PANDANGAN SI TERHADAP ASAS TUNGGAL PANCASILA

lxxxv atau tidak dipergunakan maka dalam pelaksanaan politik praktis manusia pada umumnya atau para politisi khususnya lebih cenderung bergerak kearah suatu prinsip yang kotor yang bersumber dari alam pikiran yaitu, untuk mencapai tujuan, orang harus berani menghalalkan semua cara. Prinsip yang kotor itu sangat dicela oleh ajaran Islam, karena sangat merusak dan melanggar sopan santun politik dan hak-hak asasi manusia yang dijungjung tinggi oleh agama Islam. 152

B. PANDANGAN SI TERHADAP ASAS TUNGGAL PANCASILA

Bersama dengan mantapnya stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi, perlindungan dan pengamanan pancasila sebagai asas dan ideologi nasional negara menjadi prioritas utama pemerintah Orde Baru. Terlebih setelah pemilu 1982, Golkar mendapatkan suara mayoritas yaitu 64,34 persen suara atau 246 kursi 232 kursi pada tahun 1977, PPP mendapat 17,78 persen; 94 kursi 99 kursi pada tahun 1977, dan PDI 7,88 persen suara; 24 kursi 29 kursi pada tahun 1977. Berdasarkan hasil tersebut jelas PPP dan PDI terus mengalami kekalahan politik berhadapan dengan Golkar di arena politik Indonesia. PPP dan PDI tetap terlalu lemah untuk dapat menandingi Golkar yang didukung oleh pemerintah dan militer. 153 152 Gani, Cita Dasar, h. 197 lxxxvi Menyusul kekalahan mereka, PPP dan PDI dikejutkan dengan usulan presiden Soeharto dengan menyatakan semua kekuatan sosial politik terutama Partai Politik yang masih menggunakan asas lain selain asas Pancasila harus menegaskan bahwa satu-satunya asas yang digunakan adalah Pancasila. Gagasan pemerintah tersebut untuk pertama kali disampaikan presiden Soeharto pada pidato kenegaraan di depan sidang DPR 16 Agustus 1982. Kemudian gagasan tersebut dimasukan dalam ketetapan MPR. No.II1983 pasal 3 BAB IV, dengan alasan bahwa demi memelihara, memperkuat, dan memantapkan Pancasila dalam kehidupan sosial dan nasional bangsa, maka seluruh partai dan Golkar harus menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal mereka. 154 Orde Baru, orde yang bertekad bulat menegakkan dan mengamalkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Komitmen Orde Baru tersebut dilatar belakangi yang dalam menurut Orde Baru bahwa dalam kurun waktu dua dasawarsa perang dan revolusi yang lalu telah meninggalkan luka-luka yang berat pada tubuh sebagai bangsa, baik di bidang politik, ekonomi maupun sosial. Kurun waktu perang dan revolusi selama dua dasawarsa tadi juga mempengaruhi kehidupan politik dan perkembangan sistem politik Indonesia. Selama bertahun-tahun Indonesia mempraktekkan demokrasi parlementer dengan sistem multi partai. Dengan melaksanakan Pemilihan Umum 1955 Indonesia dahulu mengharapkan datangnya stabilitas politik yang mantap, sehingga dapat memasuki kurun waktu pembangunan tetapi justru Indonesia mengalami kekecewaan yang besar. 155 153 Ismail, Ideologi Hegemoni, h. 202 154 Ibid, h. 203 155 Presiden Soeharto, “Pidato Kenegaraan”, h. 9, Artikel diakses pada 09 Januari 2009 dari http:www.bappenas.go.idindex.php?module=ContentExpressfunc=display ceid= 1931 lxxxvii Hasil Pemilihan Umum waktu itu tidak menghasilkan pemerintahan yang stabil dan efektif seperti yang diharapkan, bahkan suatu ketika melahirkan pemberontakan- pemberontakan yang merobek-robek tubuh bangsa ini. Dewan Konstituante yang dihasilkan oleh Pemilihan Umum menjadi arena pertarungan mengenai dasar negara yang dipersoalkan kembali dan karena konstituante ini tidak berhasil mengambil keputusan, maka didekritkan kembali berlakunya Undang Undang Dasar 45, yang memang mendapat dukungan