Tri eko makalah semnas bsa
MITOS DALAM TEKS CUISINE ORNEMENTALE
(Kajian Semiotik Roland Barthes dalam Buku Mythologies)
Tri Eko Agustiningrum, M.Pd.
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
trieagustine_unnes@yahoo.fr
Abstract
Roland Barthes proposed a semiotic theory in the form of "order of signification",
includes the denotation and connotation. Barthes also looks at other aspects of the
designation of "myth" that marks a society. "Myth" by Barthes is located on the
second level tagging, so as to form a system of sign-signifier-signified; the sign will
be a new marker which then has a second marker and establish a new mark. Thus,
when a sign which has connotations later evolved into the meaning of denotation,
the meaning of denotation will be a myth. Barthes, in the book Mythologies,
analyzes this emerging phenomenon by linking social, cultural, and visual. One of
the phenomena analyzed are pictures of cuisine in ELLE magazine. Each week,
ELLE always displays the photos look beautiful dishes. Nappé (outer layer) on the
dish was used as a wrapping material or the main ingredient of the dish, so it looks
like a mask. In the visual aspect, the outer layer (nappé) is as an ornament to invite
readers to imagine about the taste. These beautiful ornaments are a representation
of ELLE readers, people on a social level “popular”, who love beautiful things,
according to the appearance of the dish full of decoration (ornament).
Key words: semiotic, denotation, connotation, nappé, myths.
PENDAHULUAN
namun bersifat aktual. Mitos dalam buku ini
Mythologies adalah koleksi teks tertulis
bukan sekadar cerita yang terjadi pada masa
antara tahun 1954 hingga 1956, merinci dan
lampau, legenda dan sebuah retotika yang
seribu aspek kehidupan Prancis pada saat itu.
bersifat naratif serta tidak bisa terbantahkan.
Berbagai kejadian dan fenomena saat itu
Mitologi atau mitos menurut Roland Barthes
menggugah Barthes untuk menemukan makna
bisa disamakan dengan “ideologi”. Barthes
Barthes juga mengkritik mentalitas para "borjuis
menunjukkan bahwa ada pelanggaran ideologi
kecil". Golongan orang kaya baru dalam kelas
yang tersembunyi dalam peristiwa-peristiwa
sosial Prancis. Barthes menyebut makna yang
pada kurun masa itu. Gejala pelanggaran itu
muncul dari proses tanda, penanda, dan petanda
disebutnya langage de culture.
sebagai mitos. Dia juga memberikan penjelasan
Barthes
menggunakan
pendekatan
lengkap dan komprehensif tentang mitologi
semiotik untuk pemaknaan seluruh peristiwa
yang berkaitan dengan fenomena dan benda-
dalam buku Mythologies. Dalam teorinya,
benda yang ada di sekitar kita yang kerap
Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2
dianggap
fotografi,
tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan
tayangan televisi sampai pada jargon iklan,
konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan
remeh
seperti
iklan,
yang menjelaskan hubungan penanda dan
petanda pada realitas, menghasilkan makna
KAJIAN LITERATUR
eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah
SEMIOTIK
tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan
Semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu:
penanda
dalamnya
semeion yang berarti tanda. Dalam pandangan
beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak
Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode
langsung, dan tidak pasti (Kusumarini 2006).
kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan ini
dan
Roland
petanda
yang
Barthes
di
adalah
penerus
dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk
pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara
memandang berbagai wacana sosial sebagai
kompleks
cara
fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa
makna,
dijadikan model dalam berbagai wacana sosial.
tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa
Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh
kalimat yang sama bisa saja menyampaikan
praktek sosial dapat dianggap sebagai fenomena
makna yang berbeda pada orang yang berbeda
bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang
situasinya.
sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena
pembentukan
bentuk-bentuk
kalimat
kalimat
dan
menentukan
Barthes juga melihat aspek lain dari
luasnya pengertian tanda itu sendiri (Piliang
penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu
1998:262).
masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak
Semiotik menjadi salah satu kajian yang bahkan
pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah
menjadi tradisi dalam teori komunikasi. Tradisi
terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda
semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang
tersebut akan menjadi penanda baru yang
bagaimana
kemudian
benda, ide, keadaan, situasi, perasaan dan
memiliki
petanda
kedua
dan
tanda-tanda
membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda
kondisi
yang
kemudian
(Littlejohn, 2009 : 53). Semiotik bertujuan untuk
berkembang menjadi makna denotasi, maka
mengetahui makna-makna yang terkandung
makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.
dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna
memiliki
makna
konotasi
Pada penelitian ini, peristiwa yang
tersebut
di
luar
merepresentasikan
sehingga
tanda-tanda
itu
diketahui
sendiri
bagaimana
dianalisis adalah foto-foto tentang masakan yang
komunikator mengkonstruksi pesan. Konsep
dimuat
dalam
menemukan
majalah
ELLE.
