67
Produk bihun yang dihasilkan ternyata memiliki warna yang relatif seragam, ditunjukkan oleh wilayah hasil pemetaan yang terpusat pada satu area
tertentu. Hal ini berlaku untuk bihun yang dibuat dari tepung sukun 100 maupun yang dibuat dari campuran tepung sukun dan tepung beras. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa meskipun secara statistik warna yang dihasilkan oleh masing-masing perlakuan berbeda nyata, ternyata kromatisitasnya menunjukkan
hasil yang relatif homogen.
b. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan KPAP
Hasil analisis data menunjukkan interaksi yang nyata P0.05 antara tepung, hidrokoloid dan CaCl
2
terhadap nilai KPAP bihun sukun seperti yang terdapat pada Tabel 25 dan Lampiran 4. Secara umum, bihun sukun yang
diproduksi dengan menggunakan tepung sukun 100 memiliki nilai KPAP yang lebih rendah dibandingkan bihun sukun yang diproduksi dengan menggunakan
tepung sukun yang disubstitusi oleh tepung beras. Tabel 25 Nilai KPAP bihun sukun dalam hasil interaksi tepung, hidrokoloid
dan CaCl
2
CaCl
2
Tepung sukun 100 Tepung sukun 85 +
tepung beras 15 Guar gum
Iles-iles Guar gum
Iles-iles 1 0.5 1 0.5 1 0.5 1 0.5
6.17±0.27
m
6.48±0.62
m
7.28±0.39
l
7.81±0.05
lk
8.63±0.00
ji
8.10±0.11
jk
26.53±0.47
a
25.94±0.30
ba
1
8.08±0.05
jk
7.27±0.06
l
10.77±0.09
h
11.99±0.27
g
9.08±0.15
i
8.17±0.27
jk
17.07±0.03
e
17.91±0.79
d
2
5.29±0.13
n
5.54±0.12
n
11.44±0.11
g
14.33±0.62
f
8.47±0.02
jik
8.04±0.02
jk
18.84±0.23
c
25.82±0.07
b
Kontrol
9.47±0.04
Keterangan: superscript yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada uji lanjut Duncan P0.05
Pada konsentrasi guar gum yang tetap, penambahan CaCl
2
1 meningkatkan KPAP bihun sukun, tetapi saat konsentrasi CaCl
2
ditingkatkan menjadi 2 terjadi penurunan nilai KPAP. Hal yang berbeda terjadi pada
perlakuan penambahan iles-iles, dimana peningkatan konsentrasi CaCl
2
juga meningkatkan KPAP bihun sukun yang dihasilkan. Pada bihun sukun yang
diproduksi dari campuran tepung sukun dan tepung beras dengan penambahan iles-iles, penambahan CaCl
2
1 menyebabkan penurunan KPAP sementara
68
peningkatan konsentrasi CaCl
2
menjadi 2 meningkatkan kembali nilai KPAP bihun sukun.
Pada konsentrasi CaCl
2
yang tetap, peningkatan konsentrasi hidrokoloid mnghasilkan nilai KPAP yang berbeda pada setiap perlakuan. Pada bihun sukun
yang diproduksi dengan penambahan guar gum, peningkatan konsentrasi guar gum akan meningkatkan KPAP bihun sukun. Sementara pada bihun yang
diproduksi dengan penambahan iles-iles, peningkatan konsentrasi iles-iles cenderung menurunkan nilai KPAP dari bihun sukun yang dihasilkan.
Bila dibandingkan dengan kontrol, penggunaan guar gum pada produk bihun menyebabkan penurunan nilai KPAP. Hal yang berbeda terjadi pada
penggunaan iles-iles, dimana nilai KPAP semakin tinggi dengan adanya penambahan hidrokoloid tersebut terutama dengan keberadaan CaCl
2
dalam sistem. Hal ini menunjukkan kemampuan guar gum yang lebih baik dalam
mempertahankan struktur untaian bihun selama proses rehidrasi. Dengan mengacu pada Tabel 25, dilakukan pengelompokan terhadap
produk bihun berdasarkan nilai KPAP-nya. Diperoleh dua kelompok bihun dengan klasifikasi KPAP seperti yang tersaji dalam Tabel 26 berikut.
Tabel 26 Pengelompokan bihun berdasarkan nilai KPAP Nilai KPAP
17 G1, G2, G3, G4, G5, G6
I1, I2, I3, I4, I5, I6 B1, B2, B3, B4, B5, B6
17
BI1, BI2, BI3, BI4, BI5, BI6 Bihun yang diproduksi dari tepung sukun dengan atau tanpa disubstitusi
oleh tepung beras dengan penambahan guar gum termasuk dalam kelompok bihun dengan nilai KPAP 17. Hal ini menunjukkan bahwa guar gum memiliki
kemampuan lebih baik dalam mempertahankan kekompakan struktur bihun selama proses rehidrasi. Sementara untuk bihun yang diproduksi dengan
penambahan iles-iles, bihun sukun tanpa substitusi tepung beras termasuk dalam kelompok bihun dengan KPAP 17, sedangkan bihun sukun yang disubstitusi
dengan tepung beras memiliki KPAP 17. Hal ini mengindikasikan bahwa interaksi antara iles-iles dengan tepung beras mengakibatkan penurunan
69
kemampuan iles-iles dalam mempertahankan struktur untaian bihun selama proses pemasakan.
