c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti ensiklopedia dan kamus umum sepanjang memuat informasi yang
relevan dengan penelitian ini.
50
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini di perpustakaan library research dan melakukan
identifikasi data yang berkaitan dengan tindak pidana perpajakan dan pencucian uang. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan selanjutnya akan ditafsirkan atau
diinterpretasikan untuk memperoleh kesesuaian penerapan peraturan dihubungkan dengan permasalahan yang sedang diteliti dan disistematiskan sehingga menghasilkan
klasifikasi yang selaras dengan permasalahan dalam penelitian ini.
51
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu penafsiran dan penerapan hukum atau interpretasi pasal-pasal terpenting dalam UU KUP dan UU PPTPPU yang
relevan dengan permasalahan. Kemudian membuat klasifikasi dari data sehingga
50
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit., hal. 14-15.
51
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 195-196.
Universitas Sumatera Utara
akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Data yang dianalisis akan dikemukakan dalam bentuk uraian
secara deduktif hingga sampai pada kesimpulan secara sistematis sehingga pokok
permasalahan yang ditelaah dapat dijawab.
Universitas Sumatera Utara
BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PAJAK
MENURUT UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN
A. Tindak Pidana Pajak 3. Pengertian Pajak
Terdapat berbagai perbedaan penafsiran tentang pengertian pajak.
52
Para ahli di bidang perpajakan memberikan pengertian pajak yang berbeda- beda namun perbedaan itu tidak terlalu prinsipal dan tidak mengaburkan makna yang
Secara umum pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh pemerintah berdasarkan
peraturan perundang-undangan untuk selanjutnya digunakan dalam hal pembiayaan pengeluaran umum pemerintah yang balas jasanya tidak secara langsung diberikan
kepada pembayarnya Wajib Pajak dan pelaksanaannya dapat dipaksakan. Balas jasa dalam hal ini diberikan kepada seluruh masyarakat seperti pemeliharaan keamanan
dan ketertiban umum, pembangunan sarana-sarana umum masyarakat, dan sebagainya.
52
Zainul Pelly, Pengantar Hukum Pajak, Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 1994, hal. 1. Chairuddin Syah Nasution, “Penerimaan
Pajak Penghasilan PPh di Indonesia Periode 1990-2000”, Artikel dalam Jurnal Kajian Ekonomi Dan Keuangan
, Vol. 7, No. 2 Juni 2003, hal. 63. Istilah pajak dalam Bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa baku yang sudah menjadi bahasa rakyat yang berurat berakar dalam sehari-hari. Istilah pajak
baru muncul pada abad XIX di Jawa pada saat pulau Jawa dikuasai Pemerintah Inggris tahun 1811- 1814 yang pada waktu itu diadakan pungutan landrente oleh Thomas Stafford Rafflles. Penduduk
menamakan pembayaran landrente itu pajag atau duwit pajag atau pajag diartikan jumlah uang yang tetap pada setiap tahunnya harus dibayar dalam jumlah yang sama. Ada pula versi yang mengatakan
istilah pajak itu bermula dari istilah bahasa Belanda yaitu pacht yang berarti sewa tanah yang harus dibayar oleh penduduk pada zaman kolonial Belanda hingga rakyat terbiasa menyebutnya pajag.
Isitilah pajak yang modern saat ini disebut dengan fiskal.
Universitas Sumatera Utara
terkandung di dalamnya. Beberapa sarjana memberikan pengertian pajak sebagai berikut:
53
a. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. mengatakan: Pajak adalah iuran rakyat
kepada Kas Negara peralihan kekayaan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah, berdasarkan undang-undang dapat dipaksakan dengan tidak
mendapatkan imbalan tegen prestatie yang secara langsung dapat ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.
b. Drs. B. Boediono mengatakan: Pajak adalah suatu iuran penduduk rakyat
kepada negara yang berdasarkan undang-undang dapat dipaksakan dimana pembayarannya tidak mendapat imbalan secara langsung yang ditunjuk oleh
negara yang gunanya untuk membiayai pengeluaran umum berhubung tugas negara harus menyelenggarakan pemerintahan.
c. Prof. Dr. P.J.A. Adriani mengatakan: Pajak adalah iuran masyarakat kepada
negara yang dapat dipaksakan yang terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapatkan prestasi kembali,
yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk pembiayaan pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan. Soeparman Soemahamidjaja mendefinisikan pajak adalah iuran wajib berupa
uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum.
