Improving sardines (Sardinella sp.) oil quality using centrifugation and synthetic adsorbent

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK IKAN SARDIN
(Sardinella sp.) MENGGUNAKAN SENTRIFUGASI DAN
ADSORBEN SINTETIS

JENY ERNAWATI TAMBUNAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Peningkatan
kualitas minyak ikan sardin (Sardinella sp.) menggunakan sentrifugasi dan
adsorben sintetis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka dibagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014
Jeny Ernawati Tambunan
NRP C351114041

RINGKASAN
JENY ERNAWATI TAMBUNAN. Peningkatan kualitas minyak ikan sardin
(Sardinella sp.) menggunakan sentrifugasi dan adsorben sintetis. Dibimbing oleh
SUGENG HERI SUSENO dan BUSTAMI IBRAHIM.

Minyak ikan sardin (Sardinella sp.) merupakan hasil samping industri
pengolahan baik penepungan maupun pengalengan dimana ikan sardin diketahui
mengandung lebih dari 10% lemak dan sebagian besar lemak itu disimpan di
dalam rongga perut/belly cavity (Moeljanto 2010). Pemurnian perlu dilakukan
untuk mendapatkan minyak ikan dengan kualitas pangan sehingga aman untuk
dikonsumsi. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkarakteristik dan memilih
minyak ikan sardin terbaik; (2) menentukan perlakuan pemurnian terbaik dengan
metode sentrifugasi, penambahan adsorben sintetis dan kombinasi;
(3) menentukan optimasi perlakuan sentrifugasi dan penambahan adsorben sintetis

dengan permodelan metode permukaan respon/response surface method (RSM).
Minyak ikan diambil dari lokasi berbeda yaitu Banyuwangi dan Pekalongan.
Minyak ikan terbaik adalah yang berasal dari Pekalongan dengan komposisi asam
lemak tak jenuh 40,17% dan asam lemak jenuh 31,16%, nilai asam lemak bebas
nilai 3,94%, peroksida 5 meq/kg, anisidin 0,88 meq/kg dan totox 10,88 meq/kg.
Pemurnian dengan perlakuan sentrifugasi terbaik adalah kecepatan 10.500 rpm
selama 30 menit. Pemurnian dengan perlakuan penambahan adsorben sintetis
terbaik adalah gabungan atapulgit 3% dan bentonit 3%. Pemurnian dengan
kombinasi sentrifugasi dan adsorben sintetis terbaik adalah sentrifugasi dengan
kecepatan 10.500 rpm selama 30 menit dan dikombinasikan gabungan atapulgit
3% dan bentonit 3%. Hasil optimasi dengan metode permukaan respon
menunjukkan bahwa kondisi optimum untuk nilai primer dan sekunder oksidasi
adalah sentrifugasi pada kecepatan 9.494,89 rpm selama waktu 31,48 menit dan
penambahan adsorben sintetis gabungan atapulgit 3% dan bentonit 3% dengan
nilai asam lemak bebas 4,07%, peroksida 2,97 meq/kg, anisidin 0,81 meq/kg dan
totox 6,32 meq/kg. Terjadi peningkatan persen transmisi cahaya terhadap minyak
ikan pada berbagai panjang gelombang yang diujikan seiring dengan adanya
perlakuan sentrifugasi dan pemberian adsorben sintetis. Nilai transmisi terbaik
adalah perlakuan penambahan gabungan adsorben sintetis atapulgit 3% dan
bentonit 3% pada minyak ikan yang terlebih dahulu disentrifugasi dengan

kecepatan 10.500 rpm selama 30 menit.

Kata kunci:

adsorben, metode permukaan respon, minyak ikan, sentrifugasi,
Sardinella sp.

SUMMARY
JENY ERNAWATI TAMBUNAN. Improving sardines (Sardinella sp.) oil
quality using centrifugation and synthetic adsorbent. Supervised by SUGENG
HERI SUSENO and BUSTAMI IBRAHIM.
Sardines (Sardinella sp.) was a by-product of flouring and canning
industry where sardines are known contain more than 10% fat and most of the fat
that was stored in the belly cavity (Moeljanto 2010). Purification is needed to get
fish oil with food quality, so it is safe to be consumed. The purpose of this
research were (1) characterize and determine the best fish oil taken from different
locations; (2) determine the best purification treatment of centrifugation, adding
synthetic adsorbent and combination; (3) determine optimization treatment of
centrifugation and adding synthetic adsorbent using response surface method
(RSM). Fish oil taken from different locations, Banyuwangi and Pekalongan. The

best fish oil was taken from Pekalongan with composition of an unsaturated fatty
acid 40.17% and saturated fatty acid 31.16%, with free fatty acids value 3.94 %,
peroxide value 5 meq/kg, anisidin value 0.88 meq/kg and totox value 10.88
meq/kg. Purification by centrifugation best treatment was 10,500 rpm for 30
minutes. Purification by adsorbent synthetic best treatment was adding atapulgite
3% and bentonite 3%. Purification by combination centrifugation and adding
synthetic adsorbent best treatment was centrifugation at 10,500 rpm for 30
minutes combined atapulgite 3% and bentonite 3%. The response surface method
optimization best treatment was centrifugation at 9,494.89 rpm for 31.48 minute
combined atapulgite 3% and bentonite 3% with free fatty acids value 4.07%,
peroxide value 2.97 meq/kg, anisidin value 0.81 meq/kg and total oxidation value
6.32 meq/kg. An increase in percent of fish oil light transmission at different wave
lengths by centrifugation and adding synthetic adsorbent. The best transmission
values obtained at the combination synthetic adsorbent of bentonite and atapulgite
on fish oil which is centrifuged first with 10,500 rpm for 30 minutes.

Keyword: adsorbent, centrifugation, fish oil, response surface method,
Sardinella sp.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK IKAN SARDIN
(Sardinella sp.) MENGGUNAKAN SENTRIFUGASI DAN
ADSORBEN SINTETIS

JENY ERNAWATI TAMBUNAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis: Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.Biol.

Judul tesis
Nama
NIM

: Peningkatan kualitas minyak ikan sardin (Sardinella sp.)
menggunakan sentrifugasi dan adsorben sintetis
: Jeny Ernawati Tambunan
: C351114041

Disetujui oleh
Komisi pembimbing


Dr Sugeng Heri Suseno, SPi MSi
Ketua

Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Tati Nurhayati, SPi MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis dengan judul “Peningkatan kualitas
minyak ikan sardin (Sardinella sp.) menggunakan sentrifugasi dan adsorben
sintetis” ini dapat diselesaikan.
Keberhasilan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB
tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak
terimakasih yang setulusnya kepada:
1. Dr Sugeng Heri Suseno SPi MSi Selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr Ir Bustami Ibrahim MSc sebagai anggota komisi pembimbing atas
kesediaan waktu untuk membimbing, memberikan arahan, dan masukan
selama penyusunan tesis ini.
2. Dr Tati Nurhayati SPi MSi selaku ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
3. Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.Biol selaku dosen penguji luar komisi.
4. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi, dan laboran Program Studi
Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu dan kerjasamanya
yang baik selama penulis menempuh studi.

