampel tempe disajikan dalam keadaan mentah atau telah dilakukan
pengolahan minimal sesuai dengan uji yang dilakukan. Pengolahan yang
dilakukan adalah perebusan selama 7 menit dalam air mendidih.
Pengukuran respon kesukaan terhadap cita rasa tempe secara kesuluruhan
adalah uji afektif dengan metode rating hedonik (Setyaningsih et al. 2010).
Pengujian ini dilakukan minimal terhadap 70 orang panelis tidak terlatih
menggunakan sampel tempe rebus. Skor kesukaan menggunakan skala 7, yaitu
dari skor 1 (sangat tidak suka) sampai skor 7 (sangat suka) (Lampiran 1).
Pengukuran respon kekompakan tempe adalah dengan uji rating intensitas
(Lawless dan Heymann 2010). Pengujian ini dilakukan terhadap 8 orang panelis
yang terdiri dari pengrajin dan pedagang tempe di Lumajang dengan
menggunakan sampel tempe mentah. Pengukuran respon ini dilakukan dengan
menggunakan skala garis berukuran 15 cm dengan ujung sebelah kiri menyatakan
“sangat tidak kompak” dan ujung sebelah kanan menyatakan “sangat kompak”
(Lampiran 2). Panelis diminta untuk memberikan tanda pada skala garis yang
tersedia untuk mewakili penilaian mereka terhadap sampel yang diuji.
Analisis yang digunakan pada penelitian lanjutan adalah uji diskriminatif
dengan metode uji pembedaan sederhana (Setyaningsih et al. 2010). Pengujian
dilakukan terhadap 32 orang panelis tidak terlatih menggunakan sampel tempe
rebus. Sampel diujikan berpasangan dengan empat kemungkinan kombinasi
pasangan (A/A, B/B, A/B, B/A) dan panelis diminta untuk menyatakan apakah
pasangan sampel sama atau berbeda (Lampiran 5). Setiap panelis menerima satu
pasangan sampel yaitu pasangan yang sama atau pasangan yang beda. Analisis
data dilakukan dengan uji Chi-square dengan bantuan program SPSS 16.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Pendahuluan
Penambahan pepaya muda pada saat pembuatan tempe merupakan tradisi
yang sudah diterapkan turun-temurun di daerah Lumajang, Jawa Timur. Pepaya
muda diiris hingga tipis, dimasak bersama-sama dengan kedelai di akhir masa
perebusan kedelai, dan ikut difermentasi bersama kedelai untuk menjadi tempe.
Di beberapa daerah di Indonesia, bahan tambahan tempe yang mengandung
karbohidrat tinggi digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan kapang, sehingga
tempe jadi lebih cepat matang, dan memberi warna yang lebih putih pada kapang
(Shurtleff 1979). Buah pepaya mengandung enzim papain, yang sering digunakan
sebagai pelunak daging, yang diduga membantu memecah protein dalam tempe
(Shurtleff 1979).

8
Hasil pengamatan subjektif menunjukkan bahwa tempe pada semua jenis
perlakuan memiliki miselium penuh, rasa khas tempe, aroma khas tempe, tekstur
empuk, dan tidak rontok saat diiris (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa
perbedaan jenis ragi yang digunakan dan penambahan pepaya muda sebanyak
proporsi yang digunakan oleh UKM tempe di Lumajang tidak berpengaruh pada
kualitas “Quick Tempeh” yang dihasilkan.