Dari Tabel 26 di atas dapat dilihat bahwa pengaruh CaCl
2
terhadap KPAP bihun sukun yang dihasilkan tidak signifikan. Nilai KPAP lebih ditentukan oleh
interaksi antara hidrokoloid dengan tepung. Interaksi antara guar gum dengan tepung sukun maupun campuran tepung sukun dan tepung beras menghasilkan
sinergisme yang menyebabkan struktur bihun yang kompak bahkan setelah direhidrasi, sedangkan iles-iles menunjukkan sinergi yang baik dengan tepung
sukun yang ditandai oleh rendahnya nilai KPAP dari perlakuan tersebut. Tetapi ketika dilakukan substitusi oleh tepung beras terhadap tepung sukun, sinergi
antara campuran tepung dengan iles-iles justru menghasilkan nilai KPAP yang sangat tinggi. Hal ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan tepung beras
untuk memasuki ikatan yang telah terbentuk antara iles-iles dan tepung sukun, sehingga tepung beras tidak terikat dengan baik pada struktur bihun dan lepas
pada saat direhidrasi. Nilai KPAP berhubungan dengan beberapa karakteristik gelatinisasi
tepungcampuran tepung yang digunakan sebagai bahan baku, diantaranya viskositas puncak, trough dan breakdown. Beta dan Corke 2001 menyatakan
bahwa viskositas puncak mengindikasikan kapasitas pengikatan air dan memiliki korelasi positif dengan kualitas produk akhir yaitu pengembangan dan jumlah
polimer yang lepas. Berdasarkan hal tersebut maka bihun sukun dengan nilai KPAP yang besar akan memiliki viskositas puncak yang tinggi pada bahan
bakunya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa VT, yang menunjukkan stabilitas pasta terhadap panas dan pengadukan, berkorelasi negatif dengan nilai KPAP.
Sementara breakdown memiliki korelasi positif dengan kualitas fisik mi sorgum yang dihasilkan, yaitu KPAP.
Pada Tabel 27 disajikan pengelompokan bahan baku bihun sukun berdasarkan nilai VP, VT dan VB. Pada Tabel tersebut dapat dilihat bahwa
terdapat kesesuaian antara nilai viskositas puncak bahan baku dengan nilai KPAP bihun yang dihasilkan. Bihun dengan KPAP rendah dihasilkan dari bahan baku
dengan nilai viskositas puncak yang rendah pula. Pengecualian terjadi pada bihun yang diproduksi dari campuran tepung sukun dan tepung beras dengan
70
penambahan iles-iles kode BI, dimana nilai viskositas puncak bahan baku yang rendah ternyata tidak menghasilkan bihun dengan KPAP rendah.
Tabel 27 Pengelompokan bahan baku bihun berdasarkan nilai VP, VT dan VB Nilai VP
2280 cP 2280 cP
G2, G3, G4, G5, G6 I2, I3, I4, I5, I6
B2, B3, B4, B5, B6 BI1, BI2, BI3, BI4, BI5, BI6
G1 I1
B1 Nilai VT
1885 cP 1885 cP
G4, G6 I4, I6
B2, B3, B4, B5, B6 BI2, BI3, BI4, BI5, BI6
G1, G2, G3, G5 I1, I2, I3, I5
B1 BI1
Nilai VB 345 cP
345 cP G1, G2, G3, G4, G5, G6
I1, I2, I3, I4, I5, I6 B3, B4, B5, B6
BI3, BI4, BI5, BI6 B1, B2
BI1, BI2 Tidak sejalannya nilai VP bahan baku dengan karakteristik KPAP dari
produk bihun yang dihasilkan mungkin disebabkan oleh lebih dominannya parameter viskositas trough VT pada campuran tepung sukun dan tepung beras
dengan penambahan iles-iles. Nilai VT dari bahan baku yang terdiri atas campuran tepung sukun, tepung beras dan iles-iles menunjukkan nilai 1885 cP.
Hal ini sejalan dengan KPAP bihun yang dihasilkan. Nilai VT yang rendah menunjukkan bahwa campuran bahan baku tersebut memiliki stabilitas terhadap
panas dan pengadukan yang rendah, sehingga ketika diaplikasikan pada produk bihun akan menghasilkan KPAP yang tinggi.
Karakteristik lain dari bahan baku yang berkorelasi dengan KPAP bihun adalah viskositas breakdown. Breakdown atau penurunan viskositas selama
pemanasan menunjukkan kestabilan pasta selama pemanasan, dimana semakin rendah breakdown maka pasta yang terbentuk akan semakin stabil terhadap panas
Purwani et al. 2006. Menurut Beta dan Corke 2001, breakdown memiliki
71
korelasi positif dengan kualitas fisik mi sorgum yang dihasilkan, yaitu KPAP. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diperoleh.
Dengan membandingkan Tabel 26 dan 27 dapat dilihat bahwa terdapat kesesuaian antara nilai VB bahan baku dengan nilai KPAP produk bihun sukun
yang dihasilkan. Bihun sukun yang memiliki KPAP rendah ternyata juga memiliki karakteristik VB yang rendah, seperti yang dapat dilihat pada bihun sukun yang
diproduksi dari tepung sukun 100 dengan penambahan guar gum dan iles-iles kode G dan I. Pengecualian terjadi pada bihun sukun yang diproduksi dari
tepung sukun yang disubstitusi oleh tepung beras dengan penambahan iles-iles kode BI. KPAP bihun dengan perlakuan tersebut menunjukkan nilai yang tinggi,
sementara bahan bakunya menunjukkan nilai VB yang rendah. Hal ini dimungkinkan oleh dominannya karakteristik viskositas trough pada campuran
bahan baku tersebut seperti yang telah dijelaskan di atas.
c. Persen Rehidrasi