Barthes
pemaknaan ini tidak terlepas dari perspektif atau
mitos-mitos
baru
melalui
nilai-nilai
ideologis
menjadi
serta
ranah
konsep
pendekatan semiotik yang dikembangkannya.
kultural
Barthes menemukan tanda-tanda dan melakukan
masyarakat di mana simbol tersebut diciptakan.
pembongkaran
(démontage
Kode kultural yang menjadi salah satu faktor
sémiologique) melalui aspek sosial, budaya, dan
konstruksi makna dalam sebuah simbol menjadi
visual.
aspek yang penting untuk mengetahui konstruksi
semiologi
yang
tertentu
pemikiran
pesan dalam tanda tersebut. Konstruksi makna
tanda. Sedangkan dalam 'mitos' (semiotika
yang terbentuk inilah yang kemudian menjadi
tingkat kedua), penanda dianggap bentuk,
dasar terbentuknya ideologi dalam sebuah tanda.
pertanda tetap sebagai konsep, dan tanda diganti
Sebagai salah satu kajian pemikiran dalam
dengan penandaan. Proses simbolisasi seperti itu
cultural studies, semiotik tentunya melihat
bertujuan
bagaimana budaya menjadi landasan pemikiran
membedakan antara linguistik dan mitos dalam
dari pembentukan makna dalam suatu tanda.
semiologi.
Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-
Barthes (Seuil 1957 : ) menjelaskan bahwa tanda
aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan
konotatif
tanda-tanda
tambahan namun juga mengandung kedua
tersebut
mempunyai
arti.
mempermudah
tidak
(Kriyantono, 2007 : 261).
bagian
KONSEP SEMIOTIK ROLAND BARTHES
keberadaannya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran
tanda
sekedar
denotatif
kita
dalam
memiliki
yang
melandasi
Sesungguhnya,
penyempurnaan
semiologi
Saussure,
teks dengan pengalaman personal dan kultural
berhenti
penandaan
dalam
penggunanya, interaksi antara konvensi dalam
denotatif.
dengan
(Kriyantono
karena ia akan mencari batasan antara pesan
2007 : 268). Gagasan Barthes ini dikenal dengan
denotatif dan konotatif. Untuk menciptakan
order
of signification, mencakup denotasi
sebuah semiotika konotasi gambar, kedua pesan
(makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi
ini harus dibedakan terlebih dahulu karena
(makna ganda yang lahir dari pengalaman
sistem konotasi sebagai semiotik tingkat dua
kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan
dibangun di atas sistem denotatif. Konsep
Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap
tersebut
mempergunakan istilah signifier-signified yang
tridimensional berikut :
penggunanya
dialami
tataran
Barthes membedakan dua macam itu
oleh
yang
pada
yang
dan
diharapkan
konvensi
inilah
sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi
Saussure dengan menekankan interaksi antara
teks
makna
diusung Saussure.
Dalam semiotik Barthes, terdapat tiga
tahapan
penanda,
penting
pembentuk
pertanda,
dan
makna,
tanda.
yaitu
Bahasa
Penanda
merupakan subyek, pertanda ialah obyek, dan
tanda merupakan hasil perpaduan keduanya.
Dalam semiotika tingkat pertama (linguistik),
penanda
diganti
dengan
sebutan
makna,
pertanda sebagai konsep, dan tanda tetap disebut
Mitos
digambarkan
dalam
skema
1. Denotasi
Hampir tiap pekan majalah ELLE
Makna denotasi adalah makna awal utama dari
menampilkan foto-foto masakan indah dan
sebuah tanda, teks, dan sebagainya. Pada tahap
penuh warna, misalnya burung perdrix yang
ini menjelaskan relasi antara penanda (signifier)
dimasak hingga keemasan dan diberi hiasan
dan penanda (signified) di dalam tanda, dan
buah ceri di atasnya, kue-kue penuh krim yang
antara tanda dengan objek yang diwakilinya (its
dihiasi oleh manisan buah.
referent) dalam realitas ekternalnya. Barthes
menyebutnya
sebagai
denotasi.