a
b
c
d
Gambar 5 Tempe dengan (a) ragi A tanpa pepaya muda (b) ragi A dengan pepaya
muda (c) ragi B tanpa pepaya muda (d) ragi B dengan pepaya muda
Penelitian Utama
Proses pengasaman kimiawi didasarkan pada tujuan utama pengasaman
kedelai secara alami dalam proses pembuatan tempe, yaitu menurunkan pH dan
menciptakan kondisi yang menghambat pertumbuhan bakteri patogen dan
pembusuk serta memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan
kapang (Kuswanto 2004). Kondisi ini dapat dicapai dengan menambahkan bahan
pengasam yang merupakan bahan tambahan pangan (BTP) yang diperbolehkan
oleh peraturan (Doores 1983). Bahan pengasam ditambahkan untuk menurunkan
pH hingga 5 atau di bawahnya (Dinesh Babu et al. 2009).
Penggunaan bahan pengasam menambah biaya produksi, namun dapat
mempersingkat waktu produksi tempe. Pengasaman kimiawi menguntungkan
untuk produksi tempe skala industri karena hanya membutuhkan 2-3 jam bila
dibandingkan dengan cara tradisional yang membutuhkan waktu 20-30 jam
(Hermana dan Karmini 1996).
Bahan pengasam yang digunakan dalam penelitian ini adalah Glucono
Delta-Lactone (GDL). GDL merupakan senyawa anorganik yang juga umum
digunakan sebagai BTP dan memiliki status regulasi GRAS (Generally
Recognized As Safe) (FDA 2013). Keamanan penggunaan GDL telah terbukti
secara empiris pada produk pangan lain. Penambahan GDL sebagai bahan
pengasam dalam pembuatan tempe juga tidak mempengaruhi cita rasa tempe yang
dihasilkan dibandingkan dengan tempe yang dibuat dengan pengasaman alami
(Gunawan 2006). Nilai pH larutan GDL A% sebelum dan sesudah perendaman
dengan kedelai dapat dilihat pada Tabel 1.
Seperti terlihat pada Tabel 1, pH larutan GDL A% sebelum perendaman
adalah Y. Nilai pH larutan naik sebesar 1.1–1.2 setelah digunakan untuk
perendaman kedelai. Kenaikan pH ini disebabkan oleh kedelai yang direndam
memiliki pH yang lebih tinggi dibandingkan dengan larutan GDL A%, seperti
terlihat di Tabel 2.

9
Tabel 1 Nilai pH larutan GDL A% tanpa dan dengan perendaman dengan kedelai
Lama Perendaman
Tanpa perendaman
B
menit
B + 30 menit
B + 60 menit
B + 90 menit
B + 120 menit

pH
Y
Y + 1.2
Y + 1.1
Y + 1.1
Y + 1.1
Y + 1.1

Variabel yang dioptimasi dalam penelitian ini adalah lama perendaman
kedelai dengan larutan GDL A%, yaitu antara B menit sampai B + 120 menit.
Titik-titik waktu perendaman dan pengulangannya dilakukan sesuai dengan
rekomendasi program Design Expert 7. Nilai respon dari masing-masing tempe
pada lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai 3 respon yang diukur dari 7 tempe pada lama perendaman yang
berbeda
Lama
Perendaman
B
menit
B
menit
B + 30 menit
B + 60 menit
B + 90 menit
B + 120 menit
B + 120 menit

pH kedelai
pra-fermentasi
5.1
5.1
5.1
5.1
5.0
5.0
5.0

Kekompakan
Tempe
8.6
8.6
10.2
10.8
13.9
13.4
13.6

Kesukaan terhadap cita
rasa tempe kesuluruhan
4.1
4.3
4.3
4.2
4.2
4.7
4.7

Tabel 3 Model matematika untuk menyatakan respon
Orde
p-value
Model Model Lack of Fit
pH
kedelai Linear 0.0057 4)
14.091
(>4)
10.344
(>4)

Nilai respon kemudian digunakan untuk memproses model untuk
menyatakan respon (Tabel 3). Nilai p-value model yang kecil (0.10)
menyatakan tidak ada efek signifikan. Nilai Lack of fit menunjukkan kesesuaian
model dengan data. Lack of fit yang kuat (0.10).
Adjusted R2 adalah ukuran dari sejumlah variasi mengenai rata-rata yang

