Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat.
ANALISIS INDEKS IKLIM SEKTOR PARIWISATA
DI CITEKO JAWA BARAT
IFTAH RIZKIE VIDIAN
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Indeks Iklim
Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir di skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Iftah Rizkie Vidian
NIM G24100031
ABSTRAK
IFTAH RIZKIE VIDIAN. Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa
Barat. Dibimbing oleh Dr. Perdinan, S.Si, M.NRE.
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting di Indonesia.
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki banyak lokasi wisata alam seperti
pantai dan pegunungan. Sebab itu, pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi
iklim dapat memberikan informasi mengenai kenyamanan dari tujuan wisata.
Umumnya, wisatawan akan mempertimbangkan kondisi cuaca sebelum
mengunjungi suatu daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung indeks
iklim pariwisata Citeko yang terletak di Jawa Barat, sebagai pendekatan untuk
memperkirakan dampak dari kondisi iklim di daerah penelitian. THI (Indeks suhu
dan kelembaban) dan TCI (Indeks iklim pariwisata) merupakan dua indeks yang
digunakan dalam penelitian ini. Kedua indeks menggunakan variabel iklim
sebagai masukan seperti suhu, curah hujan, kelembaban, radiasi dan kecepatan
angin tahun 2001 sampai 2010. Hasil dari metode THI menunjukkan bahwa
Citeko diklasifikasikan sebagai ”kondisi nyaman dengan syarat tersedia cahaya
matahari”. Hasil dari metode TCI menyebutkan bahwa Citeko dikategorikan
sebagai “baik”. Kategori dalam THI menyatakan radiasi matahari merupakan
variabel iklim penting yang harus dipertimbangkan ketika melakukan evaluasi
kenyamanan di wilayah kajian. Jika radiasi matahari digunakan sebagai variabel
iklim tambahan seperti pada metode TCI, maka wilayah kajian dapat
dipertimbangkan sebagai tujuan wisata yang nyaman untuk dikunjungi. Analisis
sensitivitas, dihitung dengan cara memodifikasi data iklim menggunakan luaran
model iklim global (CCSM) dan digunakan sebagai masukan dalam perhitungan
TCI, menunjukkan bahwa wilayah kajian diproyeksikan lebih nyaman pada
musim kemarau (JJA) daripada musim hujan. Hasil analisis menunjukkan metode
yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai alat untuk
mengukur tingkat kenyamanan pada lokasi wisata.
Kata kunci : indeks iklim, parawisata, kenyamanan, perubahan iklim
ABSTRACT
IFTAH RIZKIE VIDIAN. Analsis of tourism climate index at Citeko, West Java.
Supervised by Dr. Perdinan, S.Si, M.NRE.
Tourism is considered as one of important economic sectors in Indonesia.
As a tropical country, Indonesia has many natural tourism destinations along its
coasts and mountains. For these tourist attractions, knowledge and understanding
on climatic condition can provide information about the comportability of a
tourist destination. Generally, tourists will consider weather condition before
visiting an area. This study aims at calculating tourism climate index of Citeko,
located in West Java, as an approach to estimate the impacts of climatic condition
on the study area. THI (Temperature Humidity Index) and TCI (Tourism Climate
Index) were the two indexes employed. The indexes used climate variables as
inputs, such as temperature, rainfall, humidity, radiation and wind speed for the
period of 2001 – 2010. The values of THI indicate that the Citeko was classified
as “sun needed for comfort”. The values of TCI showed that the study area was
categorized as “good”. The categorization of THI reveals that solar radiation is an
important climate variable that should be considered when evaluation the
comportability of the study area. When solar radiation is employed as the
additional climate variable as is employed by TCI, the study area is currently
considered a comportable tourist destination. The sensitivity analysis, completed
by modifying climate data using the outputs of global climate model (i.e., CCSM),
suggested that the study area is more favorable in the dry season (JJA) than in the
rainy season. The analysis shows that the indexes are promising tool to be used
for measuring the comfort level of a tourism destination.
Keywords: climate index, tourism, climate change, comfortability
ANALISIS INDEKS IKLIM SEKTOR PARIWISATA DI
CITEKO JAWA BARAT
IFTAH RIZKIE VIDIAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang
berjudul Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibunda yang
tercinta, Budi Santoso dan Suryani yang selalu memberikan dukungan berupa
materi dan moral agar karya tulis ini dapat selesai tepat waktu, terima kasih juga
untuk adik – adik tersayang Rafael Khairul Umam, Ismail Fahmi, dan Muhammad
Ibnu Farhan Surya Budi yang telah memberi penulis semangat dalam
menyelesaikan karya tulis ini, serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
banyak kepada :
1. Dr. Perdinan selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan kepada penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
2. Dr. Tania June selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi dan
seluruh dosen maupun staff yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
selama penulis berada di IPB ini.
3. Seluruh keluarga GFMer’s 47, keluarga yang telah banyak memberikan
ilmu dan pengalaman kepada penulis selama kurang lebih 3 tahun di GFM.
4. Keluarga New Himaja (M. Thaisir, Ryan Karida P, Teungku Haikal, Givo
Alsepan, dan Hasby Baihaqi), Keluarga Alay (Fikriyatul Falashifah,
Himmatun Khotimah, Sri Muslimah, dan Angga Mandesno) Sahabat
Eboler’s (Reza Putra Nugraha, Taufik Rizki, M. Syafei, dan Firdaus),
Teman-teman PI-AREA (Adi Kiswanto, Ryco Farysca A, Edyanto, dan
Tri Atmaja), serta Murni Ngestu Nur’utami dan Resti Salmayenti yang
telah memberikan bantuan, masukan dan dukungannya kepada penulis
dalam proses penyelesaian karya tulis ini.
5. Seluruh kakak dan adik angkatan GFM serta seluruh teman-teman BeeTen
(B.10) TPB IPB 2010 dan FMP (Forum Mahasiswa Probolinggo) yang
telah membantu penulis selama berada di IPB.
6. Sahabat terbaik Ferry Laksono, Rizal Dwi Annur dan teman-teman
Gravity (Herlika Indrawati, Aris Tri Bahtiar Efendi dan Sri Eva Lusiana)
yang telah memberikan doa dan dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan pengetahuan dan bermanfaat
bagi yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2015
Iftah Rizkie Vidian
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Data dan Peralatan
2
Metodologi Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
6
Wilayah Kajian
6
Tourism Climate Index (TCI)
6
Temperature Humidity Index (THI)
7
Community Climate System Model (CCSM)
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Temperature Humidity Index (THI)
10
Tourism Climate Index (TCI)
13
Perbandingan TCI dan THI
15
Analisis Sensitivitas
20
SIMPULAN DAN SARAN
22
Simpulan
22
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL
Sensasi suhu berdasarkan nilai Temperature Humidity Index
Nilai persentase seluruh sub-indeks dalam Tourism Climate Index
Kategori Kenyamanan berdasarkan nilai Tourism Clim2ate Index
Penggunaan Tourism Climate Index di beberapa tempat di dunia
Perbandingan Tourism Climate Index dan Temperature Humidity Index
Jumlah bulan nyaman berdasarkan TCI dan THI terhadap kunjungan
tahunan tahun 2004 – 2010
7 Jumlah bulan nyaman berdasarkan TCI terhadap kunjungan tahunan
serta parameter TCI tahun 2004 – 2010
8 Perbandingan nilai TCI data pengamatan lapang (2001-2010) dengan
luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050
1
2
3
4
5
6
4
5
5
13
15
17
18
20
DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi THI berdasarkan nilai suhu (0C) dan kelembaban udara (%)
(Talaia et al. 2013)
2 Wilayah kajian Citeko, Jawa Barat (Google 2015)
3 Nilai THI berdasarkan kategori nyaman dan nyaman bersyarat
4 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun
2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat
5 Grafik nilai THI wilayah Citeko 2001-2010 (skala diperkecil)
6 Rataan curah hujan (CH) dan lama penyinaran (S) bulanan wilayah
Citeko Jawa Barat tahun 2001-2010
7 Nilai TCI berdasarkan kategori nyaman dan ditoleransi
8 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun
2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat
9 Grafik tren penurunan nilai TCI tahun 2010, 2030 dan 2050 pada
musim penghujan
10 Grafik tren penurunan nilai TCI tahun 2010, 2030 dan 2050 pada
musim kemarau
3
9
10
11
11
12
14
14
21
21
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rata – rata nilai TCI musiman di Citeko tahun 2010, 2030 dan 2050
2. Perbandingan suhu udara rata-rata (bulanan) musim kemarau dan
musim penghujan tahun 2010, 2030 dan 2050
3. Perbandingan curah hujan rata-rata (bulanan) musim kemarau dan
musim penghujan tahun 2010, 2030 dan 2050
4. Grafik kombinasi antara suhu udara (0C) dengan Kelembaban Udara
(%) untuk menghitung nilai indeks kenyamanan (Mieczkowski 1985)
25
25
25
26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi global yang memberikan
kontribusi yang signifikan bagi masing-masing negara dan ekonomi lokal (United
National World Tourism Organization 2009). Sebagai salah satu dari beberapa
industri terbesar di dunia, pariwisata menyumbang sekitar 5% dari pemasukan
domestik bruto dunia (UNWTO 2012). Mayoritas negara yang memiliki
pemasukan tinggi di bidang pariwisata ialah negara di wilayah tropis.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang
kedua di dunia. Letaknya di wilayah tropis membuat Indonesia kaya akan energi
matahari. Hal inilah yang menarik para wisatawan terutama yang berasal dari
mancanegara untuk datang ke Indonesia. Negara ini juga mengandalkan potensi
sumber daya alam, keanekaragaman hayati serta kearifan budaya lokal dalam
mengembangkan kepariwisataan. Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) pada
tahun 2014, terhitung jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
Indonesia terus meningkat. Merujuk pada catatan di tahun yang sama, jumlah
turis asing pada Bulan Januari hingga Maret tercatat mencapai 2.221.351
pengunjung atau tumbuh 10,07%. Jumlah kunjungan pelancong rata – rata 740
ribu per bulan tersebut merupakan rekor baru.
