Indikator oksigen berbasis Metilen Biru sebagai pendeteksi kebocoran kemasan

INDIKATOR OKSIGEN BERBASIS METILEN BIRU
SEBAGAI PENDETEKSI KEBOCORAN KEMASAN

ALOYSIUS BORIS RONYCAHYA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Indikator Oksigen
Berbasis Metilen Biru Sebagai Pendeteksi Kebocoran Kemasan adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Aloysius Boris Ronycahya
NIM F34100089

ABSTRAK
ALOYSIUS BORIS RONYCAHYA. Indikator Oksigen Berbasis Metilen Biru
Sebagai Pendeteksi Kebocoran Kemasan. Dibimbing oleh ENDANG WARSIKI.
Oksigen merupakan salah satu faktor utama yang sering menyebabkan
kerusakan makanan. Indikator oksigen merupakan kemasan cerdas yang dapat
mendeteksi kebocoran kemasan sehingga dapat mencegah rusaknya makanan
akibat adanya oksigen hingga di bawah 0.1%. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan formulasi terbaik dalam pembuatan indikator oksigen. Bahan utama
yang digunakan adalah glukosa kristal, CaOH, dan metilen biru 1%. Metilen biru
ditambahkan pada campuran glukosa dan CaOH kemudian diaduk rata. Glukosa
dalam kondisi alkali akan mereduksi metilen biru dari warna biru menjadi tidak
berwarna dan kembali menjadi warna biru ketika kontak dengan oksigen. Penelitian
ini terdiri dari beberapa tahap meliputi (i) pembuatan indikator oksigen dengan
berbagai formulasi, (ii) uji karakteristik berdasarkan tekstur, warna, umur simpan,
serta sifat dan kesensitifannya terhadap oksigen, (iii) pembuatan sachet indikator

oksigen. Formulasi indikator oksigen yang baik memiliki karakteristik diantaranya
murah, teksturnya halus dan tidak ada gumpalan, tidak beracun, bersifat irreversible
terhadap oksigen, umur simpan yang lama dan memiliki tingkat kesensitifan yang
tinggi terhadap oksigen. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, diperoleh
kesimpulan bahwa formulasi indikator oksigen yang terbaik harus memiliki
perbandingan komposisi bahan glukosa:CaOH:metilen biru sebesar 1:7:1 sampai
1:8:1.
Kata kunci: indikator oksigen, kemasan cerdas, metilen biru

ABSTRACT
ALOYSIUS BORIS RONYCAHYA. Oxygen Indicator based on Methylene Blue
as a Detector of Packing Leakage. Supervised by ENDANG WARSIKI.
Oxygen is one of the main factors that often cause food deterioration. Oxygen
indicator is smart packaging that can detect leaks to prevent to food as a result of
the exceeded concentration of oxygen lower than 0.1%. The aim of this research
was to get the best formulation in the manufacture of oxygen indicator. The main
materials used were glucose, CaOH, and methylene blue 1%. Methylene blue was
added to the mixture of glucose and CaOH, then glucose in alkaline medium was
reduce methylene blue from blue to colorless and back into a blue colour after
contact with oxygen in a certain amount. The research consisted of several stages

included (i) producing oxygen indicators with various formulations, (ii) test
characteristics based on texture, colour, shelf life, characteristic and oxygen
sensitivity, (iii) producing of sachets oxygen indicator. The best indicator of oxygen
formulation should have the characteristics of cheap, smooth texture and no lumps,
non-toxic, irreversible, long shelf life and high sensitive to oxygen. Based on the
testing that had been done, it was concluded that the formulation of the best
indicators of oxygen had a composition ratio of glucose:CaOH:methylene blue for
1:7:1 to 1:8:1.
Keywords: oxygen indicator, methylene blue, smart packaging

INDIKATOR OKSIGEN BERBASIS METILEN BIRU
SEBAGAI PENDETEKSI KEBOCORAN KEMASAN

ALOYSIUS BORIS RONYCAHYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian


DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Indikator Oksigen Berbasis Metilen Biru Sebagai Pendeteksi
Kebocoran Kemasan
Nama
: Aloysius Boris Ronycahya
NIM
: F34100089

Disetujui oleh

Dr Endang Warsiki, STP, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas segala rahmat, berkat, nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul Indikator Oksigen Berbasis Metilen Biru
Sebagai Pendeteksi Kebocoran Kemasan.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang teristimewa
kepada:
1 Ibu Dr Endang Warsiki, STP, MSi selaku Pembimbing Akademik atas perhatian,
bimbingan, nasihat, dan arahan, serta kasih sayang selama penelitian dan
penyelesaian skripsi.
2 Ibu Dr Ika Amalia Kartika, STP, MSi dan Bapak Dr Prayoga Suryadarma, STP,
MT selaku penguji skripsi atas kritik dan saran yang sangat bermanfaat dalam
penulisan skripsi ini.
3 Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti yang telah banyak memberikan bimbingan moril

selama penulis mengemban ilmu di Departemen Teknologi Industri Pertanian.
4 Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Teknologi Industri Pertanian yang
telah banyak memberikan ilmu dan bimbingan selama penulis menjalankan
perkuliahan.
5 Staf dan laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bimbingan dan
semangat yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.
6 Ayahanda Daniel Bernadettus Sukatja dan Ibunda Sri Sumarni tercinta atas doa,
semangat, nasihat dan kasih sayangnya, yang juga telah menjadi sosok paling
menginspirasi bagi kehidupan penulis selama ini.
7 Mbak Piping, Adik Shinta, Adik Agasi, dan Mas Imam atas doa, semangat dan
kasih sayangnya selama ini.
8 Himpunan Keluarga Rembang di Bogor, atas perhatian, kasih sayang dan
motivasi yang telah diberikan.
9 Dhona Indah Kiswari tersayang atas motivasi, perhatian, semangat, dan
dukungannya.
10 Keluarga besar TIN 47 dan keluarga bahagia Wisma Wahda Indah atas kenangan
indah dan keceriaan yang tak akan pernah terlupakan.
11 Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala
bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Semoga skripsi ini bermanfaat.