5. Keluarga besar penulis, O.H Tambunan dan Roma Gultom selaku orang tua,
Veny Megawati Tambunan, Bonardo Defrianto Tambunan dan Anggi
Christover Tambunan, atas motivasi, doa, semangat dan dukungan baik moril
maupun material selama penulis menempuh studi.
6. Teman-teman S2 THP 2010, 2011dan 2012 atas kerjasama yang baik selama
studi.
7. Teman-teman tim minyak ikan Titot Bagus Arifianto, Boyke Raymond
Toisutta, Patricia Lavrina PK, Yosephina MJ Batafor, dan RR Tirta FP.
8. Kawan berbagi suka dan duka, Fauzan Lubis, Muhammad Zakiyul Fikri, Aidil
Fadli Ilhamdy, Wahyu Ramadhan, Frets J Riupasa, Made Suhandana, Azwin
Apriandi, Taufik Hidayat, Mita Gebriella Inthe, Santia G Widyaswari, dan
Patmawati Wahyudi.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih ada kekurangan. Semoga tesis ini
membawa manfaat bagi seluruh civitas IPB khususnya dan masyarakat Indonesia
umumnya.

Bogor, April 2014

Jeny Ernawati Tambunan


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
2
3
3


2 KARAKTERISASI MINYAK IKAN SARDIN (Sardinella sp.)
Pendahuluan
Tujuan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

5
5
6
10
18

3 PENINGKATAN
KUALITAS
MINYAK
SARDIN
(Sardinella
sp.)
MENGGUNAKAN
KOMBINASI
SENTRIFUGASI DENGAN PENAMBAHAN ADSORBEN
SINTETIS
Pendahuluan
Tujuan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

19
20
20
25
43

4 OPTIMASI PEMURNIAN MINYAK
IKAN SARDIN
(Sardinella sp.) DENGAN PEMODELAN RESPONSE SURFACE
METHOD (RSM)
Pendahuluan
Tujuan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

44
44
44
47
55

5 PEMBAHASAN UMUM

55

SIMPULAN DAN SARAN

56

DAFTAR PUSTAKA

57

RIWAYAT HIDUP

64

DAFTAR TABEL
11 Profil asam lemak minyak ikan (% w/w).
2 Kandungan antioksidan, nilai primer dan sekunder oksidasi,
toksisitas, logam berat, densitas, dan viskositas minyak ikan
32 Rancangan komposit pusat optimasi pemurnian minyak ikan
43 Persamaan regresi untuk variabel nyata RSM pemurnian
minyak ikan

12
17
48
48

DAFTAR GAMBAR
11
22
33
44
55
66
77
88
99
10
10
11
11
12
12
13
13
14
14
15
15
16
16
17
17
18
18
19
19
20
20
21
21

22
22
23
23
24
24
25
25
26
26
27
27

Diagram alir road map penelitian
Diagram alir penelitian karakterisasi minyak ikan
Minyak ikan sardin Banyuwangi dan Pekalongan
Diagram alir penelitian pemurnian dengan sentrifugasi dan
pemberian adsorben sintetis dan kombinasi
Rendemen minyak ikan hasil pemisahan melalui perlakuan
sentrifugasi
Rendemen minyak ikan hasil pemisahan melalui penambahan
adsorben sintetis
Nilai asam lemak bebas minyak ikan sardin yang dimurnikan
menggunakan sentrifugasi
Nilai asam lemak bebas minyak ikan sardin yang dimurnikan
menggunakan penambahan adsorben sintetis
Nilai asam lemak bebas minyak ikan sardin yang dimurnikan
menggunakan sentrifugasi dan penambahan adsorben sintetis
Nilai peroksida minyak ikan sardin yang dimurnikan
menggunakan sentrifugasi
Nilai peroksida minyak ikan sardin yang dimurnikan
menggunakan penambahan adsorben sintetis
Nilai peroksida minyak ikan sardin yang dimurnikan
menggunakan sentrifugasi dan penambahan adsorben sintetis
Nilai anisidin minyak ikan sardin yang dimurnikan menggunakan
sentrifugasi
Nilai anisidin minyak ikan sardin yang dimurnikan menggunakan
penambahan adsorben sintetis
Nilai anisidin minyak ikan sardin yang dimurnikan menggunakan
sentrifugasi dan penambahan adsorben sintetis
Nilai total oksidasi minyak ikan sardin yang dimurnikan
menggunakan sentrifugasi
Nilai total oksidasi minyak ikan sardin yang dimurnikan
menggunakan penambahan adsorben sintetis
Nilai total oksidasi minyak ikan sardin yang dimurnikan
menggunakan sentrifugasi dan penambahan adsorben sintetis
Persen transmisi cahaya terhadap sampel minyak ikan setelah
sentrifugasi menggunakan berbagai panjang gelombang
Persen transmisi cahaya terhadap sampel minyak ikan yang
diberikan adsorben sintetis dengan berbagai panjang gelombang.
Persen transmisi cahaya terhadap sampel minyak ikan yang
diberikan perlakuan kombinasi dengan berbagai panjang
gelombang
Penampakan minyak ikan sardin Pekalongan dengan berbagai
perlakuan
Pemodelan nilai FFA minyak ikan dengan RSM
Pemodelan nilai peroksida minyak ikan dengan RSM
Pemodelan nilai anisidin minyak ikan dengan RSM
Pemodelan nilai total oksidasi minyak ikan dengan RSM
Pemodelan overlay plot

