8 Pustaka 2012 2

Pustaka

289
289

Pustaka
Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an
Tematik: Spiritualitas dan Akhlak, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf
Al-Qur’an Kementerian Agama RI, 2010, xxx + 522 halaman.
Spiritualitas adalah nilai-nilai luhur dan suci yang dimiliki seseorang,
dan bersumber dari kalbu, yang menunjukkan ketinggian jiwa (rohani)
seseorang. Istilah spiritualitas mengandung beberapa pengertian, baik
secara kebahasaan maupun secara terminologi. Secara kebahasaan ia
berasal dari spirit yang berarti roh, jiwa, semangat atau keagamaan. Jadi,
spiritualitas secara kebahasaan bisa diartikan sebagai segala aspek yang
berkaitan dengan jiwa, semangat dan keagamaan yang mempengaruhi
kualitas hidup dan kehidupan seseorang. Namun spiritualitas dalam buku
ini adalah dimensi batin (esoteric dimension) atau jiwa agama dalam
kehidupan manusia modern di abad global, meliputi kualitas iman,
kualitas jiwa, kualitas mental, kualitas kecerdasan emosi dan kualitas
kecerdasan spiritual yang bersumber dari keyakinan agama sebagai

seorang muslim.
Spiritual dapat dilihat dari empat ranah, yaitu ranah kognitif, afektif,
konatif, dan psikomotorik. Ranah kognitif meliputi konseptual-teoretis,
yakni pengertian, pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran Islam.
Ranah konatif meliputi kebutalan tekad, kemauan, dorongan dan motivasi
yang kuat untuk melaksanakan konsep iman, kesucian jiwa, kesehatan
mental, kecerdasan emosi dan kecerdasan priritual. Dalam pada itu, ranah
psikomotorik merupakan keterampilan menerapkan konsep iman, kesucian jiwa, kualitas mental, kualitas kecerdasan emosi dan kualitas kecerdasan spiritual dalam tataran kehidupan praktis, yakni dalam personal
komunikasi manusia secara vertikal dengan Tuhan dan pada tataran
interaksi sosialnya secara horizontal dengan sesama manusia.
Adapun urgensi spiritualitas (jiwa agama) dalam kehidupan modern
meliputi 3 (tiga) hal. Pertama, menghadapi metarialisme dengan menghidupkan jiwa agama. Hal ini menegaskan tentang apa itu kebahagiaan.
Bahwa tingginya kebahagiaan tidak dilihat dari seberapa banyak materi
yang seseorang miliki. Salah satu konsep kebahagiaan yang ditawarkan
Islam adalah melalui perjuangan terus-menerus sepanjang hayat untuk
tazkiyatun nafs, membersihkan jiwa dari kekufuran, kemusyrikan, kemunafikan, kezaliman dan perbuatan keji (dosa-dosa besar) seperti disebutkan Allah pada Q.S. Al-‘Alā/87: 14-19.
Selain itu, dengan spiritualitas manusia bisa mengubah kemiskinan
menjadi kemuliaan. Kemiskinan bisa jadi kemuliaan apabila [1] kemis-

290

290 ¢u¥uf, Vol. 5, No. 2, 2012: 273 - 283
kinan tidak menggoyahkan keyakinan agamanya; [2] kemiskinan itu
melahirkan etos kerja dan kesabaran dalam berusaha, dalam pengertian
gigih, ulet, dan bertahan, serta tekun dan teliti dalam membedakan usaha
yang halal dan haram; [3] kemiskinan itu tidak menghalanginya untuk
tekun dalam beribadah; serta [4] dalam kemiskinan itu ada kepedulian
dan tanggung jawab kepada sesama orang miskin dan nilai-nilai
kemanusiaan untuk membangun harkat dan martabat umat manusia.
Kedua, menyadarkan manusia kepada fitrahnya bahwa manusia
secara universal tergantung dan sangat membutuhkan Allah. Manusia
membutuhkah Allah dalam penciptaannya; dalam membekali diri mereka
dengan berbagai daya, anggota tubuh dan panca indra; dalam menjamin
ketersediaan sumber-sumber makanan, rezeki dan kenikmatan lahir dan
batin; dalam menolak berbagai bencana; mendidik dan mengembangkan
dirinya; mengorientasikan dirinya menjadi manusia yang ber-Tuhan,
mencintai Tuhannya, serta menggerakkan dirinya untuk beribadah hanya
kepada-Nya; untuk menemukan makna hidup dalam segala keadaan, baik
sadar maupun tidak sadar.
Ketiga, menghidupkan budaya penghormatan terhadap nilai kemanusiaan. Al-Qur’an menjelaskan hal tersebut pada Q.S. al-Isra’/17:70.
Penghormatan dan perlindungan terhadap manusia dan nilai-nilai kemanusiaan universal itu harus diwujudkan dengan langkah-langkah strategis

