• Alkohol 95 2 jam
• Alkohol 100 Semalam atau 24 jam
b. Proses Clearing
Setelah 24 jam, selanjutnya dilakukan proses clearing. Jaringan dipindahkan ke alkohol 100 baru selama 1 jam. Setelah itu di pindahkan dalam:
• Alkohol – xylol 1 : 1 – selama ½ jam
• Xylol I ½ jam
• Xylol II ½ jam
• Xylol III ½ jam
Proses ini dilakukan untuk memperkuat ikatan jaringan dengan parafin setelah pengeluaran air pada proses dehidrasi. Bagian sel yang kosong akibat
proses dehidrasi dapat diisi parafin. Tetapi alkohol tidak melarutkan ataupun bersatu dengan parafin, oleh karena itu digunakan xylol yang dapat melarutkan
parafin dan dapat bercampur dengan alkohol. Jadi proses clearing maksudnya mengganti tempat air yang sebelumnya sudah diisi dengan alkohol dengan xylol.
Agar proses sempurna dilakukan 3 kali pemindahan.
c. Proses Impregnasi
Impregnasi adalah proses penggantian xylol dengan parafin. Setelah
proses perendaman xylol III selama ½ jam, jaringan dipindahkan dalam xylol:parafin 1:1 selama ¾ jam di dalam oven. Proses impregnasi dilakukan di
dalam oven yang dipanaskan + 65-70
o
C. Biasanya dipakai parafin dengan titik cair 56-58
o
C atau 58-60
o
C, dapat pula digunakan paraplast yang lebih baik dari parafin. Sebelum dilakukan clearing, parafin dicairkan lebih dahulu dalam oven
65-70
o
• Parafin 1:1 34 jam
C.
d. Proses Embedding
Selanjutnya dari xylol dilakukan proses embedding:
• Parafin I 34 jam
• Parafin II 34 jam
• Parafin III 34 jam
Pemindahan 3 kali dalam parafin dengan maksud agar xylol benar-benar telah seluruhnya diganti dengan parafin.
e. Proses Blocking
Sesudah sampel dikeluarkan dari parafin III lalu jaringan dicetak dalam cetakan, proses ini dinamakan proces blocking. Dalam cetakan, jaringan disusun
dengan posisi bagian sayatan yang diperlukan menghadap dasar cetakan. Hal ini perlu diperhatikan, karena jika salah meletakan sampel maka sayatan yang akan di
dapat tidak sesuai dengan yang diinginkan. Biarkan jaringan terikat parafin selama satu malam 24 jam, tetapi perhatikan agar di dalam block atau disekitar
jaringan tidak ada udara, sehingga ikatan jaringan dalam parafin kuat. Setelah block
menjadi dingin, block sampel dikeluarkan dari cetakan untuk selanjutnya siap dipotong dengan mikrotom.
2. Pemotongan Jaringan.
Setelah mikrotom disesuaikan untuk ketebalan tertentu, jaringan lalu dipotong. Biasanya untuk jaringan keras, dipotong lebih tebal +7-8 µm.
Sedangkan jaringan lunak 5-6 µm daging, hati, ginjal dan sebagainya. Pada penelitian ini sampel merupakan jaringan lunak. Pemotongan diusahakan agar
sambung menyambung membentuk pitaa. Selanjutnya potongan pita diapungkan di dalam air suam kuku, agar jaringan dalam parafin terengang. Jaringan diangkat
dari permukaan air menggunakan gelas objek yang bersih sudah direndam dahulu dalam methanol. Gelas objek yang terdapat jaringan ditaruh di atas hot-plate
temperature 40
o
• Xylol I 3 menit
C agar agak kering. Untuk selanjutnya jaringan diwarnai.