Bogor, Oktober 2014

Aloysius Boris Ronycahya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

BAHAN DAN METODE

2

Alat dan Bahan

2

Metode


2

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Pembuatan Bubuk Indikator Oksigen

5

Karakteristik Bubuk Indikator Oksigen Terpilih

8

Sachet Aplikatif Indikator Oksigen

13

SIMPULAN DAN SARAN


14

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

17

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Formulasi bubuk indikator oksigen berdasarkan variasi CaOH
Interpretasi dari nilai R2
Laju perubahan nilai RGB sebelum kontak dengan oksigen
Laju perubahan nilai RGB setelah kontak dengan oksigen


3
5
10
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Diagram alir pembuatan bubuk indikator oksigen
Struktur molekul metilen biru
Skema reaksi mekanisme indikator oksigen berbasis pewarna redoks
Nilai RGB indikator oksigen A-8 terhadap waktu sebelum kontak oksigen
Nilai RGB indikator oksigen A-9 terhadap waktu sebelum kontak oksigen
Nilai RGB indikator oksigen A-8 terhadap waktu setelah kontak oksigen
Nilai RGB indikator oksigen A-9 terhadap waktu setelah kontak oksigen
Sachet indikator oksigen
Standar warna indikator oksigen sebagai pendeteksi kebocoran kemasan;
(a) perubahan warna hasil dokumentasi; (b) perubahan warna sebagai
pedoman bagi konsumen

2
6
7
10
10
11
12
14

14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil formulasi bubuk indikator oksigen dengan variasi CaOH
2 Hasil penghitungan kecepatan glukosa mereduksi metilen biru dan uji
stabilitas umur simpan
3 Hasil uji sensitivitas
4 Data hasil uji kuantifikasi warna

18
19
19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kemasan merupakan suatu hal yang berperan penting menjaga kualitas
makanan selama masa penyimpanan, distribusi dan penjualan. Kemasan memiliki
fungsi sebagai pelindung makanan dari kondisi lingkungan, seperti cahaya, debu,
etilen, kelembaban, mikroba, oksigen, dan tekanan mekanis. Kemasan secara
umum memiliki beberapa syarat dasar, diantaranya mudah dipasarkan, mempunyai
harga yang sesuai, dapat berhubungan langsung dengan makanan, dan dapat didaur
ulang (Ahvenainen 2003). Kemasan dari tahun ke tahun berkembang semakin baik,
begitu juga dengan teknologi pengemasannya. Namun masih saja terdapat faktor
yang dapat merusak makanan meskipun makanan tersebut sudah dikemas.
Oksigen merupakan salah satu faktor utama yang sering menyebabkan
kerusakan bahan pangan seperti oksidasi lemak yang menyebabkan ketengikan,
perubahan warna dan cita rasa, penurunan nilai gizi, pertumbuhan kapang dan
bakteri aerobik serta serangga pada makanan (Mills 2005). Berbagai teknik
pengawetan telah dikembangkan untuk mencegah kerusakan pada makanan, seperti
penyimpanan pada suhu rendah, penambahan antioksidan, pengemasan vakum dan
penghembusan gas CO2 atau N2 yang bersifat inert (Rooney 1981). Namun,
berbagai teknik tersebut masih kurang efisien jika diterapkan, contohnya teknik
penurunan suhu yang rendah hanya menyebabkan penurunan kecepatan reaksi yang
tidak terlalu besar dan teknik pengawetan dengan penambahan antioksidan sintetis
seperti BHA (butylated hydroxyanisole) juga dapat menimbulkan penyakit kanker
jika diberikan dalam jumlah yang berlebihan. Selain itu, teknik pengemasan dengan
penghembusan gas CO2 atau N2 tidak dapat menghilangkan oksigen secara
sempurna, karena konsentrasi oksigen dalam kemasan dengan menggunakan teknik
tersebut hanya akan mencapai 0.5-2% (Mills 2005).
Kontak langsung oksigen dengan makanan merupakan tahap awal terjadinya
kerusakan makanan oleh oksigen. Maka, hal tersebut harus dihindari agar makanan
tetap aman dan memiliki umur simpan yang lebih lama. Salah satu caranya adalah
penggunaan indikator oksigen atau penyerap oksigen. Indikator oksigen dapat
berfungsi sebagai pendeteksi kebocoran kemasan yang merupakan penyebab
masuknya oksigen ke dalam kemasan dan kontak langsung dengan makanan.
Indikator oksigen juga sekaligus dapat berfungsi sebagai penyerap oksigen
sehingga kadar oksigen dalam kemasan dapat ditekan hingga di bawah 0.1% (Abe
1991).
Indikator oksigen merupakan salah satu aplikasi kemasan cerdas yang
tergolong dalam kelompok indikator internal. Kemasan cerdas sendiri merupakan
kemasan yang dapat berkomunikasi secara langsung kepada konsumen mengenai
kualitas dari produk yang dikemas. Indikator oksigen yang dibuat dalam penelitian
ini merupakan indikator oksigen berbasis kolorimetri pewarna redoks, yaitu metilen
biru. Metilen biru digunakan sebagai bahan utama karena akan membuat indikator
oksigen mengalami perubahan warna akibat kesensitifannya terhadap oksidasi
oksigen. Indikator oksigen memiliki peranan penting dalam pengemasan modern,
salah satunya sebagai pendeteksi berfungsi tidaknya penyerap oksigen pada
makanan dalam kemasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengembangan

2

formulasi indikator oksigen. Pengembangan formulasi indikator oksigen pada
penelitian ini difokuskan pada pembuatan indikator oksigen berbasis metilen biru
dalam bentuk sachet yang ideal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mendapatkan formulasi terbaik indikator oksigen
berbasis metilen biru. Selain itu juga untuk mendapatkan indikator oksigen sebagai
pendeteksi kebocoran kemasan dalam bentuk sachet.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan yaitu neraca analitik, jar, pipet, sudip, sealer, dan
plastisin. Selain itu alat yang digunakan dalam uji terhadap indikator oksigen
diantaranya color analyzer RGB-1002 dan stopwatch. Bahan yang digunakan untuk
membuat indikator oksigen yaitu metilen biru 1%, glukosa kristal (dextrose
monohydrate), dan CaOH, sedangkan bahan yang digunakan untuk membuat sachet
indikator oksigen yaitu plastik LDPE (low density polyethylene), plastik PP
(polypropylene) dan kertas saring.

Metode
Pembuatan Bubuk Indikator Oksigen
Langkah awal pada proses pembuatan bubuk indikator oksigen adalah
mencampurkan glukosa kristal dengan CaOH dalam jar atau plastik. Setelah itu
ditambahkan metilen biru 1% dan diaduk hingga warna ungu merata (Gambar 1).
Kemudian jar atau plastik yang berfungsi sebagai wadah ditutup rapat.
Glukosa

CaOH

Pengadukan

Metilen Biru 1%

Pengadukan
(hingga warna ungu merata)
Gambar 1 Diagram alir pembuatan bubuk indikator oksigen