antara lain [1] menumbuhkan keinsafan di kalangan umat Islam bahwa
Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan
berbangsa-bangsa (Q.S. al-¦ujurāt/49:13); [2] melakukan penyadaran
untuk menghentikan berbagai bentuk tindak kekerasan dan kejahatan
kemanusiaan hanya karena perbedaan paham keagamaan maupun aliran
politik (Q.S. al-Mumtahanah/60:8-9); [3] menumbuhkan kesadaran umat
manusia, bangsa-bangsa, dan para pemimpin negara untuk bersama-sama
mencintai kehidupan dan menjaga kelangsungan hidup umat manusia
(Q.S. al-Mā`idah/5:32).
Buku ini merupakan salah satu seri dari buku Tafsir Tematik yang
diterbitkan pada tahun 2010 oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,
Kementerian Agama RI. Terdiri dari 12 bab, yaitu Unsur-unsur Personal
Manusia; Takwa dan Pendekatan Diri kepada Allah; Penyucian Kalbu;
Maksiat dan Dosa; Tobat; Ikhlas dan Rida; Sabar; Tawakal; Zuhud dan
Qana’ah; Syukur; Gerakan Spiritual dalam Dunia Islam; dan Spiritual dan
Tantangan Era Global.[]
***

Pustaka


291
291

Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an
Tematik: Kerja dan Ketenagakerjaan, Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, 2010, xxx + 532 halaman.
Tafsir ini terdiri atas 15 bab membahas tidak kurang dari lima pokok
masalah. Setelah Bab I sebagai pendahuluan, maka pokok masalah
pertama yang dibahas ialah dasar-dasar kerja dan ketenagakerjaan,
dengan mulai membahas tentang kerja dan urgensinya pada Bab II yang
antara lain meliputi pengertian kerja, tujuan kerja, yaitu pelaksanaan
ibadah, mencari nafkah, dan memenuhi kebutuhan yang layak. Kemudian
tentang urgensi kerja, antara lain menjaga kelangsungan hidup,
meningkatkan kualitas hidup dan memenuhi tuntunan agama.
Dalam masalah ini dibahas pula kewirausahaan dan membangun etos
kerja, masing-masing pada Bab III dan Bab IV. Dalam pokok masalah ini
akan dibahas pula kewirausahaan dan membangun etos kerja, masingmasing pada Bab III dan Bab IV. Kewirausahaan merupakan bidang kerja
yang sangat diutamakan karena mengolah sumber-sumber alam seperti
pertanian, perkebunan, kelautan, pertambangan, energi dan juga sumber
daya manusia seperti pendidikan, latihan keterampilan, dan sebagainya.

Sedangkan etos kerja membahas motivasi kerja, produktivitas kerja, dan
kepeloporan atau keteladanan kerja.
Pokok masalah kedua ialah ketenagakerjaan dan unsur-unsurnya
yang dibahas pada Bab V. Pada bab ini antara lain dianalisis unsur-unsur
ketenagakerjaan, mulai dari pengertian ketenagakerjaan, pengusaha dan
pekerja, masa kerja, perjanjian kerja, upah kerja, pemutusan hubungan
kerja (PHK) dan pesangon serta hak pensiun bagi pekerja. Dalam pokok
masalah ini juga dibahas etika pengusaha dan pekerja pada Bab VI,
kewajiban pengusaha/majikan pada Bab VII dan hak pengusaha/majikan
pada Bab VIII. Pembahasan etika pengusaha dan pekerja meliputi
pertanggungjawaban pekerja dan pengusaha, perlunya sifat-sifat amanah
dan jujur, profesionalisme, adil, loyal, dan lain-lain.
Bab VII membahas kewajiban pengusaha dan majikan, meliputi
penyediaan tempat kerja, memberikan suasana nyaman, keselamatan dan
keamanan pekerja, pemberian upah, tunjangan sosial, pesangon, dan lainlain. Sedangkan Bab VIII membahas hak pengusaha atau majikan, seperti
mendapatkan keuntungan, menggunakan tenaga kerja yang baik, profesional, dan dapat dipercaya, serta sifat-sifat disiplin dan loyalitas pekerja
dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
Pokok masalah ketiga ialah tentang hak dan kewajiban pekerja atau
buruh. Dalam hal ini dibahas kewajiban pekerja atau buruh pada Bab IX,
dan hak pekerja atau buruh pada Bab X. Pada Bab IX yang membahas

