Identification and patogenicity test of basal stem rot disease on citrus spp from citrus central production area in Indonesia

i

IDENTIFIKASI DAN UJI PATOGENISITAS
PENYEBAB BUSUK PANGKAL BATANG PADA JERUK
(Citrus spp.) DARI BEBERAPA SENTRA PRODUKSI JERUK
DI INDONESIA

JULINDA BENDALINA DENGGA HENUK

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Identifikasi dan Uji Patogenisitas
Penyebab Busuk Pangkal Batang pada Jeruk (Citrus spp.) dari Beberapa Sentra
Produksi Jeruk di Indonesia adalah karya saya dengan arahan dari Komisi

Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Nopember 2010

Julinda Bendalina Dengga Henuk
NRP A352080011

iii

ABSTRACT
JULINDA BENDALINA DENGGA HENUK. Identification and Patogenicity
Test of Basal Stem Rot Disease on Citrus spp. from Citrus Central Production
Area in Indonesia. Under the direction of MEITY SURADJI SINAGA and
SRI HENDRASTUTI HIDAYAT
Basal stem rot (gummosis) is one of the important diseases in citrus. This
disease can be caused by several species of Phytophthora, such as Phytophthora
nicotianae Dast., P. palmivora and P. citrophthora, Lasiodiplodia theobromae

(synonyms Botryodiplodia theobromae and Diplodia natalensis; teleomorph
Botryosphaeria rhodina). The objectives of the study are to identify the species of
pathogenic fungi causing basal stem rot from several citrus central production in
Indonesia based on morphological and molecular characteristics and to evaluate
the pathogenicity differences between species of pathogenic fungi in citrus basal
stem rot from Indonesia. This study includes four activities: (1) collection,
isolation and identification of pathogenic fungi from basal stem rot, (2) extraction
of DNA genomic and amplification DNA fragment using PCR technique,
(3) analysis of genetic diversity, (4) pathogenicity test of pathogenic fungi of basal
stem rot. Based on morphological characteristics and confirmation with DNA
sequence data from the internal transcribed spacer regions (ITS4 and ITS5), basal
stem rot was caused by Botryodiplodia theobromae Pat. (teleomorph
Botryosphaeria rhodina (Cooke) Arx.)) and P. citrophthora. Nine isolates of
Botryosphaeriaceae from citrus and other hosts from different location further
genetic analysis showed that those isolates can be differentiated into two clusters,
showing the possible genetic differences among them. Pathogenicity test showed
positive result on citrus seedlings and citrus explant in vitro.
Keyword: citrus, basal stem rot, morphology and molecular identification,
pathogenicity.


iv

RINGKASAN
JULINDA BENDALINA DENGGA HENUK. Identifikasi dan Uji Patogenisitas
Penyebab Busuk Pangkal Batang Jeruk (Citrus sp.) dari Beberapa Sentra Produksi
Jeruk di Indonesia. Dibimbing oleh MEITY SURADJI SINAGA dan
SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.
Penyakit busuk pangkal batang (BPB) merupakan salah satu penyakit
penting karena dapat mematikan tanaman dan saat ini telah berkembang luas di beberapa
sentra produksi jeruk di Indonesia. Penyakit disebabkan oleh beberapa spesies seperti
Phytophthora nicotianae Dast., P. palmivora dan P. citrophthora, Botryodiplodia
theobromae dan atau Diplodia natalensis. Sampai saat ini belum ada identifikasi
yang tepat mengenai patogen utamanya. Oleh karena itu, perlu dilakukan
identifikasi yang akurat dalam identifikasi awal patogen tanaman sebagai dasar
untuk menentukan strategi pengendalian penyakit yang efektif dan efisien.
Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi spesies patogen BPB jeruk dari 11 sentra
produksi jeruk di Indonesia berdasarkan karakteristik morfologi dan
molekulernya, dan mengevaluasi patogenisitas tiap spesies patogen BPB jeruk
dari beberapa sentra produksi jeruk di Indonesia.
Peubah yang diamati secara makroskopis yaitu warna dan bentuk koloni,

lama tumbuh patogen. Secara mikroskopis, karakter morfologis Phytophthora
yang diamati yaitu bentuk dan ukuran sporangium, papilla, ada tidaknya sekat dan
klamidospora; sedangkan karakter morfologis Diplodia atau Botryodiplodia yang
diamati yaitu hifa, stroma, piknidia, konidiofor, klamidospora, bentuk dan ukuran
konidia. Identifikasi spesies Phytophthora menggunakan kunci identifikasi Erwin
& Ribeiro 1996 sedangkan Diplodia dan atau Botryodiplodia menurut Barnett &
Hunter (1998). Identifikasi secara molekuler menggunakan PCR dengan pasangan
primer ITS4 dan ITS5. Karakteristik molekuler yang diamati yaitu ukuran
fragmen pasangan basa (pb) atau sekuen DNA hasil amplifikasi. Peubah yang
diamati pada uji patogenisitas yaitu kejadian penyakit berdasarkan gejala yang
terbentuk setelah inokulasi patogen.
Hasil isolasi diperoleh 12 isolat yang terdiri dari 1 isolat Phytophthora sp.
dari Desa Oehala, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Propinsi
Nusa Tenggara Timur (NTT); 11 isolat Botryodiplodia sp. dan atau Diplodia sp.
dari Berastagi (Sumatera Utara), Kampar (Riau), Muaro Jambi (Jambi),
Tulang Bawang Barat (Lampung), Garut (Jawa Barat), Jember dan Batu-Malang
(Jawa Timur), Bangli (Bali), TTS (NTT), Banjarmasin dan Banjarbaru
(Kalimantan Selatan).
Karakter morfologi Phytophthora sp. antara lain koloni berwarna putih,
pada PDA rosaceous sedangkan pada V8, biakan muda stellate dan biakan tua