4
6
11
21
25
26
27
27
28
29
30
31
32
32
33
34
34
35
36
38
40

42
49
50
52
53
54

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak ikan merupakan salah satu komoditas lokal Indonesia yang
memiliki potensi untuk dikembangkan. Ikan sardin merupakan salah satu bahan
utama pengolahan minyak ikan. Setiabudi (1990) menyatakan setiap satu ton ikan
sardin yang diproses menghasilkan minyak sebanyak 50 kilogram. Estiasih (1996)
menyatakan minyak yang dihasilkan dari proses pengolahan ikan sardin untuk
seluruh Indonesia sebanyak 1.176 ton per tahun. Yunizal (2002) mendata pada
tahun 1996 jumlah minyak hasil samping pengolahan ikan sardin dari daerah
Muncar Banyuwangi cukup tinggi, yaitu 4.300 ton. KKP (2011) mendata sekitar
10.000 ton minyak ikan sardin diproduksi setiap tahunnya di Jawa Timur.
Minyak ikan telah terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu
kandungan yang memiliki keunggulan adalah asam lemak omega-3. Manfaat
asam lemak omega-3 antara lain dapat menyembuhkan aterosklerosis, mencegah
kanker, diabetes dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Imre dan Sahgk 1997).
Asam lemak merupakan komponen rantai panjang hidrokarbon yang menyusun
lipida. Asam lemak memiliki fungsi yang sangat penting bagi tubuh manusia,
terutama asam lemak tak jenuh majemuk/polyunsaturated fatty acid (PUFA)
diantaranya adalah asam linoleat (omega-6) dan linolenat (omega-3) yang
digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural membran sel dan mempunyai
peranan penting dalam perkembangan otak. Asam lemak linolenat memiliki
turunan yaitu asam eikosapentaenoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA)
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat,
antara lain dapat mencerdaskan otak, membantu masa pertumbuhan dan
menurunkan kadar trigliserida (Leblanc et al. 2008). DHA terbukti membantu
pembentukan retina dan otak manusia pada masa perkembangan, sementara EPA
memiliki karakteristik anti radang, mengurangi gangguan pada penderita obesitas,
dan membantu dalam pengobatan tumor (Mitsuyoshi et al. 1991). Asam lemak
tak jenuh majemuk (PUFA) merupakan zat yang penting untuk menjaga
kesehatan dan tumbuh kembang manusia (Chow 2000).
Minyak ikan yang diproduksi dari perusahaan pengalengan dan
penepungan ikan di Indonesia memiliki kualitas yang secara kimia, fisik, dan
organoleptik belum dapat dimanfaatkan sebagai pangan dengan kandungan asam
lemak bebas (FFA) 4,8-32% namun mengandung lipid 15-20% (Khoddami et al.
2009) dan kandungan omega-3 20,60-29,50% (Irianto 1992). Setiabudi (1990)
menyatakan, minyak ikan sardin yang diproduksi di Indonesia mengandung
omega-3 25,2%. Estiasih (1996, 2003) menyatakan, minyak hasil samping
pengolahan ikan sardin dari daerah Banyuwangi mengandung asam lemak omega3 yang cukup tinggi yaitu 26,79% dengan EPA 13,70% dan DHA 8,91% sehingga
bermanfaat bagi kesehatan. Kandungan omega-3 yang relatif tinggi meyebabkan
minyak ikan yang diproduksi perlu ditingkatkan kualitasnya.
Kualitas minyak ikan menjadi perhatian tersendiri dalam proses produksi
minyak ikan. Stabilitas minyak merupakan salah satu penentu mutu dari minyak.
Irianto (1992) menyatakan stabilitas minyak sangat dipengaruhi oleh jenis minyak
yang akan dimurnikan, perlakuan yang diterapkan dalam pemurnian, suhu

penyimpanan dan adanya penambahan antioksidan. Kualitas minyak ikan yang
dihasilkan pada proses pemurnian tergantung pada cara penyimpanan dan
penanganan minyak sebelum dimurnikan (Young 1982). Kualitas minyak
tergantung pula pada proses pengolahannya, minyak ikan yang berasal dari
pengolahan dan penepungan mengandung FFA 4-20% serta berbau busuk
(off odor) (Murtini et al.1992). Tujuan utama pemurnian minyak ikan adalah
menghilangkan kotoran, rasa, dan bau yang tidak disukai, warna yang tidak
menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau
digunakan dalam industri pangan atau pakan (Ketaren 1986). Proses pemurnian
minyak ikan dapat dilakukan menggunakan sentrifugasi, penambahan adsorben
sintetis dan kombinasi sentrifugasi dengan penambahan adsorben sintetis.
Sentrifugasi merupakan metode untuk menghilangkan partikel solid, komponen
seperti oksidasi bebas, logam berat yang menyebabkan peningkatan nilai
peroksida (Bhattacharya et al. 2008). Adsorben dapat menyerap kotoran yang
meliputi asam lemak bebas (FFA), komponen teroksidasi dan pigmen warna
(Giiler dan Fatma 1992; Lin et al. 1998; Maes et al. 2005; Eyub dan Celik 2005
dan Bhattacharya et al. 2008). Cooke (2004) menyatakan, sentrifugasi mampu
memisahkan partikel dengan ukuran lebih dari 5 mikron sedangkan sedangkan
adsorben memisahkan komponen pengotor yang biasanya berukuran kurang dari
5 mikron. Metode pemurnian sentrifugasi, penambahan adsorben dan kombinasi
sentrifugasi dengan penambahan adsorben sintetis, diharapkan dapat
meningkatkan kualitas minyak ikan sehingga layak dikonsumsi. Road map
penelitian tentang pemurnian minyak ikan sardine menggunakan sentrifugasi dan
penambahan adsorben sintetis dapat dilihat pada Gambar 1.
Tujuan
1
2

3

Penelitan ini bertujuan untuk:
Mengkarakterisasi dan memilih minyak ikan sardin terbaik yang dihasilkan
oleh industri perikanan dari daerah Banyuwangi dan Pekalongan.
Menentukan perlakuan pemurnian terbaik dengan metode sentrifugasi,
penambahan adsorben sintetis dan kombinasi sentrfugasi dengan
penambahan adsorben sintetis
Menentukan optimasi perlakuan sentrifugasi dan penambahan adsorben
sintetis dengan pemodelan metode permukaan respon/response surface
method (RSM).

Manfaat
1

2

3

Manfaat penelitian ini untuk:
Memberikan informasi mengenai profil asam lemak, kandungan antioksidan,
kandungan logam berat dan toksik, nilai primer dan sekunder oksidasi, nilai
densitas dan viskositas serta kejernihan minyak ikan sardin yang dihasilkan
oleh indusri perikanan dari daerah Banyuwangi dan Pekalongan.
Memberikan alternatif teknologi pemurnian minyak ikan untuk meningkatkan
kualitas minyak ikan hasil samping industri pengolahan ikan menggunakan
sentrifugasi, penambahan adsorben sintetis dan kombinasi sentrifugasi
dengan penambahan adsorben sintetis.
Memberikan kisaran optimasi perlakuan sentrifugasi dan penambahan
adsorben sintetis dengan pemodelan metode permukaan respon/response
surface method (RSM).
Ruang lingkup

Penelitan menggunakan minyak hasil samping industri pengolahan ikan
sardin dari daerah Banyuwangi dan Pekalongan. Minyak ikan yang diperoleh
kemudian dianalisis untuk mengetahui kualitasnya. Parameter kualitas yang
diamati, antara lain profil asam lemak, kandungan antioksidan alami, nilai asam
lemak bebas (FFA), nilai peroksida (PV), anisidin (p-AV), total oksidasi (totox),
kandungan toksisitas dan logam berat serta nilai densitas, viskositas dan
kejernihan. Pemurnian menggunakan perlakuan sentrifugasi, penambahan
adsorben sintetis dan kombinasi sentrifugasi dengan penambahan adsorben
sintetis. Optimasi perlakuan sentrifugasi dan penambahan adsorben sintetis
dengan pemodelan permukaan respon/response surface method (RSM).

MINYAK IKAN

Karakteristik

Pemurnian

Optimasi

Setiabudi (1990)
minyak ikan sardin
mengandung omega-3
sebesar 25,2%

Bhattacharya et al.
(2008) sentrifugasi
dapat menghilangkan
partikel solid,
komponen seperti
oksidasi bebas, logam
berat

Estiasih et al. (2005)
Optimasi pemadatan
cepat pada pengayaan
minyak ikan omega-3
menggunakan metode
repon permukaan

Irianto (1992) ikan
sardin mengandung
omega-3 berkisar
20,60-29,50%

Estiasih (1996, 2003)
minyak ikan sardin dari
daerah Banyuwangi
mengandung asam
lemak omega-3 sebesar
26,79% dengan asam
eikosapentaenoat (EPA)
sebesar 13,70% dan
asam dokosaheksaenoat
(DHA) sebesar 8,91%.