kewajiban pekerja atau buruh, meliputi keharusan pekerja atau buruh
memegang teguh janji atau komitmennya, bersikap profesional, bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab, serta memiliki rasa cinta pada

292
292 ¢u¥uf, Vol. 5, No. 2, 2012: 273 - 283
pekerjaannya dan loyalitas pada atasan serta kolegial dengan sesama
pekerja. Bab X membahas tentang hak pekerja atau buruh, meliputi
perlindungan yang layak, mendapatkan upah yang sesuai, memperoleh
kenyamanan dalam bekerja, keamanan dan keselamatan kerja, mendapatkan pesangon jika harus meninggalkan pekerjaannya, jaminan asuransi
kerja, dan memperoleh pendidikan dan pelatihan kerja untuk peningkatan
karier dan jenjang yang lebih tinggi.
Pokok masalah keempat yaitu sistem perjanjian atau kontrak kerja
dan kewajiban pemerintah sebagai regulator, meliputi pembahasan
tentang perjanjian kerja dalam Bab XI dan kewajiban pemerintah pada
Bab XII. Pembahasan tentang perjanjian kerja meliputi penentuan upah
kerja, ketentuan jenis pekerjaan, ketentuan masa kerja, dan pemberian
jaminan sosial. Sedangkan bab berikutnya, yaitu Bab XII, membahas
kewajiban pemerintah di bidang kerja dan ketenagakerjaan seperti penciptaan lapangan kerja, membuat undang-undang dan ketentuan-ketentuan peraturan lainnya, menyelesaikan persengketaan, mengembangkan
kualitas tenaga kerja, dan memberikan perlindungan tenaga kerja, sampai
pada masalah trafficking, buruh migran, dan pekerja di bawah umur.

Pokok masalah kelima yaitu penggunaan tenaga kerja tertentu seperti
tenaga kerja perempuan, anak-anak, dan orang-orang cacat atau disabilitas. Pembahasan tentang penggunaan tenaga kerja perempuan pada Bab
XIII dengan judul “Perempuan dan Ketenagakerjaan” antara lain membicarakan pandangan Al-Qur'an terhadap perempuan pekerja, faktor-faktor
pendorong perempuan bekerja, dampak positif dan negatif perempuan
bekerja, dan kedudukan wanita dalam rumah tangga, yang berkewajiban
mencari nafkah, dan hasil dari wanita bekerja. Pembahasan tenaga kerja
anak-anak pada Bab XIV dengan judul “Anak dan Ketenagakerjaan”
antara lain meliputi pandangan Al-Qur'an terhadap anak pekerja, faktor
yang menjadi pendorong anak bekerja, dampak anak bekerja dan
perlindungan terhadap anak berkerja. Terakhir, yaitu Bab XV, membahas
tentang disabilitas dan ketenagakerjaan, yaitu pengertian disabilitas dan
pandangan Al-Qur'an terhadap disabilitas dan ketenagakerjaan.
Semua pembahasan dan analisis didasarkan pada petunjuk ayat-ayat
Al-Qur'an, hadis Nabi Muhammad, dan kenyataan hidup yang harus dihadapi secara riil, kemudian didiskusikan dalam forum tim Tafsir Tematik
dengan memperhatikan pendapat para ulama tafsir, hadis, fikih, dan ilmuilmu agama Islam lainnya, serta para ahli di bidang perburuhan dan
ketenagakerjaan. Tentu juga memperhatikan faktor sejarah, bagaimana
keadaan pada masa Nabi, masa sahabat, dan perkembangan peradaban
Islam dalam lintasan sejarah.
Tafsir Tematik dengan judul Kerja dan Ketenagakerjaan ini
mempunyai tujuan untuk membangkitkan motivasi umat Islam, karena