3. Pewarnaan Jaringan Haematoxylin – Eosin.
Setelah disayat, jaringan masih mengandung parafin. Agar dapat diwarnai dengan za warna yang larut dalam air, maka dilakukan proses hidrasi. Gelas objek
berisi jaringan dimasukan dalam :
• Xylol II 3 menit
• Alkohol 100 I 3 menit
• Alkohol 100 II 3 menit
• Alkohol 95 3 menit
• Alkohol 90 3 menit
• Alkohol 80 3 menit
• Alkohol 70 3 menit
• Alkohol 50 3 menit
Dari alkohol 50 selanjutnya dicuci 2 kali Selanjutnya diwarnai dengan : -. Haematoxylin 7 menit
-. Cuci dengan air 3 detik -. Eosin 3 Detik
-. Cuci dengan air Setelah dicuci, kembali lakukan dehidrasi agar selanjutnya dapat
direkatkan dengan gelas penutup dan zat perekat mounting medium dengan cara dimasukkan ke:
Alkohol 50 2 menit
Alkohol 70 2 menit
Alkohol 85 2 menit
Alkohol 90 2 menit
Alkohol 100 I 2 menit
Alkohol 100 II 2 menit
Xylol I 2 menit
Xylol II 2 menit
Kemudian gelas objek ditetesi dengan Canada balsem atau Entellan dan langsung tutup dengan gelas tutup. Biarkan semalaman agar kering dan tidak ada
udara antara gelas tutup dan gelas objek. Selanjutnya jaringan dapat di amati di bawah mikroskop.
Lampiran 3. Penghitungan Mortality Rate MR pada Percobaan 1.
Rataan Mortalitas Rataan Mortalitas
Perlakuan 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11 12 13 14 V. harveyi
6 Log cfuml V. harveyi
7 Log cfuml V. harveyi
8 Log cfuml
1 1
1 1
1 1
1 1
1 0 13 13 13 13 13 13 13 13 13
IMNV -
0 0.3 0.7 1.3 2.3 2.3 3
0 4.2 8.3 17 29 29 38
IMNV-V. harveyi
6 Log cfuml
1 1
2 2.7 3
3 0 13 13 25 33 38 38
IMNV-V. harveyi
7 Log cfuml
0 0.7 1.3 2.3 2.3 2.3 3.3 3.3 3.7 0 8.3 17 29 29 29 42 42 46
IMNV-V. harveyi
8 Log cfuml
0 0.3 1.3 1.3 1.3 1.3 2
2 3 3.3
4 4 4.3
0 4.2 17 17 17 17 25 25 38 42 50 50 54
Kontrol -
Lampiran 4. Penghitungan Bakteri Vibrio di Tubuh Udang.
Hari Pengukuran 2
4 6
8 10
Infeksi tunggal
V. harveyi 10
7
cfuml
Koloni Hijau KHB
2000 200000
100000 300000
Total Vibrio TVC
3000 21000
~ ~
~ ~
~ 5600000
900000 300000
800000 560000
1300000 ~
~ 6900000
5900000 4600000
Rataan KHB
2000 200000
TVC
12000 600000
680000 1300000
6900000 5366667
KHB
0.00 0.00
0.00 0.00
0.03 3.73
Ko-infeksi IMNV dan
V. harveyi 10
7
cfuml
Koloni Hijau KHB
20000 40000
8000000 50000
70000 1570000 1030000
~ 2820000
~ 10500000
11000000 13400000
Total Vibrio TVC
3000 21000
310000 190000
~ ~
~ 13800000
500000 380000
1870000 1030000 ~
~ ~
13300000 13500000 14600000
Rataan KHB
45000 1300000
2820000 10500000
10800000
TVC 12000
345000 1450000
3000000 13300000
13966667
KHB
0.00 13.04
89.66 94.00
78.95 77.33
Control
Koloni Hijau KHB
Total Vibrio TVC
3000 21000
~ ~
~ ~
~ ~
70000 40000
100000 430000
~ ~
~ 2300000
~ 1200000
Rataan KHB
TVC
12000 55000
265000 3000000
2300000 1200000
KHB
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
Lampiran 5. Perhitungan Bakteri Vibrio di Air Pemeliharaan.
Hari Pengukuran 2
4 6
8 10
Infeksi tunggal
V. harveyi 10
7
cfuml
Koloni Hijau KHB
~ ~
~ ~
~ ~
1240000 980000
~ 2470000 100000
680000 250000
180000 360000
Total Vibrio
TVC ~
~ ~
~ ~
~ 50000
110000 1650000
~ ~
~ ~
5300000 ~
3100000 ~
6300000
Rataan KHB
1110000 2470000
100000 465000
270000
TVC
80000 1650000
3000000 5300000
3100000 6300000
KHB
67.27 82.33
1.89 15
4.29
Ko-infeksi IMNV dan
V. harveyi 10
7
cfuml
Koloni Hijau KHB
~ ~
~ ~
~ ~
2840000 1820000 ~ ~
~ 10100000
~ 6500000
~ 8700000
Total Vibrio
TVC ~
~ ~
~ ~
~ ~
~ 50000
110000 ~
~ ~
3300000 ~
17000000 ~
14500000 ~
16700000
Rataan KHB
2330000 3000000
10100000 6500000
8700000
TVC
80000 3000000
3300000 17000000
14500000 16700000
KHB
77.67 90.91
59.41 44.83
52.10
Control
Koloni Hijau KHB
Total Vibrio
TVC ~
~ ~
~ ~
~ 50000
110000 ~
~ ~
4200000 ~
7300000 2300000
~ 9800000
Rataan KHB
TVC
80000 3000000
4200000 7300000
2300000 9800000
KHB
Lampiran 6. Hasil Analisis Uji T MINITAB 16 Jumlah Bakteri Vibrio Hijau Berpendar dan Total Vibrio pada
Perlakuan Infeksi Tunggal
V. harveyi 10
7
cfuml dan Ko-infeksi IMNV dengan
V. harveyi 10
7
cfuml pengambilan sampel di 10
dpi.
1. Analisis uji T MINITAB 16 jumlah bakteri Vibrio hijau berpendar.
Two-sample T for Ko-infeksi vs Infeksi Tunggal N Mean StDev SE Mean
Ko-infeksi 3 10800000 2705550 1562050 Infeksi Tunggal 3 200000 100000 57735
Difference = mu Ko-infeksi - mu Infeksi Tunggal Estimate for difference: 10600000
95 CI for difference: 3874452, 17325548 T-Test of difference = 0 vs not =: T-Value = 6.78 P-Value = 0.021
DF = 2
2. Analisis uji T MINITAB 16 jumlah total Vibrio.
Two-sample T for Ko-infeksi vs Infeksi Tunggal N Mean StDev SE Mean
Ko-infeksi 3 13966667 568624 328295 Infeksi Tunggal 3 5366667 680686 392994
Difference = mu Ko-infeksi - mu Infeksi Tunggal Estimate for difference: 8600000
99 CI for difference: 5609008, 11590992 T-Test of difference = 0 vs not =: T-Value = 16.79 P-Value = 0.000
DF = 3
Lampiran 7. Bobot Udang Uji gram pada Percobaan 1.
1 2
3 4
5 6
7 8
1
2.2 3.2 2.4 2.4 2.7 2.6 2.9 3.1
2
2.4 2.7 2 2.3 2.8 3.1 3.3 2.3
3
2.9 3 3.3 2.4 2.5 2.9 2.6 2.8
4
3 2.1 2.8 2.3 3.1 3.2 2.4 2.3
5
2.7 2.4 3.4 2.3 3.2 3.4 2.7 2.4
6
3 3.2 2.9 2.1 2.3 2.7 2.4 2.6
7
2.1 2.1 2.8 2.5 2.3 2.6 2.1 2.9
8
2.5 2.6 2.6 2.9 3.3 2.6 3.1 3.3
9
2.9 2.4 2.8 2.2 3.5 3.5 2.6 3.2
10
3.1 2.5 2.3 2.9 2.3 2.1 2.5 3.2
11
3.6 2.5 2.3 2.8 2.4 2.1 3.6 2.6
12
2.7 2.1 2.9 2.8 2.8 3.6 3.2 2.5
13
2.4 2.3 2.2 3.4 2.5 3 3.4 2.8
14
2.7 2.7 2.9 2.1 2.9 2.3 2.6 2.9
15
2.4 2.9 2.5 2.8 3.1 2.3 2.3 2.8
16
2.1 2.8 2.3 2.5 2.9 2.9 3.1 2.1
17
2.3 2.2 3.4 2.8 2.5 2.6 3.6 2.9
18
2.3 3.5 3.5 3 3.2 2.5 2.9 3.2
19
2.2 2.8 2.3 3.3 2.4 2.4 2.9 2.6
20
2.4 3.3 2.8 2.4 3.1 2.4 2.7 2.9
21
2.3 2.6 2.5 2.8 2.3 3.4 3.1 2.5
22
2.6 2.3 2.6 3.2 2.4 3 2.5 2.4
23
3.3 2.4 2.6 2.1 2.9 2.2 2.4 2.3
24
3.1 2.8 2.6 2.9 2.6 2.4 2.8 3.3
W total = 519.9 gram Jumlah = 192
udang
Rataan = 2.708 gramudang STDEV = 0.395 gram
Lampiran 8. Bobot Udang Uji gram pada Percobaan 2.