Khoddami et al. (2009)
ikan sardin
mengandung FFA
berkisar 4,8-32%
namun mengandung
lipid sekitar 15-20%
Keterangan:

Adsorben dapat
menyerap asam lemak
bebas (FFA),
komponen teroksidasi
dan pigmen warna
(Giiler dan Fatma 1992,
Lin et al. 1998, Maes
et al. 2005, Eyub dan
Celik 2005, dan
Bhattacharya et al.
2008)

Pemurnian dengan
sentrifugasi dan
adsorben sintetis dapat
menurunkan nilai
peroksida, anisidin dan
FFA minyak ikan
sardin (Suseno et al.
2011, 2012 dan 2013).

Penelitian yang dilakukan

Karakteristik
minyak ikan,
pemurnian minyak
ikan dengan
sentrifugasi,
penambahan
adsorben sintetis
dan kombinasi,
serta optimasi
pemurnian
menggunakan
RSM

Pemurnian minyak
ikan dengan
kombinasi kecepatan
sentrifugasi dan
konsentrasi adsorben
sintetis yang berbeda
untuk meningkatkan
kualitas minyak ikan

perkembangan penelitian selanjutnya

Gambar 1 Diagram alir road map penelitian

2 KARAKTERISTIK MINYAK IKAN SARDIN
(Sardinella sp.)

Pendahuluan

Latar belakang
Minyak ikan merupakan hasil samping proses pengolahan ikan, baik
penepungan maupung pengalengan. Kualitas fisik dan kimia, serta profil asam
lemak sangat mempengaruhi karakteristik minyak ikan. Estiasih (2003)
menyatakan, salah satu spesies ikan yang mempunyai potensi besar sebagai
sumber omega-3 di Indonesia adalah sardin (Sardinella sp.). Minyak ikan sardin
yang merupakan hasil samping industri perikanan belum dimanfaatkan secara
optimal sebagai sumber asam lemak omega-3. Oleh karena itu karakterisasi
minyak ikan sardin menjadi hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui potensi
minyak ikan sardin dalam pengembangannya sebagai bahan pangan.
Minyak ikan yang diproduksi dari perusahaan pengalengan dan
penepungan ikan di Indonesia memiliki kualitas yang secara kimia, fisik dan
organoleptik tidak sesuai standar dan belum dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan. Nilai FFA minyak ikan cukup tinggi yaitu 4,8-32% namun kandungan
lipid 15-20% (Khoddami et al. 2009) dan kandungan omega-3 berkisar
20,6-29,5% (Irianto 1992). Setiabudi (1990) menyatakan minyak ikan sardin yang
diproduksi di Indonesia mengadung omega-3 25,2%. Estiasih (1996, 2003)
menyatakan bahwa minyak hasil samping pengolahan ikan sardin dari daerah
Banyuwangi mengandung asam lemak omega-3 yang cukup tinggi yaitu 26,79%
dengan EPA 13,70% dan DHA 8,91%..
Asam lemak omega-3 memiliki peranan yang sangat penting untuk
meningkatkan daya ingat bagi para penderita Alzheimer (Cole 2005). Asam lemak
omega-3 dapat berperan dalam pengembangan psikologi klinis dan penyembuhan
berbagai penyakit mental, misalnya depresi, deficit hyperactivity disorder, dan
demensia (Freeman et al. 2006, Amminger et al. 2010). Schuchardt (2010)
menyatakan bahwa asam lemak omega-3 dapat membantu dalam pengembangan
kejiwaan, pertumbuhan, perkembangan dan perilaku serta pertumbuhan anak-anak
usia dini, terutama bagi anak-anak penderita autism spectrum disorders.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi dan memilih minyak ikan
sardin terbaik yang dihasilkan oleh indusri perikanan dari daerah Banyuwangi dan
Pekalongan.

Bahan dan Metode
Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013.
Bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan Departemen Teknologi
Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Terpadu Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Rekayasa Proses Pangan
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Terpadu Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Terpadu Biofarmaka.
Bahan dan alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak ikan
sardin hasil samping industri pengolahan ikan dari daerah Banyuwangi dan
Pekalongan. Bahan-bahan yang digunakan untuk karakterisasi dan analisis
kualitas minyak ikan, antara lain etanol 96%, indikator phenolphthalein (indikator
PP), KOH (Merck) 0,1 N, kloroform (Merck), asam asetat glasial (Merck), larutan
KI jenuh, akuades, pati 1%, Na2S203 (Merck) 0,1 N, isooktan (Merck), reagen
anisidin (Aldrich chemistry), n-heksana (Merck), NaOH-metanol (Merck), BF3,
NaCl, asam lemak lemak standar dari SupelcoTM 37 Componen FAME Mix
(Bellefonte, USA). Alat yang digunakan untuk karakterisasi dan analisis kualitas
minyak adalah alumunium foil, stop watch, timbangan digital (Veritas dengan
berat maksimal 250 gram), buret (Iwaki pyrex), alat-alat gelas (Iwaki pyrex),
perangkat kromatogafi gas (SHIMADZU GC 2010 plus AFA PC dengan jenis
kolom berupa cyanopropyl methyl sil/capillary column), syringe 10 μL, penangas
air, dan pipet mikro (Gilson).
Metode
Penelitian dilakukan untuk mengetahui kualitas minyak ikan melalui
karakterisasi. Parameter kualitas minyak ikan yang diamati diantaranya profil
asam lemak, kandungan antioksidan alami, nilai asam lemak bebas (FFA),
peroksida (PV), anisidin (p-AV), total oksidasi (totox), kandungan toksisitas dan
logam berat, serta nilai densitas dan viskositas. Ulangan yang dilakukan per taraf
percobaan adalah 3 kali. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 2.
Minyak Ikan

Karakterisasi minyak ikan

Profil asam lemak,
antioksidan alami, analisis
FFA, PV, p-AV, totox,
toksin, logam berat,
densitas dan viskositas.

Minyak Hasil
karakterisasi
Gambar 2 Diagram alir penelitian karakterisasi minyak ikan