bagian besar rakyat. Kecewa dengan demokrasi parlementer dengan sistem multi-partai, maka lahirlah pandangan dan dikembangkan lah Demokrasi Terpimpin. Tetapi Demokrasi Terpimpin yang dilaksanakan dengan memelihara dan membangkitkan iklim revolusi itu ternyata juga tidak memberi hasil yang diharapkan, bahkan menimbulkan bencana nasional yang hampir-hampir meruntuhkan Negara Proklamasi dengan meletusnya pemberontakan G-30-SPKI. Dalam keadaan seperti itu lah memasuki Orde Baru. Orde Baru bertekad untukk melanjutkan perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan cita-cita Kemerdekaan. Orde Baru bertekad untuk mengadakan koreksi total dalam cara-cara perjoangan untuk mencapai cita-cita tadi. Yang ditekankan tidak lagi perang dan revolusi, melainkan pembangunan dalam arti seluas-luasnya. Dan pembangunan itu dilaksanakan dengan menjalankan Pancasila dan Undang Undang Dasar 45 secara murni dan konsekwen. Cara-cara untuk mengatur kehidupan politik yang dahulu ternyata tidak dapat membawa stabilitas nasional dan menggerakkan pembangunan dengan sendirinya tidak dapat dilanjutkan dan harus diperbaharui setelah kita memasuki Orde Baru, Orde lxxxviii Pembangunan. 156 Dengan pemberlakuan Asas Tunggal tersebut, menimbulkan bermacam-macam tanggapan. Terutama dari unsur-unsur PPP; Nahdhatul Ulama NU, Muslimin Indonesia Muhammadiyah dan Syarikat Islam SI. Dalam catatan Centre For Strategic And International Studies, pandangan Suharto tentang pancasila sudah dimulai dari tahun 1966, yakni ketika Soeharto menyampaikan laporan pemerintah kepada rakyat bertepatan dengan berakhirnya tahun 1966 dan tahap penyelamatan, 31 Desember 1966. Soeharto menyatakan bahwa, Pancasila merupakan dasar idil bagi peri-kehidupan nasional, yang tetap tidak boleh berubah sebagaimana perumusannya tampak jelas dalam pembukaan Undang- Undang Dasar 1945. Dan didalam menghadapi setiap perubahan situasi dan kondisi, landasan idil Pancasila tetap menjiwai tiap kebijaksanaan dan langkah-tindakan Pemerintah, dan tetap menjadi kompas-ideologis untuk mencapai tiap-tiap sasaran, walaupun menghadapi rintangan-rintangan apapun juga. 157 Pada tahap selanjutnya pancasila mulai terus dilancarkan, baik dalam acara- acara yang diadakan pemerintah, peringatan hari lahirnya pancasila dan pidato kenegaraan Presiden. Dalam peringatan hari lahirnya pancasila tanggal 1 Juni 1967 di Jakarta, yang merupakan tahun-tahun pertama Soeharto menjabat menjadi Presiden, 156 Ibid, h. 10 157 CSIS, Pandangan Presiden Soeharto, h. 14 lxxxix Soeharto menyatakan kembali pandangannya tentang pancasila bahwa, dengan dasar falsafah negara Pancasila Indonesia dapat menentukan pendiriannya terhadap segala macam masalah pokok yang dihadapi baik masalah-masalah dalam negeri maupun masalah-masalah luar negeri; karena pancasila merupakan pandangan hidup, maka pencasila itu pun menjadi tuntunan hidup dan tujuan bangsa Indonesia; ia menjadi sumber tertib sosial, ia menjadi sumber tertib seluruh perkehidupan, baik sebagai individu, maupun dalam ikatan golongan, ikatan partai politik, ikatan organisasi, ia merupakan sumber tertib negara dan tertib hukum serta harus menjadi pedoman dan dilaksanakan oleh pemerintah, semua aparatnya dan oleh setiap pejabat dalam melaksanakan kekuasaan serta tugasnya. 