Al-Qur'an yang menjadi pedoman hidup umat Islam telah memberi
petunjuk yang jelas tentang keharusan setiap muslim dan muslimah untuk

Pustaka

293
293

bekerja mempersiapkan diri menghadapi kehidupan abadi di akhirat juga
memelihara kehidupan dunia yang baik sesuai dengan tuntunan agama,
sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Qa¡a¡/20: 77, al-An‘ām/6:135,
at-Taubah/9: 105 dan lain-lain. Selain itu, yang juga menjadi sasaran
buku ini ialah menyampaikan beberapa analisis dan kritik terhadap
keadaan sekarang, terutama dunia kerja dan ketenagakerjaan yang terjadi
di kalangan umat Islam khususnya maupun pada bangsa Indonesia pada
umumnya. Akhirnya, buku ini ingin mengingatkan umat Islam yang
menurut tuntunan Al-Qur'an harus dapat menjadi contoh bagi umat-umat
lain, karena Allah memang telah mendesain umat Islam menjadi khairu
ummah, sebaik-baik umat, untuk menjadi teladan bagi umat-umat manusia yang lain sebagaimana firman Allah dalam Surah Āli ‘Imrān/3: 110.[]
***

Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Keniscayaan Hari
Akhir, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Kementerian
Agama, 2010, xxx + 502 halaman.
Dalam buku ini dikupas tuntas rahasia, makna dan nilai-nilai edukasi di balik istilah-istilah yang digunakan Al-Qur'an dalam menggambarkan hari akhirat, seperti yaum al-ākhir, yaum ad-dīn, yaum alqiyāmah, yaum al-¥isāb, yaum al-ma¥syar, yaum at-talāq, yaum attanād, yaum al-mī‘ād, dan lain sebagainya. Pemahaman terhadap istilahistilah ini merupakan suatu keharusan bagi seorang muslim. Sebab hanya
dengan tingkat kognitif yang luas dan mendalam tentang istilah-istilah
yang disebutkan Al-Qur'an tentang hari akhirat, keyakinan tentang
keniscayaan hari akhir itu akan mengakar pada jiwa seorang muslim.
Keraguan atau skeptis terhadap akhirat mungkin saja pernah dialami oleh
salah seorang di antara kita, tetapi keadaan itu segera akan lenyap dengan
membaca dan memahami pesan Al-Qur'an secara dialogis, yakni dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan ketika kita membaca Al-Qur'an.
Kita bertanya, Al-Qur'an menjawab.
Pada bagian lain buku ini, para pembaca diajak untuk memerhatikan
bahwa manusia secara bertahap migrasi dari dunia yang kita tempati ini
ke alam kubur melalui pintu kematian yang diawali dengan uraian tentang
hakikat sakrāt al-maut, mabuk atau ketidaksadaran menjelang kematian.
Keberadaan manusia di alam kubur yang juga disebut alam barzakh, alam
pemisah di antara dunia dan akhirat, hanya bersifat transisi. Perjalanan
manusia menuju Allah akan melewati proses kebangkitan dari alam kubur
menuju ma¥syar. Kematian seluruh makhluk hidup di langit dan di bumi,

serta kehancuran tatanan kehidupan dunia, yang segera diikuti dengan
kebangkitan manusia dari alam kubur menuju ma¥syar dinamakan AlQur'an dengan istilah kiamat. Peristiwa ini, menurut Al-Qur'an, terjadi