3

Pada tahap ini dilakukan variasi jumlah CaOH yang digunakan untuk
membuat bubuk indikator oksigen. Berdasarkan penelitian pembuatan indikator
oksigen yang telah dilakukan oleh Indra (1991), glukosa kristal dan metilen biru
harus memiliki jumlah perbandingan yang sama pada komposisinya. Pada kondisi
netral, proses glukosa kristal mereduksi metilen biru akan berjalan sangat lambat
dan CaOH akan membuat kondisi menjadi basa untuk mempercepat proses tersebut.
Variasi CaOH ini dilakukan dengan tujuan mencari bobot CaOH terbaik untuk
dijadikan sebagai indikator oksigen. Pada uji coba dalam variasi CaOH ini, jumlah
CaOH yang digunakan sebanyak 1 gram hingga 8 gram, dan perbandingan antara
glukosa kristal dan metilen biru adalah 1:1. Selain itu juga dilakukan uji coba tidak
menggunakan CaOH pada komposisi bubuk indikator oksigen. Pada setiap sampel
digunakan glukosa kristal sebanyak 1 gram dan metilen biru sebanyak 1 mL. Daftar
formulasi indikator oksigen dengan variasi CaOH disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Formulasi bubuk indikator oksigen berdasarkan variasi CaOH
Formulasi
No
Sampel
Glukosa
CaOH
Metilen Biru
(gram)
(gram)
(mL)
1
A-1
1
0
1
2
A-2
1
1
1
3
A-3
1
2
1
4
A-4
1
3
1
5
A-5
1
4
1
6
A-6
1
5
1
7
A-7
1
6
1
8
A-8
1
7
1
9
A-9
1
8
1
Uji Karakteristik Bubuk Indikator Oksigen
Uji karakteristik bubuk indikator oksigen dilakukan terhadap beberapa
parameter pada bubuk indikator oksigen yang ideal. Beberapa syarat ideal yang
harus dipenuhi jika indikator oksigen tersebut ingin diaplikasikan secara komersial
diantaranya memiliki tekstur yang halus, umur simpan yang lama, memiliki sifat
irreversible, dan sensitif terhadap oksigen (Mills 2005). Oleh karena itu, beberapa
uji yang dilakukan yaitu uji tekstur, pengukuran kecepatan glukosa mereduksi
metilen biru, uji stabilitas dan umur simpan, uji sensitivitas, uji sifat irreversible,
dan uji kuantifikasi warna.
1. Uji Tekstur
Pemilihan formulasi indikator oksigen berdasarkan tekstur dilakukan secara
visual. Pengamatan dilakukan terhadap ada tidaknya gumpalan pada bubuk
indikator oksigen dan halus atau kasarnya bubuk indikator oksigen tersebut. Uji
tekstur ini dilakukan terhadap seluruh sampel bubuk indikator oksigen yang telah
dibuat dengan variasi CaOH. Pengamatan dilakukan pada saat bubuk indikator
oksigen selesai dibuat atau pada saat seluruh bahan telah dicampurkan.

4

2. Pengukuran Kecepatan Glukosa Mereduksi Metilen Biru
Pada tahap ini yang dilakukan adalah penghitungan waktu glukosa mereduksi
metilen biru. Penghitungan mulai dilakukan sesaat setelah metilen biru
dicampurkan dan diaduk rata dengan bahan penyusun indikator oksigen yang lain,
khususnya glukosa kristal. Secara visual, dapat diamati bahwa ketika warna bubuk
indikator oksigen sudah berubah warna dari ungu menjadi putih, maka pada saat
itulah metilen biru telah tereduksi oleh glukosa menjadi leukometilen biru. Sampel
yang diamati pada tahap ini adalah sampel yang telah terpilih berdasarkan uji
tekstur.
3. Uji Stabilitas dan Umur Simpan
Pengujian stabilitas ini dilakukan dengan pengamatan secara visual
kestabilan warna putih dari bubuk indikator oksigen sebelum kontak dengan
oksigen terhadap waktu. Indikator oksigen yang memiliki umur simpan yang lama,
teksturnya tidak rusak dan warna putihnya akan stabil selama tidak kontak dengan
oksigen. Pengujian stabilitas dan umur simpan dilakukan dengan pengamatan
secara visual pada jam ke-0, jam ke-6, dan seterusnya setiap 12 jam. Sampel yang
diuji pada tahap ini adalah sampel yang telah terpilih berdasarkan tekstur.
4. Uji Sensitivitas
Selain dilakukan uji stabilitas dan umur simpan, juga dilakukan uji
sensitivitas. Uji sensitivitas dilakukan dengan pengamatan secara visual mulai
terjadinya perubahan warna menjadi ungu yang semula berwarna putih saat
indikator oksigen dikontakkan dengan oksigen. Selain pengamatan secara visual,
dihitung pula waktu perubahan warna yang dibutuhkan.
5. Uji Sifat Irreversible
Pada pengujian sifat irreversible juga dilakukan dengan pengamatan secara
visual. Pengujian dilakukan terhadap sampel yang sudah berwarna putih maksimal,
sengaja dilubangi kemasannya, atau sengaja dikontakkan dengan oksigen, hingga
akhirnya warna putih tersebut berubah seluruhnya menjadi warna ungu. Setelah itu,
kemasan kembali ditutup rapat, dan diamati apakah warna ungu pada sampel
kembali berwarna putih atau tidak. Jika kembali berwarna putih, dihitung pula
waktu yang dibutuhkan.
6. Uji Kuantifikasi Warna
Pada uji kuantifikasi warna ini menggunakan alat yang bernama color
analyzer RGB-1002. Alat ini akan mengukur tingkat warna secara kuantitatif,
dengan mendeteksi nilai Red, Green, dan Blue. Pengukuran dilakukan saat sebelum
ditambahkannya metilen biru 1%, setelah ditambahkannya metilen biru 1% pada
menit ke-0, menit ke-15, menit ke-30, menit ke-45, menit ke-60, dan diteruskan
setiap 1 jam hingga jam ke-24. Kemudian, kemasan sengaja dibocorkan setelah jam
ke-24, dan diukur perubahan warna dari putih menjadi ungu pada detik ke-0, detik
ke-30, detik ke-60, dan setiap 30 detik hingga menit ke-5, lalu dilanjutkan setiap 1
menit hingga menit ke-15. Data hasil uji kuantifikasi warna kemudian dianalisis
menggunakan analisis korelasi regresi linier yang dinyatakan dengan persamaan
regresi. Secara matematik persamaan linier dinyatakan seperti pada persamaan 1
(Usman dan Akbar 2008).

5

Keterangan :

=

+

(1)

= waktu sebelum / sesudah kontak oksigen
= hasil pengukuran komponen warna
= slope garis regresi
= nilai komponen warna pada kondisi garis regresi berpotongan
dengan sumbu y

Tingkat ketepatan dan ketelitian pengukuran ditunjukkan dengan melihat
nilai korelasi garis regresi (kecenderungan data). Nilai pengukuran dinyatakan baik
jika korelasinya lebih dari 80% (R2 ≥ 0.80). Menurut Usman dan Akbar (2008) nilai
R2 terbesar adalah +1 dan terkecil adalah -1 sehingga dapat ditulis -1 ≤ R2 ≤ +1.
Apabila nilai R2 = +1, maka disebut hubungan positif sempurna dan hubungannya
linier langsung sangat tinggi. Sebaliknya jika nilai R2 = -1, maka disebut hubungan
negatif sempurna dan hubungannya tidak langsung sangat tinggi. Nilai R2 tidak
mempunyai satuan (dimensi). Makna dari nilai R2 yang dihitung dapat
diinterpretasikan dengan Tabel 2.
Tabel 2 Interpretasi dari nilai R2
R2
Interpretasi
0
Tidak berkorelasi
0.01 – 0.20
Sangat rendah
0.21 – 0.40
Rendah
0.41 – 0.60
Agak rendah
0.61 – 0.80
Cukup tinggi
0.81 – 0.99
Tinggi
1
Sangat tinggi
Sumber: Usman dan Akbar 2008