158 Dari pandangan-pandangan yang mucul tersebut, puncaknya adalah pada pidato kenegaraan Presiden Soeharto 16 Agustus 1982 dan dilegalkan dalam Tap MPR No. IITahun 1983. Karena terpojok oleh desakan ideologis ini, PDI tampaknya tidak mempunyai pilihan lain kecuali menerima Pancasila sebagai asas ideologi mereka 159 dan dalam penerapan asas tunggal tersebut dari NU, memperlihatkan sikap koperatif dalam menanggapi gagasan pemerintah agar pancasila menjadi asas tunggal bagi seluruh partai dan ormas. Persetujuan asas ini disahkan oleh keputusan muktamar NU ke-27 pada tanggal 8-12 Desember 1984 di Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo, Jawa Timur. Sejalan dengan ini, NU memformulasikan kembali 158 Ibid, h. 15 159 Effendy, Islam dan Negara, h. 121 xc ADART-nya pasal 2 menjadi “NU berdasarkan Pancasila”. 160 Kemudian senada dengan NU berdasarkan hasil Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Surakarta mulai tanggal 7-11 Desember 1985 dan sebelum dilaksanakan Muktamar tersebut, Muhammadiyah telah melaksanakan sidang Majlis Tanwir forum tertinggi kedua setelah Muktamar pada bulan Mei 1983 yang setuju memasukan pancasila dalam ADART Muhammadiyah 161 , Namun Muhammadiyah baru secara resmi menerima pancasila sebagai asas tunggal pada Muktamar ke-41, dengan mengubah pasal 2 ADART-nya bahwa, “Muhammadiyah berdasarkan Pancasila”. 162 Dari sikap kedua ormas tersebut yang menerima ditetapkannya asas tunggal pancasila sebagai asas partai politik dan ormas, Syarikat Islam yang merupakan termasuk unsur PPP mempunyai sikap yang berbeda, SI dengan tegas menolak akan penetapan asas itu. Penetapan asas tunggal pancasila tentunya sangat bertentangan dengan ADART SI pasal 2 yang menyatakan bahwa Syarikat Islam berdasarkan Dinul Islam yang telah dinyatakan dalam program asas asas perjuangan yang telah dijelaskan pada sub bab pertama bab VI untuk menjalankan Islam dengan seluas- luasnya dan sepenuh-penuhnya. 163 160 Ismail, Ideologi Hegemoni, h. 235 161 Ibid, h. 245 162 Ibid, h. 249 163 Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga Syarikat Islam 1972, h. 4 xci Sejak permulaan Syarikat Dagang Islam didirikan Dinul Islam sudah menjadi asas organisasi. demikian pula anggaran dasar Partai Syarikat Islam dahulu dan dalam anggaran dasar Syarikat Islam sekarang Dinul Islam merupakan asas yang fundamental dari kehidupan organisasi Syarikat Islam. Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara setiap anggota Syarikat Islam mendasarkan tingkah lakunya, ucapan serta sikap dan pandangan hidupnya atas prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’anul Karim dan Sunah Rasul. Al-Qur’an dan Sunah Rasul adalah pedoman Hukum Tertinggi bagi setiap anggota kaum Syarikat Islam dalam mengembangkan tugasnya dan pandangan hidupnya terutama dalam pelaksanaan amal ibadah sehari-hari. 164 Syarikat Islam berkeyakinan bahwa apabila umat Islam secara konsekwen memegang secara kokoh prinsip-prinsip yang terkandung dalam Al-Qur’anul Karim dan Sunnah Rasul, bukan saja persatuan umat Islam menjadi kokoh dan kuat ibarat batu karang yang tidak akan hancur dan lapuk, tetapi ia juga akan merupakan suatu kekuatan tangguh yang mempu menghantarkan umat Islam ke arah pembangunan lahir dan batin. Al-Qur’anul Karim telah memuat prinsip-prinsip pokok dan garis- garis besar mengenai tata hidup dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara baik untuk individu-individu maupun untuk pemimpin-pemimpin masyarakat dan para pejabat pemerintahan atau para penguasa negara. 