294
294 ¢u¥uf, Vol. 5, No. 2, 2012: 273 - 283
setelah sangkakala ditiup dua kali dalam ukuran detik. Tiupan pertama
untuk mematikan seluruh makhluk hidup kecuali yang dikehendaki Allah
kelangsungan hidupnya; sedangkan tiupan kedua untuk membangkitkan
manusia dari alam kubur menuju ma¥syar.
Menurut Al-Qur'an, ma¥syar bukan hanya tempat berkumpul, tetapi
juga tempat manusia mempertanggungjawabkan perbuatannya selama
hidup di dunia di hadapan Allah. Melalui evaluasi dan timbangan amal
(mīzān) prinsip keadilan dan persamaan manusia di hadapan Allah ditegakkan, lalu manusia diberi keputusan di antara dua, celaka (syaqāwah)
atau bahagia (sa‘ādah) tanpa ada kezaliman sedikit pun. Saat itu manusia
sangat membutuhkan pertolongan (syafā‘ah), namun pemegang otoritas
mutlak tentang syafā‘ah pada hari kiamat berada sepenuhnya di tangan
Allah dan di tangan orang-orang yang mendapat lisensi (izin) dari Allah,
terutama pada diri Rasulullah saw. Syafā‘ah pada intinya adalah doa yang
dipanjatkan oleh Rasulullah saw untuk keselamatan kaum beriman dari
neraka yang pada salah satu bab buku ini dijelaskan bentuk-bentuk

siksaannya dari perspektif Al-Qur'an. Sementara itu, Al-Qur'an membimbing umat manusia supaya terbebaskan dari azab neraka, sekaligus
mendapat surga yang merupakan manifestasi dari keridaan Allah yang
besar dan kemenangan agung yang diperuntukkan bagi kaum beriman.[]
***
Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an
Tematik: Pendidikan, Pembangunan Karakter dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,
2010, xxx + 428 halaman.
Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan seseorang atau
sekelompok orang untuk mendewasakan anak, mentransformasi pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai sikap agar kehidupannya berubah lebih
baik dari sebelumnya. Kata kunci utama dalam pendidikan adalah
perubahan (changes) dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak tahu menjadi
tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari berkinerja kurang baik
menjadi lebih baik, dan sebagainya. Pendidikan dimulai sejak manusia
lahir, bahkan sebagian pakar saat ini menyatakan bahwa rangsanganrangsangan kependidikan sudah dapat dilakukan sejak dari dalam rahim,
lalu berkelanjutan sepanjang hayat dikandung badan. Pendidikan pada
umumnya menghasilkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilainilai sikap yang lumrah dikatagorikan menjadi kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
Pengetahuan manusia pada umumnya diperoleh melalui interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan bersifat relatif

Pustaka

295
295

konstan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai-nilai
sikap. Dalam proses interaksi dengan lingkungan itu, baik lingkungan
alam maupun personal, peran sensasi dan persepsi sangat dominan. Apa
yang ditangkap melalui indera diolah dan disimpan di dalam memori
menjadi pengetahuan yang siap untuk dihubung-hubungkan dengan
berbagai kejadian yang dialami dalam kehidupan.
Imitasi dengan lingkungan di awal-awal kehidupan sangat berperan
mentransformasi pengetahuan, sikap, dan tingkah laku. Anak terampil
berbahasa sesuai dengan bahasa ibunya, menyanyi sambil menggoyanggoyangkan kepala, makan dengan tangan kanan, membaca doa sebelum
makan terjadi karena imitasi dan bimbingan atau pelatihan, dan begitu
seterusnya. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan sendiri tanpa dipelajari
terlebih dahulu, seperti menangis, menyusu, tertawa, semua itu digolongkan sebagai insting yang dibawa sejak lahir, namun hal itu sekadar
modal awal kehidupan yang diberikan Allah swt. Menangis atau tertawa
memang insting tetapi kapan dan di mana orang menangis atau tertawa
diperoleh (dipelajari) dari interaksi dengan lingkungan.
Pendidikan menjadi tanggung jawab semua pihak mulai dari keluarga
sebagai sekolah pertama (madrasah al-ūlā), masyarakat, lembaga-lembaga pendidikan, serta negara (pemerintah). Mendidik berarti membangun karakter untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul
lahir batin yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai luhur
kehidupan. Pendidikan bersifat berkelanjutan (long-life education) sejak
manusia mampu berinteraksi dengan lingkungannya hingga ia wafat. AlQur’an menaruh perhatian pada masalah pendidikan, pembangunan
karakter, dan pengembangan sumber daya manusia agar kehidupan di
bumi senantiasa damai, sejahtera, bermartabat, dan membawa kemaslahatan bagi seluruh makhluk, termasuk kebahagiaan secara khusus bagi
manusia untuk dunia dan akhirat.
Buku ini merupakan seri ke-4 dari Tafsir Tematik yang diterbitkan
oleh Kementerian Agama lewat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
pada tahun 2010. Terdiri dari 12 bab yang didahului dengan pendahuluan.
Tema-tema yang diusung antara lain Manusia dan sifat-sifatnya; Sisi
dalam Diri Manusia; Tugas Utama Manusia; Karakter Utama yang
Dibutuhkan; Pendidikan pra-Kelahiran dan Pendidikan Anak Usia Dini;
Pendidikan Menghadapi Masa Remaja; Pendidikan Keterampilan;
Partisipasi Masyarakat Muslim dalam Pendidikan; Tanggung Jawab
Pemerintah dalam Pendidikan; Pengembangan Kualitas Kecerdasan;
Pengembangan Kualitas Generasi Muda; serta Ilmu dan Ulama. []
***