10
dijelaskan oleh model, sementara Predicted R2 menunjukkan sejumlah variasi
dalam data baru yang terjelaskan oleh model. Nilai 1.0 untuk Adjusted R2 dan
Predicted R2 menunjukkan kondisi ideal, yaitu 100% variasi data dapat diwakili
oleh model terpilih. Adequate precision adalah ukuran jangkauan dalam respon
relatif terpilih terhadap error yang terhubung. Adequate precision yang diinginkan
adalah yang bernilai lebih dari 4.
Respon pH Kedelai Pra-fermentasi
Model untuk respon pH kedelai pra-fermentasi adalah model linear. Analisis
ANOVA menunjukkan respon ini memiliki p-value model dan lack of fit yang
signifikan. Respon ini memiliki Adjusted R2 0.7722, Predicted R2 0.7078, dan
Adequate Precision 8.148. Persamaan matematika untuk respon ini adalah:
pH kedelai pra-fermentasi = 5.06 - 0.056A
Konstanta yang negatif dalam persamaan matematika menunjukkan bahwa
pH kedelai pra-fermentasi akan menurun dengan semakin lamanya waktu
perendaman kedelai dalam larutan GDL A%. Nilai pH kedelai pada lama
perendaman kedelai B sampai B + 60 menit adalah 5.1 dan pH kedelai pada lama
perendaman B + 90 sampai B + 120 menit adalah 5.0.
Steinkraus et al. (1965) serta Nout dan Kiers (2005) mengemukakan bahwa
pengasaman dalam membuat tempe dapat dilakukan dengan merendam kedelai
dalam larutan asam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu
perendaman maka semakin rendah pH kedelai yang dihasilkan. Menurut Suhadi
(2003), perendaman yang semakin lama mengakibatkan lunaknya struktur biji
kedelai, sehingga air lebih mudah masuk ke dalam struktur selnya. Semakin asam
kedelai pra-fermentasi menciptakan kondisi yang optimal bagi kapang untuk
tumbuh dan memfermentasi kedelai.
Respon Kekompakan Tempe
Model untuk respon kekompakan tempe adalah model linear. Analisis
ANOVA menunjukkan respon ini memiliki p-value model dan lack of fit yang
signifikan. Respon ini memiliki Adjusted R2 0.9128, Predicted R2 0.8784, dan
Adequate Precision 14.091. Persamaan matematika untuk respon ini adalah:
Kekompakan tempe = 11.29 + 2.59A
Konstanta yang positif dalam persamaan matematika menunjukkan bahwa
nilai kekompakan tempe secara umum akan meningkat dengan semakin lamanya
waktu perendaman kedelai dalam larutan GDL A%. Berdasarkan Tabel 3, nilai
kekompakan tertinggi terdapat pada lama perendaman B + 90 menit, yaitu 13.9.
Nilai kekompakan terendah terdapat pada lama perendaman B menit, yaitu 8.6.
Tempe berkualitas tinggi adalah kesatuan kacang kedelai dalam ikatan
miselium putih yang seragam dan memenuhi seluruh badan tempe membentuk
suatu susunan yang padat dan kompak (Syarief et al. 1999). Perendaman dalam
larutan GDL A% bertujuan untuk menciptakan kondisi yang ideal bagi kapang
untuk tumbuh, sehingga kapang dapat memfermentasi kedelai menjadi tempe
yang kompak. Kondisi kedelai yang ideal bagi kapang untuk tumbuh adalah pada
pH 5 atau lebih rendah karena pada pH ini, selain merupakan kondisi yang ideal
bagi kapang untuk tumbuh, juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang
tidak diinginkan (Dinesh Babu et al. 2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara umum, semakin lama waktu perendaman, maka semakin tinggi juga nilai

11
kekompakan tempe karena pH kedelai yang semakin rendah, sehingga
menciptakan kondisi yang optimal bagi kapang untuk tumbuh.
Respon Kesukaan terhadap Cita Rasa Tempe secara Keseluruhan
Model untuk respon kesukaan terhadap cita rasa tempe adalah model kubik.
Analisis ANOVA menunjukkan respon ini memiliki p-value model yang
signifikan dan lack of fit yang tidak signifikan. Respon ini memiliki Adjusted R2
0.9280, Predicted R2 0.8580, dan Adequate Precision 10.344. Persamaan
matematika untuk respon ini adalah:
Kesukaan terhadap tempe = 4.17 - 0.23A + 0.27A2 + 0.51A3
Tabel 3 menunjukkan bahwa panelis menilai tempe antara netral - agak
suka, yaitu memiliki skor antara 4.1–4.7. Skor kesukaan tertinggi terdapat pada
tempe dengan lama perendaman B + 120 menit, sedangkan skor terendah terdapat
pada tempe dengan lama perendaman B menit.
Doores (1983) mengemukakan bahwa penggunaan bahan pengasam dapat
mempengaruhi cita rasa bahan pangan. Akan tetapi, menurut Gunawan (2006),
pengasaman kedelai dengan larutan GDL sebesar 0.4% tidak menurunkan kualitas
cita rasa tempe. Tabel 3 menunjukkan bahwa perendaman kedelai dengan larutan
GDL sebesar A% hingga B + 120 menit menghasilkan tempe yang dinilai panelis
antara netral – agak suka. Proses pengasaman penting dalam menghasilkan tempe
dengan flavor, daya cerna, nilai nutrisi/gizi dan keawetan yang baik (Syarief et al.
1999).
Optimasi Produk
Tujuan dari proses pengasaman kedelai adalah agar terjadi penurunan pH,
sehingga keasaman biji kedelai dan air rendaman mencapai nilai pH 3.5–5
(Syarief et al. 1999). Oleh karena itu, kedelai pra-fermentasi lebih baik apabila
memiliki pH yang rendah. Selain itu, tempe yang diinginkan adalah tempe yang
memiliki nilai kekompakan tempe dan kesukaan yang tinggi. Kriteria yang
digunakan untuk menetapkan kondisi proses yang mampu menghasilkan produk
tempe yang optimal disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria yang digunakan untuk menetapkan tempe yang optimal
Parameter
Lama Perendaman
pH kedelai prafermentasi
Kekompakan
tempe
Kesukaan