165 164 Gani, Cita Dasar, h.31 165 Ibid, h. 40 xcii Sebelum DPP SI melakukan penolakan terhadap asas tersebut, penolakan sudah muncul dari cabang-cabang SI, antara lain M. Mahfudz Ketua Cabang SI Kabupaten Subang Jawa Barat, sebelum diterimanya asas tunggal sebagai asas partai dan ormas, ditegaskan oleh berliau terlebih dahulu perlunya menegaskan tentang sebuah komitmen terhadap Al-Qur’an. Hal ini dipandang amat penting, sebab dalam situasi kehidupan bersyarikat yang penuh dengan kekacauan, dimana berbagai ide tentang sistem asas atau sistem nilai atau gagasan dasar mengenai kehidupan bersyarikat. Tidak sedikit elit umat Islam sudah diwarnai oleh anggapan kuat untuk lebih mengagumi berbagai dan gagasan yang terlepas dari sistem nilai dan budaya muslim. Dan dengan tegas dinyatakan bahwa dalam arti fungsional, Islam harus disebut sebagai suatu bentuk ideologi atau falsafah hidup, dengan demikian barang siapa yang mengaku dirinya muslim, dalam kedudukan atau dalam posisi apapun ia berada, dan dari tingkat atau golongan apapun ia berasal, tanpa terkecuali, ia secara konsisten harus mengakui dan mengimani Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya ideologinya. 166 Kemudian secara formal DPP SI menjawab pernyataan terhadap asas tunggal pancasila itu dengan pendekatan yang bersumber dan berdasar kepada konstitusi negara Indonesia yang berlaku saat itu, yaitu UUD 1945 menurut dekrit 5 Juli 1959, pendekatan tersebut dilakukan guna menyatukan dan menyamakan tafsiran dan arti 166 Sudjana, Liku-liku Perjuangan , h. 294 xciii pancasila dan UUD 1945 dalam rangka melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen 167 , yang dapat dikatakan bahwa SI memandang pemerintah telah salah dalam mentafsirkan pancasila dan UUD 1945. Terkait hal itu Dekrit 5 Juli 1959 telah menetapkan kembalinya Undang-Undang Dasar 1945 bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-Undang Dasar 1945 dan merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut. 168 Pernyataan Dekrit 5 Juli 1959 tersebut diperkuat pula dengan Ketetapan MPRS No. XXMPRS1966 yang menyatakan bahwa Dekrit 5 Juli 1959 merupakan sumber hukum bagi berlakunya kembali UUD 1945 dan kekuatan hukumnya bersumber pada dukungan seluruh rakyat Indonesia. 169 Pada selanjutnya tinjauan Syarikat Islam dalam menyamakan pentafsiran dan arti pancasila dan UUD 1945, dilakukanlah pengkajian yang lebih mendalam terhadap Piagam Jakarta sesuai dengan maksud Dekrit Presiden 1959. Dengan kembalinya kepada UUD 1945 sebagaimana dimaksudkan dalam Dektrit Presiden, terjadilah pemulihan fungsi dan isi arti Piagam Jakarta. Adapun fungsi dan arti Piagam Jakarta itu ialah suatu perjanjian moril yang sangat luhur diantara golongan Islam dan golongan nasional. Piagam Jakarta menjiwai UUD 1945 merupakan 167 Ibid , h. 280 168 Artikel diakses pada 09 Januari 2009 dari http:www.indopolitik.com dokumendekrit- presiden-5-juli-1959.php 169 Sudjana, Liku-liku Perjuangan , h. 281 xciv rangkaian kesatuan dengan UUD 1945 karena Piagam Jakarta itu adalah sumber dan dasar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian Pancasila dan UUD 1945 yang berlaku sekarang ini haruslah diartikan dan ditafsirkan menurut Dekrit 5 Juli 1959. Mengenai pendapat tersebut, Syarikat Islam mengutip pandangan- pandangan para tokoh mengenai piagam jakarta, antara lain; Prof. Dr. M. Yamin, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan Prof. Dr. Notonegoro SH Guru Filsafat dan Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada Yogyakarta. 170 Kemudian lebih lanjut Syarikat Islam memaparkan bahwa, UUD 1945 itu adalah sistem berkedaulatan rakyat berdasarkan kepada Pancasila menurut Hukum dengan menegakan hak-hak asasi manusia atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa dengan didorong oleh keinginan luhur dan Pembukaan UUD 1945 menetapkan fungsi dan tugas pemerintah Negara Indonesia yaitu 1 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia hak asasi manusia warga negara Indonesia untuk memperoleh perlindungan Jiwa, raga, agama, pikiran, harta kekayaan, kemerdekaan dan lain sebagainya. 