296
296 ¢u¥uf, Vol. 5, No. 2, 2012: 273 - 283
Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an
Tematik: Hukum, Keadilan dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: LPMA
Kementerian Agama, 2010, xxx + 476.
Hukum Islam adalah hukum yang dibangun berdasarkan pemahaman
manusia atas nas Al-Qur'an dan Sunah untuk mengatur kehidupan
manusia yang berlaku secara universal―kompatibel pada setiap zamān
(waktu) dan makān (ruang) manusia. Universalitas hukum Islam ini
sebagai turunan langsung dari hakikat Islam sebagai agama universal,
yakni agama yang substansi ajarannya tidak dibatasi oleh ruang dan
waktu manusia, melainkan berlaku bagi semua orang Islam di mana pun,
kapan pun, dan kebangsaan apa pun.
Seperti diketahui, istilah “Hukum Islam” merupakan istilah khas
Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh al-islāmī, atau yang dalam
konteks tertentu disebut sebagai asy-syarī‘ah al-islāmiyyah. Istilah ini,
dalam literatur Barat, dikenal dengan idiom Islamic Law, yang secara
harfiah berarti hukum Islam. Penjelasan terhadap kata Islamic Law
ditemukan melalui definisi yang lebih padat, yaitu “keseluruhan khi¯āb
Allah yang mengatur kehidupan setiap muslim dalam segala aspeknya.”
Dari definisi ini tampak bahwa hukum Islam itu mendekati pengertian
syariat Islam.
Dalam Al-Qur'an dan Sunah, istilah al-¥ukm al-islāmī memang
tidak dijumpai. Al-Qur'an dan Sunah sama-sama memakai istilah asysyarī‘ah, yang dalam penjabarannya kemudian lahir istilah al-fiqh
(Indonesia: fikih). Pada titik inilah kita berpendapat bahwa hukum Islam
adalah “seperangkat norma hukum dari Islam sebagai agama, yang
berasal dari wahyu Allah, Sunah rasul-Nya, dan ijtihad para ulil-amri.”
Wahyu Allah yang tertuang dalam Al-Qur'an memuat hukum Islam yang
utama (asy-syarī‘ah). Kata asy-syarī‘ah kemudian dijelaskan, diberi
contoh, dan dirinci oleh Rasulullah dengan ijtihad-ijtihadnya yang
berwujud Sunah. Adapun al-fiqh adalah proses pemahaman terhadap asysyarī‘ah, yang tidak terlepas dari situasi dan kondisi sosial masyarakat.
Sebagai sumber pertama hukum Islam, Al-Qur'an memuat ajaranajaran hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, hukum tata negara,
hukum acara, hukum perburuhan, hukum ekonomi, hukum sosial, dan
hukum internasional. Ketentuan-ketentuan hukum yang termuat dalam
Al-Qur'an tersebut dilengkapi, dirinci, dan dijelaskan dengan Sunah
Rasul, dan dikembangkan dengan ijtihad ulama, keputusan pemerintah,
dan ijtihad hakim dalam ranah yurisprudensi.
Q.S. Al-Ma’idah/5: 8 menyiratkan suatu garis hukum dalam aktivitas
manusia, yakni larangan kepada orang-orang yang beriman untuk
bersikap tidak adil karena motivasi emosional atau sentimen yang negatif
(benci) kepada suatu kelompok masyarakat atau negara. Secara a
contrario (mafhūm mukhālafah), ayat ini dapat ditafsirkan pula, manusia

