memiliki hubungan istimewa dan kepada pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Hutang lancar PT. PSPI dalam tahun 2006 adalah
Rp. 5.648.531.400 dengan bunga pinjaman Rp. 1.011.429.925. Hutang lancar kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa sebesar Rp.
4.288.463.057 dengan bunga pinjaman sebesar Rp. 763.346.425. Hutang lancar tersebut sebagian besar merupakan hutang kepada DC.
International dan Sheng Chang Electric, Ltd karena faktor kepemilikan perusahaan yg sangat tinggi. Sedangkan hutang lancar kepada pihak
yang tidak memiliki hubungan istimewa sebesar Rp. 1.355.647.536 dengan bunga pinjaman sebesar Rp. 248.083.500
3. Koreksi Fiskal Terhadap Transaksi Transfer Pricing a. Koreksi Fiskal Terhadap Harga Penjualan
Menurut pasal 18 ayat 3 Undang-Undang No. 36 tahun 2008, Dirjen Pajak berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
kena pajak bagi PT. PSPI sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Comparable
Uncontrolled Price Method sangat mudah digunakan untuk menguji kewajaran harga jual suatu produk. Metode ini mengevaluasi
kewajaran transaksi transfer pricing dengan menggunakan tingkat harga yang terjadi pada transaksi perusahaan dengan pihak-pihak yang
tidak memiliki hubungan istimewa.
Universitas Sumatera Utara
Adanya perlakuan istimewa yang diberikan PT.PSPI kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan memberikan harga jual
yang lebih rendah dibandingkan dengan harga jual yang diberikan kepada pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa mengakibatkan
harga jual menjadi tidak wajar. Berdasarkan transaksi transfer pricing terhadap penjualan tersebut maka harga pasar sebanding atas barang
yang sama adalah harga jual kepada pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Dengan demikian harga jual yang wajar adalah
Rp. 345.916. Harga jual wajar yang ditetapkan merupakan harga jual yang sudah termasuk PPn sebesar 10.
Nilai penjualan bersih tahun 2006 yang seharusnya diakui oleh PT. PSPI adalah Rp. 7.250.399.360 20960 set x Rp. 345.916. Maka dari
terdapat selisih penjualan bersih tahun 2006 sebesar Rp. 195.517.100 Rp. 7.250.399.360 – Rp. 7.054.882.260. Berdasarkan pasal 10 ayat
1 Undang-Undang No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, nilai penjualan bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah
yang seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima. Oleh karena itu, selisih antara nilai penjualan bersih yang seharusnya diakui
dengan nilai penjualan bersih yang diakui merupakan objek pajak sehingga akan menambah laba kena pajak sebesar Rp. 195.517.100.
Penambahan laba kena pajak akan menyebabkan pajak penghasilan terutang akan bertambah sebesar Rp. 58.655.130 30 x Rp
195.517.100.
Universitas Sumatera Utara
b. Koreksi Fiskal Terhadap Batas Waktu Pelunasan Piutang
Adanya perlakuan yang beda dari PT. PSPI terhadap waktu pelunasan piutang kepada pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dan
pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Beberapa pihak yang memiliki hubungan istimewa tidak dikenakan penalti bunga,
meskipun tanggal pelunasan piutangnya telah lewat jatuh tempo. Sedangkan pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa tetap
dikenakan penalti bunga jika pelunasan piutangnya telah lewat jatuh tempo.
Berdasarkan pasal 4 ayat 1f Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, penalti bunga yang seharusnya dikenakan
kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa karena terlambat melunasi piutangnya merupakan objek pajak. Penalti bunga akan
mengakibatkan pendapatan bunga pinjaman yang seharusnya diterima oleh PT. PSPI semakin besar. Pendapatan bunga perusahaan yang
belum diakui karena tidak mengenakan penalti bunga terhadap pihak yang memiliki hubungan istimewa karena terlambat melunasi
piutangnya dalam tahun 2006 adalah Rp. 5.584.893 lihat tabel 4.4. Pada saat pemeriksaan pajak, pendapatan bunga tersebut akan
menambah laba kena pajak sebesar Rp. 5.584.893. Penambahan laba kena pajak akan menyebabkan pajak penghasilan terutang akan
bertambah sebesar Rp. 1.675.467 30 x Rp. 5.584.893.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Daftar keterlambatan pembayaran terhadap piutang penjualan dari pihak yang memiliki hubungan
istimewa Perusahaan
Jumlah Piutang
Tanggal Transaksi
Tanggal Jatuh Tempo
Tanggal Pelunasan
Keterlambatan Pembayaran
Bulan Bunga 24
per tahun DC
31.562.500 10 Jan ‘06
10 Feb ‘06 25 Apr ‘06
2 1.262.500
SCE 22.242.500
2 Mar ‘06 2 Apr ‘06
18 Juni ‘06 2
889.700 EI
24.092.000 8 Apr ‘06
8 Mei ‘06 10 Juli ‘06
2 963.680
CWA 18.599.875
17 Mei ‘06 17 Juni ‘06
19 Agst ‘06 2
743.995 IPI
12.737.500 10 Juli ‘06
10 Agst ‘06 4 Sept ‘06
1 254.750
CCS 20.017.500
7 Agst ‘06 7 Sept ‘06
3 Nov ‘06 2
800.700 SCE