2 Memajukan kesejahteraan umum hak asasi manusia warga negara Indonesia untuk memperoleh kesejahteraan umum 3 mencerdaskan kehidupan bangsa Hak asasi manusia warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan agama, ilmu pengetahuan dan keterampilan dan lain sebagainya. 4 Ikut 170 Ibid, h. 282 xcv pelaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial hak asasi manusia untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia. 171 Dari pemaparan yang disampaikan Syarikat Islam tersebut, SI mefokuskan akan fungsi dan tugas UUD 1945 termasuk didalamnya pancasila yakni menegakan hak-hak asasi manusia atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa menuju kehidupan kebangsaan yang bebas dan SI menyatakan pula bahwa tujuan dari Konstitusi 1945 adalah mengadakan kepastian hukum dan mencegah adanya anarchi dan kesewenangan-wenangan. Sehingga penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi hukum dasar tidak bersifat absolutisme kekuasaan yang tidak terbatas dan penetapan perundang-undangan harus berdasar kepada konstitusi dan tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. 172 Dengan demikian terkait penetapan asas tunggal pancasila oleh pemerintah terhadap seluruh partai politik dan ormas, SI memandang penetapan tersebut bertentangan dengan Hak Asasi Manusia, yang selanjutnya secara rinci SI menyampaikan kembali bahwa di negara demokrasi seperti Republik Indonesia kita ini semua kebebasan yang telah diakui dan dijamin konstitusi itu baik kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan pers, kebebasan akademik dan kebebasan lainnya harus dilindungi oleh alat-alat penegak hukum. UUD 1945, kemudian harus mengakui dan mempersaksikan adanya dan berlakunya hak-hak asasi manusia atas berkat Rahmat Allah yang Maha 171 Ibid, h..283 172 Ibid, h. 284 xcvi Kuasa kalimat pertama dan ketiga Pembukaan UUD 1945, [Piagam Jakarta] yang berarti bahwa hak-hak asasi itu tidak boleh ditiadakan, dibatasi atau dikurangi berlakunya. 173 SI mengutip pasal-pasal yang terkait dengan hak-hak asasi manusia di dalam UUD 1945 terdiri dari 6 pasal 27, 28, 29, 30, 31, dan 34. Kemudian Universal Declaration of Human Right yang diproklamasikan oleh sidang umum PBB di Paris tanggal 10 Desember 1948 terdiri dari 30 pasal. Dengan demikian dari catatan dan pembahasan tersebut, SI menyimpulkan: 1. Dalam sistem konstitusi UUD 1945 adalah merupakan hak asasi warga negara sebagai pemegang kedaulatan rakyat untuk dengan bebas dan merdeka mendirikan organisasi sosial politik, termasuk partai politik. 2. Beragama pasal 29 UUD 1945, berkebangsaan kalimat pertama UUD 1945, [Piagam Jakarta] adalah hak-hak manusia berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa kalimat ketiga pembukaan UUD 1945[Piagam Jakarta], maka dengan demikian agama dan kebangsaan dapat dijadikan asas organisasi sosial politik termasuk partai politik. 3. Dalam sejarah perjuangan pergerakan kemerdekaan Indondesia ternyata bahwa organisasi sosial politik termasuk partai politik ada yang menggunakan asas kebangsaan dan telah terbukti berhasil baik dapat melahirkan, mempertahankan dan membangun negara proklamasi 17 Agustus 173 Ibid, h. 285 xcvii 1945 sampai dengan sekarang ini. Sistem ini penting dan perlu dipegang teguh dan disempurnakan dengan tetap mempertahankan inti isinya yaitu asas agama dan asas kebangsaan sebagaimana yang terkandung dalam pancasila dan UUD 1945 pembukaan UUD 1945 kalimat pertama, kedua, ketiga, dan keempat. 