Pembuatan Sachet Aplikatif Indikator Oksigen
Pada pembuatan sachet indikator oksigen ini bertujuan untuk memilih bahan
sachet terbaik yang karakteristiknya mendukung bubuk indikator oksigen dalam
aplikasinya. Pemilihan bahan pembungkus indikator oksigen didasarkan pada
permeabilitas suatu bahan terhadap oksigen (Scoot 1975).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Bubuk Indikator Oksigen
Pembuatan bubuk indikator oksigen pada penelitian ini berbasis kolorimetri
pewarna redoks dengan menggunakan bahan dasar utama metilen biru. Metilen biru
dipilih sebagai bahan dasar utama karena tingkat kesensitifannya yang tinggi
terhadap oksigen. Metilen biru adalah senyawa kimia aromatik heterosiklik dengan
rumus molekul C16H18ClN3S. Metilen biru memiliki massa molekul relatif 319.85
g/mol dan titik leleh 100°C. Pada suhu ruang, metilen biru berbentuk serbuk

6

berwarna hijau tua, tidak berbau, dan menjadi berwarna biru ketika dilarutkan
dalam air (Weast 1982). Struktur metilen biru ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur molekul metilen biru (Arvand et al. 2003)
Bahan utama lainnya yang digunakan sebagai agen pereduksi adalah glukosa
kristal (dextrose monohydrate) dalam kondisi alkali. Glukosa merupakan gula
pereduksi, yang dicirikan dengan kondisi struktur kimianya dalam bentuk rantai
terbuka. Gula pereduksi adalah semua gula yang memiliki kemampuan untuk
mereduksi dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Selain glukosa,
monosakarida yang termasuk gula pereduksi adalah fruktosa dan galaktosa,
sedangkan disakarida yang termasuk gula pereduksi adalah laktosa dan maltosa.
Contoh gula non-pereduksi adalah sukrosa, yang dicirikan dengan tidak adanya
struktur rantai terbuka, sehingga tidak rentan terhadap proses oksidasi reduksi
(Winarno 2008). Kondisi alkali dapat dibuat dengan penambahan kalsium
hidroksida. Kondisi alkali akan membuat glukosa mampu mereduksi metilen biru.
Kalsium hidroksida sendiri merupakan basa yang memiliki warna putih sehingga
perubahan warna yang akan terjadi pada bubuk indikator oksigen dapat dilihat
dengan jelas. Selain itu CaOH memiliki harga yang relatif murah, mudah didapat,
dan memiliki sifat yang tidak larut dalam air sehingga tepat untuk digunakan dalam
komposisi pembuatan indikator oksigen.
Pada kondisi alkali dan tidak kontak dengan oksigen, pewarna redoks
(metilen biru) akan direduksi oleh agen pereduksi (glukosa) menjadi pewarna
redoks tereduksi (leukometilen biru) dan agen pereduksi teroksidasi (asam
glukonat) seperti yang ditunjukkan pada persamaan 2 (Mills 2005). Pewarna redoks
dalam bentuk tereduksi akan menjadi tidak berwarna. Pada kondisi setelah kontak
dengan oksigen, pewarna redoks dalam bentuk tereduksi (leukometilen biru) akan
teroksidasi oleh oksigen menjadi pewarna redoks dalam bentuk teroksidasi (metilen
biru) dan air seperti yang ditunjukkan pada persamaan 3 (Mills 2005). Hal ini akan
membuat pewarna redoks kembali menjadi berwarna biru.
���




+�
���



→ �
��� � +

+ O2 → � � � � + H2O

(2)
(3)

Pembuatan bubuk indikator oksigen pada penelitian ini dibentuk dengan
memanfaatkan tekstur CaOH yang berupa bubuk, sehingga selain berfungsi
membuat kondisi alkali, juga berfungsi sebagai pembentuk tekstur bubuk indikator
oksigen. Warna dari CaOH yang berwarna putih juga membuat bubuk indikator
oksigen berwarna putih ketika metilen biru tereduksi dan berwarna ungu ketika
teroksidasi. Skema reaksi umum untuk mekanisme indikator oksigen ini
ditunjukkan seperti pada Gambar 3.

7

O2

H2O

Leukometilen biru
(tidak berwarna)

Metilen biru
(berwarna biru)

asam glukonat

glukosa

Gambar 3 Skema reaksi mekanisme indikator oksigen berbasis pewarna redoks
(Mills 2005)
Proses pembuatan indikator oksigen sebaiknya dilakukan dalam suatu
ruangan yang memiliki kadar oksigen rendah agar hasilnya lebih optimal. Proses
pembuatan juga bisa dilakukan dalam kondisi ruang terbuka, namun harus
diperhatikan dalam kecepatan pembuatan. Ketika metilen biru diteteskan pada
campuran glukosa dan CaOH, harus segera diaduk agar tidak menggumpal. Setelah
itu ketika pada proses pengadukan, jika warna bubuk sudah menjadi ungu merata,
kemasan indikator oksigen harus segera ditutup rapat, agar bubuk indikator tersebut
tidak banyak kontak dengan oksigen sebelum digunakan. Pada kondisi kadar
oksigen rendah akibat wadah yang ditutup rapat, maka glukosa akan segera
mereduksi metilen biru dan warna bubuk yang sebelumnya ungu menjadi putih.
Pada percobaan pembuatan bubuk indikator oksigen dengan variasi jumlah
CaOH diperoleh hasil bahwa A-8 dan A-9 merupakan formulasi terbaik
dibandingkan dengan formulasi yang lain. Hal tersebut berdasarkan tekstur dan
warna yang diamati secara visual terhadap seluruh sampel yang dibuat dengan
bobot CaOH yang berbeda-beda. Baik sampel A-8 maupun A-9 memiliki warna
putih dan teksturnya halus. Sampel A-8 merupakan formulasi yang menggunakan
CaOH sebanyak 7 gram, sedangkan sampel A-9 menggunakan CaOH sebanyak 8
gram. Seluruh hasil percobaan pembuatan bubuk indikator oksigen dengan variasi
jumlah CaOH disajikan pada Lampiran 1. Pada sampel A-1 dihasilkan campuran
berbentuk cair yang berwarna biru, karena glukosa yang sebanyak 1 gram larut
dalam metilen biru 1 mL. Warna biru tersebut merupakan warna dari metilen biru
yang tidak dapat tereduksi oleh glukosa karena tidak dalam kondisi alkali. Pada
sampel A-2 jumlah padatan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah cairan yang
menyebabkan campuran yang dihasilkan memiliki tekstur lembek. Semakin banyak
bubuk CaOH yang ditambahkan akan membuat tekstur menjadi semakin padat dan
berupa bubuk halus seperti tekstur asli dari CaOH sendiri. Warna coklat yang
muncul pada beberapa sampel merupakan warna asam sakarinat, hasil dari reaksi
antara gula pereduksi dan alkali. Gula pereduksi dengan alkali akan bereaksi dan
mula-mula berwarna kuning hingga akhirnya berwarna coklat. Dengan demikian
sampel A-8 dan A-9 menjadi formulasi terbaik dibandingkan dengan formulasi
yang lain dan selanjutnya dilakukan uji karakteristik terhadap kedua sampel
tersebut.