Analisis profil asam lemak menggunakan Gas Chromatography (AOAC 2005
No. metode 969.33)
Metode analisis yang digunakan menggunakan prinsip mengubah asam
lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat
kromatografi. Hasil analisis akan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada
waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak dan
dibandingkan dengan standar. Lemak diekstraksi dari bahan terlebih dahulu
sebelum melakukan injeksi metil ester lalu metilasi dilakukan sehingga terbentuk
metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat.
Pembentukan metil ester
Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya
sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan
merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut
NaOH-metanol 0,5 N, BF3 dan n-heksana. Sebanyak 0,02 gram minyak dari
sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 5 mL NaOH-metanol
0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80 ºC
kemudian didinginkan. BF3 sebanyak 5 mL ditambah ke dalam tabung lalu
dipanaskan kembali menggunakan waterbath dengan suhu 80 ºC selama 20 menit
dan didinginkan. NaCl jenuh ditambah 2 mL dan dikocok, selanjutnya ditambah
5 mL heksana, kemudian dikocok. Larutan heksana di bagian atas dipindahkan
dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi. 1 μl sampel lemak
diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak akan diidentifikasi oleh
flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala, respon yang ada akan
tercatat melalui kromatogram (peak).
Idenfikasi asam lemak
Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada
alat kromatografi gas Shimadzu GC 2010 Plus. Gas yang digunakan sebagai fase
gerak adalah gas nitrogen dengan laju alir 30 mL/menit dan sebagai gas pembakar
adalah hidrogen dan oksigen, kolom yang digunakan adalah capilary column merk
Quadrex dengan diameter dalam 0,25 mm.
a) Kolom
: Cyanopropil methyl sil (capilary column)
b) Dimensi kolom
: P = 60 m, Ø dalam = 0,25 mm, 0,25 μm film Thickness
c) Laju alir N2
: 30 mL/menit
d) Laju alir H2
: 40 mL/menit
e) Laju alir udara
: 400 mL/menit
f) Suhu injektor
: 220 ºC
g) Suhu detektor
: 240 ºC
h) Inject volume
: 1 μL
Analisis antioksidan (Beirao dan Bernardo-Gil 2005)
Alat yang digunakan adalah Rancimat Model 743. Minyak ikan ditimbang
2,5 gram dalam tabung reaksi alat Rancimat dan ditempatkan dalam heating
block. Kecepatan aliran udara diatur 19-20 L/jam pada suhu 110-120 ºC. Aktivitas
antioksidan ditentukan dengan menghitung waktu induksi. Reaksi oksidasi
minyak akan menghasilkan senyawa ionik yang volatil. Senyawa ionik tersebut
akan mengubah konduktivitas listrik dari air bebas ion. Waktu pada saat

terjadinya peningkatan konduktivitas listrik secara cepat ditentukan sebagai waktu
induksi. Waktu induksi dalam satuan jam.
Analisis asam lemak bebas/free fatty acid (FFA) (AOCS 1998 No. Metode
Ca 5a-40)
Minyak 10 gram ditambah 25 mL alkohol 95% netral (Erlenmeyer
200 mL), dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit, ditambah indikator PP
sebanyak 2 mL. Campuran minyak tersebut dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga
timbul warna merah muda yang tidak hilang dalam 10 detik. Persentase FFA
dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Keterangan:
A
= Jumlah titrasi KOH (mL)
N
= Normalitas KOH
G
= Gram sampel
M
= Bobot molekul asam lemak dominan

Analisis nilai peroksida/peroxide value (PV) (AOAC 2000 No. Metode
965.33b)
Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam Erlenmeyer
250 mL kemudian 30 mL larutan asam asetat glasial dan kloroform (3:2)
ditambah pada campuran. Campuran tersebut ditambah 0,5 mL larutan KI jenuh,
30 mL akuades dan 0,5 mL indikator pati 1%. Warna campuran sebelum dititrasi
adalah biru kehitaman, kemudian dititrasi dengan Na2S2O3 0,01 N hingga larutan
menjadi kuning. Blanko dibuat dengan akuades sebagai pengganti contoh. Nilai
peroksida ditentukan dalam satuan meq/kg dengan persamaan berikut:
Nilai Peroksida (meq/kg) = (S-B) x N x 1000
G
Keterangan:
S
B
N
G

= mL Na2S2O3 untuk contoh
= mL Na2S2O3 untuk blanko
= normalitas untuk Na2S2O3
= Gram sampel

Analisis nilai anisidin/anisidine value (p-AV) (Watson 1994)
Larutan uji 1 dibuat dengan cara 0,5 gram sampel dilarutkan ke dalam
25 mL trimethylpentane. Larutan uji 2 dibuat dengan cara 1 mL larutan anisidin
(2,5 gram/L) ditambah ke dalam 5 mL larutan uji 1, dikocok dan dihindarkan dari
cahaya. Larutan referensi dibuat dengan cara 1 mL larutan anisidin (2,5 gram/L)
ditambah ke dalam 5 mL larutan trimethylpentane, dikocok dan dihindarkan dari
cahaya. Nilai absorbansi larutan uji 1 diukur pada panjang gelombang 350 nm
dengan menggunakan trimethylpentane sebagai larutan kompensasi, larutan uji 2
diukur pada panjang gelombang 350 nm tepat 10 menit setelah menyiapkan
larutan dengan menggunakan larutan referensi sebagai kompensasi. Nilai anisidin
dihitung dengan persamaan berikut:

Nilai anisidin =
Keterangan:
A1
A2
m

= absorbansi larutan uji 1
= absorbansi larutan uji 2
= Gram sampel yang digunakan pada larutan uji 1

Analisis nilai total oksidasi/totox (Perrin 1996)
Nilai total oksidasi didapat dengan menjumlahkan nilai 2PV dengan p-AV.
Peroxide value (PV) adalah nilai peroksida dan Anisidin value (p-AV) adalah
nilai anisidin
Total Oksidasi = 2PV + p-AV
Analisis toksin (Meyer 1982)
Telur Artemia salina ditetaskan di dalam air yang mengandung garam
NaCl sekitar 3,8% (b/v). Larva Artemia salina yang berumur 2x24 jam siap
dipakai untuk uji toksisitas. Uji toksisitas dilakukan dengan memasukkan 10 mL
ekstrak minyak ikan dengan konsentrasi 10 ppm, 100 ppm dan 1000 ppm dalam
botol vial. Tween 20 perlu ditambah untuk melarutkan minyak ikan dalam larutan
garam. Sepuluh ekor larva Artemia salina dimasukkan dalam tiap botol vial
tersebut. Botol vial dijaga agar tetap mendapat penerangan. Jumlah larva
Artemia salina yang mati dalam tiap botol vial dihitung setelah 24 jam. Uji
toksisitas ini dilakukan dengan pengulangan sebanyak 3 kali. Untuk menentukan
nilai LC50 digunakan probit analisis, melalui hubungan antara konsentrasi sampel
dengan persen kematian larva Artemia salina.
Analisis logam berat (BSN 2009)
Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 mL
ditambah 15 mL HNO3 pekat dan 5 mL HClO4, kemudian didiamkan 24 jam.
Sampel didestruksi hingga jernih, didinginkan, dan ditambah 10-20 mL air bebas
ion, dipanaskan ±10 menit, diangkat, dan dinginkan. Larutan dipindahkan ke
dalam labu takar 100 mL (labu dekstruksi dibilas dengan air bebas ion dan
dimasukkan ke dalam labu takar). Larutan ditambah air sampai batas tanda tera.
Larutan dikocok dan disaring dengan kertas saring Whatman no.4. Sampel
dipreparasi dan dianalisis sesuai dengan pengujian logam berat (Cd, Pb, Hg, Cu,
As) pada analisis air (APHA 3110 untuk logam Cd, Pb, dan Cu; metode 3114
untuk As; dan metode 3112 untuk Hg).
Kadar logam (ppm) = Konsentrasi logam dari kurva rendah (µg/mL) x V pelarutan
Bobot sampel

Pengukuran densitas (BSN 1992)
Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong (W1). Sampel dimasukkan
ke dalam piknometer sampai tanda tera, ditutup, kemudian dimasukkan ke dalam
penangas yang suhunya sudah diatur sesuai dengan yang diinginkan. Sampel di
dalam piknometer harus terendam dalam air dan dibiarkan 30 menit. Leher
piknometer dibuka dan bersihkan dengan kertas saring. Piknometer diangkat lalu
didiamkan pada suhu kamar, dikeringkan dan ditimbang (W2). Prosedur diulangi
dengan blanko air.