174 4. Ex. Partai Politik yang telah ikut melahirkan, mempertahankan dan membangun Negara Indonesia, seperti NU, Parmusi, PSII, Perti, PNI, Indonesia dan kekuatan sosial politik lainnya yang ada dalam masyarakat sekarang ini dapat dijadikan modal usaha perbaikan dan penyempurnaan sistem kepartaian di Indonesia. 5. Perbaikan dan penyempurnaan sistem organisasi sosial politik termasuk partai politik menurut UUD 1945 haruslah dilakukan dengan jalan menegakan hukum dan menggunakan hukum rechst porming dan rechtsaanwending tidak dengan jalan menegakan kekuasaan dan menggunakan kekuasaan belaka machtsvorming, machtsaanwending. 175 Dengan demikian jelaslah dengan tafsiran terhadap pancasila dan UUD 1945 yang dipaparkan SI bahwa, Syarikat Islam menolak asas tunggal pancasila yang ditetapkan pemerintah kepada partai politik dan ormas, yang menyimpulkan ketetapan itu 174 Ibid, h. 286 175 Ibid, h. 287 xcviii sangatlah bertentangan dengan hak asasi manusia yang merupakan keinginan dari Piagam Jakarta Pembukaan UUD dan UUD 1945. Pernyataan Syarikat Islam didukung pula oleh Deliar Noer yang memberikan komentar menolak terhadap pemberlakuan asas tunggal pancasila, secara singkat dia menyatakan bahwa asas tunggal pancasila untuk semua partai tanpa menyertakan asas khasnya semula, telah menafikan kebhinekaan masyarakat yang memang berkembang menurut keyakinan masing-masing dan asas tunggal pancasila pun menghalangi orang-orang yang sama keyakinan untuk berkelompok sesamanya serta bertukar pikiran berdasarkan keyakinannya, termasuk agama yang dianut masing-masing. Dalam rangka ini dapat dikatakan asas tunggal mengandung unsur paksaan, dan bukan keleluasaan yang merupakan ciri demokrasi serta menafikan hubungan agama dan politik, yang mendorong adanya sekularisasi dalam politik. 176 Dari 3 unsur PPP tersebut NU, MI dan SI nyatalah yang mendukung penetapan asas tunggal tersebut lebih dominan dibandingkan yang menolak. Sehingga sesuai dengan keinginan pemerintah yang hanya mengizikan partai dengan satu asas saja, yaitu Pancasila. PPP pun di dalam Muktamar I1984 telah mematuhi aturan pemerintah tersebut, sehingga asas Islamnya dihilangkan. 177 Dikarenakan hal tersebut SI menyatakan diri keluar karena asas tunggal tidak sesuai dengan asas SI. 178 176 Deliar Noer, Islam, Pancasila dan Asas Tunggal, Jakarta: Yayasan Perkhidmatan, 1983, h. 60 177 Karim, Negara dan Peminggiran, h.145 178 Bustamam, PSII-1905, h. 53 xcix Muktamar tersebut juga memutuskan mengenai “khittah perjuangan”. Di dalam khittah ini terdapat lima: khidmat untuk mewujudkan masyarakat yang bertakwa kepada Allah dan meningkatkan mutu kehidupan beragama serta mengembangkan kehidupan agama Islam dalam masyarakat melalui pendidikan, dakwah dan usaha lainnya. Seperti biasa, aktivitas partai adalah terbatas sekali. Kegiatan partai hanya terbatas pada fungsi “legislatif’. Dengan begitu, hampir tidak ada peningkatan aktivitas partai dari waktu ke waktu. Bagi partai ini, “fanatisme” Islam merupakan satu-satunya alat untuk mengintegrasikan massa. Oleh karena itu, PPP tidak mungkin mampu bersaing dengan partai yang mempunyai program dan aktivitas yang jelas. 179 Dalam Muktamar II tahun 1989, PPP tujuannya tidak lagi mencerminkan Islam. Begitu pula usahanya tidak lagi mempunyai hubungan dengan Islam. Lambangnya pun diganti dari ka’bah menjadi bintang bersudut lima. 180 Kebijakan pemerintah tersebut ternyata sangat mengecewakan sebagian besar masyarakat Muslim di Indonesia. Mereka merasa bahwa, tidak saja tokoh-tokoh mereka disingkirkan dari arus utama politik bangsa, tetapi bahkan hingga tahap tertentu diskursus politik negeri ini pun tidak mencerminkan kenyataan bahwa mayoritas penduduknya Muslim. Maka bisa dipahami bahwa bagi mereka yang 179 Karim, Negara dan Peminggiran, h. 146 180 Ibid, h. 147 c melihat politik pengasastunggalan Pancasila sebagai upaya lebih jauh yang sengaja diambil oleh pemerintah untuk melakukan depolitisasi terhadap Islam. 