Pada hidangan tersebut, kategori yang
Denotasi
ditonjolkan adalah bagian nappé. Nappé adalah
merujuk pada apa yang diyakini akal sehat/orang
lapisan paling luar dari hidangan tersebut. Para
banyak (common-sense), makna yang teramat
juru masak berusaha mempercantik dengan
dari sebuah tanda.
berbagai cara, misalnya dengan memberikan
2. Konotasi
icing (lapisan krim). Icing berfungsi untuk
Konotasi merupakan istilah yang digunakan
membentuk permukaan masakan bentuk. Tidak
Barthes untuk menjelaskan salah satu dari tiga
hanya
cara kerja tanda di tahap kedua signifikasi tanda.
ditambahkan agar makin menarik.
sebatas
itu,
saus
dan
selai
juga
Konotasi menjelaskan interaksi yang terjadi
Nappé, bagian penting dalam hidangan
ketika tanda bertemu dengan perasaan atau
berfungsi sebagai ornament atau dekorasi yang
emosi dari pengguna dan nilai-nilai di dalam
dapat memberikan kesan indah dan penuh
budaya mereka. Bagi Barthes, faktor utama
keanggunan (sens distinguée). Hal tersebut
dalam konotasi adalah penanda tanda konotasi.
sesuai dengan majalah ELLE sebagai ikon
3. Mitos
keanggunan. ELLE adalah majalah yang telah
Barthes menjelaskan cara yang kedua dalam
menjadi legenda mode di Prancis. Majalah ini
cara kerja tanda di tatanan kedua adalah melalui
selalu menyuguhkan impian-impian tentang
mitos. Penggunaan lazimnya adalah kata-kata
keanggunan (rêve du chic) kepada pembacanya.
yang
Oleh karena itu, hidangan yang ditampilkan pun
menunjukkan
penggunanya.
Barthes
ketidakpercayaan
mitos
tak lepas dari lapisan-lapisan (cuisine de
sebagai orang yang mempercayainya, dalam
revêtement) dan penuh ornamen dekoratif agar
pengertian sebenarnya. Mitos dalah simpulan
tetap menunjukkan kesan elegan dan indah
yang
sesuai dengan ikon ELLE.
dihasilkan
dari
menggunakan
pengetahuan
dan
pemahaman seseorang tentang kebudayaan dan
Secara visual, ornamen dekoratif itu
aspek-aspek lain yang menjadi konteks dari
bagai sebuah topeng (alibi). Para pembacanya
peristiwa dalam teks atau gambar.
akan sulit melihat bentuk asli dari bahan utama
hidangan yang ditampilkan. Pembaca justru
CUISINE ORNEMENTALE
menemukan kesan lembut dari bahan dasar
hidangan, misalnya daging dan ikan laut yang
penuh duri tajam,
berkat lapisan (nappé)
ornament yang ditambahkan. Nappé yang
digunakan untuk hidangan ini bermacammacam, misalnya jamur cincang, buah ceri,
potongan jeruk sitrun, dan manisan buah. Dalam
bukunya, Barthes menyebut bahwa nappé yang
penuh hiasan itu sebagai endapan (sédiment).
HASIL DAN PEMBAHASAN
MITOS DALAM TEKS CUISINE
ORNEMENTALE
Mitos yang terdapat dalam teks ini
adalah mitos tentang nappé, ornamen, dan
majalah ELLE. Pada pembahasan ini,
dilakukan melalui dua sistem, yaitu
bahasa dan mitos.
Unsur dalam
teks
1. Nappé
Sistem
Bahasa
Lapisan
di
atas atau luar
masakan
2. Ornamen
Hiasan,
barang-barang
yang
digunakan
untuk
memperindah,
yang
sebelumnya
biasa menjadi
lebih menarik.
Sistem Mitos
Nappé
adalah
topeng
atau
alibi.,
lapisan
yang
berfungsi
untuk
menyembunyikan
sifat dan bentuk
asli bahan dasar
masakan.