Data Disbudpar Provinsi Jawa Barat mencatat kunjungan wisata di Jawa
Barat mencapai 45 juta dan 1 juta untuk wisatawan mancanegara setiap tahunnya.
Puncak Bogor sebagai salah satu lokasi wisata andalan di wilayah Jawa Barat
merupakan destinasi wisata favorit bagi para turis lokal maupun mancanegara.
Citeko sebagai salah satu lokasi yang memiliki stasiun cuaca serta dekat dengan
Puncak kemudian dipilih menjadi wilayah kajian dalam menentukan tingkat
kenyamanan bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke Wilayah Puncak
Bogor, Jawa Barat.
Iklim memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia dalam berbagai
sektor ekonomi, misalnya: transportasi, pertanian dan pariwisata. Iklim
memberikan pengaruh terhadap sektor pariwisata dengan pertimbangan kegiatan
pariwisata bergantung pada kondisi cuaca dan iklim. Umumnya aktivitas manusia
terhenti jika hujan turun dan beberapa orang lebih memilih untuk tinggal di
rumah daripada melakukan kunjungan wisata jika cuaca sedang tidak nyaman.
Dengan demikian, kondisi iklim seringkali menjadi bahan pertimbangan sebelum
melakukan kunjungan wisata ke wilayah tertentu.
Sejauh ini, usaha yang telah dilakukan untuk memanfaatkan informasi iklim
di bidang pariwisata adalah penggunaan indeks iklim pariwisata. Namun saat ini,
indeks iklim pariwisata belum banyak digunakan di Indonesia. Oleh karena itu,
perlu adanya studi mengenai pemanfaatan indeks iklim pariwisata di Indonesia.
Selanjutnya, dampak dari variabilitas dan perubahan iklim di Indonesia juga
mempengaruhi karakteristik dan pola kunjungan, baik nusantara maupun
mancanegara (Arifin 2011). Salah satu lokasi wisata di Jawa Barat, yaitu kawasan
puncak, merupakan salah satu tujuan wisata terkenal. Adanya pola pembangunan
kawasan puncak disinyalir berdampak pada kondisi iklim wilayah. Kondisi iklim
mikro di Puncak sudah mengalami perubahan dibandingkan beberapa tahun yang
2
lalu, salah satu parameter iklim yang berubah ialah suhu udara. Perubahan suhu
ini disebabkan oleh padatnya kendaraan yang menuju ke sekitar Puncak setiap
akhir pekan, serta adanya alih fungsi lahan dari hutan dan lahan pertanian
menjadi perumahan, hotel ataupun vila (Wikantika, dkk 2006).
Tujuan
1. Memahami pemanfaatan indeks iklim pariwisata untuk analisis tingkat
kenyamanan objek pariwisata di wilayah Citeko Jawa Barat
2. Mempelajari sensitivitas nilai indeks iklim pariwisata terhadap perubahan
suhu dan curah hujan.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret 2014 sampai dengan Mei 2015
bertempat di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi
Institut Pertanian Bogor Dramaga.
Data dan Peralatan
Data Iklim
Data iklim yang digunakan pada penelitian ini adalah data observasi
bulanan tahun 2001-2010 berupa data curah hujan, suhu maksimum, suhu
minimum, suhu rata – rata, kelembaban udara, lama penyinaran dan kecepatan
angin. Data diambil dari stasiun meteorologi Citeko di Jawa Barat yang
berdekatan dengan beberapa lokasi wisata di sekitar Puncak Bogor. Data
kunjungan wisata tahun 2004-2010 yang diambil dari Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Bogor serta data lain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050.
Peralatan
Peralatan yang digunakan antara lain ialah Grafik CID & CIA untuk
menentukan nilai CID & CIA. Seperangkat computer dengan perangkat lunak Ms.
Office.
3
Metodologi Penelitian
Perhitungan TCI dan THI
1. THI (Temperature Humidity Index)
THI atau dikenal juga dengan Indeks Kelembaban Panas, merupakan
metode yang dapat digunakan untuk mengkaji tingkat kenyamanan di
suatu daerah. Metode ini menghasilkan nilai indeks untuk menetapkan
efek dari kondisi panas terhadap tingkat kenyamanan manusia yang
mengkombinasikan suhu dan kelembaban. Rumus THI Menurut (Nieuwolt
1977) sebagai berikut :
THI = (0.8 x T) + (RH x T/500)
Keterangan : T = Suhu Udara (0C)
RH = Kelembaban Relatif (%)
Menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh Talaia et al. pada
tahun 2013, nilai THI kurang dari 8 menggambarkan kondisi yang tidak
nyaman, artinya wilayah tersebut masih terlalu dingin untuk kondisi tubuh
manusia. Jika nilai THI berada pada selang 21-24, maka artinya suhu di
wilayah tersebut masih nyaman. Sedangkan untuk nilai THI lebih dari 26
merupakan kondisi tidak nyaman atau terlalu panas. Berikut merupakan
grafik kondisi THI berdasarkan nilai suhu dan kelembaban.
Gambar 1 Kondisi THI berdasarkan nilai suhu udara (0C) dan kelembaban
udara (%) (Talaia et al. 2013)
Kondisi nyaman berada pada kisaran suhu 20 sampai 27 0C dan
kelembaban udara 20 sampai 78%. Sedangkan kategori nyaman bersyarat
terdiri atas dua kondisi yaitu dapat ditoleransi jika ada cahaya matahari
dengan kisaran nilai suhu udara antara 10 sampai 20 0C dan kelembaban
udara antara 20 sampai 78% serta dapat ditoleransi jika ada angin dengan
kisaran suhu udara antara 27 sampai 30 0C dengan nilai kelembaban yang
sama dengan kondisi nyaman. Jika suatu tempat memiliki suhu di atas
4
300C maupun di bawah 100C atau memiliki kelembaban di atas 80%
maupun di bawah 20%, maka wilayah tersebut termasuk ke dalam kondisi
yang tidak nyaman.
Tabel 1 Sensasi suhu berdasarkan nilai THI
Nilai THI
Sensasi Suhu
26
Tidak Nyaman (terlalu panas)
Sumber : Talaia et al. 2013
2. TCI (Tourism Climate Index)
TCI merupakan salah satu indeks iklim yang digunakan untuk bidang
pariwisata. Metode ini menggunakan data curah hujan, kelembaban udara,
lama penyinaran, kecepatan angin dan suhu udara. Rumus TCI menurut
Mieczkowski (1985) ialah sebagai berikut :
TCI = (8 x Cid) + (2 x Cia) + (4 x R) + (4 x S) + (2 x W)
Keterangan : Cid = Daytime Comfort Index (indeks kenyamanan pada siang
hari) yang terdiri atas nilai rata – rata dari suhu
maksimum (0C) dan rata – rata dari kelembaban
minimum harian).
Cia = Daily Comfort Index (indeks kenyamanan harian) yang
terdiri atas rata – rata suhu harian (0C) dan nilai rata –
rata kelembaban (%)
R = Curah hujan (mm)
S = Lama pemanasan harian (jam)
W = kecepatan angin rata – rata (km/jam)
Awalnya terdapat 12 variabel iklim bulanan yang dijadikan sebagai
literatur untuk menghitung TCI, namun karena informasi iklim terbatas, akhirnya
dipersempit menjadi tujuh variabel iklim diantaranya suhu maksimum, suhu ratarata, kelembaban relatif minimum, kelembaban relatif, total curah hujan, lama
penyinaran matahari, dan kecepatan angin rata-rata. Ketujuh variabel iklim ini
digabungkan menjadi lima sub-indeks yang terdiri atas parameter TCI yang saat
ini digunakan yaitu Daytime Comfort Index (CID), Daily Comfort Index (CIA),
Precipitation (P), Sunshine (S) dan Wind (W). Kelima parameter tersebut
memiliki peran yang penting dalam metode TCI, Daytime Comfort Index
misalnya, merupakan representasi indeks kenyamanan disaat aktivitas para turis
mencapai titik maksimum. Daily Comfort Index merupakan representasi indeks
kenyamanan pada periode 24 jam, termasuk pada jam – jam tidur. Precipitation
atau curah hujan menggambarkan dampak negatif yang ditimbulkan jika para turis
melakukan aktifitas di luar ruangan. Sunshine atau lama penyinaran bagi sebagian
turis akan bermanfaat, namun di satu sisi dapat menimbulkan penyakit kulit serta
5
jika matahari terlalu cerah akan mengganggu kenyamanan para turis. Wind atau
angin, variabel ini tergantung dengan suhu udara.