8

Karakteristik Bubuk Indikator Oksigen Terpilih
Tekstur
Tekstur merupakan karakteristik utama pada bubuk indikator oksigen, karena
indikator oksigen pada penelitian ini pada akhirnya akan diaplikasikan dalam
bentuk sachet. Tekstur yang ideal untuk dijadikan sebagai indikator oksigen adalah
halus dan tidak terdapat gumpalan. Sampel A-8 dan A-9 memiliki tekstur yang
halus, berwarna putih, dan tidak ada gumpalan. Dengan demikian tekstur A-8 dan
A-9 sesuai dengan karakteristik bubuk indikator oksigen yang ideal. Apabila bubuk
indikator oksigen memiliki tekstur yang baik, maka pengemasannya dalam bentuk
sachet menjadi lebih mudah dan menarik. Tekstur yang baik juga akan
memudahkan konsumen dalam memperoleh informasi yang diberikan oleh
indikator oksigen, karena perubahan warna menjadi lebih jelas terlihat.
Kecepatan Glukosa Mereduksi Metilen Biru
Hal yang menandakan bahwa metilen biru telah tereduksi oleh glukosa adalah
berubahnya warna ungu menjadi putih pada bubuk indikator oksigen. Perubahan
warna tersebut sebenarnya merupakan perubahan metilen biru yang berwarna biru
menjadi leukometilen biru yang tidak berwarna. Hasil menunjukkan bahwa sampel
A-8 dan A-9 memiliki waktu kurang dari 6 jam dalam proses mereduksi metilen
biru (Lampiran 2). Salah satu contoh indikator oksigen yang diproduksi oleh
Mitsubishi Gas Chemical Company yaitu Ageless-Eye™ juga hanya membutuhkan
waktu 2-3 jam. Semakin cepat glukosa mereduksi metilen biru, maka semakin cepat
pula indikator oksigen siap untuk digunakan.
Stabilitas dan Umur Simpan
Kestabilan suatu bubuk indikator oksigen terhadap waktu perlu untuk
diketahui karena terkait dengan umur simpan bubuk indikator oksigen itu sendiri.
Hasil pengujian terhadap sampel A-8 dan A-9 menunjukkan bahwa sampel tersebut
memiliki tingkat kestabilan yang baik dan umur simpan mencapai lebih dari 10 hari
(Lampiran 2). Bubuk indikator oksigen yang memiliki tingkat kestabilan yang baik
adalah tetap berwarna putih selama belum kontak dengan oksigen dan teksturnya
tidak rusak. Semakin tinggi tingkat kestabilan indikator oksigen, maka semakin
lama umur simpannya.
Sensitivitas
Menurut Nakamura dan Hoshino (1983), kecepatan penyerapan oksigen oleh
indikator oksigen sangat mempengaruhi efisiensi penggunaan indikator oksigen
tersebut dalam fungsinya untuk mengawetkan makanan. Indikator oksigen yang
baik harus mempunyai kecepatan penyerapan oksigen yang tidak terlalu lambat dan
tidak terlalu cepat. Jika kecepatan penyerapan terlalu cepat, pada saat indikator
oksigen kontak dengan udara bebas maka indikator oksigen sudah banyak
menyerap oksigen. Dengan demikian, indikator oksigen sudah kehilangan atau
berkurang kapasitasnya. Jika kecepatan penyerapan terlalu lambat, makanan yang
diawetkan justru akan menurun kualitasnya terlebih dahulu sebelum indikator
oksigen bekerja. Lampiran 3 menunjukkan bahwa sampel A-8 dan A-9 memiliki
tingkat kesensitifan yang baik terhadap oksigen. Hal tersebut dibuktikan dengan

9

perubahan warna dari putih menjadi ungu setelah kontak dengan oksigen dalam
waktu kurang dari 1 menit.
Sifat Irreversible
Sifat irreversible adalah sifat tidak dapat kembali seperti semula. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa sampel A-8 dan A-9 memiliki sifat irreversible atau
tidak dapat kembali seperti semula. Hal ini terbukti ketika kedua sampel telah
dikontakkan dengan oksigen dan bubuk indikator oksigen menjadi berwarna ungu,
kemudian jar kembali ditutup rapat agar tidak kontak dengan oksigen. Hasilnya,
bubuk indikator oksigen tidak dapat kembali menjadi warna putih sama seperti saat
sebelum kontak dengan oksigen. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan air pada
indikator oksigen telah menguap sehingga metilen biru menjadi tidak terlarutkan,
sebagai akibatnya kemampuannya sebagai indikator redoks menjadi hilang.
Perubahan Warna Indikator Oksigen
Warna merupakan unsur penting dalam penglihatan manusia. Melalui warna,
manusia dapat membedakan obyek-obyek yang dilihatnya lebih cepat daripada
bentuk atau rupa. Warna-warna cerah atau dengan kekontrasan yang seimbang akan
menarik perhatian jauh lebih cepat daripada warna-warna gelap. Menurut
Muthmainnah (2008), warna digunakan sebagai standar dari suatu produk, sebagai
penentu kualitas, indikator kerusakan biologis atau fisiko kimia, dan untuk
memprediksi karakteristik parameter kualitas lainnya. Warna merupakan parameter
mutu utama yang pertama dilihat konsumen dalam memilih suatu produk atau
komoditi, karena dapat dilihat secara langsung dan visual.
Pada pengukuran warna suatu produk, terdapat dua metode pengukuran
warna yang paling banyak digunakan, yaitu pengukuran warna secara obyektif dan
pengukuran warna secara subyektif. Pengukuran warna secara obyektif dipandang
sebagai sifat fisik produk tersebut sehingga pengukurannya menggunakan
instrumen fisik. Sementara pengukuran warna secara subyektif dipandang sebagai
sifat organoleptik sehingga pengukurannya menggunakan indera penglihatan.
Instrumen fisik yang digunakan untuk pengukuran warna secara obyektif antara lain
Spectrophotometer, Color Analyzer, Colorimeter atau Chromameter, dan kamera
CCD. Kemudian alat bantu yang digunakan untuk pengukuran warna secara
subyektif dapat menggunakan diagram warna, Chromaticity CIE 1931, Munsell,
dan Hunter (Nurmawati 2011).
Pada uji kuantifikasi warna diperoleh data nilai Red, Green, dan Blue yang
merupakan warna primer additif. Alat yang digunakan untuk uji ini adalah color
analyzer RGB-1002 yang akan menunjukkan nilai Red, Green, atau Blue pada
rentang 0 sampai 1023. Data hasil uji kuantifikasi warna terhadap sampel A-8 dan
A-9 disajikan pada Lampiran 4 yang dalam bentuk grafik ditampilkan seperti
berikut.