Sasaran
In range
Minimize

Batas Bawah
B menit
5.0

Batas Atas
B + 120 menit
5.1

Importance
5

Maximize

8.6

13.9

5

Maximize

4.1

4.7

5

Lama perendaman optimal yang didapatkan adalah X menit. Nilai
desirability dari lama perendaman tersebut adalah 0.993. Semakin tinggi nilai
desirability mengindikasikan kesesuaian yang tinggi dari hasil untuk mendapatkan
respon yang diinginkan. Tempe dari hasil optimasi ini memiliki karakteristik
miselium penuh berwarna putih, aroma dan rasa khas tempe, serta tidak rontok
ketika diiris (Gambar 6).

12
Tempe hasil optimasi selanjutnya diverifikasi untuk membandingkan
kesesuaian antara nilai aktual dengan nilai prediksi (Lampiran 19). Kesesuaian
diindikasikan dari nilai masing-masing respon dalam proses verifikasi, yaitu
antara rentang Confident Interval (CI) atau rentang Prediction Interval (PI).
Confident Interval adalah rentang yang menunjukkan harapan hasil rata-rata dari
pengukuran pada taraf signifikansi tertentu, dalam hal ini 5%. Prediction Interval
adalah rentang yang menunjukkan harapan hasil dari hasil yang muncul.
Tempe hasil verifikasi memiliki pH kedelai pra-fermentasi 5.0, kekompakan
tempe 13.5 dari 15, dan nilai kesukaan 5.7 dari 7 yang berarti antara agak suka suka. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hanya nilai respon kesukaan yang berada
di luar rentang 95% Confident Interval maupun 95% Prediction Interval. Respon
pH kedelai pra-fermentasi dan kekompakan tempe berada dalam rentang 95%
Confident Interval. Tidak sesuainya nilai respon kesukaan dengan nilai prediksi
diduga disebabkan oleh keberagaman dan perbedaan panelis yang digunakan
dalam tahap optimasi dan tahap verifikasi, sehingga data yang diterima kurang
konsisten. Namun, verifikasi dapat dikatakan cukup berhasil karena
ketidaksesuaian nilai kesukaan yang diperoleh menunjukkan bahwa tempe hasil
verifikasi lebih disukai dari yang diprediksi.
Tempe hasil optimasi juga dibandingkan dengan tempe yang dibuat dengan
pengasaman alami yang sehari-hari diproduksi oleh UKM tempe Lumajang.
Perbandingan tempe hasil optimasi dengan tempe pengasaman alami disajikan
pada Tabel 5 dan Gambar 6.
Tabel 5 Perbandingan tempe hasil optimasi dan tempe pengasaman alami
Sampel
Tempe hasil
optimasi
Tempe pengasaman
alami

pH kedelai prafermentasi*

Parameter
Kekompakan
Tempe**

Kesukaan terhadap
Tempe**

5.0

13.5a

5.7a

4.7

13.2a

5.4a

*

T-test tidak dapat dilakukan karena nilai standar deviasi 0.
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (Independent-samples T-test).

**

Gambar 6 Tempe hasil pengasaman alami (kiri) dan tempe hasil optimasi (kanan)
Tempe hasil optimasi memiliki nilai kekompakan dan kesukaan terhadap
tempe yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% dengan tempe hasil
dari pengasaman alami. T-test tidak dapat dilakukan pada parameter pH kedelai