Tabel 2 Nilai persentase seluruh sub-indeks dalam TCI
Sub indeks
Variabel iklim
Pengaruhnya di TCI
bulanan
Daytime
Suhu maksimum representasi
indeks
comfort index dan kelembaban kenyamanan disaat aktivitas
(CID)
minimum harian para turis mencapai titik
maksimum (siang hari)
Daily comfort Suhu rata – rata representasi
indeks
index (CIA)
dan kelembaban kenyamanan pada periode
rata – rata harian 24 jam, termasuk pada jam
– jam tidur
Curah Hujan
Rata – rata curah Berpengaruh pada aktivitas
hujan total
turis saat berada di luar
ruangan seperti pantai,
pegunungan dan lainnya
Lama
Rata – rata lama Berpengaruh positif bagi
Penyinaran
penyinaran
para turis, namun dapat
harian
menjadi pengaruh negatif
bila terjadi pemanasan
secara berlebih
Kecepatan
Rata
–
rata Tidak terlelu berpengaruh,
Angin
kecepatan angin namun dapat menjadi efek
pendingin ketika cuaca
terlalu panas
Sumber: Mieczkowski 1985
Persentase
dalam TCI
40%
10%
20%
20%
10%
Menurut Mieczkowski (1985), pada selang 0-100, terdapat 4 kategori
dalam penentuan TCI, yaitu nilai >= 80 ialah baik sekali, antara 60 – 79 ialah baik,
antara 40 – 59 ialah dapat ditoleransi, dan nilai 60 (baik)
dan puncak TCI pada Bulan
Mei yaitu 90 (Baik Sekali)
Amerika
Scott et al. Bulanan
Nilai TCI bervariasi menurut
Utara
(2004)
lintang dan musiman. Semakin
tinggi lintang (Amerika Utara
dan Canada), nilai TCI semakin
kecil. Begitu juga dengan TCI
pada musim dingin (DJF)
mencapai nilai -10.
13
Eropa
Tang Mantao
(2013)
Bulanan
Bogor,
Indonesia
Vidian I.R
(2014)
Bulanan
Nilai TCI bervariasi menurut
lintang dan musiman. TCI di
Eropa Selatan (rata rata nilai
TCI ialah 80), lebih baik
daripada di Eropa Utara.
Musim panas memiliki nilai
TCI lebih baik dari musim
dingin di seluruh wilayah Eropa
Hasil TCI wilayah Citeko Jawa
Barat
tahun
2001-2010
menyebutkan bahwa 85/120
data berada pada kondisi
nyaman untuk dikunjungi.
Penelitian yang dilakukan oleh Tang Mantao tahun 2013 menyimpulkan
bahwa pada musim panas suhu relatif lebih hangat maka nilai TCI lebih tinggi
(TCI = 80 di Eropa Selatan). Begitu juga dengan nilai TCI di wilayah Ramsar,
Iran. Nilai TCI pada musim dingin berada pada titik paling rendah yaitu 40,
sedangkan untuk musim panas bernilai 60 (baik). Secara umum, sesuai dengan
nilai TCI yang didapat dari perhitungan yang dilakukan di wilayah lintang tinggi
seperti Eropa, Amerika dan Iran (temperate), maka para wisatawan dapat
mengambil kesimpulan bahwa mereka dapat melakukan kunjungan wisata yang
tepat pada musim panas karena nilai TCI berada pada kondisi yang cukup baik
untuk beberapa wilayah yang memiliki empat musim.
35
30
ditoleransi
Musiman
25
20
15
DJF
MAM
nyaman
JJA
10
SON
5
0
50
60
70
80
TCI (Tourism Climate Index)
90
Gambar 7 Nilai TCI berdasarkan kategori nyaman dan ditoleransi
Sebaran Nilai TCI tahun 2001-2010 lebih merata dibandingkan dengan nilai
yang dihasilkan oleh metode THI. Garis hitam vertikal di atas angka 60
merupakan batas kenyamanan. Hasil penelitian di wilayah Citeko Jawa Barat dari
tahun 2001 hingga 2010, sebanyak 85 dari 120 bulan (selama 10 tahun) berada
dalam kondisi baik sedangkan 35 bulan tersisa berada dalam kategori ditoleransi.
14
Jumlah Bulan
Perlu diketahui bahwa sebagian besar kondisi nyaman menurut TCI berada pada
musim kemarau (Hijau), sedangkan kondisi ditoleransi berada pada musim
penghujan (Biru) dan musim peralihan (Merah dan Kuning). Lebih jelasnya,
berikut merupakan grafik sebaran tingkat kenyamanan pada bulan JanuariDesember tahun 2001-2010.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
3
5
4
3
3
1
9
7
5
Jan
6
7
10
1
1
1
9
9
9
6
7
7
4
3
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan
Nyaman
Ditoleransi
Gambar 8 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun
2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat
Jumlah bulan nyaman TCI tersebar cukup merata di setiap bulan antara
Januari sampai Oktober (Hijau). Bulan Juli tahun 2001-2010 selalu masuk ke
dalam kategori nyaman. Selanjutnya, bulan Juni, Agustus, September, dan
Oktober menghasilkan sembilan bulan nyaman dan satu bulan sisanya masuk
kedalam kategori ditoleransi (merah). Sementara itu, untuk bulan November dan
Desember cenderung masuk ke dalam kategori ditoleransi.
Hasil perhitungan di atas menunjukkan wilayah Citeko Jawa Barat termasuk
ke dalam wilayah yang nyaman untuk dikunjungi setiap bulannya sehingga para
wisatawan lokal maupun mancanegara yang akan berkunjung ke wilayah Citeko
Jawa Barat dapat melakukan kunjungan wisata sepanjang tahun. Namun, perlu
menjadi perhatian, intensitas hujan untuk wilayah Citeko relatif tinggi. Sementara,
kejadian hujan dapat menjadi salah satu faktor pembatas utama bagi para
wisatawan dalam melakukan kunjungan wisata di wilayah kajian.
PERBANDINGAN TCI DAN THI
Hasil perhitungan menggunakan metode THI menunjukkan bahwa Citeko
diklasifikasikan sebagai ”kondisi nyaman dengan syarat tersedia cahaya matahari”.
Sementara, hasil dari metode TCI menyebutkan bahwa Citeko dikategorikan
sebagai “baik”. Meskipun kedua indeks menyimpulkan bahwa wilayah Citeko,
Jawa Barat masih termasuk dalam wilayah yang nyaman, namun metode THI
menyebutkan bahwa wilayah kajian masih dalam kondisi nyaman bersyarat yang
artinya perlu cahaya matahari agar nyaman, sedangkan metode TCI tidak
menggunakan syarat apapun.
15
Perbedaan hasil ini disebabkan oleh variabel utama yang digunakan oleh
masing – masing indeks, jika THI hanya menggunakan suhu dan kelembaban
udara maka TCI memiliki variabel seperti suhu udara, curah hujan, kelembaban
udara, lama penyinaran dan kecepatan angin. Inputan berbagai variabel
pendukung ini menghasilkan nilai yang lebih akurat. Berbeda dengan nilai yang
dihasilkan oleh THI yang cenderung bersifat kualitatif. Artinya angka 20 pada
nilai THI belum cukup merepresentasikan tingkat kenyamanan suatu daerah.
Kemudian, untuk merepresentasikan tingkat kenyamanan lebih lanjut, maka perlu
adanya pertimbangan lain seperti ketersediaan cahaya matahari sebagai
penyeimbang dari rendahnya suhu udara dan ketersediaan angin sebagai
penyeimbang dari tingginya suhu udara di wilayah kajian.
Tabel 5 Perbandingan TCI dan THI
Indeks
Variabel
Data
Kelebihan
THI
(Temperature
Humidity
Index)
Suhu rata –
rata (0C) dan
kelembaban
udara (%)
Bulanan
TCI
(Tourism
Climate
Index)
Rataan suhu Bulanan
maksimum,
Suhu rata –
rata
(0C),
Kelembaban
minimum,
Kelembaban
rata-rata (%),
Curah hujan
(mm), Lama
Penyinaran
(jam),
dan
kec.angin
(km/jam)
1.aLebih mudah
dihitung
2. Dapat
diaplikasikan ke
dalam banyak
bidang seperti
tata kota,
kenyamanan
dalam ruangan
atau bahkan
pariwisata
3. Mampu
menggambarkan
secara jelas
mengenai sensasi
suhu yang terjadi
saat itu.
1. Mempertimbangkan banyak aspek
seperti lama
penyinaran, curah
hujan dll sehingga
hasilnya lebih
akurat
2. Memiliki banyak
kelas kenyamanan
dari selang nilai
0-100 sehingga
hasilnya lebih
akurat
Sumber : Scott et al. 2005
Kekurangan
1. Kurang
detail, karena
hanya
menggunakan
variabel suhu
dan
kelembaban
2. Tidak dapat
menjelaskan
kondisi
kenyamanan
dari pengaruh
lain
seperti
aktivitas fisik
dll
1.Tidak dapat
menjelaskan
secara
kualitatif
mengenai
kondisi
keyamanan
yang telah
terukur.
2. Tidak dapat
digunakan
jika
terjadi
kondisi
ekstrim
seperti badai
16
Paparan di atas menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara metode THI
dan TCI. Kelebihan metode THI adalah lebih sederhana dan mudah dipahami
karena selain menghasilkan nilai kuantitatif berupa angka, metode ini juga
menggambarkan sensasi suhu dari setiap nilai THI yang dihasilkan. Hal ini
tentunya dapat mempermudah para wisatawan untuk membayangkan bagaimana
kondisi cuaca pada saat perhitungan. Berbeda dengan metode TCI yang hanya
menghasilkan nilai kuantitatif tanpa disertai adanya gambaran kondisi cuaca pada
saat perhitungan. Contohnya dengan nilai TCI sama dengan 65, maka wilayah
kajian termasuk ke dalam kondisi yang cukup nyaman, namun TCI tidak dapat
menjelaskan kondisi kenyamanan secara kualitatif (terlalu panas/terlalu dingin).