300
275
250
225
200
175
150
125
100
75

Red
zona perubahan
lambat

Green

Blue

zona perubahan
cepat

0
0,25
0,5
0,75
1
1,5
2
2,5
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
15
18
21
24

Nilai RGB

10

Waktu (jam)

Gambar 4 Nilai RGB indikator oksigen A-8 terhadap waktu sebelum kontak
dengan oksigen
250

Nilai RGB

225
200

Red
zona perubahan
lambat

Green

Blue

zona perubahan
cepat

175
150
125
100
0
0,25
0,5
0,75
1
1,5
2
2,5
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
15
18
21
24

75

Waktu (jam)

Gambar 5 Nilai RGB indikator oksigen A-9 terhadap waktu sebelum kontak
dengan oksigen
Tabel 3 Laju perubahan nilai RGB sebelum kontak dengan oksigen
Zona perubahan lambat
Zona perubahan cepat
Laju perubahan
Laju perubahan
Sampel
nilai RGB
R2
nilai RGB
R2
(satuan/jam)
(satuan/jam)
Red
4.5515
0.9306
8.1853
0.9657
A-8
Green
2.8182
0.7811
6.9545
0.9622
Blue
1.0667
0.5004
3.7937
0.9414
Red
2.103
0.8685
6.3671
0.8842
A-9
Green
1.103
0.5217
5.3811
0.873
Blue
0.2364
0.0459
2.6853
0.8345

11

Gambar 4 dan Gambar 5 menunjukkan grafik laju perubahan warna indikator
sebelum kontak dengan oksigen. Berdasarkan kedua grafik tersebut dapat dilihat
bahwa terjadi perubahan warna indikator oksigen dari warna ungu menjadi putih
saat sebelum kontak dengan oksigen. Perubahan warna tersebut diikuti dengan
perubahan nilai Red, Green, Blue yang semakin meningkat pada setiap sampel
indikator oksigen. Pada kedua grafik tersebut dapat dilihat pula bahwa laju
perubahan warna indikator oksigen atau laju perubahan nilai RGB dapat dibagi
menjadi dua zona, yaitu zona perubahan lambat dan zona perubahan cepat. Batas
zona perubahan pada sampel A-8 dan A-9 terletak di antara jam ke-4 dan jam ke-5,
yang berarti laju perubahan nilai RGB berlangsung lambat saat setelah
ditambahkannya metilen biru 1% hingga jam ke-4, dan setelah itu laju perubahan
berlangsung cepat hingga jam ke-24. Semakin singkat laju perubahan lambat pada
indikator oksigen akan semakin baik, karena semakin cepat pula indikator oksigen
siap untuk digunakan.
Laju perubahan nilai RGB sebelum kontak dengan oksigen dan nilai R2 pada
setiap zona disajikan pada Tabel 3. Nilai positif pada laju perubahan nilai RGB
menunjukkan perubahan tersebut cenderung meningkat. Hasil pengujian
menyatakan bahwa secara keseluruhan kedua sampel yang diuji memiliki laju
perubahan nilai RGB yang cenderung meningkat. Hasil pengujian juga
menunjukkan bahwa pada setiap sampel memiliki laju kenaikan nilai Red > nilai
Green > nilai Blue. Pada zona perubahan lambat, nilai RGB indikator oksigen kedua
sampel memiliki berbagai tingkatan korelasi terhadap waktu sebelum kontak
dengan oksigen, mulai dari korelasi sangat rendah hingga tinggi. Namun pada zona
perubahan cepat, nilai RGB indikator oksigen kedua sampel berkorelasi positif dan
tinggi terhadap waktu sebelum kontak dengan oksigen karena nilai R2 yang dimiliki
lebih dari 0.80. Seperti nilai Red sampel A-8 yang memiliki nilai R2 sebesar 0.9657
menunjukkan bahwa sebesar 96.57% hubungan antara waktu dan perubahan nilai
Red dapat dijelaskan oleh model regresi, sedangkan sisanya tidak dapat dijelaskan
akibat pengaruh variabel lain.
225

Nilai RGB

Red

zona
perubahan
cepat

200

Green

Blue

175

zona perubahan
lambat

150
125
100
0

1

2

3

4

5

7

9

11

13

15

Waktu (menit)
Gambar 6 Nilai RGB indikator oksigen A-8 terhadap waktu setelah kontak
dengan oksigen

12

Nilai RGB

200

Red

zona
perubahan
cepat

175

Green

Blue

zona perubahan
lambat

150
125
100
0

1

2

3

4

5

7

9

11

13

15

Waktu (menit)
Gambar 7 Nilai RGB indikator oksigen A-9 terhadap waktu setelah kontak
dengan oksigen
Tabel 4 Laju perubahan nilai RGB setelah kontak dengan oksigen
Zona perubahan cepat
Zona perubahan lambat
Laju perubahan
Laju perubahan
Sampel
2
nilai RGB
R
nilai RGB
R2
(satuan/menit)
(satuan/menit)
Red
-13.5
0,8119
-2.0588
0.9093
A-8
Green
-12.2
0.8254
-1.6809
0.9054
Blue
-7.6
0.8736
-0.925
0.8508
Red
-13.5
0.6844
-0.9176
0.8446
A-9
Green
-12.1
0.7405
-0.8559
0.8443
Blue
-6.8
0.7396
-0.3485
0.4328
Gambar 6 dan Gambar 7 menunjukkan grafik laju perubahan warna indikator
setelah kontak dengan oksigen. Perubahan warna yang terjadi adalah dari putih
menjadi ungu. Perubahan warna tersebut juga diikuti dengan perubahan nilai Red,
Green, Blue yang semakin menurun pada setiap sampel indikator oksigen. Pada
kedua grafik tersebut dapat dilihat pula bahwa laju perubahan warna indikator
oksigen atau laju perubahan nilai RGB dapat dibagi menjadi dua zona, yaitu zona
perubahan lambat dan zona perubahan cepat. Batas zona perubahan pada sampel
A-8 dan A-9 terletak di antara menit ke-2 dan menit ke-2.5, yang berarti laju
perubahan nilai RGB berlangsung cepat saat setelah indikator kontak dengan
oksigen hingga menit ke-2, dan setelah itu laju perubahan berlangsung lambat
hingga menit ke-15. Hal ini terkait dengan rentang perubahan warna pada setiap
sampel saat sebelum dan setelah kontak dengan oksigen. Semakin lama zona
perubahan cepat terjadi pada sampel setelah kontak dengan oksigen akan semakin
baik, karena rentang perubahan warnanya juga akan semakin besar. Hal ini akan
membuat sampel memiliki perubahan warna yang lebih jelas terlihat saat
diaplikasikan.