cottony. Pada suhu kamar, Phytophthora sp. di PDA dapat memenuhi cawan petri
pada 21 HSI, sedangkan di V8 pada 10 HSI. Koloni memiliki hifa hialin, tidak
bersekat, bercabang, corraloid dan membengkak. Klamidospora globose
terbentuk secara interkalar. Bentuk sporangia bervariasi yaitu globose, ellipsoid,
ovoid, limoniform, dan beberapa bentuk distorsi atau asimetris. Ukuran sporangia
berbeda-beda dengan rerata 15.00–28.12 µm x 9.37–15.75 µm. Hasil identifikasi
berdasarkan karakteristik morfologi menurut kunci identifikasi Erwin & Ribeiro

v
(1996), isolat Phytophthora sp. yang berasal dari Desa Oehala, TTS (NTT) adalah
Phytophthora citrophthora (RE Smith & EH Smith) Leonian (1925).
Isolat Diplodia sp. dan atau Botryodiplodia sp. dapat memenuhi cawan petri
3–7 HSI jika dikulturkan pada media PDA. Miseliumnya aerial, awalnya putih,
menjadi hitam kehijauan sampai abu-abu akhirnya menjadi hitam. Hifa bersekat,
hialin kemudian menjadi coklat. Klamidospora terbentuk secara interkalar.
Piknidia lebih cepat tumbuh jika ditanam pada WA yang diberi potongan jerami
padi steril, yaitu ± 2 minggu setelah isolasi, sedangkan isolat yang diisolasi pada
PDA, piknidia tumbuh sangat lambat yaitu ± 1 bulan setelah isolasi. Piknidia
terbentuk secara berkelompok dalam stroma, konidiofor tunggal, konidia
dihasilkan di dalam piknidia. Konidia terdiri dari konidia muda dan konidia

matang. Keduanya berbentuk ovoid dan ellipsoid. Konidia muda hialin,
dindingnya terdiri dari 2 lapisan, granular dan tidak bersekat sedangkan konidia
matang berwarna coklat, dinding selnya 1 lapisan dan memiliki satu sekat. Ukuran
konidia bervariasi dengan rerata 25.31 µm x 15.00 µm. Hasil identifikasi
menggunakan sistem klasifikasi Saccardo menurut Barnett & Hunter (1998), 11
isolat dari lokasi berbeda memiliki karakter yang merupakan ciri khas
Botryodiplodia theobromae Pat.
Identifikasi molekuler dengan PCR menggunakan primer ITS4 dan ITS5
mampu mengamplifikasi fragmen DNA B. theobromae dan P. citrophthora.
Produk hasil amplifikasi isolat B. theobromae berukuran ± 550 bp, sementara
isolat P. citrophthora berukuran ± 700 bp. Ukuran produk hasil PCR sesuai yang
diharapkan. Hasil BLAST menunjukkan kesepuluh isolat target mempunyai
kemiripan yang tinggi (lebih dari 90%, e-value 0.0) dengan B. theobromae
(sinonimnya Lasiodiplodia theobromae; teleomorp Botryosphaeria rhodina).
Artinya hasil identifikasi yang telah dilakukan secara konvensional sudah tepat.
Hasil analisis kekerabatan menunjukkan hubungan kekerabatan isolat-isolat
B. theobromae dari 10 lokasi sentra produksi jeruk di Indonesia berbeda atau
terpisah dengan isolat dari GenBank sehingga terbagi menjadi dua kelompok
utama. Isolat Indonesia sendiri terbagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
pertama terdiri dari Muaro Jambi, Jember dan Kampar, sedangkan kelompok

kedua terdiri dari Bangli, TTS, Malang, Banjarbaru, Berastagi, Garut dan
Tulang Bawang Barat. Hasil analisis identitas matriks menunjukkan sesama isolat
Indonesia sendiri mempunyai kesamaan yang tinggi ditunjukkan dengan nilai
kesamaannya >90%, sedangkan jika dibandingkan dengan isolat-isolat dari
GeneBank, ternyata isolat Indonesia mempunyai nilai kesamaan yang sangat
rendah (