13
pra-fermentasi karena data pH kedelai pra-fermentasi memiliki nilai standar
deviasi 0 (Lampiran 8). Hal ini diduga diakibatkan oleh ketelitian alat yang hanya
bisa mengukur sampai satu desimal saja dan ulangan pengujian yang hanya dua
kali. Nilai pH kedelai pra-fermentasi hasil optimasi sedikit lebih tinggi
dibandingkan dengan tempe pengasaman alami. Hal ini disebabkan lama
perendaman yang lebih lama pada kedelai yang diolah dengan pengasaman alami.
Nout dan Rombouts (1990) melaporkan bahwa pH kedelai pra-fermentasi dari
proses pengasaman alami lebih rendah dibandingkan pH kedelai pra-fermentasi
dari proses pengasaman singkat. Menurut Suhadi (2003), perendaman yang
semakin lama mengakibatkan lunaknya struktur biji kedelai, sehingga air lebih
mudah masuk ke dalam struktur selnya. Hal ini lah yang menyebabkan kedelai
dari pengasaman alami lebih banyak menyerap asam dibandingkan kedelai dari
pengasaman kimiawi.
Penelitian Lanjutan
Pengasaman kimiawi dapat digolongkan dalam usaha aplikasi teknologi
bersih dengan cara inovasi teknologi (Modak 1995). Bahan pengasam, meskipun
juga bersifat asam dan korosif, dapat digunakan kembali dan bila dibuang
mengandung jauh lebih sedikit bahan organik. Penggunaan kembali larutan asam
sebagai pengasam kedelai dapat menghemat biaya produksi. Pengujian pada tahap
ini memodifikasi teknologi backsloping, yaitu teknologi sederhana yang
dikembangkan untuk meningkatkan kualitas perendaman (Kuswanto 2004).
Pembuatan tempe menggunakan larutan backsloping E% dan ditambahkan GDL
sebesar D% dari jumlah air yang digunakan untuk merendam kedelai. Perubahan
pH larutan backsloping sebelum dan sesudah penambahan GDL dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Perubahan pH larutan pengasam
Larutan
Larutan GDL A%
Larutan GDL A% setelah perendaman X menit
Larutan backsloping E%
Larutan backsloping E% + GDL F% (w/v)

pH
Y
Y + 1.1
Y + 1.7
Y

Penambahan GDL ini dimaksudkan untuk menurunkan pH, sehingga
mendekati pH larutan segar GDL A%. Hal ini disebabkan larutan backsloping E%
belum memiliki pH yang cukup rendah. Perbandingan tempe hasil perendaman
kedelai dengan larutan segar GDL A% dan tempe hasil perendaman kedelai
dengan larutan backsloping E% yang ditambahkan dengan GDL sejumlah F%
(w/v) dapat dilihat pada Gambar 7.

14

Gambar 7 Tempe hasil pengasaman dengan larutan segar GDL A% (kiri) dan
tempe hasil pengasaman dengan larutan backsloping E% + GDL F%
(w/v) (kanan)
Analisis sensori yang dilakukan pada tahap ini adalah uji diskriminatif
dengan metode uji pembedaan sederhana. Uji diskriminatif bertujuan mengetahui
kedekatan karakteristik cita rasa sampel tempe hasil perendaman kedelai dengan
larutan GDL A% dengan tempe hasil perendaman dengan larutan backsloping E%
+ GDL F% (w/v). Metode uji pembedaan sederhana dipilih karena
kesederhanaannya bagi panelis yang menguji, yaitu hanya menentukan apakah
suatu pasangan sampel berbeda atau tidak (Setyaningsih et al. 2010). Hipotesis
yang digunakan adalah sebagai berikut:
H0 = cita rasa keseluruhan kedua tempe sama
H1 = cita rasa keseluruhan kedua tempe berbeda
Jika nilai Asymp. Sig. (2-sided) < 0.05 maka H0 ditolak pada taraf
signifikansi 5%. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2sided) > 0.05 (Lampiran 15). Hal ini berarti H0 diterima dan kedua sampel tidak
berbeda pada taraf signifikansi 5%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
ulang larutan pengasam dapat dilakukan dengan menggunakan larutan
backsloping E% yang ditambahkan dengan GDL sebesar F% (w/v).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perbedaan jenis ragi yang digunakan dan penambahan pepaya muda
sebanyak proporsi yang digunakan oleh UKM tempe di Lumajang tidak
mempengaruhi rasa, aroma, tekstur, dan penampilan visual “Quick Tempeh” yang
dihasilkan. Teknologi “Quick Tempeh” termodifikasi telah dapat
diimplementasikan dalam skala produksi industri rumah tangga (C kg
kedelai/batch). Waktu perendaman kedelai dengan larutan GDL A% yang optimal
adalah selama X menit. Tempe hasil optimasi ini memiliki pH kedelai prafermentasi 5.0, nilai kekompakan tempe 13.5 dari 15, dan nilai kesukaan terhadap
cita rasa tempe secara keseluruhan sebesar 5.7 dari 7. Nilai pH kedelai prafermentasi tempe hasil optimasi lebih tinggi dibandingkan dengan tempe
pengasaman alami, sedangkan nilai kekompakan tempe dan nilai kesukaan
terhadap cita rasa tempe secara keseluruhan tidak berbeda nyata pada taraf

15
signifikansi 5%. Penggunaan ulang larutan pengasam dengan menggunakan
larutan backsloping E% yang ditambahkan GDL sebesar F% (w/v) dapat
menghasilkan tempe yang tidak berbeda nyata pada taraf signifikansi 5% dengan
tempe hasil perendaman dengan larutan GDL A%.