181 Era 1973-1982 yang menampakkan adanya semangat PPP untuk berjuang habis-habisan demi kejayaan Islam. Pada era ini Islam memainkan fungsi integrasi di antara berbagai partai Islam. Aktivitas PPP juga menunjukan keberanian pemimpinnya untuk menghadapi ancaman. Ini bisa dilihat dalam sikapnya menentang kebijakan-kebijakan yang diajukan oleh partai pemerintah. Akan tetapi dalam perkembangannya PPP menghadapi dua ancaman sekaligus. Pertama, yang bersifat internal. Yang termasuk ke dalam kategori internal ini ialah: 1 adanya potensi konflik di antara Nahdatul Ulama dan Muslimin Indonesia; 2 tidak adanya pemimpin yang bisa mengatasi setiap persoalan; 3 sempitnya wawasan pemimpin, yang mengakibatkan tidak munculnya gagasan dan program inovatif untuk menggerakan semua komponen partai; 4 ketidakmampuan mencari alternatif kegiatan di tengah kesempitan ruang gerak yang diciptakan oleh kebijakan “floating mass”. 5 terputusnya komunikasi partai dengan massa umat di tingkat “grass-root” 6 keterbatasan jumlah “kader” yang siap berkhidmat di dalam partai; 7 ketiadaan biaya untuk menghidupkan aktifitas partai di desa-desa; dan 8 tiadanya wakil yang duduk di dalam kabinet. 182 181 Effendy, Islam dan Negara, h. 122 182 Karim, Negara dan Peminggiran, h. 147 ci Kedua, yang bersifat eksternal, yaitu kebijaksanaan politik pemerintah yang tidak menginginkan adanya setiap pengaruh partai bukan-pemerintah di tengah masyarakat, terutama mengenai: 1 pembatasan medan aktivitas partai hingga ke tingkat “kecamatan”; 2 keharusan pegawai negeri dan ABRI mendukung pemerintah; 3 munculnya suasana memusuhi partai bukan-pemerintah di tengah masyarakat yang bisa menghalangi masyarakat untuk berkhidmat dan aktif di dalam partai; 4 campur tangan pemerintah danpihak keamanan dalam menentukan pimpinan partai; 5 konflik ideologi, sebagai akibat dari keinginan rezim untuk menghalangi pertumbuhan dan perkembangan ideologi yang berasaskan kepada agama. 183 183 Ibid, h. 148 cii

BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Di awal karier Orde Baru, Rezim Orde Baru menyusun berbagai langkah restrukturisasi politik secara sistematis dan komprehensif. Tujuannya adalah untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya serta menciptakan stabilitas politik yang kuat dan terkendali guna menjamin roda pembangunan. Dimana Orde Baru telah berkaca pada orde sebelumnya, yang menurut Orba; Orde Lama adalah Orde yang gagal dalam menjalankan pemerintahan. Sementara itu, tidak saja di masa sebelumnya, pada masa ini pula politik Islam pun menjadi sorotan bagi pemerintahan Orba, yang dikhawatirkan oleh pemerintahan Orba, bahwa politik Islam akan menjatuhkan Rezim Orde Baru. Langkah pertama dalam menekan politik Islam dan melakukan “stabilitas politik” yang merupakan kata halus untuk melanggengkan kekuasaan Orba adalah, pemerintahan Orba melakukan fusi terhadap partai politik, sehingga terbentuklah tiga partai; Partai Persatuan Pembangunan PPP yang terdiri dari partai-partai Islam, Partai Demokrasi Indonesia yang terdiri dari partai-partai nasionalis sekuler dan partai non-Islam, dan partai Golkar yang merupakan partai pemerintah dan militer. Dan kemudian langkah selanjutnya di samping