Keterangan:
W
= bobot piknometer beserta blanko air
W1
= berat pikmometer kosong
W2
= berat piknometer beserta sampel
Pengukuran viskositas (O'Brien et al. 2000)
Viskositas diukur dengan menggunakan alat brookfield viscometer.
Sampel sebanyak 100 mL ditempatkan ke dalam gelas piala 100 mL. Spindle 2
dan speed 30 rpm digunakan untuk melakukan pengukuran viskositas.
Pengukuran dilakukan selama 2 menit hingga memperoleh pembacaan jarum pada
posisi yang stabil. Rotor berputar dan jarum akan bergerak sampai memperoleh
viskositas sampel. Pembacaan nilai viskositas dilakukan setelah jarum stabil.
Skala yang terbaca menunjukkan kekentalan sampel yang diperiksa dengan satuan
cP (centiPoise).
Brookfield viscometer merupakan salah satu viskometer yang
menggunakan gasing atau kumparan yang dicelupkan ke dalam zat uji. Kumparan
(spindle) tersedia untuk rentang kekentalan tertentu dan dilengkapi dengan
kecepatan rotasi yang berbeda. Prinsip kerja dari viskometer ini adalah semakin
kuat putaran semakin tinggi viskositasnya sehingga hambatan semakin besar.
Gaya gesek antara permukaan spindle dengan cairan akan menentukan tingkat
viskositas cairan.
Hasil dan Pembahasan
Minyak ikan ditentukan kualitasnya dengan parameter yang meliputi,
profil asam lemak, kandungan antioksidan alami, nilai asam lemak bebas (FFA),
peroksida (PV), ansidin (p-AV), total oksidasi (totox), kandungan toksisitas,
logam berat, nilai densitas dan viskositas. Minyak ikan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah minyak hasil samping pengolahan ikan sardin dari daerah
Banyuwangi dan Pekalongan. Minyak ikan sardin dapat dilihat pada Gambar 3.

(a)

(b)

Gambar 3 Minyak ikan sardin (a) Banyuwangi dan (b) Pekalongan
Gambar 3 menunjukkan perbedaan kenampakan minyak ikan sardin
Banyuwangi dan Pekalongan. Minyak ikan sardin Banyuwangi memiliki warna
yang lebih cerah dibandingkan Pekalongan. Hal ini dapat disebabkan oleh
perbedaan komponen stok sabun, pigmen warna atau pengotor lain dari
masing-masing minyak ikan. Selain itu perbedaan penampakan ini juga dapat
dipengaruhi oleh perbedaan cara penanganan bahan baku, proses produksi dan
cara penyimpanan minyak ikan. Ketaren (1986) menyatakan, kerusakan oksidasi
minyak ikan disebabkan oleh cahaya, panas, peroksida lemak, logam berat,
hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim lipooksidase. Warna gelap minyak
ikan dapat disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), selain
itu juga dapat disebabkan oleh suhu pemanasan yang terlalu tinggi sehingga
minyak teroksidasi (Ketaren 2005). Adanya logam bebas seperti Fe mempercepat
proses perubahan warna tersebut (Estiasih 2009).
Profil asam lemak minyak ikan sardin
Analisis profil asam lemak dilakukan untuk menentukan komposisi asam
lemak jenuh/saturated fatty acid (SFA), asam lemak tak jenuh
tunggal/monounsaturated fatty acid (MUFA), dan asam lemak tak jenuh
majemuk/polyunsaturated fatty acid (PUFA). Tabel 1 menunjukkan adanya
perbedaan persentase SFA, MUFA dan PUFA pada kedua sampel minyak ikan
sardin, hal ini diduga karena bahan baku minyak ikan berasal dari dua daerah
penangkapan yang berbeda. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi komposisi
asam lemak terutama PUFA (Ould et al. 2003). Distribusi asam lemak sangat
berbeda antar spesies, tergantung pada banyak faktor, yaitu musim, suhu, tempat
berkembang, spesies ikan, umur, jenis kelamin dan kebiasaan makan
(Saito et al. 1997; Bandarra et al. 1997; Tanakol et al. 1999). Sargent (1995)
menyatakan, komposisi asam lemak ditentukan juga oleh komposisi asupan dan
metabolisme lipid. Komposisi asam lemak ini merupakan karakteristik yang
khusus untuk masing-masing spesies dan bahkan tiap galur (Pickova et al. 1999).
Data profil asam lemak dari minyak ikan sardin Banyuwangi dan Pekalongan
disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Profil asam lemak minyak ikan (% w/w).
Asam Lemak
Asam Laurat, C12:0
Asam Miristat, C14:0
Asam Pentadekanoat, C15:0
Asam Palmitat, C16:0
Asam Heptadekanoat, C17:0
Asam Stearat, C18:0
Asam Arakhidat, C20:0
Asam Heneikosanoat, C21:0
Asam Behenat, C22:0
Asam Trikosanoat, C23:0
Total SFA
Asam Miristoleat, C14:1
Asam Palmitoleat, C16:1
Asam Elaidat, C18:1n9t
Asam Oleat, C18:1n9c
Asam Cis-11-Eikosenoat C20:1
Asam Erusat, C22:1n9
Asam Nervonat, C24:1
Total MUFA
Asam Linolelaidat, C18:2n9t
Asam Linoleat, C18:2n6c
Asam ϒ -Linolenat, C18:3n6
Asam Linolenat, C18:3n3
Asam Cis-11,14-Eikosedienoat C20:2
Asam Cis-8,11,14-Eikosetrienoat, C20:3n6
Asam Cis-11,14,17-Eikosetrienoat C20:3n3
Asam Arakhidonat, C20:4n6
Asam Cis-5,8,11,14,17-Eikosapentaenoat, C20:5n3
Asam Cis-4,7,10,13,16,19-Dokosaheksaenoat, C22:6n3
Total PUFA
Total asam lemak terindentifikasi
Total asam lemak tidak teridentifikasi

Banyuwangi
0,09
8,00
0,57
15,90
0,50
3,20
0,49
0,04
0,13
0,04
28,96
0,03
8,43
0,09
7,57
0,36
0,08
0,17
16,73
0,04
0,96
0,25
0,53
0,12
0,19
0,04
1,89
14,13
8,64
26,79
72,48
27,52

Pekalongan
0,12
5,80
0,90
16,81
1,01
5,42
0,65
0,12
0,25
0,08
31,16
0,02
6,53
0,15
8,61
0,37
0,07
0,21
15,96
0,05
1,10
0,18
0,72
0,23
0,18
0,07
2,06
8,21
11,41
24,21
71,33
28,67