Walaupun metode TCI tidak dapat menjelaskan kondisi kenyamanan secara
kualitatif, namun kelebihan dari metode TCI dibandingkan dengan metode THI
adalah mempertimbangkan parameter curah hujan sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap kondisi kenyamanan.
Tabel 6 Jumlah bulan nyaman berdasarkan TCI dan THI terhadap kunjungan
tahunan dari tahun 2004-2010
TCI
THI
Tahun
J F M A M J
J A S O N D
J J F M A M J J A S
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
O N D
Kunjungan
Tahunan
633.679
627.464
689.489
621.254
597.132
835.000
930.647
Keterangan : Hijau (Nyaman), Kuning (Ditoleransi)
Tabel 6 merupakan jumlah bulan yang masuk kedalam kategori nyaman
berdasarkan TCI dan THI serta kunjungan wisata tahunan di wilayah Taman
Safari Indonesia, Puncak Bogor. Perhitungan TCI didasarkan pada modus
kenyamanan yang muncul dalam satu tahun (12 bulan). TCI pada Tabel 6
mengindikasikan jumlah bulan nyaman pada tahun tersebut, sementara sisa bulan
pada tahun yang sama masuk kedalam kategori bulan yang ditoleransi. Misalkan
di tahun 2004, TCI sama dengan sembilan, maka artinya terdapat sembilan bulan
nyaman dalam 12 bulan, tiga bulan sisanya merupakan bulan ditoleransi. Begitu
juga dengan metode perhitungan pada THI.
Jumlah kunjungan wisata di wilayah kajian cukup tinggi setiap tahunnya.
Jika jumlah kunjungan wisata dibandingkan dengan jumlah bulan nyaman
berdasarkan TCI dan THI di atas maka jumlah bulan nyaman pada TCI lebih
tinggi dibandingkan dengan THI. Terbukti pada tahun 2004 sampai 2009
menghasilkan TCI lebih dari enam bulan atau lebih dari 50%, sedangkan THI
kurang dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bulan nyaman pada TCI
lebih representatif terhadap jumlah kunjungan wisata tahunan di wilayah kajian.
Untuk mengetahui kontribusi atau pengaruh parameter TCI terhadap TCI itu
sendiri dapat dilihat di Tabel 7.
17
18
Tabel 7 Hubungan parameter TCI dengan kunjungan tahunan tahun 2004 – 2010
Tahun
TCI
CH
(mm)
Lama
Suhu
Penyinaran
0
( C)
(jam)
RH
(%)
Kec.
Kunjungan
Angin
Tahunan
(km/jam)
(orang)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
2004
9
2843 21.1
4.4
84.2
2005
9
3083 21.1
4.3
84.2
2006
9
2638 21.2
5.0
80.6
2007
11
3488 20.9
4.2
84.0
2008
10
3158 20.9
4.6
82.8
2009
10
3331 21.4
4.3
82.8
2010
3
3868 21.5
3.5
85.8
Keterangan : CH = curah hujan, RH = kelembaban relatif
(6)
3.0
2.9
3.2
2.6
3.3
2.0
3.2
(7)
633.679
627.464
689.489
621.254
597.132
835.000
930.647
Perbandingan jumlah bulan yang masuk ke dalam kategori nyaman untuk
TCI dengan kunjungan tahunan beserta parameter TCI seperti curah hujan, suhu,
lama penyinaran, kelembaban, dan kecepatan angin. Pengaruh terbesar terhadap
TCI di wilayah kajian ialah curah hujan. Curah hujan (2) memiliki keragaman
yang tinggi setiap tahunnya, sedangkan unsur suhu udara (3), lama penyinaran (4),
kelembaban (5) dan kecepatan angin (6) relatif lebih konstan. Namun, hal ini tidak
sesuai dengan persamaan TCI. Persamaan TCI menyebutkan bahwa curah hujan
memberikan kontribusi 20% terhadap nilai TCI secara keseluruhan, sedangkan
sub-indeks CID yang dibangun dari unsur suhu dan kelembaban memberikan
kontribusi sebesar 40% (Lihat: Tabel 2). Hal ini menyebabkan TCI tidak
konsisten terhadap jumlah kunjungan tahunan. TCI 9/12 (Sembilan bulan nyaman
dari 12 bulan) menyebabkan kunjungan wisata tahunan sebesar 650.210
pengunjung, namun TCI 10/12 justru menyebabkan kunjungan wisata tahunan
semakin mengecil, demikian pula pada TCI 11/12 hanya menyebabkan kunjungan
wisata sebesar 621.254 pengunjung.
Keterbatasan data dan penggunaan metode yang tidak sesuai dengan kondisi
di wilayah kajian (metode oleh Mieczkowski 1985 di Eropa) menjadi faktor
penyebab ketidakkonsistenan TCI terhadap jumlah kunjungan wisata. Data
kunjungan wisata hanya tersedia dalam bentuk tahunan. Menurut hasil analisis
menggunakan data kunjungan tahunan, TCI pada dasarnya mengatakan bahwa
wilayah kajian memiliki bulan nyaman lebih banyak dalam setahun dibandingkan
THI. Artinya informasi curah hujan dan lama penyinaran memberikan perbedaan
nyata dalam perhitungan kedua indeks. Namun, jika TCI dan THI dikorelasikan
dengan data kunjungan wisata bulanan, maka hasilnya akan berbeda. Sebab
puncak kunjungan wisata hanya terjadi dalam satu sampai dua bulan saja seperti
saat liburan sekolah atau libur hari raya. Jika data kunjungan wisata tersedia
dalam bentuk bulanan, maka dapat dilakukan analisis korelasi lanjut antara
puncak kunjungan wisata pada Bulan Januari dan Juli (liburan sekolah) dan libur
lebaran dengan bulan nyaman. Batasan lainnya dari penelitian ini ialah TCI
awalnya dikembangkan di wilayah yang memiliki iklim empat musim atau
wilayah lintang tinggi, penelitian oleh Mieczkowski 1985 di Eropa, yang mana
memiliki karakteristik iklim yang berbeda dengan wilayah kajian, Indonesia.
19
Peningkatan jumlah kunjungan wisata juga dapat diakibatkan oleh
peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita di Jawa Barat dan
Jakarta sebagai wilayah penyumbang wisatawan lokal paling banyak di Citeko.
Laju pertumbuhan penduduk dalam sepuluh tahun (2000-2010) Provinsi Jawa
Barat sebesar 1,89 persen, lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk nasional
(1,49%). Sementara, jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010 terhitung
sebanyak 9,588 juta jiwa atau meningkat sekitar satu juta jiwa dibandingkan tahun
2000 (Badan Pusat Statistik 2013). Namun demikian, kajian lanjutan mengenai
dampak ekonomi terhadap kunjungan wisata dibandingkan dengan kondisi iklim
di luar kajian penelitian ini.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis di atas (Tabel 7), peneitian lanjutan
dapat diarahkan untuk menelaah perubahan persentase kontribusi sub-indeks pada
TCI. Saran ini didasarkan pada pertimbangan adanya perbedaan unsur iklim yang
memiliki variasi tinggi antara wilayah tropis dan wilayah lintang tinggi. Sebagai
contoh, unsur curah hujan memiliki variasi musiman yang lebih besar di Indonesia,
dibandingkan suhu udara. Sementara di daerah lingtang tinggi, suhu udara
memliki variasi musiman yang relatif cukup besar. Oleh karena itu, untuk
penggunaan TCI di Indonesia, proporsi komponen penyusun TCI perlu
dimodifikasi agar sesuai dengan karakteristik iklim dan cuaca di Indonesia.
20
ANALISIS SENSITIVITAS
Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi akibat perubahan parameter. Tujuan dari analisis
sensitivitas ialah mengetahui dampak dari perubahan parameter agar akibat yang
mungkin terjadi dari perubahan parameter tersebut dapat diketahui dan
diantisipasi sebelumnya. Analisis sensitivitas yang dilakukan dalam penelitian ini
ialah dengan melihat pengaruh perubahan dari parameter suhu dan curah hujan
terhadap nilai TCI dengan menggunakan luaran model CCSM tahun 2030 dan
2050. Beberapa parameter lainnya seperti kelembaban udara, lama penyinaran dan
kecepatan angin dianggap konstan dikarenakan adanya keterbatasan data. Data
yang digunakan sebagai faktor pembanding dalam penelitian ini berupa data
observasi harian yang kemudian diubah menjadi data rataan bulanan dari tahun
2001-2010.
Tabel 8 Perbandingan nilai TCI data pengamatan lapang (2001-2010) dengan
luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Rataan
TCI
2001-10
61.5
60.4
60
61.5
63.1
69.3
76.1
73.5
70
64.1
58.8
59.8
65.0
TCI
2030
44.7
43.7
47.6
46.1
DI CITEKO JAWA BARAT
IFTAH RIZKIE VIDIAN
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Indeks Iklim
Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir di skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Iftah Rizkie Vidian
NIM G24100031
ABSTRAK
IFTAH RIZKIE VIDIAN. Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa
Barat. Dibimbing oleh Dr. Perdinan, S.Si, M.NRE.
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting di Indonesia.