33.478.400 9 Sept ‘06
9 Okt ‘06 15 Nov ‘06
1 669.568
TOTAL 162.730.275
5.584.893
Sumber: Daftar Pelunasan Piutang PT. PSPI Tabel 4.5
Daftar keterlambatan pembayaran terhadap piutang penjualan dari pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa
Perusahaan Jumlah
Piutang Tanggal
Transaksi Tanggal Jatuh
Tempo Tanggal
Pelunasan Keterlambatan
Pembayaran Bulan
Bunga 24 per tahun
PT. A 75.786.000
14 Jan ‘06 14 Feb ‘06
20 Mar ‘06 1
1.515.720 PT. B
111.412.500 11 Feb ‘06
11 Mar ‘06 16 Apr ‘06
1 2.228.250
PT. C 52.141.250
24 Apr ‘06 24 Mei ‘06
23 Juni ‘06 1
1.042.825 PT. D
49.138.750 6 Juni ‘06
6 Juli ‘06 10 Sept ‘06
2 1.965.550
PT. E 134.010.000
12 Okt ‘06 12 Nov ‘06
12 Des ‘06 1
2.680.200 PT. F
66.988.125 20 Okt ‘06
20 Nov ‘06 22 Des ‘06
1 1.339.762,5
PT. G 53.608.500
26 Okt ‘06 26 Nov ‘06
25 Des ‘06 1
1.072.170 TOTAL
543.085.125 11.844.477,5
Sumber: Daftar Pelunasan Piutang PT. PSPI
c. Koreksi Fiskal Terhadap Bunga Pinjaman
Kewajaran bunga pinjaman dapat dilihat dari suku bunga pinjaman setiap tahunnya. Suku bunga dapat dikatakan wajar apabila suku bunga
pinjaman ada dalam batas suku bunga pasar atau suku bunga pinjaman kepada pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Suku bunga
dapat dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah bunga pinjaman dengan jumlah pinjaman dari tahun yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
Suku bunga pinjaman antar pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa tahun 2006:
Rp. 248.083.500
Suku bunga pinjaman antar pihak yang memiliki hubungan istimewa tahun 2006:
= 18,3 Rp 1.355.647.536
Rp. 763.346.425
Berdasarkan perbandingan kedua suku bunga di atas menunjukkan bahwa suku bunga pinjaman antar pihak yang memiliki hubungan
istimewa lebih rendah dibandingkan dengan suku bunga pinjaman antar pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa. Koreksi fiskal
terhadap rendahnya bunga pinjaman antar pihak yang memiliki hubungan istimewa merupakan koreksi negatif karena koreksi tersebut
mengakibatkan bertambahnya jumlah beban bunga sehingga laba kena pajak semakin kecil. Berkurang laba kena pajak menyebabkan pajak
penghasilan terutang akan semakin kecil. Meskipun perbedaan suku bunga pinjaman tidak berpengaruh terhadap
laba kena pajak dan pajak penghasilan yang terutang, perbedaan tersebut berpengaruh terhadap berkurangnya potongan pajak
penghasilan pasal 23. = 17,8
Rp. 4.288.463.057
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6 Analisis Transaksi Transfer Pricing Terhadap Koreksi Fiskal Bunga Pinjaman
Keterangan Menurut Perusahaan
Menurut Fiskal Selisih
Bunga Pinjaman 1.011.429.925
1.033.681.246 22.251.321
PPh 23 atas Bunga 151.714.488
155.052.186 3.337.698
Sumber: Daftar Bukti Potong PPh 23
Total bunga pinjaman yang diakui PT. PSPI pada tahun 2006 adalah Rp. 1.011.429.925, tetapi menurut pajak total bunga pinjaman yang
seharusnya diakui oleh PT. PSPI harus sesuai dengan suku bunga yang wajar adalah Rp. 1.033.681.246 18,3 x Rp. 5.648.531.400. Selisih
antara total bunga pinjaman yang diakui dengan total bunga pinjaman menurut pajak sebesar Rp. 22.251.321. Maka dari itu, potongan pajak
penghasilan pasal 23 yang masih harus bayar oleh PT. PSPI adalah Rp. 3.337.698 15 x Rp. 22.251.321.
Tabel 4.7 Koreksi Fiskal Pajak Penghasilan Terhadap Transaksi Transfer Pricing
Keterangan Laporan Keuangan
Komersial Koreksi Fiskal
Laporan Keuangan Fiskal
Penjualan Bersih Harga pokok Penjualan
Laba Kotor Beban Operasional
Laba Bersih Penghasilan Lain-Lain
Beban Lain-Lain Laba Sebelum Pajak
Pajak Penghasilan Terutang Kredit Pajak:
PPh 23
PPh 25 PPh 29
PPh Kurang Bayar Laba Setelah Pajak
7.054.882.260 3.727.663.190
3.327.219.070 2.693.152.680
634.066.390 29.592.530
422.470 663.236.450
181.470.935 151.714.488
7.454.334 6.623.660
15.678.453 647.557.997
195.517.100
5.584.893
3.337.698 7.250.399.360
3.727.663.190 3.522.736.170
2.693.152.680 829.583.490
35.177.423 422.470
864.338.443 341.801.532
155.052.186 7.454.334
6.623.660 72.671.352
691.667.091 Sumber: Laporan Keuangan Tahunan PT. PSPI
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: PPh Terutang Laporan Keuangan Komersial
10 x Rp. 50.000.000 = Rp. 5.000.000
15 x Rp. 50.000.000 = Rp. 7.500.000
30 x Rp. 563.236.450 = Rp. 168.970.935
Rp. 181.470.935 PPh Terutang Laporan Keuangan Fiskal
10 x Rp. 50.000.000 = Rp. 5.000.000
15 x Rp. 50.000.000 = Rp. 7.500.000
30 x Rp. 764.338.443 = Rp. 229.301.532
Rp. 341.801.532 Penghasilan lain-lain yang dikoreksi adalah penghasilan terhadap penalti bunga
yang seharusnya dikenakan terhadap pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa karena terlambat melunasi piutangnya. Penghasilan tersebut menjadi objek pajak
dalam menghitung pajak penghasilan terutang.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN