Pengertian Patriarki Budaya Patriarki

27 Kamla Bhasin 1996:28-29 mengemukakan dengan ringkas argumen kaum tradisional sebagai berikut : “Dalam bahasa agama dikemukakan bahwa perempuan disubordinasikan kepada laki-laki karena kaum perempuan diciptakan demikian dan karena itu diberi peranahn dan tugas yang berbeda. Semua masyarakat yang diketahui menjalankan suatu “pembagian kerja” yang didasarkan pada perbedaan biologis antara kedua jenis kelamin; karena fungsi biologis mereka berbeda, mereka pasti secara alamiah punya peranahn sosial dan tugas yang berbeda. Dan karena perdebatan-perdebatan ini alamiah, tidak seorangpun bisa dipersalahkan atas adanya ketimpangan antar jenis kelamin atau adanya kekuasaan laki-laki terhadap perempuan. Menurut argumentasi kaum tradisional, karena kaum perempuan menghasilkan anak, tujuan utamanya dalam kehidupan adalah menjadi ibu, dan tugas pokoknya adalah mengasuh dan menghidupi anak”. Maksud dari argumen ini adalah bahwa karena kekuatan badannya yang lebih besar, laki-laki menjadi aspek penting dalam kehidupan berkeluarga dimana pada zaman tradisional laki-laki akan bekerja lebih keras dibanding perempuan yaitu menjadi pemburu dan pencari nafkah. Dengan demikian laki- laki dianggap seorang “jagoan” atau kesatria. Sementara perempuan, karena mereka melahirkan dan mengasuh serta membesarkan anak, maka mereka ditakdirkan untuk membutuhkan laki-laki sebagai tempat perlindungan. Penjelasan determinasi ini turun temurun terus menerus dari zaman batu ke zaman sekarang dan diyakini kaum laki-laki lahir superior atau yang mendominasi semua aspek kehidupan. Pandangan ini berpengaruh pada bentuk dan kadar dari budaya patriarki. Sudah terjadi banyak perubahan baik kadar maupun bentuk patriarki di Inggris dalam seabad terakhir, tetapi perubahan-perubahan ini secara analitis berbeda. Perubahan pada kadar termaksud aspek relasi gender seperti sedikit berkurangnya selisih gaji antara laki-laki dan perempuan dan semakin 28 tertutupnya jurang kualifikasi pendidikan laki-laki dan perempuan muda. Berbagai modifikasi pada kadar patriarki ini membuat beberapa komentator menyimpulkan bahwa patriarki sudah dihapuskan. Tetapi, beberapa aspek relasi patriarki lain jutru meningkat Sylvia Walby, 1990:33. Selanjutnya beliau memisahkan dua bentuk utama patriarki, privat dan publik sebagai berikut: “patriarki privat dasarnya produksi rumah tangga sebagai arena utama penindasan perempuan. Patriarki publik secara prinsip dasarnya arena publik seperti pekerjaan dan Negara. Keluarga tidak berhenti menjadi struktur patriarki dalam bentuk publik, tetapi dia tidak lagi menjadi arena unggulan. Dalam patriarki privat perampasan pekerjaan perempuan terjadi utamanya oleh individu patriarki di dalam keluarga, sementara di dalam bentuk publik, pengaruh dilakukan secara lebih kolektif. Dalam patriarki privat, strategi patriarki yang prinsip adalah penyingkiran; dalam publik strategi segregasi dan subordinasi ”. Maksud dari pendapat di atas adalah perubahan dari patriarki privat ke publik melibatkan sebuah perubahan yang meliputi baik dalam relasi antar struktur maupun relasi di dalam struktur. Di dalam bentuk privat produksi rumah tangga adalah suatu struktur yang dominan yang berada di dalam bentuk publik. Kemudian bentuk itu digantikan oleh pekerjaan dan Negara. Dalam tiap bentuk seluruh struktur patriarki tetap ada, namun relatif yakni sekedar perubahan struktur mana yang lebih dominan. Ada juga perubahan dalam bentuk kelembagaan patriarki, dengan penggantian dari bentuk pengerukan individu atas perempuan menjadi bentuk kolektif.