Pustaka

297
297

dilarang bersikap tidak adil karena motivasi emosional yang positif,
misalnya rasa sayang atau belas kasihan kepada suatu kelompok masyarakat atau negara tertentu. Ringkasnya, etika hubungan muamalah dalam
Islam menuntut setiap pihak menjadi saksi yang adil tanpa dipengaruhi
oleh suatu perasaan apa pun atau karena perbedaan apa pun, kecuali
kebenaran.
Buku ini mencoba mengelaborasi topik-topik yang berkaitan dengan
tema tersebut di atas secara lebih dalam, melalui kurang lebih tiga belas
subtema spesifik, yaitu: [1] Hukum dan Penegakannya, [2] Sumber dan
Ruang Lingkup Hukum Islam, [3] Bentuk-bentuk Hukuman, [4] Prinsipprinsip Keadilan, [5] Keadilan dalam Penegakan Hukum, [6] Keadilan
dalam Kehidupan, [7] Keadilan dalam Rekrutmen Aparat, [8] Hak Asasi
Manusia dan Ruang Lingkupnya [9] Penegakan dan Perlindungan HAM,
[10] Pidana Islam dan HAM, [11] Keseimbangan antara Hak dan
Kewajiban, dan [12] Kebebasan Beragama dan Hak Asasi Manusia. []
***
Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Ilmi:
Air dalam Prespektif Al-Qur’an dan Sains, Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, Kementerian Agama, Syawal 1432 H/September
2011, 144 halaman.
Buku ini berusaha menyajikan talaah kandungan beberapa ayat
kauniyah tentang air berdasarkan ilmu pengetahuan yang berkembang
sampai saat ini. Hal tersebut dilakukan guna melihat hubungan antara
yang tertulis secara tekstual di dalam Al-Qur’an dengan kenyataan yang
ada di alam sejauh yang dapat dimengerti sampai saat ini.
Pembahasan tentang air, baik dalam proses penciptaan/pembentukan
dan sifat-sifatnya sebagai benda alam maupun manfaatnya bagi manusia
tampaknya tidak ada pertentangan berarti antara apa yang teramati umat
manusia melalui perkembangan sains dengan apa yang termaktub di
dalam kitab suci Al-Qur’an.
Di dalam Al-Qur’an, sifat-sifat air secara sederhana berupa peringatan, perumpamaan dan perintah berperilaku sehingga penafsirannya bisa
diikuti oleh siapa pun dengan mudah. Misalkan ketika membahas hujan,
proses daur air, diuraikan dengan singkat, amat sederhana, gamblang dan
mudah dimengerti, tetapi sekaligus lengkap dan rinci walaupun terpisahpisah pada beberapa ayat pada surah berlainan. Hal tersebut dikarenakan
Al-Qur’an tidak dimaksudkan sebagai buku sains, melainkan sebagai
peringatan, pencerahan, petunjuk, yang dapat membimbing manusia pada
peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Allah yang Maha Kuasa.
Di dalam sains, penguraian tentang perilaku air didasarkan atas hasil
pengamatan yang lama, yang kemudian dirumuskan secara berangsur-