Ornamen
berbagai bentuk
yang
selalu
digunakan dalam
hidangan
pada
rubrik masakan di
majalah
ELLE
memunculkan
mitos
bahwa
ketika berbicara
tentang ornamen,
maka
akan
muncul
mitos
keindahan dan
keanggunan
3. ELLE
Majalah
ELLE merupakan
mingguan di majalah
yang
Prancis yang dibaca
oleh
berisi
publik pembaca
informasi
perempuan dari
untuk publik golongan sosial
perempuan.
menengah
ke
ELLE berarti bawah. Pada masa
Dia
(orang itu, pembacanya
ketiga
adalah golongan
perempuan)
borjuis. Golongan
ini
adalah
golongan
yang
muncul
setelah
masa
revolusi
industri
di
Prancis. Mereka
sebagian
besar
adalah
para
pekerja
dan
pedagang.
Informasi
dan
gambar-gambar
yang ditampilkan
lebih
menonjolkan
unsur keindahan
dan
penuh
impian. Hal-hal
yang sulit untuk
dimiliki
atau
dirasakan
(masakan penuh
hiasan).
ELLE
menjadi
mitos
pemberi mimpi.
Pada mitos majalah ELLE, Barthes mengkontraskan
dengan majalah lain di Prancis, yaitu l’EXPRESS.
Barthes
membedakan
keduanya
berdasarkan
informasi, gambar, dan publik pembaca mereka.
4. l’EXPRESS Majalah
L’EXPRESS
mingguan
adalah
majalah
Prancis untuk yang
memiliki
publik
pria pembaca
dari
dan wanita. golongan
kelas
EXPRESS
atas.
Mereka
berarti cepat.
adalah
para
politisi
dan
pengusaha.
Karakter
masyarakat
golongan
ini
adalah
lebih
menyukai
informasi
yang
sesuai kenyataan
dan
tidak
menunjukkan halhal
yang
berlebihan atau
dibuat-buat. Oleh
karena itu, mitos
yang muncul dari
majalah
l’EXPRESS
adalah kenyataan
tanpa
kepurapuraan.
SIMPULAN
Semiotika visual mengkaji materi yangg
berbentuk teks dan gambar . semiotika gambar
atau visual secara khusus dalam berbagai bentuk
dan tingkatannya. Pemikiran Roland Barthes,
salah satu konsep yang paling terkenal adalah
sistem semiologis bertingkat. Dijelaskan dengan
cukup sederhana dan padat, bahwa Barthes
mengembangkan konsep dikotomis Saussure
dalam melihat struktur tanda menjadi beberapa
tingkatan sistem semiologis. Tingkat pertama
adalah hubungan penanda dan petanda yang
menghasilkan
makna
denotasi.
Tingkat
berikutnya adalah pemaknaan konotatif, dan
tingkat berikutnya adalah pemaknaan yang
menghasilkan mitos.
Pada teks cuisine ornementale, kita
menemukan dominasi unsur visual, berupa
deskripsi hidangan yang muncul di majalah
ELLE.
Barthes
menganalisis
gambagambar
tersebut dan menemukan mitos-mitos yang
dihubungkan dengan aspek sosial dan budaya
pada masa itu di Prancis. Mitos yang dihasilkan
dari proses pemaknaan bertingkat dalam teks
Cuisine ornementale adalah, nappé, ornament,
majalah ELLE, dan majalah l’EXPRESS.
REFERENSI
Barthes, Roland. Mythologies. 1957. Paris :
Editions du Seuil.
1997. Elements of Semiology.
Terjemahan Bahasa Inggris. Atlantic
Books.
Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis
Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Littlejohn, Stephen W, 2009 . Teori
Komunikasi edisi 9. Jakarta. Salemba
Humanika.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi
Suatu Pengantar. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Piliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia
yang Dilipat: Realitas Kebudayaan
Menjelang Milenium Ketiga dan
Matinya Posmodernisme, Jakarta:
Mizan
(Kajian Semiotik Roland Barthes dalam Buku Mythologies)
Tri Eko Agustiningrum, M.Pd.