3. Budaya Patriarki dan Pekerjaan

Sylvia 1990:77-78 mengambil analisis Hartmann atas segregasi pekerjaan berdasarkan jenis kelamin. Konsep ini dapat dijelaskan bahwa 29 sebuah kemajuan penting dalam teorisasi relasi gender pada pekerjaan. Perbedaan kritis pertama yang akan dibuat adalah segregasi dan penyingkiran sebagai dua strategi patriarki yang berbeda dalam pekerjaan dengan upah. Strategi penyingkiran yang dimaksudkan ini adalah untuk secara total mencegah akses perempuan masuk kedalam sebuah area pekerjaan atau bahkan pada seluruh pekerjaan dengan upah. Segregasi menurut Sylvia 1990:77 merupakan strategi yang lebih lemah yang bertujuan untuk memisahkan pekerjaan perempuan dari pekerjaan laki-laki dan menilai pekerjaan pertama dibawah pekerjaan yang terakhir demi tujuan pemberian upah dan status. Perbedaan ini dicerahkan oleh sebuah perbandingan antara pekerjaan teknik dan administrasi. Serikat pekerja teknik berketerampilan manual dan dari yayasan mereka hingga pertengahan abad kedua puluh. Bahkan hingga akhir 1940 kita menemukan Tanner, Presiden Serikat Persatuan Teknik AEU, mendeklarasikan bahwa “Kami sebagai sebuah organisasi, sebagai prinsip umum menentang penerimaan perempuan‟ Engineering and Allied Emploers’ National Federation, Central and Special Conference Shorthand Minutes , 8 April1940, p. 430. Konsep ini didukung oleh Hastuti 2014:2 bahwa masyarakat dalam budaya patriarki mengakui dominasi laki-laki sehingga perempuan di posisi tersubordinasi, menjadikan perempuan terbelenggu dalam ketidakberdayaan. Ketidaksetaraan gender yang merugikan perempuan sehingga memiliki human capital rendah semakin menjerumuskan perempuan sehingga tidak memiliki kesempatan dan pilihan turut serta berkompetisi dalam kehidupannya. Kendati 30 demikian, hal ini bertolak belakang dengan yang disampaikan oleh Ery Iswary 2010:1 bahwa perempuan dan laki-laki pada hakikatnya mempunyai status yang sama dalam suatu masyarakat, yang membedakan adalah fungsi dan peran yang diemban untuk mengatasi berbagai masalah kehidupan manusia. Didalam keluarga, wanita kehilangan otoritas terhadap laki-laki, atau laki-laki dianggap memegang otoritas karena keluarga membutuhkan seorang “pemimpin”. Otoritas ini meliputi kontrol atas sumber-sumber ekonomi dan suatu pembagian kerja secara seksual didalam keluarga yang menurunkan derajat wanita menjadi interior, anak buah, serta peran-peran sosial yang berlandaskan pada perbedaan inheren dalam kemampuan dan moralitas sosial. Itulah sifat-sifat asosial wanita yang juga membentuk proposisi-proposisi Durkheim mengenai bunuh diri dan perceraian. Sifat-sifat alamiah wanita yang inheren menciptakan suatu pembagian kerja, hierarki otoritas laki-laki, dan struktur moralitas. Menurut Jane C. Ollenburger 1996:14 : “Dari isolasi tersebut tombul dua peran yang berbeda antara laki-laki dan wanita, laki-laki melakukan peran aktif instrumental dan wanita mengambil peran sosio-emosional.Teori peran merupakan suatu perbaikan orientasi tradisional tersebut. Peran-peran jenis kelamin dalam tradisi sosiologi berpusat pada dunia laki-laki dan kedudukan wanita di dalam lingkungan patriarki ini. ” Sifat-sifat alamiah tersebut menempatkan kaum wanita dibawah kontrol logis laki-laki dalam suatu keluarga patriarkat dan struktur sosial. Partriarkat, karena itu, dianggap sebagai suatu bentuk evolusi alamiah yang melindungi sifat sifat alamiah kaum wanita itu sendiri serta meningkatkan fungsi-fungsi masyarakat, Jane C. Ollenburger. 1996:7