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki banyak lokasi wisata alam seperti
pantai dan pegunungan. Sebab itu, pengetahuan dan pemahaman tentang kondisi
iklim dapat memberikan informasi mengenai kenyamanan dari tujuan wisata.
Umumnya, wisatawan akan mempertimbangkan kondisi cuaca sebelum
mengunjungi suatu daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung indeks
iklim pariwisata Citeko yang terletak di Jawa Barat, sebagai pendekatan untuk
memperkirakan dampak dari kondisi iklim di daerah penelitian. THI (Indeks suhu
dan kelembaban) dan TCI (Indeks iklim pariwisata) merupakan dua indeks yang
digunakan dalam penelitian ini. Kedua indeks menggunakan variabel iklim
sebagai masukan seperti suhu, curah hujan, kelembaban, radiasi dan kecepatan
angin tahun 2001 sampai 2010. Hasil dari metode THI menunjukkan bahwa
Citeko diklasifikasikan sebagai ”kondisi nyaman dengan syarat tersedia cahaya
matahari”. Hasil dari metode TCI menyebutkan bahwa Citeko dikategorikan
sebagai “baik”. Kategori dalam THI menyatakan radiasi matahari merupakan
variabel iklim penting yang harus dipertimbangkan ketika melakukan evaluasi
kenyamanan di wilayah kajian. Jika radiasi matahari digunakan sebagai variabel
iklim tambahan seperti pada metode TCI, maka wilayah kajian dapat
dipertimbangkan sebagai tujuan wisata yang nyaman untuk dikunjungi. Analisis
sensitivitas, dihitung dengan cara memodifikasi data iklim menggunakan luaran
model iklim global (CCSM) dan digunakan sebagai masukan dalam perhitungan
TCI, menunjukkan bahwa wilayah kajian diproyeksikan lebih nyaman pada
musim kemarau (JJA) daripada musim hujan. Hasil analisis menunjukkan metode
yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai alat untuk
mengukur tingkat kenyamanan pada lokasi wisata.
Kata kunci : indeks iklim, parawisata, kenyamanan, perubahan iklim
ABSTRACT
IFTAH RIZKIE VIDIAN. Analsis of tourism climate index at Citeko, West Java.
Supervised by Dr. Perdinan, S.Si, M.NRE.
Tourism is considered as one of important economic sectors in Indonesia.
As a tropical country, Indonesia has many natural tourism destinations along its
coasts and mountains. For these tourist attractions, knowledge and understanding
on climatic condition can provide information about the comportability of a
tourist destination. Generally, tourists will consider weather condition before
visiting an area. This study aims at calculating tourism climate index of Citeko,
located in West Java, as an approach to estimate the impacts of climatic condition
on the study area. THI (Temperature Humidity Index) and TCI (Tourism Climate
Index) were the two indexes employed. The indexes used climate variables as
inputs, such as temperature, rainfall, humidity, radiation and wind speed for the
period of 2001 – 2010. The values of THI indicate that the Citeko was classified
as “sun needed for comfort”. The values of TCI showed that the study area was
categorized as “good”. The categorization of THI reveals that solar radiation is an
important climate variable that should be considered when evaluation the
comportability of the study area. When solar radiation is employed as the
additional climate variable as is employed by TCI, the study area is currently
considered a comportable tourist destination. The sensitivity analysis, completed
by modifying climate data using the outputs of global climate model (i.e., CCSM),
suggested that the study area is more favorable in the dry season (JJA) than in the
rainy season. The analysis shows that the indexes are promising tool to be used
for measuring the comfort level of a tourism destination.
Keywords: climate index, tourism, climate change, comfortability
ANALISIS INDEKS IKLIM SEKTOR PARIWISATA DI
CITEKO JAWA BARAT
IFTAH RIZKIE VIDIAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang
berjudul Analisis Indeks Iklim Sektor Pariwisata di Citeko Jawa Barat.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibunda yang
tercinta, Budi Santoso dan Suryani yang selalu memberikan dukungan berupa
materi dan moral agar karya tulis ini dapat selesai tepat waktu, terima kasih juga
untuk adik – adik tersayang Rafael Khairul Umam, Ismail Fahmi, dan Muhammad
Ibnu Farhan Surya Budi yang telah memberi penulis semangat dalam
menyelesaikan karya tulis ini, serta tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
banyak kepada :
1. Dr. Perdinan selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan
arahan kepada penulis sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
2. Dr. Tania June selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi dan
seluruh dosen maupun staff yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan
selama penulis berada di IPB ini.
3. Seluruh keluarga GFMer’s 47, keluarga yang telah banyak memberikan
ilmu dan pengalaman kepada penulis selama kurang lebih 3 tahun di GFM.
4. Keluarga New Himaja (M. Thaisir, Ryan Karida P, Teungku Haikal, Givo
Alsepan, dan Hasby Baihaqi), Keluarga Alay (Fikriyatul Falashifah,
Himmatun Khotimah, Sri Muslimah, dan Angga Mandesno) Sahabat
Eboler’s (Reza Putra Nugraha, Taufik Rizki, M. Syafei, dan Firdaus),
Teman-teman PI-AREA (Adi Kiswanto, Ryco Farysca A, Edyanto, dan
Tri Atmaja), serta Murni Ngestu Nur’utami dan Resti Salmayenti yang
telah memberikan bantuan, masukan dan dukungannya kepada penulis
dalam proses penyelesaian karya tulis ini.
5. Seluruh kakak dan adik angkatan GFM serta seluruh teman-teman BeeTen
(B.10) TPB IPB 2010 dan FMP (Forum Mahasiswa Probolinggo) yang
telah membantu penulis selama berada di IPB.
6. Sahabat terbaik Ferry Laksono, Rizal Dwi Annur dan teman-teman
Gravity (Herlika Indrawati, Aris Tri Bahtiar Efendi dan Sri Eva Lusiana)
yang telah memberikan doa dan dukungannya selama ini.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan pengetahuan dan bermanfaat
bagi yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2015
Iftah Rizkie Vidian
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
METODE
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Data dan Peralatan
2
Metodologi Penelitian
3
TINJAUAN PUSTAKA
6
Wilayah Kajian
6
Tourism Climate Index (TCI)
6
Temperature Humidity Index (THI)
7
Community Climate System Model (CCSM)
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
9
Temperature Humidity Index (THI)
10
Tourism Climate Index (TCI)
13
Perbandingan TCI dan THI
15
Analisis Sensitivitas
20
SIMPULAN DAN SARAN
22
Simpulan
22
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
23
LAMPIRAN
25
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL
Sensasi suhu berdasarkan nilai Temperature Humidity Index
Nilai persentase seluruh sub-indeks dalam Tourism Climate Index
Kategori Kenyamanan berdasarkan nilai Tourism Clim2ate Index
Penggunaan Tourism Climate Index di beberapa tempat di dunia
Perbandingan Tourism Climate Index dan Temperature Humidity Index
Jumlah bulan nyaman berdasarkan TCI dan THI terhadap kunjungan
tahunan tahun 2004 – 2010
7 Jumlah bulan nyaman berdasarkan TCI terhadap kunjungan tahunan
serta parameter TCI tahun 2004 – 2010
8 Perbandingan nilai TCI data pengamatan lapang (2001-2010) dengan
luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050
1
2
3
4
5
6
4
5
5
13
15
17
18
20
DAFTAR GAMBAR
1 Kondisi THI berdasarkan nilai suhu (0C) dan kelembaban udara (%)
(Talaia et al. 2013)
2 Wilayah kajian Citeko, Jawa Barat (Google 2015)
3 Nilai THI berdasarkan kategori nyaman dan nyaman bersyarat
4 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun
2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat
5 Grafik nilai THI wilayah Citeko 2001-2010 (skala diperkecil)
6 Rataan curah hujan (CH) dan lama penyinaran (S) bulanan wilayah
Citeko Jawa Barat tahun 2001-2010
7 Nilai TCI berdasarkan kategori nyaman dan ditoleransi
8 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun
2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat
9 Grafik tren penurunan nilai TCI tahun 2010, 2030 dan 2050 pada
musim penghujan
10 Grafik tren penurunan nilai TCI tahun 2010, 2030 dan 2050 pada
musim kemarau
3
9
10
11
11
12
14
14
21
21
DAFTAR LAMPIRAN
1. Rata – rata nilai TCI musiman di Citeko tahun 2010, 2030 dan 2050
2. Perbandingan suhu udara rata-rata (bulanan) musim kemarau dan
musim penghujan tahun 2010, 2030 dan 2050
3. Perbandingan curah hujan rata-rata (bulanan) musim kemarau dan
musim penghujan tahun 2010, 2030 dan 2050
4. Grafik kombinasi antara suhu udara (0C) dengan Kelembaban Udara
(%) untuk menghitung nilai indeks kenyamanan (Mieczkowski 1985)
25
25
25
26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi global yang memberikan
kontribusi yang signifikan bagi masing-masing negara dan ekonomi lokal (United
National World Tourism Organization 2009). Sebagai salah satu dari beberapa
industri terbesar di dunia, pariwisata menyumbang sekitar 5% dari pemasukan
domestik bruto dunia (UNWTO 2012). Mayoritas negara yang memiliki
pemasukan tinggi di bidang pariwisata ialah negara di wilayah tropis.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai terpanjang
kedua di dunia. Letaknya di wilayah tropis membuat Indonesia kaya akan energi
matahari. Hal inilah yang menarik para wisatawan terutama yang berasal dari
mancanegara untuk datang ke Indonesia. Negara ini juga mengandalkan potensi
sumber daya alam, keanekaragaman hayati serta kearifan budaya lokal dalam
mengembangkan kepariwisataan. Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) pada
tahun 2014, terhitung jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
Indonesia terus meningkat. Merujuk pada catatan di tahun yang sama, jumlah
turis asing pada Bulan Januari hingga Maret tercatat mencapai 2.221.351
pengunjung atau tumbuh 10,07%. Jumlah kunjungan pelancong rata – rata 740
ribu per bulan tersebut merupakan rekor baru.