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
1
3.4 2.9 2.6 2.9 2.5 2.5 3.2 2.9 3 3.4 2.7 3.4
2
2.8 3.1 3.4 2.8 3 2.4 3.5 2.9 2.9 2.5 3.2 3.2
3
3 2.7 3.4 2.6 3 2.9 2.6 2.6 2.7 2.6 3.2 2.9
4
3.5 2.6 3.2 3.4 3.1 3 3.2 2.8 2.7 2.8 2.9 2.6
5
2.5 2.5 2.7 3.2 3.2 2.9 2.8 3.5 3.2 2.9 2.8 3
6
2.8 2.8 3.5 2.6 2.5 2.8 2.5 3.3 3.2 3
3 2.8
7
2.6 2.9 2.8 2.5 2.3 3.4 3.2 2.8 3 2.6 2.6 2.8
8
2.7 2.5 2.4 3.1 2.9 2.5 2.6 2.6 2.6 2.6 2.7 3.5
9
3.4 2.9 2.6 2.5 3 3.4 3.2 2.9 2.6 2.8 2.8
3
10
3.3 2.7 2.4 3.1 2.5 3.3 3 2.7 2.5 3.4 2.9 3.5
11
3.4 2.6 2.4 2.9 2.5 3.3 2.5 3.6 3.1 2.9 2.8 2.8
12
2.4 3 2.8 3.1 3.2 2.9 3.2 2.6
3 3.1 2.5 3.3
13
3.2 2.5 3.2 2.9 2.8 3 2.7 2.9 2.6 3.2 3.3 3.4
14
3 3.5 3.1 2.6 2.4 2.8 3.2 3.1 2.8 2.9 2.6 2.7
15
2.8 3 2.7 2.9 2.6 3.4 2.8 2.6 3.3 3.4 3.4 2.9
W total
= 523.8 gram
Jumlah
= 180 udang
Rataan
= 2.91 gramudang
STDEV = 0.312
gram
ABSTRACT
ANWAR HASAN. Co-infection of Infectious Myonecrosis Virus IMNV and Vibrio harveyi
in Pacific White Shrimp Litopenaeus vannamei. Under direction of SUKENDA and WIDANARNI.
L. vannamei production in Indonesia was growing intensively. In 2006,
IMN infectious myonecrosis disease was confirmed spread to Indonesia shrimp farm and declined shrimp production. The study was conducted to investigate
effect of dose of V. harveyi on co-infection with IMNV in L. vannamei as well as development of viral infection. Shrimps juvenile were oral infected with IMNV
infected shrimps 10 feeding rate during 3 days and co-infected with 10
6
, 10
7
and 10
8
cfuml V. harveyi. Mortality rate was 0 in control and single infection of V. harveyi except 10
8
cfuml treatment. Mortality pattern demonstrated on co- infection was faster and higher than single IMNV infection in 14 days
observation. The density of green colony Vibrio in hepatopancreas of co-infected shrimps collected in 2, 4, 6, 8 and 10 days post infection were higher than V.
harveyi
single infected significantly in 10 days post infection. There were no difference of IMN disease development between co-infection and IMNV single
infection. It was confirmed by visual gross sign appeared, tissue and lymphoid organ histophatology, organ abnormality, and PCR test. In conclusion, IMN
disease caused higher and faster mortality on co-infection with V. harveyi, but not affect to IMN disease development.
Keywords: co-infection, L. vannamei, V. harveyi, IMNV, mortality, gross sign
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Udang vaname Litopenaeus vannamei merupakan udang yang dibudidayakan secara global. Lebih dari 90 produksi udang di Amerika Latin
adalah udang vaname Wurmann et al. 2004. Negara produsen udang di Asia juga beralih membudidayakan udang vaname. Budidaya vaname intensif di Asia
menggantikan Penaeus monodon dilakukan sejak tahun 2002, dan 2004 mayoritas sudah membudidayakan udang vaname Flegel 2006.
Penyakit sering menjadi masalah utama dalam budidaya udang. Penyakit pada budidaya udang berdampak negatif terhadap ekonomi di beberapa Negara di
Asia, Amerika Selatan dan Amerika yang banyak memiliki industri budidaya udang Liu et al. 2009. Penyakit yang menyerang udang antara lain penyakit
viral IHHN infectious hypodermal and hematopoietic necrosis, YH yellow head
, WSS white spot syndrome, TS taura syndrome dan penyakit bakterial vibriosis. Penyakit IMN infectious myonecrosis adalah penyakit terkini yang
menyerang udang vaname Walker dan Winton 2010. Penyakit IMN ditemukan di Brazil tahun 2002 dan menyebabkan dampak kerugian ekonomi yang signifikan
Costa et al. 2009. Wabah IMNV menyebar ke Indonesia dengan gejala klinis mirip dengan wabah di Brazil pada tahun 2006 Senapin et al. 2007.