13

Laju perubahan nilai RGB setelah kontak dengan oksigen dan nilai R2 pada
setiap zona disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan tabel tersebut, seluruh laju
perubahan nilai RGB memiliki nilai negatif, yang berarti perubahan tersebut
cenderung menurun. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada kedua sampel
memiliki laju penurunan nilai Red > nilai Green > nilai Blue. Nilai RGB indikator
oksigen kedua sampel juga berkorelasi tinggi terhadap waktu setelah kontak dengan
oksigen. Seperti nilai Red sampel A-8 yang memiliki nilai R2 sebesar 0.8119
menunjukkan bahwa sebesar 81.19% hubungan antara waktu dan perubahan nilai
Red dapat dijelaskan oleh model regresi, sedangkan sisanya tidak dapat dijelaskan
akibat pengaruh variabel lain.
Sachet Aplikatif Indikator Oksigen
Berdasarkan uji karakteristik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
formulasi indikator oksigen yang terbaik harus memiliki perbandingan komposisi
bahan glukosa:CaOH:metilen biru sebesar 1:7:1 sampai 1:8:1. Hal yang selanjutnya
dilakukan adalah pembuatan sachet indikator oksigen. Pembuatan sachet ini
bertujuan agar indikator oksigen menjadi lebih aplikatif. Pemilihan bahan
pembungkus indikator oksigen didasarkan pada permeabilitas bahan tersebut
terhadap oksigen (Scott 1975). Bahan-bahan yang digunakan adalah plastik LDPE,
PP dan kertas saring.
PP memiliki sifat yang ringan, mudah dibentuk, lebih kuat dari PE dan lebih
kaku, tidak mudah sobek, tahan terhadap asam kuat dan basa, tahan terhadap suhu
tinggi hingga 150°C, namun rapuh pada suhu rendah. Dibandingkan dengan LDPE,
PP memiliki permeabilitas uap air dan gas lebih rendah, serta kekuatan tarik dan
kejernihan yang lebih baik (Pantastico 1986). PP lebih kaku, kuat dan ringan
dibandingkan dengan LDPE, stabil pada suhu tinggi. PP yang tidak mengkilap
mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu, tetapi bukan penahan gas
yang baik (Buckle et al. 1987). PP mempunyai sifat menghalangi uap air yang baik
dan permeabilitasnya terhadap gas lebih rendah dibandingkan dengan LDPE (Paine
1983). Sedangkan LDPE memiliki sifat mudah dibentuk, mudah ditarik dan lemas,
tidak mudah sobek, kedap air, tahan terhadap asam basa dan alkohol, memiliki titik
leleh yang tinggi, cocok untuk menyimpan makanan beku, warnanya bervariasi dari
transparan hingga keruh, dan permeabilitasnya terhadap gas lebih tinggi
dibandingkan dengan plastik PP. Sedangkan kertas saring memiliki permeabilitas
terhadap uap air dan gas lebih tinggi dibandingkan dengan LDPE maupun PP.
Semakin tinggi permeabilitas bahan, maka semakin baik untuk digunakan
sebagai pembungkus agar bubuk indikator oksigen tetap sensitif terhadap oksigen
(Hirst 1998). Selain berdasarkan permeabilitas bahan, yang juga harus diperhatikan
adalah perubahan warna bubuk indikator oksigen harus terlihat jelas dari luar
sachet. Maka, pembungkus indikator oksigen terbaik adalah bahan yang memiliki
permeabilitas tinggi terhadap oksigen dan tembus pandang. Pembungkus ini dapat
dibuat dengan memodifikasi atau menggabungkan antara plastik LDPE dengan
kertas saring seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Sehingga, sachet indikator
oksigen tersebut akhirnya memiliki karakteristik yang tetap sensitif terhadap
oksigen dan lebih aplikatif.

14

Gambar 8 Sachet indikator oksigen
Standar warna pada sachet indikator oksigen juga dibuat agar memudahkan
konsumen dalam memperoleh informasi mengenai bocor atau tidaknya kemasan
dengan hanya melihat perubahan warna dari bubuk indikator oksigen. Ketika bubuk
indikator oksigen berwarna putih, maka kemasan tersebut masih baik dan kualitas
dari produk yang dikemas masih tetap terjaga. Ketika bubuk indikator oksigen
berwarna ungu, maka konsumen sebaiknya mengecek ulang kondisi kemasan dan
produk yang dikemas sebelum dikonsumsi. Perubahan warna pada indikator
oksigen tersebut menjadi media informasi bagi konsumen sehingga dapat
membantu konsumen ketika akan memilih produk yang dibeli atau dikonsumsi.
Standar warna pada sachet indikator oksigen disajikan seperti pada Gambar 9.
aman

cek kemasan
(a)
(b)
Gambar 9 Standar warna indikator oksigen sebagai pendeteksi kebocoran
kemasan; (a) perubahan warna hasil dokumentasi; (b) perubahan
warna sebagai pedoman bagi konsumen

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pembuatan indikator oksigen dengan bahan dasar metilen biru terbukti efektif
karena mempunyai sensitifitas tinggi terhadap oksigen. Kesensitifan tersebut
terlihat dari perubahan warna dari warna putih saat sebelum kontak dengan oksigen
menjadi warna ungu setelah kontak dengan oksigen. Bahan utama tambahan yang
digunakan sebagai agen pereduksi yaitu glukosa kristal (dextrose monohydrate)
dalam kondisi alkali. Kondisi alkali dapat dibuat dengan penambahan kalsium
hidroksida (CaOH). Formulasi indikator oksigen yang terbaik harus memiliki
perbandingan komposisi bahan glukosa:CaOH:metilen biru sebesar 1:7:1 sampai
1:8:1. Formulasi terpilih tersebut menghasilkan indikator oksigen yang memiliki

15

tingkat kesensitifan yang baik, tekstur yang halus dan tidak ada gumpalan, memiliki
umur simpan yang lama, bersifat irreversible, tidak membutuhkan biaya yang
mahal, dan dapat diaplikasikan dengan baik seperti dalam bentuk sachet.

Saran
Sebaiknya dilakukan uji kuantifikasi kadar oksigen terhadap indikator
oksigen tersebut dengan oxygen analyzer agar kapasitasnya semakin jelas terukur.
Selain itu juga dilakukan penelitian lebih lanjut, aplikasi indikator oksigen berbasis
metilen biru terhadap makanan dalam kemasan.