Data Disbudpar Provinsi Jawa Barat mencatat kunjungan wisata di Jawa
Barat mencapai 45 juta dan 1 juta untuk wisatawan mancanegara setiap tahunnya.
Puncak Bogor sebagai salah satu lokasi wisata andalan di wilayah Jawa Barat
merupakan destinasi wisata favorit bagi para turis lokal maupun mancanegara.
Citeko sebagai salah satu lokasi yang memiliki stasiun cuaca serta dekat dengan
Puncak kemudian dipilih menjadi wilayah kajian dalam menentukan tingkat
kenyamanan bagi para wisatawan yang akan berkunjung ke Wilayah Puncak
Bogor, Jawa Barat.
Iklim memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia dalam berbagai
sektor ekonomi, misalnya: transportasi, pertanian dan pariwisata. Iklim
memberikan pengaruh terhadap sektor pariwisata dengan pertimbangan kegiatan
pariwisata bergantung pada kondisi cuaca dan iklim. Umumnya aktivitas manusia
terhenti jika hujan turun dan beberapa orang lebih memilih untuk tinggal di
rumah daripada melakukan kunjungan wisata jika cuaca sedang tidak nyaman.
Dengan demikian, kondisi iklim seringkali menjadi bahan pertimbangan sebelum
melakukan kunjungan wisata ke wilayah tertentu.
Sejauh ini, usaha yang telah dilakukan untuk memanfaatkan informasi iklim
di bidang pariwisata adalah penggunaan indeks iklim pariwisata. Namun saat ini,
indeks iklim pariwisata belum banyak digunakan di Indonesia. Oleh karena itu,
perlu adanya studi mengenai pemanfaatan indeks iklim pariwisata di Indonesia.
Selanjutnya, dampak dari variabilitas dan perubahan iklim di Indonesia juga
mempengaruhi karakteristik dan pola kunjungan, baik nusantara maupun
mancanegara (Arifin 2011). Salah satu lokasi wisata di Jawa Barat, yaitu kawasan
puncak, merupakan salah satu tujuan wisata terkenal. Adanya pola pembangunan
kawasan puncak disinyalir berdampak pada kondisi iklim wilayah. Kondisi iklim
mikro di Puncak sudah mengalami perubahan dibandingkan beberapa tahun yang
2
lalu, salah satu parameter iklim yang berubah ialah suhu udara. Perubahan suhu
ini disebabkan oleh padatnya kendaraan yang menuju ke sekitar Puncak setiap
akhir pekan, serta adanya alih fungsi lahan dari hutan dan lahan pertanian
menjadi perumahan, hotel ataupun vila (Wikantika, dkk 2006).
Tujuan
1. Memahami pemanfaatan indeks iklim pariwisata untuk analisis tingkat
kenyamanan objek pariwisata di wilayah Citeko Jawa Barat
2. Mempelajari sensitivitas nilai indeks iklim pariwisata terhadap perubahan
suhu dan curah hujan.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret 2014 sampai dengan Mei 2015
bertempat di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi
Institut Pertanian Bogor Dramaga.
Data dan Peralatan
Data Iklim
Data iklim yang digunakan pada penelitian ini adalah data observasi
bulanan tahun 2001-2010 berupa data curah hujan, suhu maksimum, suhu
minimum, suhu rata – rata, kelembaban udara, lama penyinaran dan kecepatan
angin. Data diambil dari stasiun meteorologi Citeko di Jawa Barat yang
berdekatan dengan beberapa lokasi wisata di sekitar Puncak Bogor. Data
kunjungan wisata tahun 2004-2010 yang diambil dari Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Bogor serta data lain yang digunakan dalam penelitian ini
adalah luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050.
Peralatan
Peralatan yang digunakan antara lain ialah Grafik CID & CIA untuk
menentukan nilai CID & CIA. Seperangkat computer dengan perangkat lunak Ms.
Office.
3
Metodologi Penelitian
Perhitungan TCI dan THI
1. THI (Temperature Humidity Index)
THI atau dikenal juga dengan Indeks Kelembaban Panas, merupakan
metode yang dapat digunakan untuk mengkaji tingkat kenyamanan di
suatu daerah. Metode ini menghasilkan nilai indeks untuk menetapkan
efek dari kondisi panas terhadap tingkat kenyamanan manusia yang
mengkombinasikan suhu dan kelembaban. Rumus THI Menurut (Nieuwolt
1977) sebagai berikut :
THI = (0.8 x T) + (RH x T/500)
Keterangan : T = Suhu Udara (0C)
RH = Kelembaban Relatif (%)
Menurut penelitian terbaru yang dilakukan oleh Talaia et al. pada
tahun 2013, nilai THI kurang dari 8 menggambarkan kondisi yang tidak
nyaman, artinya wilayah tersebut masih terlalu dingin untuk kondisi tubuh
manusia. Jika nilai THI berada pada selang 21-24, maka artinya suhu di
wilayah tersebut masih nyaman. Sedangkan untuk nilai THI lebih dari 26
merupakan kondisi tidak nyaman atau terlalu panas. Berikut merupakan
grafik kondisi THI berdasarkan nilai suhu dan kelembaban.
Gambar 1 Kondisi THI berdasarkan nilai suhu udara (0C) dan kelembaban
udara (%) (Talaia et al. 2013)
Kondisi nyaman berada pada kisaran suhu 20 sampai 27 0C dan
kelembaban udara 20 sampai 78%. Sedangkan kategori nyaman bersyarat
terdiri atas dua kondisi yaitu dapat ditoleransi jika ada cahaya matahari
dengan kisaran nilai suhu udara antara 10 sampai 20 0C dan kelembaban
udara antara 20 sampai 78% serta dapat ditoleransi jika ada angin dengan
kisaran suhu udara antara 27 sampai 30 0C dengan nilai kelembaban yang
sama dengan kondisi nyaman. Jika suatu tempat memiliki suhu di atas
4
300C maupun di bawah 100C atau memiliki kelembaban di atas 80%
maupun di bawah 20%, maka wilayah tersebut termasuk ke dalam kondisi
yang tidak nyaman.
Tabel 1 Sensasi suhu berdasarkan nilai THI
Nilai THI
Sensasi Suhu
26
Tidak Nyaman (terlalu panas)
Sumber : Talaia et al. 2013
2. TCI (Tourism Climate Index)
TCI merupakan salah satu indeks iklim yang digunakan untuk bidang
pariwisata. Metode ini menggunakan data curah hujan, kelembaban udara,
lama penyinaran, kecepatan angin dan suhu udara. Rumus TCI menurut
Mieczkowski (1985) ialah sebagai berikut :
TCI = (8 x Cid) + (2 x Cia) + (4 x R) + (4 x S) + (2 x W)
Keterangan : Cid = Daytime Comfort Index (indeks kenyamanan pada siang
hari) yang terdiri atas nilai rata – rata dari suhu
maksimum (0C) dan rata – rata dari kelembaban
minimum harian).
Cia = Daily Comfort Index (indeks kenyamanan harian) yang
terdiri atas rata – rata suhu harian (0C) dan nilai rata –
rata kelembaban (%)
R = Curah hujan (mm)
S = Lama pemanasan harian (jam)
W = kecepatan angin rata – rata (km/jam)
Awalnya terdapat 12 variabel iklim bulanan yang dijadikan sebagai
literatur untuk menghitung TCI, namun karena informasi iklim terbatas, akhirnya
dipersempit menjadi tujuh variabel iklim diantaranya suhu maksimum, suhu ratarata, kelembaban relatif minimum, kelembaban relatif, total curah hujan, lama
penyinaran matahari, dan kecepatan angin rata-rata. Ketujuh variabel iklim ini
digabungkan menjadi lima sub-indeks yang terdiri atas parameter TCI yang saat
ini digunakan yaitu Daytime Comfort Index (CID), Daily Comfort Index (CIA),
Precipitation (P), Sunshine (S) dan Wind (W). Kelima parameter tersebut
memiliki peran yang penting dalam metode TCI, Daytime Comfort Index
misalnya, merupakan representasi indeks kenyamanan disaat aktivitas para turis
mencapai titik maksimum. Daily Comfort Index merupakan representasi indeks
kenyamanan pada periode 24 jam, termasuk pada jam – jam tidur. Precipitation
atau curah hujan menggambarkan dampak negatif yang ditimbulkan jika para turis
melakukan aktifitas di luar ruangan. Sunshine atau lama penyinaran bagi sebagian
turis akan bermanfaat, namun di satu sisi dapat menimbulkan penyakit kulit serta
5
jika matahari terlalu cerah akan mengganggu kenyamanan para turis. Wind atau
angin, variabel ini tergantung dengan suhu udara.