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
trieagustine_unnes@yahoo.fr
Abstract
Roland Barthes proposed a semiotic theory in the form of "order of signification",
includes the denotation and connotation. Barthes also looks at other aspects of the
designation of "myth" that marks a society. "Myth" by Barthes is located on the
second level tagging, so as to form a system of sign-signifier-signified; the sign will
be a new marker which then has a second marker and establish a new mark. Thus,
when a sign which has connotations later evolved into the meaning of denotation,
the meaning of denotation will be a myth. Barthes, in the book Mythologies,
analyzes this emerging phenomenon by linking social, cultural, and visual. One of
the phenomena analyzed are pictures of cuisine in ELLE magazine. Each week,
ELLE always displays the photos look beautiful dishes. Nappé (outer layer) on the
dish was used as a wrapping material or the main ingredient of the dish, so it looks
like a mask. In the visual aspect, the outer layer (nappé) is as an ornament to invite
readers to imagine about the taste. These beautiful ornaments are a representation
of ELLE readers, people on a social level “popular”, who love beautiful things,
according to the appearance of the dish full of decoration (ornament).
Key words: semiotic, denotation, connotation, nappé, myths.
PENDAHULUAN
namun bersifat aktual. Mitos dalam buku ini
Mythologies adalah koleksi teks tertulis
bukan sekadar cerita yang terjadi pada masa
antara tahun 1954 hingga 1956, merinci dan
lampau, legenda dan sebuah retotika yang
seribu aspek kehidupan Prancis pada saat itu.
bersifat naratif serta tidak bisa terbantahkan.
Berbagai kejadian dan fenomena saat itu
Mitologi atau mitos menurut Roland Barthes
menggugah Barthes untuk menemukan makna
bisa disamakan dengan “ideologi”. Barthes
Barthes juga mengkritik mentalitas para "borjuis
menunjukkan bahwa ada pelanggaran ideologi
kecil". Golongan orang kaya baru dalam kelas
yang tersembunyi dalam peristiwa-peristiwa
sosial Prancis. Barthes menyebut makna yang
pada kurun masa itu. Gejala pelanggaran itu
muncul dari proses tanda, penanda, dan petanda
disebutnya langage de culture.
sebagai mitos. Dia juga memberikan penjelasan
Barthes
menggunakan
pendekatan
lengkap dan komprehensif tentang mitologi
semiotik untuk pemaknaan seluruh peristiwa
yang berkaitan dengan fenomena dan benda-
dalam buku Mythologies. Dalam teorinya,
benda yang ada di sekitar kita yang kerap
Barthes mengembangkan semiotika menjadi 2
dianggap
fotografi,
tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan
tayangan televisi sampai pada jargon iklan,
konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan
remeh
seperti
iklan,
yang menjelaskan hubungan penanda dan
petanda pada realitas, menghasilkan makna
KAJIAN LITERATUR
eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah
SEMIOTIK
tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan
Semiotika berasal dari kata Yunani, yaitu:
penanda
dalamnya
semeion yang berarti tanda. Dalam pandangan
beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak
Piliang, penjelajahan semiotika sebagai metode
langsung, dan tidak pasti (Kusumarini 2006).
kajian ke dalam berbagai cabang keilmuan ini
dan
Roland
petanda
yang
Barthes
di
adalah
penerus
dimungkinkan karena ada kecenderungan untuk
pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara
memandang berbagai wacana sosial sebagai
kompleks
cara
fenomena bahasa. Dengan kata lain, bahasa
makna,
dijadikan model dalam berbagai wacana sosial.
tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa
Berdasarkan pandangan semiotika, bila seluruh
kalimat yang sama bisa saja menyampaikan
praktek sosial dapat dianggap sebagai fenomena
makna yang berbeda pada orang yang berbeda
bahasa, maka semuanya dapat juga dipandang
situasinya.
sebagai tanda. Hal ini dimungkinkan karena
pembentukan
bentuk-bentuk
kalimat
kalimat
dan
menentukan
Barthes juga melihat aspek lain dari
luasnya pengertian tanda itu sendiri (Piliang
penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu
1998:262).