Karakteristik virus IMNV diidentifikasi sebagai dsRNA virus dari famili Totiviridae Poulos et al. 2006; Tang et al. 2008. IMNV merupakan non-envelop
virus dan virion berbentuk icosahedral dengan ukuran 40 nm Senapin et al. 2007. Gejala klinis penyakit IMN yaitu hilangnya transparansi pada jaringan otot
akibat nekrosis. Pada stadia infeksi lanjutan, warna putih pada distal abdomen dan ekor akibat nekrosis akan berubah menjadi merah dan dapat menyebabkan
mortalitas mencapai 70 Tang et al. 2008. Pola kematian udang akibat serangan penyakit IMN saat awal wabah di
Indonesia dan Brazil yaitu pada udang 10 gram atau lebih dengan mortalitas 20- 50. Berdasarkan informasi di lapangan, saat ini mortalitas udang bisa mencapai
70 dan udang yang mengalami kematian tidak memiliki gejala klinis penyakit IMN stadia lanjut, yaitu sebagian abdomen sampai ekor menjadi merah.
Vibriosis adalah penyakit bakterial pada udang penaeid, dan Vibrio spp. merupakan agen penyakit ini. V. harveyi bersifat patogen pada udang windu,
bahkan strain V. harveyi yang virulen dengan kepadatan 10
2
cfuml dapat mematikan udang windu 100 pada stadia larva Lavilla-Pitogo et al. 1990,
sedangkan pada udang juvenil V. harveyi dapat mematikan udang vaname hingga 80 pada dosis 10
6
cfuml saat ko-infeksi dengan virus WSSV dalam waktu 144 jam Phuoc et al. 2009. Vibrio spp. bisa bertindak sebagai patogen primer ketika
kualitas air buruk Vandenberghe et al. 1998 namun dapat menjadi patogen sekunder karena Vibrio spp. bersifat oportunis Saulnier et al. 2000.
Banyak kasus patogen tidak hanya menyerang udang sebagai infeksi tunggal. Kejadian ko-infeksi yang sudah dilaporkan antara lain ko-infeksi
beberapa virus pada udang vaname seperti WSSV-TSV Tsai et al. 2002, WSSV- IHHNV Yeh et al. 2009, TSV-IHHNV Tan et al. 2009, TSV-IHHNV-WSSV
Tan et al. 2009, dan ko-infeksi virus dengan bakteri seperti WSSV-Vibrio campbelli
Phuoc et al. 2009 serta WSSV-V. harveyi Phuoc et al. 2009. Ko- infeksi antar patogen dapat terjadi karena patogen-patogen tersebut merupakan
agen penyebab penyakit dengan inang yang sama yaitu udang penaeid. Sifat patogen oportunis Vibrio spp. akan muncul akibat adanya stres
lingkungan atau infeksi primer patogen lain. Infeksi primer WSSV dapat menyebabkan udang menjadi lemah dan meningkatkan infeksi bakteri. Pada
udang yang terkena wabah penyakit WSS ternyata ditemukan strain V. alginolyticus
yang virulen Manilal et al. 2010. Investigasi Gomez-Gil et al. 1998 menunjukkan bahwa
V. alginolyticus, V. vulnificus, V. parahaemolyticus, V. damsela, Vibrio
sp. dapat dideteksi pada udang sehat tanpa gejala klinis vibriosis. Flegel et al. 2004 juga menemukan infeksi WSSV tanpa gejala klinis
luar dan kerusakan jaringan. Infeksi sekunder Vibrio spp. pun mempercepat kematian udang yang terinfeksi virus WSSV tanpa gejala klinis penyakit WSS
maupun vibriosis Phouc et al. 2009. Berdasarkan informasi tersebut, diduga
ada peran ko-infeksi virus IMNV dengan patogen lain pada kasus mortalitas udang stadia juvenil di tambak yang
terserang penyakit IMN . Saat ini belum ada informasi mengenai ko-infeksi virus
IMNV dengan patogen lain baik bakterial maupun viral.
1.2 Perumusan Masalah