54
Tampak dari beberapa pengertian pajak di atas penting dipahami bahwa pajak merupakan iuran rakyat kepada negara. Maksud iuran di sini adalah suatu kewajiban
rakyat untuk mengalihkan kekayaannya ke dalam kas negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum, seperti biaya pengeluaran rutin dan biaya
pembangunan. Pengeluaran rutin dimaksud termasuk pengeluaran negara berupa
53
Ibid, hal. 25-26.
54
Muahmmad Djaja Sadli, Pembaharuan Hukum Pajak, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007, hal. 23-25.
Universitas Sumatera Utara
pembiayaan sehari-hari atau pengeluaran rumah tangga negara seperti administrasi penggajian para pegawai pemerintah. Termasuk biaya pembangunan misalnya
pengeluaran negara yang khusus ditujukan untuk pembayaran pembangunan negara seperti pembuatan jalan-jalan raya, irigasi, rumah sekolah, puskesmas, dan lain-lain.
Pajak tidak dapat ditunjuk kontra prestasi langsung secara indvidual. Kontra prestasi yang dimaksud di sini bahwa seseorang Wajib Pajak yang telah membayar
pajak, tidak dapat ditunjuk kontra prestasi tertentu kepadanya atau imbalannya tidak secara langsung diberikan kepada mereka yang membayar pajak melainkan
disampaikan secara umum, sehingga orang yang tidak membayar pajak juga menikmati hasil pembayaran tersebut.
55
Pajak dapat pula dipaksakan dalam artian bahwa apabila hutang-hutang pajak tidak dibayar oleh Wajib Pajak, maka hutang pajak tersebut dapat ditagih dengan
menggunakan paksaan dan sita. Mengenai hal “paksaan” ini Soeparman Soemahamidjaja mengatakan terlalu berlebihan kiranya kalau kasus mengenai pajak
ditekankan pentingnya “paksaan” itu, seakan-akan tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan kewajibannya oleh sebabnya lebih tepat hanya cukup dikatakannya
saja bahwa pajak adalah “iuran wajib” tidak perlu diberi tambahan yang dipaksakan.
56
55
Ibid.
Pajak pada hakikatnya dipungut dengan bantuan dan kerja sama dengan Wajib Pajak berdasarkan kesadaran sehingga unsur “paksaan” dapat dihindari.
56
Soeparman Soemahamidjaja, dalam Zainul Pelly, Ibid, hal. 27.
Universitas Sumatera Utara
Pasal 1 angka 1 UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menegaskan pula
adanya paksaan demikian: “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Hal ini dapat dipahami bahwa dalam
memungut pajak dapat dipaksakan apabila terjadi penunggakan oleh Wajib Pajak namun paksaan dimaksud di sini diperhalus dalam UU No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan
Pajak dengan Surat Paksa yaitu dengan mempergunakan surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
57
Surat Paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” menurut Pasal 7 angka 1 UU No.19 Tahun 2000 mempunyai kekuatan
eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa yang memberikan kekuatan eksekutorial dan
memberi kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dimaksudkan bertujuan agar tercapai efektivitas dan efisiensi
penagihan pajak. Kedudukannya sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, Surat Paksa langsung dapat
dilaksanakan tanpa bantuan putusan pengadilan lagi dan tidak dapat diajukan banding.
57
Pasal 1 angka 12 UU No.19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian-pengertian pajak yang disebutkan di atas, dapat dipahami bahwa unsur-unsur pajak adalah:
a. Iuran rakyat kepada negara, yang berhak memungut pajak adalah negara dan
iuran tersebut berupa uang bukan barang atau jasa; b.
Ketentuan pajak berdasarkan undang-undang yang dibuat oleh penyelenggara negara dan pemerintahan;
c. Tanpa jasa timbal balik dan kontra prestasi dari negara atau yang secara
langsung dapat ditunjuk; dan d.
Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara yaitu pembiayaan negara yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Secara umum jenis-jenis pajak yang tersebar dalam peraturan perundang- undangan perpajakan dapat dibagi menjadi:
a. Pajak Penghasilan PPh;
b. Pajak Pertambahan Nilai PPN;
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM;
d. Pajak Bumi dan Bangunan PBB, dan
e. Pajak Lainnya.
Menurut Prabowo berdasarkan penerimaannya pajak dibedakan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul
sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain, contohnya adalah Pajak Penghasilan PPh, Pajak Bumi dan Bangunan PBB.
Sedangkan pajak tidak langsung adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
Universitas Sumatera Utara
atau dilimpahkan kepada orang lain seperti Pajak Pertambahan Nilai PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM.
58
4. Bentuk-Bentuk Tindak Pidana Pajak