masyarakat. “Mitos” menurut Barthes terletak
Semiotik menjadi salah satu kajian yang bahkan
pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah
menjadi tradisi dalam teori komunikasi. Tradisi
terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda
semiotik terdiri atas sekumpulan teori tentang
tersebut akan menjadi penanda baru yang
bagaimana
kemudian
benda, ide, keadaan, situasi, perasaan dan
memiliki
petanda
kedua
dan
tanda-tanda
membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda
kondisi
yang
kemudian
(Littlejohn, 2009 : 53). Semiotik bertujuan untuk
berkembang menjadi makna denotasi, maka
mengetahui makna-makna yang terkandung
makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.
dalam sebuah tanda atau menafsirkan makna
memiliki
makna
konotasi
Pada penelitian ini, peristiwa yang
tersebut
di
luar
merepresentasikan
sehingga
tanda-tanda
itu
diketahui
sendiri
bagaimana
dianalisis adalah foto-foto tentang masakan yang
komunikator mengkonstruksi pesan. Konsep
dimuat
dalam
menemukan
majalah
ELLE.
Barthes
pemaknaan ini tidak terlepas dari perspektif atau
mitos-mitos
baru
melalui
nilai-nilai
ideologis
menjadi
serta
ranah
konsep
pendekatan semiotik yang dikembangkannya.
kultural
Barthes menemukan tanda-tanda dan melakukan
masyarakat di mana simbol tersebut diciptakan.
pembongkaran
(démontage
Kode kultural yang menjadi salah satu faktor
sémiologique) melalui aspek sosial, budaya, dan
konstruksi makna dalam sebuah simbol menjadi
visual.
aspek yang penting untuk mengetahui konstruksi
semiologi
yang
tertentu
pemikiran
pesan dalam tanda tersebut. Konstruksi makna
tanda. Sedangkan dalam 'mitos' (semiotika
yang terbentuk inilah yang kemudian menjadi
tingkat kedua), penanda dianggap bentuk,
dasar terbentuknya ideologi dalam sebuah tanda.
pertanda tetap sebagai konsep, dan tanda diganti
Sebagai salah satu kajian pemikiran dalam
dengan penandaan. Proses simbolisasi seperti itu
cultural studies, semiotik tentunya melihat
bertujuan
bagaimana budaya menjadi landasan pemikiran
membedakan antara linguistik dan mitos dalam
dari pembentukan makna dalam suatu tanda.
semiologi.
Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-
Barthes (Seuil 1957 : ) menjelaskan bahwa tanda
aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan
konotatif
tanda-tanda
tambahan namun juga mengandung kedua
tersebut
mempunyai
arti.
mempermudah
tidak
(Kriyantono, 2007 : 261).
bagian
KONSEP SEMIOTIK ROLAND BARTHES
keberadaannya.
Roland Barthes meneruskan pemikiran
tanda
sekedar
denotatif
kita
dalam
memiliki
yang
melandasi
Sesungguhnya,
penyempurnaan
semiologi
Saussure,
teks dengan pengalaman personal dan kultural
berhenti
penandaan
dalam
penggunanya, interaksi antara konvensi dalam
denotatif.
dengan
(Kriyantono
karena ia akan mencari batasan antara pesan
2007 : 268). Gagasan Barthes ini dikenal dengan
denotatif dan konotatif. Untuk menciptakan
order
of signification, mencakup denotasi
sebuah semiotika konotasi gambar, kedua pesan
(makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi
ini harus dibedakan terlebih dahulu karena
(makna ganda yang lahir dari pengalaman
sistem konotasi sebagai semiotik tingkat dua
kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan
dibangun di atas sistem denotatif. Konsep
Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap
tersebut
mempergunakan istilah signifier-signified yang
tridimensional berikut :
penggunanya
dialami
tataran
Barthes membedakan dua macam itu
oleh
yang
pada
yang
dan
diharapkan
konvensi
inilah
sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi
Saussure dengan menekankan interaksi antara
teks
makna
diusung Saussure.
Dalam semiotik Barthes, terdapat tiga
tahapan
penanda,
penting
pembentuk
pertanda,
dan
makna,
tanda.
yaitu
Bahasa
Penanda
merupakan subyek, pertanda ialah obyek, dan
tanda merupakan hasil perpaduan keduanya.
