A SEIRS-SEI Mathematical Model for Malaria Disease Transmission.

MODEL MATEMATIKA TIPE SEIRS-SEI UNTUK
TRANSMISI PENYAKIT MALARIA

RESMAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Matematika Tipe
SEIRS-SEI untuk Transmisi Penyakit Malaria adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013

Resmawan
NIM G551110021

RINGKASAN
RESMAWAN. Model Matematika Tipe SEIRS-SEI untuk Transmisi Penyakit
Malaria. Dibimbing oleh PAIAN SIANTURI dan ENDAR HASAFAH
NUGRAHANI.
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit dari
Nyamuk Anopheles betina genus Plasmodium, yang dapat menyerang manusia.
Penyakit malaria menular melalui gigitan nyamuk yang dapat membahayakan
kesehatan manusia. Pada penelitian ini disajikan sebuah model dalam bentuk
sistem persamaan diferensial biasa bagi penyebaran malaria pada populasi
manusia dan nyamuk.
Pada model yang telah dirumuskan oleh Chitnis, populasi manusia dibagi
menjadi empat subpopulasi, yaitu manusia rentan (susceptible), manusia terpapar
(exposed), manusia terinfeksi (infected), dan manusia sembuh (recovered),
sedangkan populasi nyamuk dibagi menjadi tiga subpopulasi, yaitu nyamuk rentan
(susceptible), nyamuk terpapar (exposed), dan nyamuk terinfeksi (infected).
Manusia rentan dapat terinfeksi ketika digigit oleh nyamuk terinfeksi. Setelah itu,
manusia rentan dianggap telah terbuka untuk diinfeksi oleh parasit sehingga

dikelompokkan kedalam subpopulasi manusia terpapar. Setelah melalui masa
inkubasi, sebagaian manusia terpapar akan terinfeksi sehingga dikelompokkan
kedalam subpopulasi manusia terinfeksi. Sebagian manusia terinfeksi akan
sembuh setelah melalui periode laten sehingga dikelompokkan ke dalam
subpopulasi manusia sembuh, atau dapat kembali ke subpopulasi manusia rentan
tanpa mengalami kekebalan. Manusia yang telah sembuh akan memiliki
kekebalan yang bersifat sementara hingga kembali menjadi rentan pada periode
tertentu.
Dalam penelitian ini diperoleh dua titik tetap, yaitu titik tetap tanpa penyakit
(disease-free equilibrium) dan titik tetap endemik (endemic equilibrium).
Selanjutnya dilakukan analisis kestabilan pada titik tetap dengan
mempertimbangkan bilangan reproduksi dasar
Bilangan reproduksi dasar
merupakan nilai harapan banyaknya infeksi tiap satuan waktu. Bilangan ini
menjadi tolok ukur penularan penyakit dalam populasi. Jika
< 1, maka ratarata setiap individu terinfeksi akan menginfeksi kurang dari satu individu baru,
sehingga penyakit tidak akan menyebar. Jika
> 1, maka rata-rata setiap
individu terinfeksi akan menghasilkan lebih dari satu individu baru terinfeksi,
sehingga penyakit akan menyebar.

Hasil analisis dan simulasi numerik menunjukkan bahwa jumlah tiap
subpopulasi manusia dan nyamuk mencapai kondisi stabil di sekitar titik tetap
tanpa penyakit dan diperoleh
dan stabil di sekitar titik tetap endemik
dengan nilai
Simulasi juga menunjukkan adanya kontribusi parameter
laju pemulihan manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan terhadap
perubahan nilai
Jika laju pemulihan manusia ditingkatkan, maka
akan
semakin kecil. Oleh karena itu, laju penularan penyakit dalam populasi turun.

Selanjutnya ditunjukkan bahwa pada populasi manusia, jika laju pemulihan
dinaikkan, maka banyaknya manusia rentan menjadi terpapar semakin kecil.
Demikian juga pada populasi nyamuk, jika laju pemulihan dinaikkan, maka
jumlah nyamuk rentan yang menjadi terpapar semakin sedikit. Akibatnya,
penyakit akan semakin cepat hilang dari populasi.
Kata kunci: model matematika, transmisi penyakit malaria, bilangan reproduksi
dasar, titik tetap tanpa penyakit, titik tetap endemik


SUMMARY
RESMAWAN. A SEIRS-SEI Mathematical Model for Malaria Disease
Transmission. Supervised by PAIAN SIANTURI and ENDAR HASAFAH
NUGRAHANI.
Malaria is an infectious disease caused by a parasite of the genus
Plasmodium of Anopheles mosquito. The malaria is transmitted to human through
mosquito bites which is very dangerous for our health. In this research, a system
of ordinary differential equations for the spread of malaria in human and mosquito
populations is presented.
In the model formulated by Chitnis, the human population is divided into
four classes, namely susceptible, exposed, infected, and recovered. The mosquito
population is divided into three classes, namely susceptible, exposed, and infected.
Susceptible human can be infected when they are bitten by infectious mosquitos.
In this study, the exposed humans considered to have been open to be infected by
parasites so they are classified into human exposed class. After a period of
incubation elapsed, those in human exposed class might be infected so that they
are classified into infected class. Those in infected class might be recovered after
a latent period passed on so that they are classified into recovered class, or may
return back to the susceptible class when the immunity decreased. Those in
recovered class will have temporary immunity so that again be susceptible human

in a given period. In this study, this model is a modification of a previous model is
proposed and analyzed by adding a recovery rate of infected subclass into
susceptible subclass of human.
The simulation study showed the existence of two equilibrium points, i.e.
the disease-free equilibrium and the endemic equilibrium points. Next, the
stability analysis of the equilibrium points were conducted by considering the
basic reproduction number ( ). The basic reproduction number is the expected
value of infections per unit of time. The number is considered as a benchmark of
disease transmission in the population. If
then on average each infected
individual will be infecting less than one newly individual, so that the disease will
disappear. If
, then on average each infected individual will generate more
than one newly infected individuals, so that the disease will spread.
Numerical analysis and simulation results showed that the number of each
class of human and mosquito reaches a stable condition approaching the diseasefree equilibrium and obtained
, and approaching the stable condition of the
endemic equilibrium with the value of
In addition, the increase of human
recovery rate will decrease the

. Therefore, the rate of disease transmission
decreases. The human recovery rate indicates the proportion of infected human
who get recovered of the disease and converted back into the susceptible subclass.
Furthermore, it has been showen that for the human population, if the
abovementioned recovery rates increase, then the number of susceptible human
become exposed decrease. Similarly for the mosquito population, if the recovery

rate increase, then the number of susceptible mosquitoes become exposed also
decrease. As a consequence, disease will be vanished from population.
Keywords: mathematical models, malaria transmission, basic reproductive
number, disease-free equilibrium, endemic equilibrium

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

MODEL MATEMATIKA TIPE SEIRS-SEI UNTUK
TRANSMISI PENYAKIT MALARIA

RESMAWAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Matematika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:


Dr Ir Hadi Sumarno, MS

Judul Tesis : Model Matematika Tipe SEIRS-SEI untuk Transmisi Penyakit
Malaria
Nama
: Resmawan
: G 5 5111 0021
1M

Disetujui oJeh
Komisi Pembimbing

Dr Paian Sianturi
Ketua

Dr Ir Endar H Nugrahani, MS
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Matematika Terapan

Dr Ir Endar H Nugrahani, MS

Tanggal Ujian :
31 Juli 2013

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Model Matematika Tipe SEIRS-SEI untuk Transmisi Penyakit
Malaria
Nama
: Resmawan
NIM
: G551110021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Dr Paian Sianturi
Ketua

Dr Ir Endar H Nugrahani, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Matematika Terapan

Dr Ir Endar H Nugrahani, MS

Tanggal Ujian:
31 Juli 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Lulus:
3 September 2013

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013
ini ialah pemodelan matematika, dengan judul Model Matematika Tipe SEIRS-SEI
untuk Transmisi Penyakit Malaria.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister
Sains pada program studi Matematika Terapan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa bantuan-bantuan dan arahan-arahan
dari kedua pembimbing sangat membantu dalam menyelesaikan karya tulis ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Paian Sianturi selaku
pembimbing I dan Ibu Dr Ir Endar Hasafah Nugrahani MS selaku pembimbing II.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto, MSc selaku Rektor Institut Pertanian Bogor.
2. Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
3. Dr Ir Endar H Nugrahani, MS selaku Ketua Program Studi Matematika
Terapan sekaligus sebagai Pembimbing II.
4. Dr Ir Hadi Sumarno, MS selaku penguji luar komisi pembimbing.
5. Seluruh dosen dan staf pegawai tata usaha Departemen Matematika.
6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai sponsor Beasiswa
Unggulan.
7. Orang tua, saudara dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dorongan
dan mendoakan untuk keberhasilan studi bagi penulis.
8. Seluruh mahasiswa Departemen Matematika khususnya teman-teman
angkatan tahun 2011 di program studi S2 Matematika Terapan.
9. Sahabat-sahabat yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu penulis dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga segala bantuan, bimbingan, dan motivasi yang telah diberikan kepada
penulis senantiasa mendapat balasan dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Akhirnya, semoga penulisan tesis ini dapat memperkaya pengalaman belajar
serta wawasan kita semua.

Bogor, September 2013
Resmawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Persamaan Diferensial Biasa
Titik Tetap
Kestabilan Titik Tetap
Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Pelinearan

2
2
2
3
3
3

3 MODEL MATEMATIKA TRANSMISI PENYAKIT MALARIA
Penelitian Sebelumnya
Modifikasi Model

4
4
7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Titik Tetap
Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar
Analisis Kestabilan Titik Tetap
Simulasi Dinamika Populasi Penularan Malaria

11
11
12
14
16

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23
23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

45

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6

Parameter pada model SEIRS-SEI
Variabel pada model SEIRS-SEI
Parameter pada bilangan reproduksi dasar
Sifat kestabilan titik tetap
Nilai-nilai parameter pada model untuk kondisi
dan
Hasil Simulasi laju pemulihan manusia terhadap bilangan reproduksi
dasar

9
10
13
16
17
21

DAFTAR GAMBAR
1 Skema penyebaran penyakit malaria oleh Chitnis (2005)
2 Skema penyebaran penyakit malaria model modifikasi SEIRS-SEI
dari Chitnis (2005)
3 Dinamika populasi manusia pada kondisi
4 Dinamika populasi nyamuk pada kondisi
5 Dinamika populasi manusia dan nyamuk pada kondisi
6 Dinamika populasi manusia setelah nilai parameter laju pemulihan
manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan (ωh )
diperbesar
7 Dinamika populasi nyamuk setelah nilai parameter laju pemulihan
manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan (ωh )
diperbesar

5
7
18
18
20

21

22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Penentuan Titik Tetap
Penentuan Matriks Jacobi
Unsur-unsur matriks Jacobi untuk titik tetap tanpa penyakit
Penentuan nilai eigen
Koefisien Persamaan Karakteristik
Penentuan dan analisis kestabilan titik tetap tanpa penyakit
Penentuan dan analisis kestabilan titik tetap endemik
Dinamika populasi manusia dan nyamuk pada kondisi
Dinamika populasi manusia dan nyamuk pada kondisi
Dinamika populasi manusia dan nyamuk setelah nilai parameter laju
pemulihan manusia ditingkatkan

25
28
30
31
32
33
35
37
40
41

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit dari genus
Plasmodium. Secara epidemiologi, penyakit malaria dapat menyerang semua
orang baik laki-laki maupun perempuan, pada semua golongan usia. Ada empat
jenis Plasmodium yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu Plasmodium
Falciparum, Plasmodium Vivax, Plasmodium Ovale, dan Plasmodium Malariae
(Bloland & Williams 2002). Parasit Plasmodium ditularkan melalui gigitan
Nyamuk spesies Anopheles betina (anopheles spp.) yang merupakan vektor utama
penyebab malaria.
Malaria terjadi terutama di daerah tropis dan beberapa daerah subtropis
Afrika, Amerika Tengah dan Selatan, Asia, dan Oseania (Bloland & Williams
2002). Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi
masalah bagi kesehatan masyarakat baik di dunia maupun di Indonesia.
Berdasarkan The World Malaria Report 2011 tentang kasus malaria di dunia,
lebih dari 655 ribu orang meninggal pada tahun 2010. Secara keseluruhan terdapat
3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah endemik malaria yang terdapat di
106 negara (Ditjen PP & PL 2012b).
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih berisiko penyakit
malaria. Pada tahun 2010, tercatat bahwa sekitar 65% kabupaten di Indonesia
merupakan daerah endemik dimana sekitar 45% penduduk di kabupaten tersebut
berisiko tertular malaria. Data kasus malaria pada tahun 2010 menunjukkan
bahwa terdapat sekitar 229 ribu kasus malaria, sedangkan tahun 2011 menjadi 256
ribu kasus (Ditjen PP & PL 2012a).
Berdasarkan beberapa kasus malaria yang telah terjadi, muncul berbagai
penelitian yang mengontruksikan sebuah model matematika untuk malaria. Model
matematika telah memainkan peran besar dalam pengembangan epidemiologi
penyakit. Pemodelan matematika dapat membantu memahami dan
mengidentifikasi hubungan penyebaran penyakit malaria dengan berbagai
parameter epidemiologi, membantu dalam perencanaan masa depan dan
mempertimbangkan langkah-langkah pengendalian yang tepat.
Pemodelan matematika untuk penyakit malaria pertama kali dilakukan oleh
Ross pada tahun 1911 yang dikenal dengan nama Model Ross. Model sederhana
ini kemudian dikembangkan oleh MacDonald pada tahun 1957 yang dikenal
dengan nama model Ross-MacDonald (Ngwa & Shu 2000). Beberapa penelitian
serupa yang mempertimbangkan perubahan dalam ukuran populasi antara lain
dilakukan oleh Ngwa & Shu (2000) dan Chitnis (2005). Chitnis melakukan
analisis bifurkasi terhadap titik tetap tanpa penyakit dan titik tetap endemik,
dengan menggunakan definisi bilangan reproduksi dasar ( ). Hasil analisis
menunjukkan terjadinya bifurkasi pada titik tetap endemik saat
.
Dalam penelitian ini, dikaji model persamaan diferensial biasa tipe SEIRSSEI yang merupakan modifikasi dari model Chitnis (2005) dengan menambahkan
parameter laju pemulihan manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi
rentan. Hal ini diperlukan karena sebagian manusia yang pulih dari penyakit

2
malaria akan akan mengalami kekebalan tubuh yang sifatnya sementara dan
sebagian lainnya akan kembali menjadi rentan (Ngwa & Shu 2000).

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memodifikasi model matematika penyakit malaria.
2. Menentukan titik tetap dan analisis kestabilan pada model tipe SEIRS-SEI.
3. Melakukan simulasi numerik terhadap model untuk melihat dinamika populasi
manusia dan nyamuk pada kondisi tanpa penyakit dan endemik.
4. Melakukan simulasi numerik untuk menunjukkan pengaruh laju pemulihan
manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan terhadap laju
penyebaran penyakit dalam populasi.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Sistem Persamaan Diferensial Biasa
Definisi 1 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Taklinear
Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa (SPDB) dinyatakan
sebagai:
̇

dengan

[

] dan

[

]

adalah fungsi taklinear dalam
. Sistem persamaan (2.2) disebut sistem
persamaan diferensial biasa taklinear (Braun 1983).
Definisi 2 Sistem Persamaan Diferensial Biasa Mandiri
Misalkan suatu sistem persamaan diferensial biasa (SPDB) dinyatakan
sebagai:
̇
(2.3)

dengan merupakan fungsi kontinu bernilai real dari . Sistem persamaan (2.3)
disebut sistem persamaan diferensial biasa mandiri (autonomous) karena tidak
memuat secara eksplisit di dalamnya (Tu 1994).

Titik Tetap
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebagaimana pada
sistem (2.3). Titik ̅ disebut titik tetap, jika ̅
. Titik tetap disebut juga titik

3
kritis atau titik kesetimbangan atau titik ekuilibrium (Tu 1994). Untuk selanjutnya
digunakan istilah titik tetap.

Kestabilan Titik Tetap
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa sebarang ̇
dengan ̅ sebagai titik tetap. Kestabilan titik tetap ̅ dapat ditentukan
dengan memperhatikan nilai-nilai eigen, yaitu
, yang diperoleh
dari persamaan karakteristik. Secara umum, kestabilan titik tetap mempunyai
perilaku sebagai berikut:
1. Stabil, jika:
, untuk setiap , atau
a.
untuk setiap
.
b. Terdapat ( )
, untuk sebarang dan
.
2. Tidak stabil, jika jika terdapat paling sedikit satu sehingga
(Tu 1994).

Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Diberikan matriks koefisien konstan
berukuran
dan sistem
persamaan diferensial biasa homogen ̇
. Suatu vektor
taknol di dalam
disebut vektor eigen dari
jika untuk suatu skalar
berlaku:
(2.4)
Nilai skalar dinamakan nilai eigen dari .
Untuk mencari nilai dari , maka sistem persamaan (2.4) dapat ditulis
(2.5)
dengan adalah matriks identitas. Sistem persamaan (2.5) mempunyai solusi
taknol jika dan hanya jika
Persamaan (2.6) merupakan persamaan karakteristik matriks
1995).

(2.6)
(Anton & Rorres

Pelinearan
Misalkan diberikan sistem persamaan diferensial biasa taklinear
̇

(2.7)

Dengan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetap ̅, maka sistem
persamaan (2.7) dapat ditulis sebagai
̇
(2.8)

dengan

adalah matriks Jacobi

4

|

̅

[

]

̅

dan
adalah suku berorde tinggi yang bersifat
.
pada
sistem persamaan (2.8) disebut pelinearan sistem persamaan (2.7) (Tu 1994).

3 MODEL MATEMATIKA TRANSMISI
PENYAKIT MALARIA
Penelitian Sebelumnya
Pemodelan matematika untuk penyakit malaria pertama kali dilakukan oleh
Ross pada tahun 1911. Menurut Ross, jika populasi nyamuk dapat dikurangi
hingga di bawah ambang batas tertentu, maka malaria dapat diberantas. Model
sederhana yang dibangun dikenal sebagai Model Ross dan telah dikembangkan
selama bertahun-tahun. MacDonald pada tahun 1957 mengembangkan lebih lanjut
dengan mempertimbangkan populasi manusia dan nyamuk pada suatu daerah
dan tanpa memperhitungkan pola mobilitas manusia dan nyamuk. Perumusan
model ini kemudian dikenal dengan nama Model Ross-MacDonald.
Beberapa penelitian serupa mulai mempertimbangkan perubahan dalam
ukuran populasi antara lain yang dilakukan oleh Chitnis (2005) dengan
menambahkan parameter imigrasi pada populasi manusia. Adanya imigrasi
manusia memainkan peran besar dalam epidemiologi penyakit, termasuk malaria.
Pada model ini, populasi manusia,
dibagi menjadi empat subpopulasi, yaitu
manusia rentan (susceptible),
, manusia terpapar (exposed),
, manusia
terinfeksi (infected), , dan manusia sembuh (recovered), , sedangkan populasi
nyamuk,
, dibagi menjadi tiga subpopulasi, yaitu nyamuk rentan (susceptible),
, nyamuk terpapar (exposed),
, dan nyamuk terinfeksi (infected), .
Penularan sporozoid dari nyamuk terinfeksi ( ) ke manusia rentan ( )
terjadi melalui gigitan pada saat sporozoid tersebut berada di kelenjar ludah
nyamuk. Setelah itu, sporozoid memerlukan 9-14 hari yang menunjukkan masa
inkubasi intrinsik sebelum menimbulkan penyakit (Bloland dan Williams 2002).
Pada masa inkubasi ini, manusia rentan ( ) dianggap telah terbuka untuk
diinfeksi oleh parasit. Dengan demikian, manusia tersebut selanjutnya
Setelah
dikelompokkan sebagai subpopulasi manusia terpapar
menyelesaikan masa inkubasi intrinsik, manusia akan segera terinfeksi sehingga
dikelompokkan kedalam subpopulasi manusia terinfeksi ( ). Manusia terinfeksi
akan sembuh setelah melalui periode laten sehingga dikelompokkan sebagai
subpopulasi manusia sembuh ( ), atau dapat kembali ke subpopulasi manusia
rentan ( ) secara langsung. Manusia yang telah sembuh akan memiliki kekebalan
yang bersifat sementara hingga kembali menjadi rentan pada periode tertentu

5
(Chitnis 2005). Setiap subpopulasi pada populasi manusia akan berkurang karena
adanya kematian secara alami dan emigrasi kecuali untuk subpopulasi terinfeksi
yang juga berkurang karena kematian yang disebabkan oleh penyakit.
Adapun penularan sporozoid dari manusia terinfeksi ( ) atau manusia
sembuh ( ) ke nyamuk hanya dapat terjadi jika nyamuk rentan ( ) menggigit
manusia terinfeksi atau manusia sembuh, yaitu kondisi dimana darah manusia
mengandung gametosid. Di dalam tubuh nyamuk, gamet betina dan gamet jantan
melakukan pembuahan menjadi zigot sampai pada akhirnya terbentuklah menjadi
sporozoid yang bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia. Masa ini disebut
dengan masa inkubasi ekstrinsik. Pada masa inkubasi ini, nyamuk rentan ( )
dianggap telah terbuka untuk diinfeksi oleh sporozoid, sehingga dikelompokkan
ke dalam subpopulasi nyamuk terpapar ( ). Setelah melalui masa inkubasi,
maka nyamuk akan segera terinfeksi sehingga dikelompokkan ke dalam
subpopulasi nyamuk terinfeksi ( ).
Beberapa asumsi yang digunakan antara lain:
a. Semua bayi yang baru lahir rentan terhadap penyakit.
b. Kematian nyamuk tidak bergantung pada infeksi parasit.
c. Manusia sembuh masih dapat menularkan penyakit tetapi pada tingkat yang
lebih rendah.
d. Laju kelahiran nyamuk lebih besar dari laju kematian nyamuk
Secara skematis, pola penyebaran penyakit malaria pada model ini dapat
digambarkan dalam diagram kompartemen berikut:

Sh

Eh

Ih

Sm

Em

Im

Keterangan :

Rh

Perpindahan Individu
Pengaruh

Gambar 1 Skema penyebaran penyakit malaria oleh Chitnis (2005)
Dengan demikian, persamaan dinamika sistem tersebut diformulasikan
sebagai berikut:

6

{

Keterangan parameter disajikan pada Tabel 1.
Laju kematian alami mengikuti fungsi
dan laju infeksi
(

̃

)

Laju infeksi dari nyamuk ke manusia ( ) didefinisikan sebagai perkalian
antara proporsi gigitan nyamuk pada satu manusia tiap satuan waktu ( , peluang
terjadinya penularan penyakit dari nyamuk ke manusia (
), dan peluang bahwa
nyamuk akan terinfeksi
. Laju infeksi dari manusia ke nyamuk (
)
didefinisikan sebagai perkalian antara proporsi gigitan pada manusia dari satu
nyamuk tiap satuan waktu ( ), jumlah peluang terjadinya penularan penyakit
dari manusia terinfeksi ke nyamuk
dengan peluang terjadinya penularan
penyakit dari manusia sembuh ke nyamuk ̃
dimana ̃
, dan jumlah
peluang bahwa manusia akan terinfeksi
dengan peluang bahwa manusia
akan sembuh

Adapun proporsi gigitan nyamuk pada manusia didefinisikan

sebagai

sehingga jumlah kontak nyamuk-manusia tergantung pada populasi kedua spesies.
Didefinisikan,

sebagai jumlah gigitan pada tiap manusia per satuan waktu, dan

7
sebagai jumlah gigitan tiap nyamuk per satuan waktu.
Total populasi dirumuskan dengan
dan laju perubahan populasi manusia dan populasi nyamuk mengikuti persamaan,
yang diperoleh dari sistem (3.1), yaitu
{
Pada model yang dirumuskan oleh Chitnis ini dilakukan analisis bifurkasi
terhadap titik tetap tanpa penyakit dan titik tetap endemik. Analisis dilakukan
dengan melibatkan definisi bilangan reproduksi dasar (
). Hasil analisis
menunjukkan terjadinya bifurkasi pada titik tetap endemik saat
(Chitnis
2005). Disisi lain, Ngwa & Shu (2000) mengungkapkan bahwa sebagian manusia
yang pulih dari penyakit malaria akan mengalami kekebalan tubuh yang sifatnya
sementara dan sebagian lainnya akan kembali menjadi rentan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan modifikasi model dengan menambahkan parameter laju
pemulihan manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan. Parameter
ini dianggap berpengaruh untuk menurunkan nilai bilangan reproduksi dasar ( ).

Modifikasi Model
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap model SEIRS-SEI yang
dirumuskan oleh Chitnis (2005) dengan menambahkan laju pemulihan manusia
dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan. Parameter ini selanjutnya
dilambangkan dengan
Secara skematis, pola penyebaran penyakit malaria dapat digambarkan
dalam diagram kompartemen berikut:

Sh

Eh

Ih

Sm

Em

Im

Rh

Gambar 2 Skema penyebaran penyakit malaria model modifikasi SEIRS-SEI
dari Chitnis (2005)

8
Dengan demikian, persamaan dinamika sistem tersebut diformulasikan
sebagai berikut:

{

dimana laju kematian alami mengikuti fungsi
dan laju infeksi mengikuti persamaan
̃

(

)

Laju perubahan populasi manusia dan populasi nyamuk mengikuti
persamaan yang diperoleh dari sistem (3.9), yaitu
{
Adapun proporsi gigitan nyamuk didefinisikan pada (3.4), sehingga dengan
mengikuti persamaan (3.5) dan (3.6) diperoleh

Dengan demikian, diperoleh laju infeksi

Keterangan parameter disajikan pada Tabel 1.

(

̃

)

Untuk mempermudah analisis pada model (3.9) - (3.10), dilakukan
penondimensionalan dengan perbandingan populasi masing-masing subpopulasi
dengan total populasi spesies.

9
Tabel 1 Parameter pada model SEIRS-SEI
Variabel
Keterangan
Satuan
Laju imigrasi manusia.
us
w ktu−
w ktu−
Laju kelahiran manusia per kapita.
w ktu−
Laju kelahiran nyamuk per kapita.
w ktu−
Rata-rata jumlah gigitan nyamuk pada
manusia tiap satuan waktu.
Jumlah maksimum proporsi gigitan seekor
w ktu−
nyamuk pada manusia tiap satuan waktu.
Peluang terjadinya transmisi penyakit dari
t p s tu
nyamuk terinfeksi ke manusia rentan.
Peluang terjadinya transmisi penyakit dari
t p s tu
manusia terinfeksi ke nyamuk rentan.
̃
Peluang terjadinya transmisi penyakit dari
t p s tu
manusia sembuh ke nyamuk rentan.
w ktu−
Laju perpindahan manusia terpapar ke
manusia terinfeksi perkapita.
w ktu−
Laju perpindahan nyamuk terpapar ke
nyamuk terinfeksi perkapita.
w ktu−
Laju pembentukan kekebalan efektif
perkapita dari manusia terinfeksi ke
manusia sembuh.
Laju pemulihan manusia perkapita dari
w ktu−
manusia terinfeksi ke manusia rentan.
Laju kematian manusia yang disebabkan
w ktu−
oleh infeksi malaria.
w ktu−
Laju konstan hilangnya kekebalan tubuh
pada manusia setelah sembuh.
w ktu−
Laju kematian manusia yang tidak
bergantung pada kepadatan populasi.
us −
w ktu−
Laju kematian manusia yang bergantung
pada kepadatan populasi.
w ktu−
Laju kematian nyamuk yang tidak
bergantung pada kepadatan populasi.
y uk −
w ktu−
Laju kematian nyamuk yang bergantung
pada kepadatan populasi.
Sumber: Chitnis (2005), Chitnis et.al. (2006)
Misalkan

dengan

10
diperoleh hubungan

Keterangan variabel disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Variabel model SEIRS-SEI
Variabel

Keterangan
Proporsi manusia terpapar pada waktu t
Proporsi manusia terinfeksi pada waktu t
Proporsi manusia sembuh pada waktu t
Total populasi manusia pada waktu t
Proporsi nyamuk terpapar pada waktu t
Proporsi nyamuk terinfeksi pada waktu t
Total populasi nyamuk pada waktu t

Sumber: Chitnis (2005)
Dengan menurunkan persamaan (3.11), kita peroleh
[

]

[

]

Dengan cara yang sama untuk variabel-variabel lain, diperoleh sistem
persamaan baru tujuh dimensi yang terdiri dari dua dimensi untuk variabel banyak
populasi, dan lima dimensi untuk masing-masing subpopulasi populasi yang
mengandung penyakit, yaitu , , ,
,
dan
(

(

)

(
(
{

)

)
)(

̃

(

)

)

Sistem (3.12) inilah yang akan dibahas lebih lanjut pada bab selanjutnya.
Pembahasan meliputi penentuan titik tetap, analisis kestabilan dan simulasi
numerik untuk melihat dinamika populasinya.

11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Titik Tetap
Pada sub-bab ini akan dicari titik tetap dari sistem (3.12), yang dapat
diperoleh dengan menyelesaikan sistem tersebut. Solusinya merupakan suatu
,
kondisi yang diperoleh pada saat
Sistem tersebut memiliki dua jenis titik tetap, yaitu titik tetap tanpa penyakit
(disease-free equilibrium),
, yang memuat nilai
dan titik tetap endemik (endemic equilibrium),
yang memuat nilai
.
Dengan menggunakan software Mathematica, diperoleh titik tetap tanpa
penyakit

dengan


dan titik tetap endemik
dengan
(





)

(

)

12




Penentuan titik tetap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Selanjutnya akan dilakukan analisis kestabilan pada titik tetap. Untuk itu,
diperlukan bilangan reproduksi dasar.
Penentuan Bilangan Reproduksi Dasar
Bilangan reproduksi dasar dinotasikan dengan
adalah nilai harapan
banyaknya infeksi tiap satuan waktu. Infeksi ini terjadi pada suatu populasi rentan
yang dihasilkan oleh satu individu terinfeksi.
Untuk menentukan bilangan reproduksi dasar digunakan pendekatan the
next generation matrix seperti yang dijelaskan oleh Diekmann et al. (1990). The
next generation matrix, , didefinisikan sebagai

dimana

dengan

̃

dan

(

)

(4.3)

didefinisikan sebagai
(

̃

̃

)

Keterangan disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan van den Driessche & Watmough (2008), bilangan reproduksi
dasar
merupakan nilai eigen dengan modulus terbesar matriks
Untuk
menentukan nilai eigen dari matriks
maka dapat dituliskan persamaan
karakteristik

13
Tabel 3 Parameter pada bilangan reproduksi dasar
Formula

Keterangan
Peluang nyamuk bertahan hidup dari keadaan terpapar
hingga terinfeksi
Peluang manusia akan bertahan hidup dari keadaan
terpapar hingga terinfeksi
Banyaknya kontak antara seekor nyamuk dengan
manusia tiap satuan waktu
Banyaknya kontak antara satu orang manusia dengan
nyamuk tiap satuan waktu
Peluang terjadinya penularan dari nyamuk terinfeksi
ke manusia rentan
Peluang terjadinya penularan dari manusia terinfeksi
ke nyamuk rentan
Peluang terjadinya penularan dari manusia sembuh ke
nyamuk rentan
Rata-rata masa hidup nyamuk terinfeksi

̃

Rata-rata jangka waktu infeksi pada manusia
̃

Rata-rata jangka waktu sembuh pada manusia
Peluang manusia akan bertahan hidup dari keadaan
terinfeksi hingga sembuh

Sumber: Chitnis (2005)
sehingga diperoleh
|

|


Dengan demikian, dapat ditentukan nilai eigen dengan modulus terbesar matriks
yaitu
| |
sehingga diperoleh bilangan reproduksi dasar


(4.6)

Kondisi yang memungkinkan dari bilangan reproduksi dasar menurut van
den Driessche & Watmough (2008) adalah:
1. Jika
< 1, maka jumlah individu yang terinfeksi akan menurun pada setiap
generasi, sehingga penyakit tidak akan menyebar.
2. Jika
> 1, maka jumlah individu yang terinfeksi akan meningkat pada
setiap generasi, sehingga penyakit akan menyebar.

14
Analisis Kestabilan Titik Tetap
Pada bagian ini, akan dilakukan analisis untuk melihat sifat kestabilan pada
titik tetap tanpa penyakit. Sifat kestabilan titik tetap, selanjutnya dapat dilihat pada
Tabel 4. Pada bagian ini tidak dilakukan analisis kestabilan pada titik tetap
endemik karena bentuknya yang sangat kompleks, namun keberadaan dan prilaku
sistem disekitar titik tetap endemik akan ditunjukkan pada bagian simulasi.
Penentuan Matriks Jacobi
Misalkan sistem (3.12) didefinisikan sebagai fungsi sebagai berikut
̇
dengan

(4.7)

adalah variabel-variabel yang terdapat pada sistem (3.12).

Matriks Jacobi dari sistem (3.12) didefinisikan sebagai

(4.8)

dimana

(

dapat dilihat pada Lampiran 2.

)

Penentuan Matriks Jacobi untuk Titik Tetap Tanpa Penyakit
Sifat kestabilan titik tetap tanpa penyakit
dapat ditentukan dengan melakukan pelinearan pada
sistem persamaan diferensial (4.7) disekitar
, sehingga diperoleh matriks
Jacobi untuk titik tetap tanpa penyakit

(4.9)

dimana

(

dapat dilihat pada Lampiran 3.

)

Penentuan Nilai Eigen
Menurut Tu (1994), titik tetap
bersifat stabil jika dan hanya jika setiap
nilai eigen dari matriks
bernilai negatif, dan tidak stabil jika dan hanya jika
ada minimal satu nilai eigen dari matriks
yang taknegatif.
Dari matriks
di atas diperoleh tujuh nilai eigen. Dua nilai eigen
diantaranya adalah

15

(Lihat Lampiran 4).
Nilai eigen
dan
negatif, karena semua parameter yang digunakan
positif. Lima nilai eigen lainnya merupakan akar-akar dari persamaan
karakteristik
(4.10)
dimana
dapat dilihat pada Lampiran 5.
Untuk mengevaluasi tanda dari kelima nilai eigen pada persamaan
karakteristik (4.10), digunakan kriteria Routh-Horwitz dan aturan Descartes.
1. Kriteria Routh-Horwitz digunakan untuk menunjukkan bahwa semua nilai
eigen adalah real negatif jika
dan semua adalah positif.
2. Aturan Descartes digunakan untuk menunjukkan bahwa terdapat satu nilai
eigen taknegatif ketika
dan terdapat satu perubahan tanda pada
(Chitnis, 2005).
Untuk membuktikan hal tersebut, diperlukan bilangan reproduksi dasar ( ).
Formulasi
(4.6) dapat ditulis kembali dalam bentuk sebagai

Untuk

, dari (4.11) diperoleh

dan
Karena

positif, maka

Diketahui bahwa semua
bernilai positif, sehingga
,
,
, dan
selalu positif. Dari (4.14) terlihat bahwa
, dan dari (4.12) terlihat bahwa
Dengan demikian, untuk
semua
adalah positif yang
menunjukkan bahwa semua akar pada (4.10) adalah real negatif, sehingga titik
tetap tanpa penyakit (
) dinyatakan stabil.
Untuk
sehingga

, dari (4.11) diperoleh

. Karena
,
,
, dan
adalah positif, maka barisan
memiliki tepat satu perubahan tanda. Oleh karena itu,
persamaan karakteristik (4.10) memiliki satu akar real positif ketika
,
sehingga titik tetap tanpa penyakit (
) dinyatakan tidak stabil.
Adapun sifat kestabilan pada titik tetap endemik
tidak memungkinkan
untuk dilakukan analisis seperti pada titik tetap tanpa penyakit karena bentuknya
yang sangat kompleks, namun kita dapat menarik kesimpulan berdasarkan hasil

16
yang diperoleh pada titik tetap tanpa penyakit. Hal ini memungkinkan karena
kondisi sistem tidak mungkin stabil pada dua kondisi dalam waktu yang
bersamaan. Akibatnya, jika sistem stabil pada titik tetanp tanpa penyakit
,
demikian sebaliknya.
maka tidak stabil pada titik tetap endemik
Selanjutnya, sifat kestabilan dari titik tetap yang diperoleh diberikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Sifat kestabilan titik tetap
Kondisi
Stabil
Tidak Stabil

Tidak Stabil
Stabil

Pada tahap selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap dinamika populasi
melalui simulasi numerik untuk menunjukkan perilaku populasi dalam keadaan
tanpa penyakit maupun dalam keadaan endemik. Kita akan menunjukkan bahwa
sistem akan stabil menuju titik tetap tanpa penyakit saat
dan stabil menuju
titik tetap endemik saat
. Disamping itu, akan ditunjukkan melalui simulasi
bahwa laju pemulihan manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan
memiliki kontribusi terhdapa perubahan nilai bilangan reproduksi dasar
( ), yang menjadi tolak ukur penyebaran penyakit malaria dalam populasi.

Simulasi Dinamika Populasi Penularan Malaria
Pada bagian simulasi ini, diamati dinamika populasi dalam dua kondisi,
yaitu kondisi ketika
dan
. Dalam hal ini,
merupakan bilangan
reproduksi yang didefinisikan pada persamaan (4.6). Simulasi ini diperlukan
untuk menunjukkan bahwa sistem akan stabil menuju titik tetap tanpa penyakit
saat
dan stabil menuju titik tetap endemik saat
. Simulasi juga
diperlukan untuk menunjukkan adanya pengaruh laju pemulihan manusia dari
subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan
terhadap laju penularan
penyakit dalam populasi.
Nilai Parameter
Pemilihan parameter didasarkan pada studi yang dilakukan oleh berbagai
sumber terpercaya. Beberapa nilai parameter seperti yang menyangkut populasi
manusia, didasarkan pada asumsi tentang situasi penyakit yang paling umum.
Nilai-nilai parameter yang diambil mewakili dua kondisi seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 5.
Dinamika Populasi untuk Kondisi
Sistem (3.12) pada kondisi
memiliki satu titik tetap tanpa penyakit
yang dapat ditunjukkan dengan solusi numerik menggunakan software
Mathematica. Titik tetap diperoleh dengan menggunakan nilai parameter pada
Tabel 5 dengan nilai bilangan reproduksi dasar sebesar
Titik tetap
tanpa penyakit adalah

17
Tabel 5 Nilai-nilai parameter pada model untuk kondisi
dan
Nilai

Parameter





̃

0.33

0.5




















Sumber: Labadin et.al (2009), Johansson & Leander (2010)



Dengan linearisasi dan perhitungan terhadap sistem (3.12) disekitar titik
tetap, diperoleh matriks jacobian dan nilai eigen untuk titik tetap tanpa penyakit.
Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa titik tetap tanpa penyakit memiliki sifat
stabil karena semua nilai eigen bernilai negatif. Penentuan dan analisis kestabilan
titik tetap dapat dilihat pada Lampiran 6.
Jika digunakan beberapa nilai awal dan mensimulasikan sistem (3.9) untuk
jangka waktu yang cukup, maka kita akan menemukan bahwa solusi mendekti
titik tetap tanpa penyakit. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 3 dan Gambar 4.
Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan dinamika subpopulasi manusia dan
nyamuk pada kondisi
dengan menggunakan nilai awal
,
,
,
,
,
,
dan total masing-masing
populasi
dan
. Dalam hal ini
.
Gambar 3 menunjukkan dinamika subpopulasi pada manusia. Dinamika
populasi menunjukkan bahwa sub-subpopulasi manusia menuju titik tetap tanpa
penyakit atau stabil di sekitar titik tetap tanpa penyakit. Subpopulasi manusia
rentan ( ) awalnya mengalami penurunan jumlah populasi dari nilai awal
kemudian kembali mengalami peningkatan jumlah populasi hingga mencapai
atau sekitar 583 orang.
kondisi stabil di sekitar titik
Subpopulasi manusia rentan sebanyak 583 diperoleh dari perkalian proporsi 1
dengan total populasi manusia sebanyak 583 orang. Hal sama berlaku pada
subpopulasi manusia yang lain. Subpopulasi manusia terpapar ( ) mengalami
penurunan jumlah populasi dari nilai awal hingga mencapai kondisi stabil pada

18
titik
. Adapun manusia terinfeksi ( ), dan manusia sembuh ( ), masingmasing mengalami peningkatan jumlah populasi dari titik awal kemudian kembali
muenurun hingga mencapai kondisi stabil di sekitar titik
yaitu
kondisi dimana penyakit akan menghilang dari populasi.

Populasi Manusia

580
560
540
520
Nh
Sh

500
480

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

10000

Populasi Manusia

60
Eh
Ih
Rh

40

20

0

0

1000

2000

3000

4000 5000 6000
Waktu (Hari)

7000

8000

9000

10000

Gambar 3 Dinamika populasi manusia untuk kondisi

Populasi Nyamuk

5000
Nm
Sm

4000

3000

2000

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2000

Populasi Nyamuk

100
Em
Im

80
60
40
20
0

0

200

400

600

800 1000 1200
Waktu (Hari)

1400

1600

Gambar 4 Dinamika populasi nyamuk untuk kondisi

1800

2000

19
Gambar 4 menunjukkan dinamika subpopulasi pada nyamuk. Dinamika
populasi menunjukkan bahwa sub-subpopulasi nyamuk menuju titik tetap tanpa
penyakit atau stabil di sekitar titik tetap tanpa penyakit. Subpopulasi nyamuk
rentan ( ) mengalami penurunan dari titik awal kemudian stabil di sekitar titik
atau sekitar 2425 ekor nyamuk. Subpopulasi nyamuk
rentan sebanyak 2425 ekor diperoleh dari perkalian proporsi 1 dengan total
populasi nyamuk sebanyak 2425 ekor. Hal sama berlaku pada subpopulasi
nyamuk yang lain. Subpopulasi nyamuk terpapar ( ) dan subpopulasi nyamuk
terinfeksi ( ) mengalami fluktuasi perubahan jumlah populasi berupa penurunan
dan peningkatan jumlah populasi dari nilai awal kemudian konsisten mengalami
penurunan hingga mencapai kondisi stabil di sekitar titik
, yaitu
kondisi dimana penyakit akan menghilang dari populasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jumlah tiap subpopulasi manusia
dan nyamuk stabil ke titik tetap tanpa penyakit
.
Dinamika Populasi untuk Kondisi
Sistem (3.12) pada kondisi
memiliki satu titik tetap endemik yang
dapat ditunjukkan dengan solusi numerik menggunakan software Mathematica.
Titik tetap diperoleh dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 5 dengan
nilai bilangan reproduksi dasar sebesar
Titik tetap endemik adalah
Dengan linearisasi dan perhitungan terhadap sistem (3.12) disekitar titik
tetap, diperoleh matriks jacobian dan nilai eigen untuk titik tetap endemik.
Selanjutnya dapat disimpulkan bahwa titik tetap endemik memiliki sifat stabil
karena semua nilai eigen bernilai negatif. Penentuan dan analisis kestabilan titik
tetap endemik dapat dilihat pada Lampiran 7.
Jika digunakan beberapa nilai awal endemik dan mensimulasikan sistem
(3.9) untuk jangka waktu yang cukup, maka kita akan menemukan bahwa solusi
mendekati titik tetap endemik. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 menunjukkan dinamika subpopulasi manusia dan nyamuk pada
kondisi
dengan menggunakan nilai awal
,
,
,
,
,
,
dan total masing-masing populasi
dan
. Dalam hal ini
Gambar 5 bagian atas menunjukkan dinamika subpopulasi pada manusia.
Dinamika populasi menunjukkan bahwa sub-subpopulasi manusia menuju titik
tetap endemik atau stabil di sekitar titik tetap endemik. Subpopulasi manusia
rentan ( ) mengalami penurunan dari titik awal kemudian stabil di sekitar titik
atau sekitar 47 orang. Subpopulasi manusia
rentan sebanyak 47 orang diperoleh dengan mengalikan proporsi 0.0964 dengan
total populasi manusia sebanyak 492. Hal sama berlaku pada subpopulasi manusia
yang lain. Subpopulasi manusia terpapar ( ) mengalami penurunan dari titik
awal kemudian mencapai kondisi stabil di sekitar titik
atau sekitar 4
orang. Adapun subpopulasi manusia terinfeksi ( ) mengalami peningkatan
populasi dari nilai awal kemudian kembali berkurang dan mencapai kondisi stabil
di sekitar titik
atau sekitar 75 orang. Terakhir, subpopulasi manusia

20
sembuh ( ) mengalami peningkatan jumlah populasi dari nilai awal menuju
kondisi stabil di sekitar titik
atau sekitar 366 orang.

Populasi Manusia

600

Nh
Sh
Eh
Ih
Rh

400

200

0

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000 10000

Populasi Nyamuk

5000
4000

Nm
Sm
Em
Im

3000
2000
1000
0

0

1000

2000

3000

4000 5000 6000
Waktu (Hari)

7000

8000

9000 10000

Gambar 5 Dinamika populasi manusia dan nyamuk pada kondisi
Gambar 5 bagian bawah menunjukkan dinamika subpopulasi pada nyamuk.
Dinamika populasi menunjukkan bahwa sub-subpopulasi nyamuk menuju titik
tetap endemik atau stabil di sekitar titik tetap endemik. Subpopulasi nyamuk
rentan ( ) mengalami penurunan dari titik awal kemudian kembali meningkat
hingga mencapai kondisi stabil di sekitar titik
atau sekitar 3644 ekor nyamuk. Subpopulasi nyamuk rentan sebanyak 3644
diperoleh dari perkalian proporsi
dengan total populasi nyamuk sebanyak
4850 ekor. Hal sama berlaku pada subpopulasi nyamuk yang lain. Subpopulasi
nyamuk terpapar ( ) mengalami peningkatan dari titik awal kemudian kembali
menurun hingga mencapai kondisi stabil di sekitar titik
atau sekitar
710 ekor. Demikian juga pada subpopulasi nyamuk terinfeksi (
) yang
mengalami peningkatan populasi dari nilai awal kemudian kembali menurun
hingga mencapai kondisi stabil di sekitar titik
atau sekitar 497 ekor.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jumlah tiap subpopulasi manusia
dan nyamuk stabil ke titik tetap endemik
.
Simulasi Laju Pemulihan Manusia ��
Selanjutnya dilakukan simulasi pada populasi manusia dan nyamuk dengan
mengubah nilai parameter laju pemulihan manusia dari subpopulasi terinfeksi ke
subpopulasi rentan
Simulasi ini diperlukan untuk menunjukkan pengaruh
parameter
terhadap laju penyebaran penyakit. Dalam hal ini, akan ditunjukkan
bahwa peningkatan atau penurunan nilai parameter
dapat mengubah nilai
bilangan reproduksi dasar ( ) yang didefinisikan pada (4.6). Terdapat 5 nilai

21

− ]
yang diamati, diambil pada [
dengan langkah

. Nilai-nilai parameter lain dapat dilihat pada Tabel 5 untuk kondisi
,
kecuali nilai parameter
yang dibuat bervariasi mengikuti simulasi. Adapun
perubahan nilai parameter
yang menyebabkan terjadinya perubahan pada nilai
bilangan reproduksi dasar ( ), dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Hasil simulasi laju pemulihan manusia terhadap bilangan
reproduksi dasar
Parameter

Bilangan Reproduksi Dasar






Gambar 6 dan Gambar 7 menunjukkan perubahan jumlah tiap subpopulasi
pada populasi manusia dan nyamuk setelah nilai
diperbesar, dengan
menggunakan nilai awal
,
,
,
,
,
,
dan total masing-masing populasi
dan

510

50

omg=1.0e-3
omg=1.4e-3
omg=1.8e-3
omg=2.2e-3
omg=2.6e-3

500

Terpapar

Rentan

40

490

30
20
10

480

0

100

200

300

0

400

60

200

300

400

0

100
200
300
Waktu (Hari)

400

30
Sembuh

Terinfeksi

100

40

50
40
30

20
10

20
10

0

0

100
200
300
Waktu (Hari)

400

0

Gambar 6 Dinamika populasi manusia setelah nilai parameter laju pemulihan
manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan ( )
diperbesar

22
Pada populasi manusia sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6, jika laju
pemulihan manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan diperbesar
dan nilai parameter lain tetap, maka jumlah subpopulasi manusia rentan semakin
bertambah sedangkan jumlah subpopulasi manusia lainnya semakin berkurang.
Hal ini dikarenakan peningkatan laju pemulihan manusia menyebabkan
penurunan pada jumlah subpopulasi manusia terinfeksi. Hal ini secara tidak
langsung akan menyebabkan penurunan jumlah populasi pada subpopulasi
nyamuk terinfeksi. Akibatnya, proporsi perpindahan manusia rentan ke manusia
terpapar semakin berkurang sehingga jumlah manusia rentan semakin bertambah.

100
80

4000

Terpapar

Rentan

5000

3000

2000

60
40

0

100
200
300
Waktu (Hari)

400

20

0

100
200
300
Waktu (Hari)

400

Terinfeksi

50
omg=1.0e-3
omg=1.4e-3
omg=1.8e-3
omg=2.2e-3
omg=2.6e-3

40

30

20

0

100
200
300
Waktu (Hari)

400

Gambar 7 Dinamika populasi nyamuk setelah nilai parameter laju pemulihan
manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan ( )
diperbesar
Pada populasi nyamuk sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7, jika laju
pemulihan manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan diperbesar
dan nilai parameter lainnya tetap, maka jumlah subpopulasi nyamuk rentan
semakin bertambah sedangkan jumlah subpopulasi nyamuk lainnya semakin
berkurang. Peningkatan laju pemulihan manusia dari subpopulasi terinfeksi ke
subpopulasi rentan ini menyebabkan terjadinya penurunan pada jumlah nyamuk
terinfeksi sehingga jumlah manusia terinfeksi pun semakin berkurang. Akibatnya,
proporsi perpindahan nyamuk rentan ke nyamuk terpapar semakin berkurang
sehingga jumlah nyamuk rentan semakin bertambah.
Bertambah atau berkurangnya jumlah tiap subpopulasi cenderung tidak
sama untuk setiap kenaikan laju pemulihan manusia, baik pada populasi manusia
maupun populasi nyamuk. Maksimum jumlah subpopulasi manusia terinfeksi
terjadi pada hari ke-50 sebanyak 55 orang atau sekitar 9.8% dari total populasi

23

manusia dengan laju pemulihan manusia sebesar
. Pada subpopulasi
nyamuk terinfeksi, maksimum terjadi pada hari ke-50 sebanyak 43 ekor atau
sekitar 0.8% dari total populasi nyamuk dengan laju laju pemulihan manusia

sebesar
.

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Secara umum model yang dihasilkan dapat menunjukkan adanya endemik di
suatu daerah untuk nilai parameter tertentu. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan
titik tetap model SEIRS-SEI. Dari model tersebut diperoleh dua titik tetap, yaitu
titik tetap tanpa penyakit dan titik tetap endemik. Rincian hasil-hasil utama dalam
tesis ini disimpulkan pada uraian berikut:
1. Simulasi numerik menunjukkan bahwa jumlah tiap subpopulasi manusia dan
nyamuk mencapai kondisi stabil di sekitar titik tetap tanpa penyakit pada
kondisi
dan stabil di sekitar titik tetap endemik pada kondisi
2. Simulasi juga menunjukkan adanya kontribusi parameter laju pemulihan
manusia dari subpopulasi terinfeksi ke subpopulasi rentan
terhadap
perubahan nilai bilangan reproduksi dasar ( ). Jika laju pemulihan manusia
ditingkatkan, maka bilangan reproduksi dasar akan semakin kecil. Dengan
demikian, peningkatan nilai parameter ini dapat membantu menekan laju
penularan penyakit dalam populasi.
3. Pada populasi manusia, semakin besar laju pemulihan manusia dari keadaan
terinfeksi menjadi rentan, maka jumlah manusia rentan yang menjadi terpapar
semakin sedikit. Pada populasi nyamuk, semakin besar laju pemulihan
manusia dari keadaan terinfeksi menjadi rentan, maka jumlah manusia rentan
yang menjadi terpapar semakin sedikit. Demikian juga pada populasi
nyamuk, semakin besar laju pemulihan manusia dari keadaan terinfeksi
menjadi rentan, maka jumlah nyamuk rentan yang menjadi terpapar semakin
sedikit. Akibatnya, penyakit akan semakin cepat hilang dari populasi.

Saran
Kestabilan sistem pada model ini terjadi pada waktu yang relatif cukup
lama, sehingga perlu dipertimbangkan untuk mengamati beberapa parameter yang
kemungkinan memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kestabilan
sistem.

24

DAFTAR PUSTAKA
Anton H & Rorres C. 1995. Elementary Linear Algebra (Ninth Edition). John
Wiley and Sons, Inc
Bloland PB & Williams HA. 2002. Malaria Control During Mass Population
Movements and Natural Disasters. Washington: The National Academies
Press
Braun M. 1983. Differential Equations and Their Applications. New York:
Springer-Verlag
Chitnis N. 2005. Using Mathematical Models in Controlling the Spread of
Malaria, Ph.D. thesis, Program in Applied Mathematics. University of
Arizona, Tucson, AZ
Chitnis N, Chussing JM, Hyman JM. 2006. Bifurcation Analysis of A
Mathematical Model for Malaria Transmission. Siam J. Appl. Math. Vol.
67, No. 1, pp. 24–45
Diekmann O, Heesterbeek JAP, Metz JAJ. 1990. On the Definition and the
Computation of the Basic Reproduction Ratio
in Models for Infectious
Diseases in Heterogeneous Populations. J. Math. Biol., 28, pp. 365-382
[Ditjen PP & PL] Direktorat Jend