Asam lemak palmitat merupakan kelompok SFA yang memiliki persentase
tertinggi dari minyak ikan Banyuwangi (15,90%) dan Pekalongan (16,81%). Crexi
et al. (2010) yang menyatakan bahwa asam palmitat merupakan asam lemak jenuh
yang dominan pada tubuh ikan. Perbedaan persentase SFA menunjukkan adanya
variasi kemampuan biosintesis asam lemak dan asupan asam lemak yang
dikonsumsi oleh kedua jenis ikan tersebut (Iverson et al. 2002). Jumlah SFA dan
omega-6 lebih banyak dari jumlah omega-3 yang ditemukan, hal ini karena SFA
dan omega-6 biasanya disimpan dalam bentuk lemak, sementara asam lemak
omega-3 digunakan sebagai asam lemak fungsional (Thammapat et al. 2010).
Asam lemak Oleat merupakan kelompok MUFA yang memiliki persentase
tertinggi dari minyak ikan sardin Pekalongan (8,61%) sedangkan pada minyak
ikan sardin Banyuwangi adalah palmitoleat (8,43%). Oleat merupakan asam
lemak yang penting karena menjadi prekursor asam lemak omega-3 pada hewan
(Charles 2009). Perbedaan kandungan MUFA pada kedua sampel minyak ikan
dapat disebabkan oleh perbedaan asupan makanan. Sukarsa (2004) menyatakan

perbedaan kandungan MUFA menunjukkan adanya perbedaan mekanisme rantai
makanan dan asupan asam lemak yang dikonsumsi oleh ikan.
EPA dan DHA merupakan asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) yang
dominan dalam lemak ikan (Husaini 1989). Persentase EPA dan DHA pada
minyak ikan sardin banyuwangi sebesar (22,77%), sementara dari pekalongan
sebesar (19,62%). Estiasih (2003) yang menyatakan bahwa minyak hasil samping
pengolahan ikan sardin dari daerah Banyuwangi mengandung asam lemak
omega-3 yang cukup tinggi yaitu sebesar 26,79%. Adanya variasi dalam
kandungan asam lemak omega-3 dari ikan yang diteliti diduga disebabkan oleh
faktor makanan. Kandungan asam lemak omega-3 pada ikan bukan merupakan
hasil sintesa murni tubuh ikan, melainkan hasil pembentukan dari rantai makanan
yang meliputi fitoplankton, zooplankton, alga, copepoda, dan kerang-kerangan
(Ackman 1980). Peng et al. (2003) menyatakan pada umumnya komposisi minyak
ikan dari ikan laut lebih kompleks dan mengandung asam lemak tak jenuh yang
relatif lebih banyak dibandingkan dengan ikan air tawar. Ikan air tawar umumnya
dapat memperpanjang dan membentuk ikatan rangkap asam α-linoleat menjadi
EPA dan DHA, sedangkan aktivitas enzim Δ5-desaturase ikan laut sangat rendah,
sehingga memerlukan PUFA seperti EPA dan DHA dalam asupan makanan.
Beberapa parameter lingkungan juga mempengaruhi komposisi PUFA, semakin
dingin air maka semakin tinggi jumlah komponen ini pada ikan (Ould et al. 2003).
Pembentukan ikatan PUFA meningkat selama adaptasi pada suhu yang lebih
rendah. Selama adaptasi pada suhu yang lebih rendah, pembentukan ikatan
rangkap komponen asam lemak meningkat (Lahdes et al. 2000).
Kandungan antioksidan alami minyak ikan sardin
Kandungan antioksidan minyak ikan sardin Banyuwangi dan Pekalongan
diuji menggunakan rancimat. Data uji antioksidan menggunakan Rancimat dapat
dilihat pada Tabel 2. Prinsip rancimat adalah mempercepat proses oksidasi dengan
aliran udara dan panas (suhu 100 ºC), aktivitas antioksidan dinyatakan dengan
waktu induksi. Waktu induksi diukur sebagai waktu yang diperlukan untuk mencapai
titik akhir oksidasi yang berhubungan dengan tingkat ketengikan dan umur simpan
produk (Pressa et al. 1995).
Tabel 2 menunjukkan waktu induksi minyak ikan sardin Pekalongan
(4,08 jam) lebih lama dibandingkan minyak ikan sardin Banyuwangi (0,18 jam).
Waktu induksi yang lebih lama menunjukkan kandungan antioksidan pada minyak
tersebut lebih baik. Semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh minyak untuk
mengalami proses oksidasi, mengindikasikan sampel tersebut bersifat stabil dan
diduga memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi (Loliger 1993).
Perbedaan kandungan antioksidan minyak ikan sardin Banyuwangi dan
Pekalongan dapat disebabkan oleh perbedaam tingkat kesegaran bahan baku.
Bahan baku yang lebih segar belum banyak mengalami oksidasi sehingga
kandungan antioksidannya lebih baik. Selain perbedaan tingkat kesegaran, dapat
juga dipengaruhi oleh perbedaan proses produksi. Penggunaan panas tinggi dan
penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan tingkat oksidasi meningkat.
Ketaren (1986) menyatakan, kerusakan oksidasi minyak ikan diawali oleh
otooksidasi asam lemak tidak jenuh dengan terbentuknya radikal-radikal bebas
yang disebabkan oleh cahaya, panas, peroksida lemak, logam berat, hemoglobin,
mioglobin, klorofil dan enzim lipooksidase. Radikal-radikal bebas ini kemudian

bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa peroksida aktif yang akhirnya
mempengaruhi sifat-sifat fisik dan kimia dari minyak ikan.
Nilai asam lemak bebas (FFA) minyak ikan sardin
Pembentukan asam lemak bebas terjadi karena adanya proses hidrolisis
dan oksidasi minyak yang disebabkan oleh keberadaan radikal bebas dan
penguraian ikatan rangkap selama pemanasan (Paul and Mittal 1997). Tabel 2
menunjukkan nilai FFA minyak ikan sardin Pekalongan (3,94%) lebih tinggi dari
Banyuwangi (0,42%). Minyak ikan sardin Banyuwangi memiliki nilai FFA sesuai
standar IFOS (2011) yaitu ≤1,13 %. Perbedaan nilai FFA pada kedua sampel
yang diuji dapat dipengaruhi oleh perbedaan derajat hidrolisis. Berdasarkan data
diketahui, derajat hidrolisis yang terjadi pada minyak sardin Banyuwangi lebih
kecil dari pada minyak ikan sardin Pekalongan. Berger (1997) menyatakan,
indikasi derajat hidrolisis yang terjadi pada minyak dapat ditentukan dengan
kandungan asam lemak bebasnya.
Nilai peroksida minyak ikan sardin
Analisis nilai peroksida ditujukan untuk melihat kandungan
hidroperoksida pada minyak yang merupakan produk primer dari proses oksidasi.
Hasil analisis nilai peroksida minyak ikan sardin Banyuwangi dan Pekalongan
disajikan dalam Tabel 2. Semakin besar kandungan hidroperoksida pada minyak
menunjukkan semakin banyak kerusakan yang terjadi pada minyak tersebut dan
kecenderungan minyak untuk menjadi tengik. Hidroperoksida adalah produk dari
oksidasi pada minyak ikan yang terjadi ketika reaksi otooksidasi terminasi (Aidos
et al. 2001).
Tabel 2 menunjukkan nilai peroksida minyak ikan sardin Pekalongan
(5 meq/kg) lebih rendah dari Banyuwangi (13,33 meq/kg). Nilai peroksida kedua
minyak sampel minyak ikan yang dianalisis tidak sesuai standar IFOS (2011)
yaitu ≤3,75 meq/kg namun kualitas minyak ikan sardin Pekalongan lebih baik dari
Banyuwangi. Aidos et al. (2003) menyatakan, nilai peroksida yang semakin
rendah menunjukkan kualitas minyak yang semakin baik, karena nilai peroksida
berhubungan langsung dengan kuantitas hidroperoksida yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas minyak. Nilai peroksida minyak ikan sardin Banyuwangi yang
lebih tinggi dari Pekalongan dapat dipengaruhi oleh penggunaan suhu tinggi
selama proses produksi. Perbedaan suhu dalam produksi minyak ikan sangat
mempengaruhi nilai peroksida, semakin tinggi suhu maka oksidasi semakin cepat
sehingga nilai peroksida ikut meningkat (Aidos 2002). Selain perbedaan suhu,
komposisi PUFA juga mempengaruhi nilai peroksida. Tabel 1 menunjukkan
komposisi PUFA minyak Ikan sardin Banyuwangi (26,79%) lebih besar dari pada
sardin Pekalongan (24,21%), hal ini menyebabkan minyak ikan sardin
Banyuwangi lebih cepat teroksidasi sehingga nilai peroksida ikut meningkat. Huss
(1988) menyatakan kandungan asam lemak tak jenuh majemuk pada minyak ikan
dapat merangsang terjadinya kerusakan oksidatif. Kecepatan oksidasi minyak ikan
lebih tinggi dibandingkan dengan jenis lemak atau minyak lainnya. Beberapa
faktor yang mempengaruhi oksidasi yaitu keberadaan oksigen, enzim peroksidase,
panas, radiasi (cahaya) dan ion monovalen dapat mempercepat terjadinya oksidasi
pada minyak (Kusnandar 2011).