Dalam semiotika tingkat pertama (linguistik),
penanda
diganti
dengan
sebutan
makna,
pertanda sebagai konsep, dan tanda tetap disebut
Mitos
digambarkan
dalam
skema
1. Denotasi
Hampir tiap pekan majalah ELLE
Makna denotasi adalah makna awal utama dari
menampilkan foto-foto masakan indah dan
sebuah tanda, teks, dan sebagainya. Pada tahap
penuh warna, misalnya burung perdrix yang
ini menjelaskan relasi antara penanda (signifier)
dimasak hingga keemasan dan diberi hiasan
dan penanda (signified) di dalam tanda, dan
buah ceri di atasnya, kue-kue penuh krim yang
antara tanda dengan objek yang diwakilinya (its
dihiasi oleh manisan buah.
referent) dalam realitas ekternalnya. Barthes
menyebutnya
sebagai
denotasi.
Pada hidangan tersebut, kategori yang
Denotasi
ditonjolkan adalah bagian nappé. Nappé adalah
merujuk pada apa yang diyakini akal sehat/orang
lapisan paling luar dari hidangan tersebut. Para
banyak (common-sense), makna yang teramat
juru masak berusaha mempercantik dengan
dari sebuah tanda.
berbagai cara, misalnya dengan memberikan
2. Konotasi
icing (lapisan krim). Icing berfungsi untuk
Konotasi merupakan istilah yang digunakan
membentuk permukaan masakan bentuk. Tidak
Barthes untuk menjelaskan salah satu dari tiga
hanya
cara kerja tanda di tahap kedua signifikasi tanda.
ditambahkan agar makin menarik.
sebatas
itu,
saus
dan
selai
juga
Konotasi menjelaskan interaksi yang terjadi
Nappé, bagian penting dalam hidangan
ketika tanda bertemu dengan perasaan atau
berfungsi sebagai ornament atau dekorasi yang
emosi dari pengguna dan nilai-nilai di dalam
dapat memberikan kesan indah dan penuh
budaya mereka. Bagi Barthes, faktor utama
keanggunan (sens distinguée). Hal tersebut
dalam konotasi adalah penanda tanda konotasi.
sesuai dengan majalah ELLE sebagai ikon
3. Mitos
keanggunan. ELLE adalah majalah yang telah
Barthes menjelaskan cara yang kedua dalam
menjadi legenda mode di Prancis. Majalah ini
cara kerja tanda di tatanan kedua adalah melalui
selalu menyuguhkan impian-impian tentang
mitos. Penggunaan lazimnya adalah kata-kata
keanggunan (rêve du chic) kepada pembacanya.
yang
Oleh karena itu, hidangan yang ditampilkan pun
menunjukkan
penggunanya.
Barthes
ketidakpercayaan
mitos
tak lepas dari lapisan-lapisan (cuisine de
sebagai orang yang mempercayainya, dalam
revêtement) dan penuh ornamen dekoratif agar
pengertian sebenarnya. Mitos dalah simpulan
tetap menunjukkan kesan elegan dan indah
yang
sesuai dengan ikon ELLE.
dihasilkan
dari
menggunakan
pengetahuan
dan
pemahaman seseorang tentang kebudayaan dan
Secara visual, ornamen dekoratif itu
aspek-aspek lain yang menjadi konteks dari
bagai sebuah topeng (alibi). Para pembacanya
peristiwa dalam teks atau gambar.
akan sulit melihat bentuk asli dari bahan utama
hidangan yang ditampilkan. Pembaca justru
CUISINE ORNEMENTALE
menemukan kesan lembut dari bahan dasar
hidangan, misalnya daging dan ikan laut yang
penuh duri tajam,
berkat lapisan (nappé)
ornament yang ditambahkan. Nappé yang
digunakan untuk hidangan ini bermacammacam, misalnya jamur cincang, buah ceri,
potongan jeruk sitrun, dan manisan buah. Dalam
bukunya, Barthes menyebut bahwa nappé yang
penuh hiasan itu sebagai endapan (sédiment).
HASIL DAN PEMBAHASAN
MITOS DALAM TEKS CUISINE
ORNEMENTALE
Mitos yang terdapat dalam teks ini
adalah mitos tentang nappé, ornamen, dan
majalah ELLE. Pada pembahasan ini,
dilakukan melalui dua sistem, yaitu
bahasa dan mitos.
Unsur dalam
teks
1. Nappé
Sistem
Bahasa
Lapisan
di
atas atau luar
masakan
2. Ornamen
Hiasan,
barang-barang
yang
digunakan
untuk
memperindah,
yang
sebelumnya
biasa menjadi
lebih menarik.