Tabel 2 Nilai persentase seluruh sub-indeks dalam TCI
Sub indeks
Variabel iklim
Pengaruhnya di TCI
bulanan
Daytime
Suhu maksimum representasi
indeks
comfort index dan kelembaban kenyamanan disaat aktivitas
(CID)
minimum harian para turis mencapai titik
maksimum (siang hari)
Daily comfort Suhu rata – rata representasi
indeks
index (CIA)
dan kelembaban kenyamanan pada periode
rata – rata harian 24 jam, termasuk pada jam
– jam tidur
Curah Hujan
Rata – rata curah Berpengaruh pada aktivitas
hujan total
turis saat berada di luar
ruangan seperti pantai,
pegunungan dan lainnya
Lama
Rata – rata lama Berpengaruh positif bagi
Penyinaran
penyinaran
para turis, namun dapat
harian
menjadi pengaruh negatif
bila terjadi pemanasan
secara berlebih
Kecepatan
Rata
–
rata Tidak terlelu berpengaruh,
Angin
kecepatan angin namun dapat menjadi efek
pendingin ketika cuaca
terlalu panas
Sumber: Mieczkowski 1985
Persentase
dalam TCI
40%
10%
20%
20%
10%
Menurut Mieczkowski (1985), pada selang 0-100, terdapat 4 kategori
dalam penentuan TCI, yaitu nilai >= 80 ialah baik sekali, antara 60 – 79 ialah baik,
antara 40 – 59 ialah dapat ditoleransi, dan nilai 60 (baik)
dan puncak TCI pada Bulan
Mei yaitu 90 (Baik Sekali)
Amerika
Scott et al. Bulanan
Nilai TCI bervariasi menurut
Utara
(2004)
lintang dan musiman. Semakin
tinggi lintang (Amerika Utara
dan Canada), nilai TCI semakin
kecil. Begitu juga dengan TCI
pada musim dingin (DJF)
mencapai nilai -10.
13
Eropa
Tang Mantao
(2013)
Bulanan
Bogor,
Indonesia
Vidian I.R
(2014)
Bulanan
Nilai TCI bervariasi menurut
lintang dan musiman. TCI di
Eropa Selatan (rata rata nilai
TCI ialah 80), lebih baik
daripada di Eropa Utara.
Musim panas memiliki nilai
TCI lebih baik dari musim
dingin di seluruh wilayah Eropa
Hasil TCI wilayah Citeko Jawa
Barat
tahun
2001-2010
menyebutkan bahwa 85/120
data berada pada kondisi
nyaman untuk dikunjungi.
Penelitian yang dilakukan oleh Tang Mantao tahun 2013 menyimpulkan
bahwa pada musim panas suhu relatif lebih hangat maka nilai TCI lebih tinggi
(TCI = 80 di Eropa Selatan). Begitu juga dengan nilai TCI di wilayah Ramsar,
Iran. Nilai TCI pada musim dingin berada pada titik paling rendah yaitu 40,
sedangkan untuk musim panas bernilai 60 (baik). Secara umum, sesuai dengan
nilai TCI yang didapat dari perhitungan yang dilakukan di wilayah lintang tinggi
seperti Eropa, Amerika dan Iran (temperate), maka para wisatawan dapat
mengambil kesimpulan bahwa mereka dapat melakukan kunjungan wisata yang
tepat pada musim panas karena nilai TCI berada pada kondisi yang cukup baik
untuk beberapa wilayah yang memiliki empat musim.
35
30
ditoleransi
Musiman
25
20
15
DJF
MAM
nyaman
JJA
10
SON
5
0
50
60
70
80
TCI (Tourism Climate Index)
90
Gambar 7 Nilai TCI berdasarkan kategori nyaman dan ditoleransi
Sebaran Nilai TCI tahun 2001-2010 lebih merata dibandingkan dengan nilai
yang dihasilkan oleh metode THI. Garis hitam vertikal di atas angka 60
merupakan batas kenyamanan. Hasil penelitian di wilayah Citeko Jawa Barat dari
tahun 2001 hingga 2010, sebanyak 85 dari 120 bulan (selama 10 tahun) berada
dalam kondisi baik sedangkan 35 bulan tersisa berada dalam kategori ditoleransi.
14
Jumlah Bulan
Perlu diketahui bahwa sebagian besar kondisi nyaman menurut TCI berada pada
musim kemarau (Hijau), sedangkan kondisi ditoleransi berada pada musim
penghujan (Biru) dan musim peralihan (Merah dan Kuning). Lebih jelasnya,
berikut merupakan grafik sebaran tingkat kenyamanan pada bulan JanuariDesember tahun 2001-2010.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
3
5
4
3
3
1
9
7
5
Jan
6
7
10
1
1
1
9
9
9
6
7
7
4
3
Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Bulan
Nyaman
Ditoleransi
Gambar 8 Sebaran tingkat kenyamanan bulan Januari sampai Desember tahun
2001-2010 wilayah Citeko, Jawa Barat
Jumlah bulan nyaman TCI tersebar cukup merata di setiap bulan antara
Januari sampai Oktober (Hijau). Bulan Juli tahun 2001-2010 selalu masuk ke
dalam kategori nyaman. Selanjutnya, bulan Juni, Agustus, September, dan
Oktober menghasilkan sembilan bulan nyaman dan satu bulan sisanya masuk
kedalam kategori ditoleransi (merah). Sementara itu, untuk bulan November dan
Desember cenderung masuk ke dalam kategori ditoleransi.
Hasil perhitungan di atas menunjukkan wilayah Citeko Jawa Barat termasuk
ke dalam wilayah yang nyaman untuk dikunjungi setiap bulannya sehingga para
wisatawan lokal maupun mancanegara yang akan berkunjung ke wilayah Citeko
Jawa Barat dapat melakukan kunjungan wisata sepanjang tahun. Namun, perlu
menjadi perhatian, intensitas hujan untuk wilayah Citeko relatif tinggi. Sementara,
kejadian hujan dapat menjadi salah satu faktor pembatas utama bagi para
wisatawan dalam melakukan kunjungan wisata di wilayah kajian.
PERBANDINGAN TCI DAN THI
Hasil perhitungan menggunakan metode THI menunjukkan bahwa Citeko
diklasifikasikan sebagai ”kondisi nyaman dengan syarat tersedia cahaya matahari”.
Sementara, hasil dari metode TCI menyebutkan bahwa Citeko dikategorikan
sebagai “baik”. Meskipun kedua indeks menyimpulkan bahwa wilayah Citeko,
Jawa Barat masih termasuk dalam wilayah yang nyaman, namun metode THI
menyebutkan bahwa wilayah kajian masih dalam kondisi nyaman bersyarat yang
artinya perlu cahaya matahari agar nyaman, sedangkan metode TCI tidak
menggunakan syarat apapun.
15
Perbedaan hasil ini disebabkan oleh variabel utama yang digunakan oleh
masing – masing indeks, jika THI hanya menggunakan suhu dan kelembaban
udara maka TCI memiliki variabel seperti suhu udara, curah hujan, kelembaban
udara, lama penyinaran dan kecepatan angin. Inputan berbagai variabel
pendukung ini menghasilkan nilai yang lebih akurat. Berbeda dengan nilai yang
dihasilkan oleh THI yang cenderung bersifat kualitatif. Artinya angka 20 pada
nilai THI belum cukup merepresentasikan tingkat kenyamanan suatu daerah.
Kemudian, untuk merepresentasikan tingkat kenyamanan lebih lanjut, maka perlu
adanya pertimbangan lain seperti ketersediaan cahaya matahari sebagai
penyeimbang dari rendahnya suhu udara dan ketersediaan angin sebagai
penyeimbang dari tingginya suhu udara di wilayah kajian.
Tabel 5 Perbandingan TCI dan THI
Indeks
Variabel
Data
Kelebihan
THI
(Temperature
Humidity
Index)
Suhu rata –
rata (0C) dan
kelembaban
udara (%)
Bulanan
TCI
(Tourism
Climate
Index)
Rataan suhu Bulanan
maksimum,
Suhu rata –
rata
(0C),
Kelembaban
minimum,
Kelembaban
rata-rata (%),
Curah hujan
(mm), Lama
Penyinaran
(jam),
dan
kec.angin
(km/jam)
1.aLebih mudah
dihitung
2. Dapat
diaplikasikan ke
dalam banyak
bidang seperti
tata kota,
kenyamanan
dalam ruangan
atau bahkan
pariwisata
3. Mampu
menggambarkan
secara jelas
mengenai sensasi
suhu yang terjadi
saat itu.
1. Mempertimbangkan banyak aspek
seperti lama
penyinaran, curah
hujan dll sehingga
hasilnya lebih
akurat
2. Memiliki banyak
kelas kenyamanan
dari selang nilai
0-100 sehingga
hasilnya lebih
akurat
Sumber : Scott et al. 2005
Kekurangan
1. Kurang
detail, karena
hanya
menggunakan
variabel suhu
dan
kelembaban
2. Tidak dapat
menjelaskan
kondisi
kenyamanan
dari pengaruh
lain
seperti
aktivitas fisik
dll
1.Tidak dapat
menjelaskan
secara
kualitatif
mengenai
kondisi
keyamanan
yang telah
terukur.
2. Tidak dapat
digunakan
jika
terjadi
kondisi
ekstrim
seperti badai
16
Paparan di atas menyimpulkan bahwa ada perbedaan antara metode THI
dan TCI. Kelebihan metode THI adalah lebih sederhana dan mudah dipahami
karena selain menghasilkan nilai kuantitatif berupa angka, metode ini juga
menggambarkan sensasi suhu dari setiap nilai THI yang dihasilkan. Hal ini
tentunya dapat mempermudah para wisatawan untuk membayangkan bagaimana
kondisi cuaca pada saat perhitungan. Berbeda dengan metode TCI yang hanya
menghasilkan nilai kuantitatif tanpa disertai adanya gambaran kondisi cuaca pada
saat perhitungan. Contohnya dengan nilai TCI sama dengan 65, maka wilayah
kajian termasuk ke dalam kondisi yang cukup nyaman, namun TCI tidak dapat
menjelaskan kondisi kenyamanan secara kualitatif (terlalu panas/terlalu dingin).
