Dasar Hukum Wajib Daftar Perusahaan

DASAR HUKUM WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN
Pertama kali diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 23 :
Para persero firma diwajibkan mendaftarkan akta itu dalam register yang disediakan untuk itu
pada kepaniteraan raad van justitie (pengadilan Negeri) daerah hukum tempat kedudukan
perseroan itu. Selanjutnya pasal 38 KUHD : Para persero diwajibkan untuk mendaftarkan akta
itu dalam keseluruhannya beserta ijin yang diperolehnya dalam register yang diadakan untuk itu
pada panitera raad van justitiedari daerah hukum kedudukan perseroan itu, dan
mengumumkannya dalam surat kabar resmi.
Dari kedua pasal di atas firma dan perseroan terbatas diwajibkan mendaftarkan akta
pendiriannya pada pengadilan negeri tempat kedudukan perseroan itu berada, selanjutnya pada
tahun 1982 wajib daftar perusahaan diatur dalam ketentuan tersendiri yaitu UUWDP yang
tentunya sebagai ketentuan khusus menyampingkan ketentuan KUHD sebagai ketentuan umum.
Dalam pasal 5 ayat 1 UUWDP diatur bahwa setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam Daftar
Perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pada tahun 1995 ketentuan tentang PT dalam KUHD diganti dengan UU No.1 Tahun
1995, dengan adanya undang-undang tersebut maka hal-hal yang berkenaan dengan PT seperti
yang diatur dalam pasal 36 sampai dengan pasal 56 KUHD beserta perubahannya dengan
Undang-Undang No. 4 tahun 1971 dinyatakan tidak berlaku.
Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan UUWDP pada tahun 1998 diterbitkan Keputusan
Menperindag No.12/MPP/Kep/1998 yang kemudian diubah denganKeputusan Menperindag
No.327/MPP/Kep/7/1999 tentang penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan serta Peraturan

Menteri Perdagangan No. 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar
Perusahaan. Keputusan ini dikeluarkan berdasarkan pertimbangan bahwa perlu diadakan
penyempurnaan guna kelancaran dan peningkatan kualitas pelayanan pendaftaran perusahaan,
pemberian informasi, promosi, kegunaan pendaftaran perusahaan bagi dunia usaha dan
masyarakat, meningkatkan peran daftar perusahaan serta menunjuk penyelenggara dan pelaksana
WDP. (I.G.Rai Widjaja, 2006: 273)
Jadi dasar penyelenggaraan WDP sebelum dan sewaktu berlakunya UUPT yang lama baik
untuk perusahaan yang berbentuk PT, Firma, persekutuan komanditer, Koperasi, perorangan
ataupun bentuk perusahaan lainnya diatur dalam UUWDP dan keputusan menteri yang
berkompeten.

WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN SETELAH ADANYA UU No. 40 TAHUN 2007
TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Setelah resmi berlakunya Undang-Undang No.40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas
pada tanggal 16 Agustus 2007 yang merupakan pengganti Undang-Undang No. 1 tahun 1995
dalam Pasal 157 ayat 2 disebutkan bahwa Anggaran dasar dan perseroan yang belum
memperoleh status badan hukum atau anggaran dasar yang perubahannya belum disetujui atau
dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan
dengan UUPT yang baru. Permasalahan selanjutnya adalah penyesuaian yang bagaimana yang

harus dilakukan dalam hal memperoleh status badan hukum atau persetujuan atau pelaporan
perubahan anggaran dasar. Salah satu ketentuan baru dalam UUPT barn adalah pengajuan
permohonan pendirian PT dan penyampaian perubahan anggaran dasar secara online dengan
mengisi daftar isian yang dilengkapi dokumen pendukung melalui sistem yang dikenal yaitu
Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH)..
SABH berada dibawah kewenangan Departemen Hukum dan HAM melalui Direktorat
Jenderal Administrasi Hukum Umum maka untuk pendaftaran perusahaan yang merupakan satu
kesatuan dalam proses SABH juga merupakan kewenangan Departemen Hukum dan HAM,
sebagaimana dalam ketentuan Pasal 29 UUPT yang baru. Ketentuan pasal 29 tersebut jelas
berbeda dengan pasal 21 ayat 1 UUPT lama beserta penjelasannya bahwa pendaftaran
perusahaan mengacu pada UUWDP. Perbedaan antara ketentuan pasal 29 UUPT baru dengan
pasal 21 ayat 1 UUPT lama terletak pada pihak yang berwenang untuk melakukan pendaftaraan
perusahaan. Menurut UUPT baru pihak yang berwenang adalah Departemen Hukum dan HAM
melalui direktorat Jemdral Administrasi Hukum Umum sedangkan dalam UUPT lama yang
mengacu pada UUWDP pihak yang berwenang dalam hal ini Departemen Perdagangan melalui
Direktorat pendaftaran perusahaan pada direktorat jendral perdagangan dalam negeri yang
bertindak selaku Kantor Pendaftaran Perusahaan(KPP) di tingkat pusat dan kantor wilayah
departemen perdagangan di tingkat I dan tingkat II. dengan perbedaan ini timbul pertanyaan
apakah dengan adanya ketentuan pasal 29 UUPT baru tersebut maka pendaftaran perusahaan
sebagaimana diatur dalam UUWDP tidak berlaku bagi Perseroan Terbatas?

Berdasarkan hal di atas, bahwa antara kedua undang-undang tersebut terdapat kontradiktif
normatif sehingga menimbulkan masalah, dalam kedua undang-undang tersebut terdapat
pengaturan yang tidak sama dimana dalam UUWDP diatur mengenai sanksi dengan ancaman
melakukan suatu tindak pidana kejahatan atau pelanggaran apabila tidak mengikuti ketentuan
UUWDP sedangkan dalam UUPT baru tidak diatur tentang adanya sanksi sehingga apabila data
perseroan telah masuk dalam daftar perseroan sesuai dengan ketentuan pasal 29 ayat 3 UUPT
baru, apakah masih diperlukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan UUWDP mengingat adanya
ketentuan sanksi tersebut?

Beranjak dari permasalahan-permasalahan tersebut diatas perlu dilakukannya penafsiran
hukum. Hal ini dikarenakan undang-undang adalah produk hukum yang dirumuskan secara
abstrak dan pasif. Abstrak karena sangat umum sifatnya dan pasif karena tidak akan
menimbulkan akibat hukum apabila tidak terjadi peristiwa konkrit. Sehingga ruang lingkup
keberlakuannya sangat luas. Keleluasaan ini sangat rentan untuk dipahami secara berbeda-beda
oleh para subjek hukum yang berkepentingan. Akibatnya, dalam kasus-kasus tertentu masingmasing akan cenderung memakai metode penafsiran yang paling menguntungkan posisi dirinya.
Oleh karenanya, peristiwa hukum yang abstrak memerlukan rangsangan agar dapat aktif dan
dapat diterapkan. Hal-hal yang memerlukan penafsiran pada umumnya adalah perjanjian dan
undang-undang.
Adapun pengertian penafsiran hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah:
Metode penemuan hukum dalam hal peraturannya ada tetapi tidak jelas untuk dapat diterapkan

pada peristiwanya. (Sudikno Mertokusumo, 1993 : 21)
Terdapat banyak metode penafsiran hukum, salah satu metode penafsiran hukum yang digunakan
dalam konteks ini adalah metode penafsiran sistematis, kita harus membaca undang-undang
dalam keseluruhannya, kita tidak boleh mengeluarkan suatu ketentuan lepas dari keseluruhannya,
tetapi kita harus meninjaunya dalam hubungannya dengan ketentuan sejenis, antara banyak
peraturan terdapat hubungan yang satu timbul dan yang lain seluruhnya merupakan satu system
besar. (Sudikno Mertokusumo, 1993: 60).
Dalam konteks ini, antara UUWDP dengan UUPT baru kalau kita membandingkan ketentuan
dalam pasal 29 ayat I UUPT baru bahwa dinyatakan :
(I) Daftar Perseroan diselenggarakan Menteri
Adapun pengertian Menteri dalam pasal I angka 16 UUPT yang baru adalah sebagai barikut:
Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang hukum dan hak asasi
manusia.
Sedangkan kalau kita membandingkan dengan ketentuan pasal 21 ayat I UUPT lama beserta
penjelasannya :
(I) Direksi perseroan wajib mendaftarkan dalam Daftar perusahaan
a. Akta pendirian beserta surat pengesahan Menteri Kehakiman.
b. Akta perubahan anggaran dasar beserta surat persetujuan Menteri Kehakiman.
c. Akta perubahan anggaran dasar beserta laporan kepada Menteri Kehakiman.
Penjelasan:


Yang dimaksud dengan Daftar Perusahaan adalah daftar perusahaan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
Kemudian, kalau kita merujuk pada ketentuan pasal 5 ayat 1 UUWDP dimana ;
Setiap perusahaan wajib didaftarkan dalam daftar perusahaan di kantor pendaftaran perusahaan.
Pengertian perusahaan dalam UUWDP sebagaimana diatas telah dijelasksan dimana salah
satunya perseroan terbatas. Kemudian berdasarkan pasal 9 UUWDP ;
Pendaftaran dilakukan dengan cara mengisi formulir pendaftaran yang ditetapkan oleh Menteri
pada kantor tempat pendaftaran perusahaan.
Yang dimaksud Menteri dalam UUWDP berdasarkan pasal 1 huruf e adalah: Menteri yang
bertanggung jawab dalam bidang perdagangan
Kemudian, dalam keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.
12/MPP/Kep/U1998 Tahun 1998 yang diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 327/MPP/Kep/7/1999 tentang Penyelenggaraan Wajib Daftar Perusahaan dan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 37/M-DAG/PER/9/2007 tentang penyelenggaraan
pendaftaran perusahaan dinyatakan tempat kedudukan dan susunan kantor pendaftaran
perusahaan baik yang berada di tingkat pusat, di tingkat propinsi yaitu
kabupaten/kota/kotamadya.
Selanjutnya dengan berlakunya UUPT yang baru berdasarkan ketentuan Penutup dalam
Pasal 160 dinyatakan bahwa:

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor
13,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587), dicabut dan dinyatakan tiak
berlaku.
Adapun UUPT yang baru mulai berlaku pada 16 Agustus 2007, sehingga sejak tanggal
tersebut mulailah berlaku ketentuan UUPT baru dan UUPT lama dinyatakan tidak berlaku.
Setelah kita menghubungkan pasal satu dengan pasal lainnya dari ketiga undang-undang yaitu
UUPT lama, UUWDP dan UUPT yang baru, maka dapat disimpulkan dengan tidak berlakunya
ketentuan UUPT lama tersebut, maka UUWDP yang dikaitkan dalam penjelasan Pasal 21 ayat 1
tidak berlaku lagi bagi PT sedangkan untuk bentuk usaha lainnya seperti Firma, Koperasi,
Persekutuan Komanditer (CV), serta perusahaan lain yang melaksanakan kegiatan usaha dengan
tujuan memperoleh keuntungan atau laba, UUWDP masih tetap berlaku. Hal ini dikarenakan
dalam UUPT yang baru dinyatakan mengenai pendaftaran perusahaan diselenggarakan oleh
Menteri yang bertanggung jawab dibidang hukum dan hak asasi manusia.Berdasarkan pada
ketentuan tersebut, jadi Departemen Hukum dan HAM yang berwenang untuk
menyelenggarakan pendaftaran perseroan.

Selain itu, mengenai keberlakuan suatu undang-undang agar undangundang tersebut
mencapai tujuannya dalam hal terdapat suatu ketentuan yang berlainan untuk suatu hal tertentu
dapat juga kita gunakan dua asas hukum yang berbunyi :

1. Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan Undang-undang yang bersifat umum
(lex specialist derograt lex generalis).
2. Undang-undang yang berlaku belakangan membatalkan undang-undang yang berlaku
terdahulu (lex posteriori derograt lege priori).
Pengertian kedua asas hukum tersebut adalah terhadap peristiwa khusus wajib
diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa itu, walaupun bagi peristiwa khusus
tersebut dapat pula diperlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih luas
ataupun lebih umum.Sedangkan terhadap undang-undang yang lebih dahulu berlakunya tidak
berlaku lagi apabila ada undang-undang baru yang berlaku belakangan yang mengatur hal yang
sama. (Soerjono Soekanto, 1993: 7 - 8)
Untuk menerbitkan Tanda Daftar Perusahaan setelah perusahaan disahkan pendaftarannya,
karena Tanda daftar Perusahaan merupakan satu rangkaian dengan pendaftaran perusahaan maka
penyelenggaraan pendaftaran khususnya bagi badan hukum yang berbentuk PT termasuk di
dalamnya penerbitan tanda daftar perusahaan merupakan kewenangan Depkumham bukan lagi
kewenangan Departemen Perdagangan.Dengan penerapan Government online yang melalui
SABH maka penyelepaian badan hukum mulai dari permohonan pengesahan badan hukum,
persetujuan perubahan serta penerbitan tanda daftar perseroan berada dalam wewenang
Depkumham.

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa UUWDP masih tetap berlaku bagi badan, hukum lainnya
selain badan hukum yang berbentuk PT seperti Firma, Persekutuan
Komanditer (CV), Koperasi dan bentuk usaha perorangan, tetapi yang berkaitan dengan
pendaftaran perseroan bagi PT tidak lagi merujuk UUWDP tetapi kepada UUPT No 40 tahun
2007 serta ketentuan lebih lanjut tentang daftar perseroan yang diatur oleh Menkumham yaitu
Peraturan Menteri Hukum dan Ham No.M.HH.03.AH.01.01 tahun 2009 tentang Daftar
Perseroan.