Sistem Mitos
Nappé
adalah
topeng
atau
alibi.,
lapisan
yang
berfungsi
untuk
menyembunyikan
sifat dan bentuk
asli bahan dasar
masakan.
Ornamen
berbagai bentuk
yang
selalu
digunakan dalam
hidangan
pada
rubrik masakan di
majalah
ELLE
memunculkan
mitos
bahwa
ketika berbicara
tentang ornamen,
maka
akan
muncul
mitos
keindahan dan
keanggunan
3. ELLE
Majalah
ELLE merupakan
mingguan di majalah
yang
Prancis yang dibaca
oleh
berisi
publik pembaca
informasi
perempuan dari
untuk publik golongan sosial
perempuan.
menengah
ke
ELLE berarti bawah. Pada masa
Dia
(orang itu, pembacanya
ketiga
adalah golongan
perempuan)
borjuis. Golongan
ini
adalah
golongan
yang
muncul
setelah
masa
revolusi
industri
di
Prancis. Mereka
sebagian
besar
adalah
para
pekerja
dan
pedagang.
Informasi
dan
gambar-gambar
yang ditampilkan
lebih
menonjolkan
unsur keindahan
dan
penuh
impian. Hal-hal
yang sulit untuk
dimiliki
atau
dirasakan
(masakan penuh
hiasan).
ELLE
menjadi
mitos
pemberi mimpi.
Pada mitos majalah ELLE, Barthes mengkontraskan
dengan majalah lain di Prancis, yaitu l’EXPRESS.
Barthes
membedakan
keduanya
berdasarkan
informasi, gambar, dan publik pembaca mereka.
4. l’EXPRESS Majalah
L’EXPRESS
mingguan
adalah
majalah
Prancis untuk yang
memiliki
publik
pria pembaca
dari
dan wanita. golongan
kelas
EXPRESS
atas.
Mereka
berarti cepat.
adalah
para
politisi
dan
pengusaha.
Karakter
masyarakat
golongan
ini
adalah
lebih
menyukai
informasi
yang
sesuai kenyataan
dan
tidak
menunjukkan halhal
yang
berlebihan atau
dibuat-buat. Oleh
karena itu, mitos
yang muncul dari
majalah
l’EXPRESS
adalah kenyataan
tanpa
kepurapuraan.
SIMPULAN
Semiotika visual mengkaji materi yangg
berbentuk teks dan gambar . semiotika gambar
atau visual secara khusus dalam berbagai bentuk
dan tingkatannya. Pemikiran Roland Barthes,
salah satu konsep yang paling terkenal adalah
sistem semiologis bertingkat. Dijelaskan dengan
cukup sederhana dan padat, bahwa Barthes
mengembangkan konsep dikotomis Saussure
dalam melihat struktur tanda menjadi beberapa
tingkatan sistem semiologis. Tingkat pertama
adalah hubungan penanda dan petanda yang
menghasilkan
makna
denotasi.
Tingkat
berikutnya adalah pemaknaan konotatif, dan
tingkat berikutnya adalah pemaknaan yang
menghasilkan mitos.
Pada teks cuisine ornementale, kita
menemukan dominasi unsur visual, berupa
deskripsi hidangan yang muncul di majalah
ELLE.
Barthes
menganalisis
gambagambar
tersebut dan menemukan mitos-mitos yang
dihubungkan dengan aspek sosial dan budaya
pada masa itu di Prancis. Mitos yang dihasilkan
dari proses pemaknaan bertingkat dalam teks
Cuisine ornementale adalah, nappé, ornament,
majalah ELLE, dan majalah l’EXPRESS.
REFERENSI
Barthes, Roland. Mythologies. 1957. Paris :
Editions du Seuil.
1997. Elements of Semiology.
Terjemahan Bahasa Inggris. Atlantic
Books.
Kriyantono, Rachmat. 2007. Teknik Praktis
Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
Littlejohn, Stephen W, 2009 . Teori
Komunikasi edisi 9. Jakarta. Salemba
Humanika.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi
Suatu Pengantar. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Piliang, Yasraf Amir. 1998. Sebuah Dunia
yang Dilipat: Realitas Kebudayaan
Menjelang Milenium Ketiga dan
Matinya Posmodernisme, Jakarta:
Mizan