Walaupun metode TCI tidak dapat menjelaskan kondisi kenyamanan secara
kualitatif, namun kelebihan dari metode TCI dibandingkan dengan metode THI
adalah mempertimbangkan parameter curah hujan sebagai faktor yang
berpengaruh terhadap kondisi kenyamanan.
Tabel 6 Jumlah bulan nyaman berdasarkan TCI dan THI terhadap kunjungan
tahunan dari tahun 2004-2010
TCI
THI
Tahun
J F M A M J
J A S O N D
J J F M A M J J A S
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
O N D
Kunjungan
Tahunan
633.679
627.464
689.489
621.254
597.132
835.000
930.647
Keterangan : Hijau (Nyaman), Kuning (Ditoleransi)
Tabel 6 merupakan jumlah bulan yang masuk kedalam kategori nyaman
berdasarkan TCI dan THI serta kunjungan wisata tahunan di wilayah Taman
Safari Indonesia, Puncak Bogor. Perhitungan TCI didasarkan pada modus
kenyamanan yang muncul dalam satu tahun (12 bulan). TCI pada Tabel 6
mengindikasikan jumlah bulan nyaman pada tahun tersebut, sementara sisa bulan
pada tahun yang sama masuk kedalam kategori bulan yang ditoleransi. Misalkan
di tahun 2004, TCI sama dengan sembilan, maka artinya terdapat sembilan bulan
nyaman dalam 12 bulan, tiga bulan sisanya merupakan bulan ditoleransi. Begitu
juga dengan metode perhitungan pada THI.
Jumlah kunjungan wisata di wilayah kajian cukup tinggi setiap tahunnya.
Jika jumlah kunjungan wisata dibandingkan dengan jumlah bulan nyaman
berdasarkan TCI dan THI di atas maka jumlah bulan nyaman pada TCI lebih
tinggi dibandingkan dengan THI. Terbukti pada tahun 2004 sampai 2009
menghasilkan TCI lebih dari enam bulan atau lebih dari 50%, sedangkan THI
kurang dari 50%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bulan nyaman pada TCI
lebih representatif terhadap jumlah kunjungan wisata tahunan di wilayah kajian.
Untuk mengetahui kontribusi atau pengaruh parameter TCI terhadap TCI itu
sendiri dapat dilihat di Tabel 7.
17
18
Tabel 7 Hubungan parameter TCI dengan kunjungan tahunan tahun 2004 – 2010
Tahun
TCI
CH
(mm)
Lama
Suhu
Penyinaran
0
( C)
(jam)
RH
(%)
Kec.
Kunjungan
Angin
Tahunan
(km/jam)
(orang)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
2004
9
2843 21.1
4.4
84.2
2005
9
3083 21.1
4.3
84.2
2006
9
2638 21.2
5.0
80.6
2007
11
3488 20.9
4.2
84.0
2008
10
3158 20.9
4.6
82.8
2009
10
3331 21.4
4.3
82.8
2010
3
3868 21.5
3.5
85.8
Keterangan : CH = curah hujan, RH = kelembaban relatif
(6)
3.0
2.9
3.2
2.6
3.3
2.0
3.2
(7)
633.679
627.464
689.489
621.254
597.132
835.000
930.647
Perbandingan jumlah bulan yang masuk ke dalam kategori nyaman untuk
TCI dengan kunjungan tahunan beserta parameter TCI seperti curah hujan, suhu,
lama penyinaran, kelembaban, dan kecepatan angin. Pengaruh terbesar terhadap
TCI di wilayah kajian ialah curah hujan. Curah hujan (2) memiliki keragaman
yang tinggi setiap tahunnya, sedangkan unsur suhu udara (3), lama penyinaran (4),
kelembaban (5) dan kecepatan angin (6) relatif lebih konstan. Namun, hal ini tidak
sesuai dengan persamaan TCI. Persamaan TCI menyebutkan bahwa curah hujan
memberikan kontribusi 20% terhadap nilai TCI secara keseluruhan, sedangkan
sub-indeks CID yang dibangun dari unsur suhu dan kelembaban memberikan
kontribusi sebesar 40% (Lihat: Tabel 2). Hal ini menyebabkan TCI tidak
konsisten terhadap jumlah kunjungan tahunan. TCI 9/12 (Sembilan bulan nyaman
dari 12 bulan) menyebabkan kunjungan wisata tahunan sebesar 650.210
pengunjung, namun TCI 10/12 justru menyebabkan kunjungan wisata tahunan
semakin mengecil, demikian pula pada TCI 11/12 hanya menyebabkan kunjungan
wisata sebesar 621.254 pengunjung.
Keterbatasan data dan penggunaan metode yang tidak sesuai dengan kondisi
di wilayah kajian (metode oleh Mieczkowski 1985 di Eropa) menjadi faktor
penyebab ketidakkonsistenan TCI terhadap jumlah kunjungan wisata. Data
kunjungan wisata hanya tersedia dalam bentuk tahunan. Menurut hasil analisis
menggunakan data kunjungan tahunan, TCI pada dasarnya mengatakan bahwa
wilayah kajian memiliki bulan nyaman lebih banyak dalam setahun dibandingkan
THI. Artinya informasi curah hujan dan lama penyinaran memberikan perbedaan
nyata dalam perhitungan kedua indeks. Namun, jika TCI dan THI dikorelasikan
dengan data kunjungan wisata bulanan, maka hasilnya akan berbeda. Sebab
puncak kunjungan wisata hanya terjadi dalam satu sampai dua bulan saja seperti
saat liburan sekolah atau libur hari raya. Jika data kunjungan wisata tersedia
dalam bentuk bulanan, maka dapat dilakukan analisis korelasi lanjut antara
puncak kunjungan wisata pada Bulan Januari dan Juli (liburan sekolah) dan libur
lebaran dengan bulan nyaman. Batasan lainnya dari penelitian ini ialah TCI
awalnya dikembangkan di wilayah yang memiliki iklim empat musim atau
wilayah lintang tinggi, penelitian oleh Mieczkowski 1985 di Eropa, yang mana
memiliki karakteristik iklim yang berbeda dengan wilayah kajian, Indonesia.
19
Peningkatan jumlah kunjungan wisata juga dapat diakibatkan oleh
peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita di Jawa Barat dan
Jakarta sebagai wilayah penyumbang wisatawan lokal paling banyak di Citeko.
Laju pertumbuhan penduduk dalam sepuluh tahun (2000-2010) Provinsi Jawa
Barat sebesar 1,89 persen, lebih tinggi dari laju pertumbuhan penduduk nasional
(1,49%). Sementara, jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2010 terhitung
sebanyak 9,588 juta jiwa atau meningkat sekitar satu juta jiwa dibandingkan tahun
2000 (Badan Pusat Statistik 2013). Namun demikian, kajian lanjutan mengenai
dampak ekonomi terhadap kunjungan wisata dibandingkan dengan kondisi iklim
di luar kajian penelitian ini.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisis di atas (Tabel 7), peneitian lanjutan
dapat diarahkan untuk menelaah perubahan persentase kontribusi sub-indeks pada
TCI. Saran ini didasarkan pada pertimbangan adanya perbedaan unsur iklim yang
memiliki variasi tinggi antara wilayah tropis dan wilayah lintang tinggi. Sebagai
contoh, unsur curah hujan memiliki variasi musiman yang lebih besar di Indonesia,
dibandingkan suhu udara. Sementara di daerah lingtang tinggi, suhu udara
memliki variasi musiman yang relatif cukup besar. Oleh karena itu, untuk
penggunaan TCI di Indonesia, proporsi komponen penyusun TCI perlu
dimodifikasi agar sesuai dengan karakteristik iklim dan cuaca di Indonesia.
20
ANALISIS SENSITIVITAS
Analisis sensitivitas merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui
perubahan yang terjadi akibat perubahan parameter. Tujuan dari analisis
sensitivitas ialah mengetahui dampak dari perubahan parameter agar akibat yang
mungkin terjadi dari perubahan parameter tersebut dapat diketahui dan
diantisipasi sebelumnya. Analisis sensitivitas yang dilakukan dalam penelitian ini
ialah dengan melihat pengaruh perubahan dari parameter suhu dan curah hujan
terhadap nilai TCI dengan menggunakan luaran model CCSM tahun 2030 dan
2050. Beberapa parameter lainnya seperti kelembaban udara, lama penyinaran dan
kecepatan angin dianggap konstan dikarenakan adanya keterbatasan data. Data
yang digunakan sebagai faktor pembanding dalam penelitian ini berupa data
observasi harian yang kemudian diubah menjadi data rataan bulanan dari tahun
2001-2010.
Tabel 8 Perbandingan nilai TCI data pengamatan lapang (2001-2010) dengan
luaran model CCSM tahun 2030 dan 2050
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nov
Des
Rataan
TCI
2001-10
61.5
60.4
60
61.5
63.1
69.3
76.1
73.5
70
64.1
58.8
59.8
65.0
TCI
2030
44.7
43.7
47.6
46.1