Saran
Perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh pengasaman dengan GDL
terhadap nilai nutrisional atau fungsional dari tempe yang dihasilkan. Perlu juga
dipelajari tentang pengaruh penambahan pepaya muda terhadap mutu tempe.
Selain itu, perlu diteliti lebih lanjut tentang mutu mikroorganisme pada “Quick
Tempeh”, masa simpan “Quick Tempeh”, dan penggunaan berulang larutan GDL
pengasam dalam produksi “Quick Tempeh” tanpa mengurangi kualitas tempe yang
dihasilkan dan bermakna dalam pengurangan biaya.

DAFTAR PUSTAKA
Astuti M, Meliala A, Dalais FS, Wahlqvist ML. 2000. Tempe, a nutritious and
healthy food from Indonesia. Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition.
9(4):322-325.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Statistika Indonesia. Jakarta (ID): BPS.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1992. Cara uji makanan dan minuman (SNI
01-2891-1992). Jakarta (ID): Pusat Standardisasi Industri, Departemen
Perindustrian.
Dinesh Babu P, Bhakyaraj R, Vidhyalakshmi R. 2009. A low cost nutritious food
“Tempeh”- a review. World Journal of Dairy & Food Sciences. 4(1):22-27.
Doores S. 1983. Organic acids. Di dalam: Branen AL dan PM Davidson.
Antimicrobial in Foods. New York (US): Marcel Dekker.
[FDA] Food and Drugs Administration. Code of Federal Regulations. Maryland
(US): US Food and Drugs Administration.
Gunawan MDPT. 1999. Modifikasi pengasaman kimiawi dalam pembuatan tempe
yang didasarkan pada aspek cita rasa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Hermana, Karmini M. 1996. Pengembangan teknologi pembuatan tempe. Di
dalam: Sapuan, Soetrisno N. Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta (ID):
Yayasan Tempe Indonesia.
Kuswanto KR. 2004. Industrialization of tempe fermentation. Di dalam:
Steinkraus KH. Industrialization of Indigenous Fermented Foods. Ed ke-2.
New York (US): Marcel Dekker.
Lawless HT, Heymann H. 2010. Sensory Evaluation of Food: Principles and
Practices. Ed ke-2. New York (US): Springer Publishing.
Liu K. 1997. Soybean Chemistry, Technology, and Utilization. New York (US):
Chapman & Hall, International Thomson Publ.
Modak P. 1995. Waste minimization: a practical guide to cleaner production and
enhanced profitability. Ahmedabad (IN): Center of Environment Education.

16
Nout MJR, Rombouts FM. 1990. A review recent developments in tempe research.
Journal of Applied Bacteriology. 69(5):609:633.
Nout MJR, Kiers JL. 2005. A review tempe fermentation, innovation, and
functionality: update into the third millenium. Journal of Applied Microbiology.
98(4):789-805.
Prawira IKPY. 2012. Laporan Kegiatan Uji Coba Quick Tempeh di Lumajang.
(Komunikasi pribadi).
Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri
Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Pr.
Shurtleff W. 1979. The Book of Tempeh. California (US): Soyinfo Center.
Steinkraus KH, van Buren JP, Hackler LR, Hand DB. 1965. A pilot-plan process
for the production of dehydrated tempeh. Food Technol. 19(1):63-68.
Suhadi I. 2003. Pengaruh perendaman kedelai dan jenis zat penggumpal terhadap
mutu tahu [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.
Syarief R, Hermanianto J, Haryadi P, Wiraatmadja S, Suliantari, Syah D, Suyatma
NE, YP Saragih. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya (ID): Universitas
Katolik Widya Mandala.
Wijaya CH. 2008. Quick Tempeh. Di dalam: Business Innovation Center. 100
Inovasi Paling Prospektif. Jakarta (ID): Menristek.