Nilai anisidin minyak ikan sardin
Nilai anisidin adalah nilai yang memperkirakan adanya senyawa-senyawa
hasil dekomposisi hidroperoksida yang disebabkan oleh oksidasi lanjut (Irianto
dan Giyatmi 2009). Hasil analisis nilai anisidin minyak ikan sardin Banyuwangi
dan Pekalongan disajikan dalam Tabel 2. Nilai anisidin dapat menentukan
keberadaan aldehid dalam minyak, karena menurut O’Brien (2009) aldehid di
dalam minyak dan reagen anisidin bereaksi dalam kondisi asam dan ekspresi
warna pada minyak sangat tergantung kepada jumlah aldehid dan strukturnya.
Tabel 2 menunjukkan nilai anisidin minyak ikan sardin Pekalongan (0,88
meq/kg) lebih rendah dari Banyuwangi (1,09 meq/kg). Nilai anisidin kedua
sampel minyak ikan sesuai standar IFOS (2011) yaitu ≤15 meq/kg. Minyak ikan
selalu mengalami kontak dengan udara dan cahaya sehingga mengalami oksidasi.
Hidroperoksida yang dihasilkan pada proses oksidasi minyak dapat menyebabkan
terpecahnya senyawa-senyawa asam lemak dengan rantai C sehingga menjadi
lebih pendek, yaitu asam-asam lemak jenuh, aldehid dan keton. Oksidasi lemak
oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan
udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan
kondisi penyimpanan (Ketaren 1986).
Nilai total oksidasi (totox) minyak ikan sardin
Total oksidasi (totox) adalah hasil penjumlahan antara dua kali nilai
peroksida dengan nilai anisidin (Perrin 1996). Tabel 2 menunjukkan nilai totox
minyak ikan sardin Pekalongan (10,88 meq/kg) lebih rendah dari Banyuwangi
(27,76 meq/kg). Nilai totox minyak ikan sardin Pekalongan sesuai standar IFOS
(2011) yaitu ≤20 meq/kg. Nilai total oksidasi dapat digunakan untuk
mengukur progresivitas dari proses deteriorasi yang terjadi pada minyak dan
menyediakan informasi mengenai pembentukan produk oksidasi primer serta
sekunder (Hamilton and Rossell 1986).
Toksisitas minyak ikan sardin
Kandungan toksisitas dapat diuji menggunakan Artemia salina. Hasil
pengujian toksik dengan metode Brine Shrimp Lethal Test (BSLT) dari minyak
ikan sardin Banyuwangi dan Pekalongan disajikan dalam Tabel 2. Metode ini
sering digunakan untuk penapisan awal adanya aktifitas biologi (bioaktivitas)
pada suatu senyawa. Parameter yang digunakan adalah tingkat mortalitas Artemia
salina (Meyer et al. 1982). Nilai LC50 adalah konsentrasi yang dapat
menyebabkan kematian 50% populasi Artemia salina yang digunakan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai LC50 minyak ikan sardin Pekalongan
(572,02 ppm) lebih kecil dari Banyuwangi (726,03 ppm). Nilai LC50 tersebut
menggambarkan bioaktivitas yang dikandung oleh kedua minyak ikan sardin.
Semakin kecil nilai konsentrasi yang dapat membunuh setengah populasi larva
maka semakin tinggi bioaktivitasnya, begitu pula sebaliknya. Meyer et al. (1982)
menyatakan suatu ekstrak senyawa dianggap sebagai bioaktif apabila memiliki
nilai LC50 ≤1000 ppm. Berdasarkan hasil penelitian diketahui kedua minyak ikan
memiliki kandungan bioaktif, namun kandungan bioaktif minyak ikan Pekalongan
lebih tinggi dibandingkan minyak ikan Banyuwangi.

Kandungan logam berat minyak ikan sardin
Logam berat merupakan bahan yang berbahaya apabila terkonsumsi
melebihi ambang batasnya karena dapat merusak atau menurunkan fungsi sistem
syaraf pusat, merusak komposisi darah, paru-paru, ginjal dan organ vital lainnya.
Hasil pengujian logam berat dari minyak ikan sardin Banyuwangi dan Pekalongan
disajikan dalam Tabel 2. Semua logam berat dapat menjadi bahan beracun yang
akan meracuni tubuh makhluk hidup, akan tetapi logam tersebut tetap dibutuhkan
dalam jumlah sedikit oleh makhluk hidup (Palar 1994). Daftar urutan toksisitas
logam paling tinggi ke paling rendah terhadap manusia yang mengkonsumsi ikan
adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn, tetapi
berdasarkan toksisitasnya terhadap organisme air itu sendiri, urutan toksisitasnya
adalah Hg2+ > Ag+ > Cu2+ > Zn2+ > Ni2+ > Pb2+ > Cd2+ > As3+ > Cr3+ > Sn2+ >
Fe3+ > Mn2+ > Al3+ > Be2+ > Li+ (Darmono 1995).
Tabel 2 menunjukkan kandungan logam berat kedua sampel minyak ikan
yang dianalisis sesuai stadar IFOS (2011) yaitu ≤0,1 ppm. Berdasarkan data yang
diperoleh, minyak ikan sardin Banyuwangi dan Pekalongan tidak berbahaya dan
masih aman untuk dikonsumsi. Kadar Cd kedua minyak sangat kecil yaitu