DAFTAR PUSTAKA
Abe Y. 1991. Oxygen absorbent: Is it the answer to shelf life problems? Asia Pacific
Food Industry. 5: 66-69.
Ahvenainen. 2003. Active and intelligent packaging. Di dalam: Ahvenainen R (ed).
Novel Food Packaging Techniques. Abington: Woodhead Publising, hlm 521.
Arvand M, Sohrabnezhad SH, Mousavi MF, Shamsipur M, Zanjanchi MA. 2003.
Electrochemical study of methylene blue incorporated into mordenite type
zeolite and its application for amperometric determination of ascorbic acid in
real ramples. Anal,Chim.Acta, 491.193-201.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wortoon. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan UIPress, Jakarta.
Hirst J. 1998. Personal Communication. EMCO Packaging Systems Ltd, Worth,
Kent, UK.
Indra A. 1991. Mempelajari formulasi bahan penyerap oksigen dan laju
penyerapannya di udara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mills A. 2005. Oxygen indicators and intelligent inks for packaging food. Advance
Article. 34:1003-1011.doi:10.1039/b503997p.
Muthmainnah N. 2008. Mutu fisik sawo (Achras zapota L.) dalam kemasan pada
simulasi transportasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nakamura H, Hoshino J. 1983. Technique for the Preservation of Food by
Employment of an Oxygen Absorber. Mitsubishi Gas Chemical Co, Inc,
Tokyo.
Nurmawati R. 2011. Pengembangan metode pengukuran warna menggunakan
kamera CCD (Charge Coupled Device) dan image processing [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Paine J. 1983. The principal of food packaging AVI publisher, Westport
Connecticut.
Pantastico EB. 1986. Fisiologi pasca panen, penanganan dan pemanfaatan buahbuahan dan sayur-sayuran tropika dan subtropika. Terjemahan Gama
University Press, Yogyakarta.
Rooney ML. 1981. Oxygen scavenging from air in package headspace by singlet
oxygen reactionx in polymer media. J Food Agric. 32:265-272.

16

Scoot D. 1975. Oxidoreductases. Di dalam: G Reed (ed.). Enzymes in Food
Processing. Academic Press, New York.
Usman H, Akbar PS. 2008. Pengantar statistika. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Weast RC. 1982. CRC Handbook of Chemistry and Physics. CRC Press, Inc. Boca
Raton, Florida.
Winarno FG. 2008. Kimia pangan dan gizi. M-Brio Press, Bogor.

17

LAMPIRAN

18

Lampiran 1 Hasil formulasi bubuk indikator oksigen dengan variasi CaOH
Karakteristik
Kode sampel
Penampakan visual
Tekstur
Warna
A-1

Cair

Biru

A-2

Lembek
(----)

Coklat

A-3

Lembek agak keras
(---)

Coklat

A-4

Menggumpal
(--)

Coklat

A-5

Menggumpal
(-)

Coklat

A-6

Bubuk kasar
(+)

Putih
(+)

A-7

Bubuk agak halus
(++)

Putih
(++)

A-8

Bubuk halus
(+++)

Putih
(+++)

A-9

Bubuk halus
(+++)

Putih
(+++)

19

Lampiran 2 Hasil penghitungan kecepatan glukosa mereduksi metilen biru dan uji
stabilitas umur simpan
Kode
Jam ke-6
Jam ke-24
Jam ke-72
Jam ke-240
sampel

A-8

A-9

Kode
sampel

Lampiran 3 Hasil uji sensitivitas
Gambar indikator oksigen
Sebelum kontak
Setelah kontak
dengan oksigen
dengan oksigen

Waktu
perubahan
warna (detik)

A-8

30

A-9

30

20

Lampiran 4 Data hasil uji kuantifikasi warna
1. Sebelum indikator oksigen kontak dengan oksigen
Formulasi

A-8

A-9

Nilai

Sebelum
+ MB*

Red

Waktu setelah ditambahkan metilen biru (jam ke-)

340

0
92

0,25
101

0,5
103

0,75
103

1
108

1,5
115

2
113

2,5
120

3
133

4
137

5
149

6
166

7
174

8
183

9
195

10
208

11
213

12
221

15
224

18
235

21
233

24
242

Green

315

99

103

104

101

105

109

106

112

125

127

138

152

157

168

178

189

192

199

202

210

209

217

Blue

258

109

108

108

105

108

110

108

109

118

119

124

135

136

142

145

139

152

157

158

164

162

171

Red

289

92

98

103

104

108

104

106

110

114

114

126

155

165

173

175

185

180

179

192

205

211

211

Green

268

96

100

100

101

103

97

99

101

109

110

116

141

149

158

159

168

163

162

173

184

188

188

Blue

218

102

100

98

98

100

95

96

97

104

105

106

119

124

128

128

134

130

128

134

141

143

143

*MB = metilen biru 1%

2. Setelah indikator oksigen kontak dengan oksigen
Formulasi

A-8

A-9

Nilai

Waktu setelah kontak dengan oksigen (menit ke-)

Red

0
208

0,5
167

1
164

1,5
156

2
146

2,5
138

3
130

3,5
133

4
131

4,5
126

5
128

6
120

7
119

8
114

9
113

10
109

11
109

12
111

13
111

14
109

15
107

Green

190

154

151

144

134

127

122

124

123

119

121

113

113

109

107

105

104

107

106

104

103

Blue

158

138

137

132

123

123

121

122

123

120

122

118

118

114

113

111

111

114

113

112

110

Red

188

140

131

129

126

120

121

119

120

119

113

114

116

112

112

109

108

108

111

109

109

Green

170

131

122

120

115

112

113

110

113

111

106

107

108

105

104

102

101

101

104

101

102

Blue

139

118

111

112

108

105

108

105

109

108

103

104

107

103

103

102

101

101

104

102

104

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 20 Juni 1992 dari ayah Daniel
Bernadettus Sukatja dan ibu Sri Sumarni (alm). Penulis adalah putra kedua dari
empat bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Rembang dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Peralatan
Industri Pertanian pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis juga pernah aktif sebagai
staf Departemen Mitra Desa BEM FATETA IPB tahun 2011/2012, wakil ketua
Himpunan Keluarga Rembang di Bogor tahun 2013, ketua angkatan KEMAKI 47
IPB, dan ketua UKM Tenis Lapangan IPB tahun 2013/2014, serta anggota
Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri IPB. Selain itu penulis juga pernah aktif
dalam kepanitiaan sebagai penanggung jawab dekorasi MPKMB IPB 2011, ketua
pelaksana sosialisasi IPB di Rembang tahun 2011, ketua pelaksana suksesi
KEMAKI tahun 2012, dan ketua pelaksana Canvassing IPB di wilayah Rembang,
Pati, Blora tahun 2013.
Bulan Juli - Agustus 2013 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT
Kebon Agung Pabrik Gula Trangkil dengan judul Mempelajari Teknologi Proses
Produksi dan Pengemasan Gula di PT Kebon Agung Pabrik Gula Trangkil.
Kemudian sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi
Pertanian, penulis menyusun skripsi setelah melakukan penelitian pada bulan April
hingga Juli 2014, dengan judul Indikator Oksigen Berbasis Metilen Biru Sebagai
Pendeteksi Kebocoran Kemasan di bawah bimbingan Dr Endang Warsiki STP,
MSi.