17
Lampiran 1 Lembar penilaian uji rating hedonik optimasi produk
UJI RATING HEDONIK
Nama
:
No. Telp/HP :

Tanggal
Produk

:
: Tempe rebus

Pertanyaan:
1. Apakah Anda menyukai tempe?
Instruksi:
Di hadapan Anda terdapat tujuh (7) sampel uji
1. Lakukan penilaian terhadap tempe secara individu tanpa
membandingkan (satu per satu)
2. Nilailah kesukaan Anda terhadap tempe berdasarkan cita rasa
tempe secara keseluruhan (rasa, aroma, dan tekstur) dengan
memberikan tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian
Anda.
3. Lakukan pula penilaian terhadap sampel berikutnya dengan cara
seperti penilaian pada sampel sebelumnya
4. Berikan komentar Anda pada kolom yang tesedia
Penilaian

711

514

Kode Sampel
225 433
849

352

657

1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak tidak suka
4. Netral
5. Agak suka
6. Suka
7. Sangat suka
Komentar:
……………………………………………………………………………….............

18
Lampiran 2 Lembar penilaian uji rating intensitas tahap optimasi produk
UJI RATING INTENSITAS
Nama
:
Tanggal
:
No. telp/HP :
Jenis Contoh : Tempe
Instruksi
:
Di hadapan Anda terdapat tujuh (7) sampel uji
1. Lakukan penilaian terhadap tempe secara individu tanpa
membandingkan (satu per satu)
2. Tentukan intensitas kekompakan tempe dengan memberikan
tanda (X) pada skala garis di bawah ini berdasarkan penilaian Anda.
Kode sampel:…….
Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak

Sangat kompak

Kode sampel:…….
Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak

Sangat kompak

Kode sampel:…….
Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak

Sangat kompak

Kode sampel:…….
Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak

Sangat kompak

Kode sampel:…….
Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak

Sangat kompak

Kode sampel:…….
Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak

Sangat kompak

Kode sampel:…….
Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak

Sangat kompak

Komentar:…………………………………………………………………………...

19
Lampiran 3 Lembar penilaian uji rating hedonik tahap verifikasi
UJI RATING HEDONIK
Nama
:
No. Telp/HP :

Tanggal
Produk

:
: Tempe rebus

Pertanyaan:
1. Apakah Anda menyukai tempe?
Instruksi:
Di hadapan Anda terdapat dua (2) sampel uji
1. Lakukan penilaian terhadap tempe secara individu tanpa
membandingkan (satu per satu)
2. Nilailah kesukaan Anda terhadap tempe berdasarkan cita rasa tempe
secara keseluruhan (rasa, aroma, dan tekstur) dengan memberikan
tanda (√) pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian Anda.
3. Lakukan pula penilaian terhadap sampel berikutnya dengan cara seperti
penilaian pada sampel sebelumnya
4. Berikan komentar Anda pada kolom yang tesedia
Penilaian

Kode Sampel
504

352

1. Sangat tidak suka
2. Tidak suka
3. Agak tidak suka
4. Netral
5. Agak suka
6. Suka
7. Sangat suka
Komentar:
……………………………………………………………………………….............

20
Lampiran 4 Lembar penilaian uji rating intensitas tahap verifikasi
UJI RATING INTENSITAS
Nama
No. telp/HP

:
:

Tanggal
:
Jenis Contoh : Tempe

Instruksi
:
Di hadapan Anda terdapat dua (2) sampel uji
1. Lakukan penilaian terhadap tempe secara individu tanpa
membandingkan (satu per satu)
2. Tentukan intensitas kekompakan tempe dengan memberikan tanda
(X) pada skala garis di bawah ini berdasarkan penilaian Anda.
Kode sampel:…….
Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak

Sangat kompak

Kode sampel:…….
Kekompakan tempe
Sangat tidak kompak

Sangat kompak

Komentar:…………………………………………………………………………...

21
Lampiran 5 Lembar penilaian uji pembedaan sederhana
UJI PEMBEDAAN SEDERHANA
Nama
:
No. Telp/HP :

Tanggal
Produk

:
: Tempe rebus

Instruksi:
Di hadapan Anda terdapat dua (2) sampel tempe rebus.
1. Cicipi sampel secara berurutan dari kiri ke kanan.
2. Pencicipan hanya diperbolehkan satu kali dan tidak diperkenankan
mengulang pencicipan.
3. Identifikasi apakah terdapat perbedaan keseluruhan atribut sensori di
antara kedua sampel.
Beri penilaian Anda dengan member tanda (√) pada kolom di bawah ini:
Kedua sampel sama
Kedua sampel berbeda
Komentar:
……………………………………………………………………………….............