298
298 ¢u¥uf, Vol. 5, No. 2, 2012: 273 - 283
angsur oleh para ilmuwan sepanjang perkembangannya. Perumusan tersebut didukung pula oleh pemahaman-pemahaman yang menyeluruh mengenai berbagai disiplin ilmu seperti fisika, kimia dan matematika serta
harus pula melibatkan alat-alat pengamat yang terus berkembang sejalan
dengan perkembangan teknologi dan sains itu sendiri.
Persepsi Islam tentang air tidak berbeda dengan persepsi umat
manusia pada umumnya. Meskipun air merupakan barang yang dipakai
untuk bersuci, tetapi air tidak dianggap sebagai barang suci secara sakral.
Dari aspek praktis, air adalah untuk dimanfaatkan dengan cara yang bijak
dan tentunya dengan mengedepankan kemaslahatan secara umum. Islam
juga mengajarkan umatnya bagaimana berperilaku/berakhlak dalam
menghadapi keterbatasan air. Tetapi keterbatasan air tidak menyebabkan
umat Islam menjadi sangat ketakutan sehingga menyebabkan dia menjadi
tamak dan rakus. Dalam keadaan berlebihan atau kekurangan air, hendaknya ia menjadi sarana untuk berbuat amal kebajikan.
Islam juga memerintahkan untuk memelihara sumberdaya air. Misalnya dengan melarang mengotori sumber air dan anjuran menanam pohon.
Keduanya tidak secara eksplisit ditegaskan, tetapi apabila umat Islam
mengerjakan perintah-perintah Allah swt dan Rasul-Nya akan melahirkan
akhlak pemurah, zuhud, jujur, adil, dan sebagainya.
Pada buku ini, pembahasan tentang air dikelompokkan dalam beberapa sub-judul. Dimulai dari eksistensi air pada Bab II, selanjutnya
berturut-turut tentang distribusi air; peran dan manfaat air; bencana yang
diakibatkan oleh air; serta krisis air yang disertai dengan cara pencegahannya.[]
***
Tim Tafsir Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tumbuhan dalam
Perspektif Al-Qur’an dan Sains, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf AlQur’an Kementerian Agama, 2011, 237 halaman.
Dalam Al-Qur’an, penyebutan tumbuhan dan hewan disebutkan
secara berulang-ulang pada surah yang berbeda. Penyebutan itu mengandung berbagai maksud, mulai dari perumpamaan, simbolisasi, kegunaan
sebagai obat dan makanan, hingga uraian atas suatu proses ilmu
pengetahuan yang berlangsung. Hal yang disebut terakhir ini sangat
jarang, bila tidak dikatakan tidak ada sama sekali dalam kitab suci agama
lain.
Tumbuhan sering kali disebut sebagai anugerah khusus bagi manusia
(Q.S. a¡-¢af/61:12). Pada Surah ‘Abasa/80: 24-32 juga dijelaskan bahwa
melalui tumbuhan, dan berikutnya daging dari hewan ternak, tubuh
manusia menerima semua elemen yang diperlukan untuk eksistensinya
sebagai makhluk biologis. Termasuk di dalamnya adalah kemampuan

Pustaka

299
299

resistensi terhadap berbagai penyakit. Pada ayat lain dijelaskan bahwa
Allah menambahkan berbagai rasa pada jenis-jenis tumbuhan itu, sehingga tidak lagi menjadi makanan yang ‘sederhana’.
Dari mana tumbuhan didapatkan? Dalam beberapa ayat Al-Qur’an
dijelaskan bahwa bertani adalah cara manusia untuk tetap eksis di dunia
ini, baik dalam sisi spiritual maupun dalam sisi kemampuannya untuk
mendapatkan makanan bagi kehidupannya. Bagitupun Rasulullah
menyatakan bahwa apabila seseorang menanam suatu tanaman, kemudian
tanaman itu tumbuh baik dan berbuah, dan buah itu dimakan oleh orang
lain maupun burung sekalipun, yang demikian itu dinilai sebagai sedekah
bagi petani itu.
Dalam hadis lain beliau menyatakan bawa andaikata seseorang
memiliki bibit tanaman, dan ia tahu kalau kiamat akan terjadi esok hari,
maka ia tidak boleh menunda-nunda untuk menggali tanah dan menanam
biji tersebut. Hal di atas menandakan betapa Islam menaruh perhatian
yang amat besar terhadap tumbuhan.
Islam memandang semua ciptaan, baik itu tumbuhan maupun hewan
melalui dua perspektif. Pertama, sebagai ciptaan yang mempunyai hak
untuk hidup dalam usaha mengagungkan Allah dan membuktikan kebijaksanaan dan kekuasaan-Nya. Kedua, sebagai faktor yang menunjang
pemenuhan kebutuhan makhluk hidup lainnya, utamanya manusia, dalam
rangka melaksanakan peran utamanya sebagai pemakmur dan penjaga
kelestarian bumi.
Buku Tumbuhan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sains ini merupakan salah satu dari tiga buku Tafsir Ilmi yang diterbitkan Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur’an pada tahun 2011. Dua buku lainnya
membahas tentang Kiamat dan Air dalam Al-Qur’an dan sains. Buku ini
terdiri dari empat bahasan, yaitu Tumbuhan dalam Bahasan Al-Qur’an;
Proses dan Perikehidupan pada Tumbuhan; Perkembangan Pertanian dan
Peradaban Manusia; dan Bioetika terhadap Tumbuhan. [] Abdul Hakim