22
Lampiran 6 Data uji rating hedonik tahap optimasi
Panelis
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
Total
Rataan

711
4
3
6
5
6
4
5
4
4
2
6
2
6
5
4
6
5
4
2
2
6
5
3
6
6
3
5
5
2
5
3
6
6
6
5
2
2
2
6
3
3
1
2
1
1
2
1
1
1
6
6
6
5
1
4
3
1
5
6
3
6
3
4
7
4
4
5
6
5
6
5
5
6
4
5
306
4.08

514
4
3
5
6
6
2
3
4
5
4
6
2
6
5
4
6
6
5
2
4
5
4
6
6
6
4
4
2
3
4
5
6
5
5
5
4
2
6
3
5
4
3
5
5
5
4
5
2
5
6
6
6
4
4
6
4
1
2
5
2
1
4
5
4
5
2
4
5
4
4
2
6
5
5
2
319
4.25

225
6
2
3
6
5
6
4
2
6
6
7
2
6
5
4
6
4
6
6
3
3
5
7
6
5
2
2
2
3
3
4
6
7
5
6
6
6
6
1
6
4
2
2
2
2
2
2
4
2
6
6
6
6
5
5
7
1
2
6
5
4
1
7
7
3
3
5
4
4
5
2
3
5
3
3
322
4.29

Kode Sampel
433
2
2
4
2
2
2
3
7
6
6
6
6
5
5
2
6
3
6
5
3
7
6
4
4
6
6
5
3
5
6
6
5
5
5
7
5
2
5
2
5
3
1
2
5
7
7
6
5
2
5
5
5
3
6
6
7
7
6
7
4
2
1
2
1
2
3
4
3
3
3
1
2
3
2
2
313
4.17

849
3
3
6
2
5
1
2
2
6
2
2
7
6
6
1
6
7
3
6
2
5
6
5
4
5
5
3
1
4
4
6
5
5
6
7
6
3
5
5
7
2
6
4
4
4
7
2
3
2
3
6
3
7
5
5
6
6
1
5
2
3
7
1
2
4
2
3
6
5
6
2
3
6
3
3
314
4.19

352
5
7
4
7
6
2
4
6
3
3
6
2
2
6
5
6
1
2
2
4
5
6
6
4
6
6
2
6
4
6
3
6
6
6
6
6
5
6
4
6
6
3
4
4
4
5
5
4
5
7
3
7
6
3
6
4
1
6
6
5
6
5
4
5
5
4
5
5
6
4
5
4
6
4
4
354
4.72

657
2
3
5
5
6
1
5
4
4
5
2
6
7
6
5
4
3
1
6
6
3
6
5
3
6
7
1
4
4
4
3
6
6
6
3
6
4
5
7
6
2
6
3
3
7
6
6
5
6
7
7
7
6
7
7
7
7
6
7
6
2
4
7
1
4
1
5
6
3
6
1
6
7
1
1
354
4.72

Keterangan: Kode sampel 711 & 514 = B menit; 225 = B+30 menit; 433 = B+60
menit; 849 = B+90 menit; 352 & 657 = B+120 menit

23
Lampiran 7 Data uji rating intensitas tahap optimasi
Kode Sampel
711
514
225
433
849
352
657
1
8
8.1
8
8
14.1
14.3
14.1
2
7.9
9.3
8.6
9.5
14.1
14.3
14.2
3
8
8.1
10
12.6
13.6
12.9
13.7
4
5.9
7.9
11.9
9
12.8
11.9
12.6
5
8.6
3.8
5.1
8.9
14.1
12.2
12.4
6
10.4
10.8
12.6
13.1
14.3
13.4
12.8
7
6.7
7.6
10.7
10.6
13.3
13.3
13.9
8
13.4
13
14.7
14.7
14.9
14.9
14.9
68.9
68.6
81.6
86.4
111.2
107.2
108.6
Total
8.61
8.58
10.2
10.8
13.9
13.4
13.58
Rataan
Keterangan: Kode sampel 711 & 514 = B menit; 225 = B+30 menit; 433 = B+60
menit; 849 = B+90 menit; 352 & 657 = B+120 menit
Panelis

24
Lampiran 8 Analisis data pH kedelai pra-fermentasi tahap verifikasi

Group Statistics
Sampel
Skor

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error Mean

504

2

4.700

.0000

a

.00