8,197 . Sedangkan pada agroforestri kopi nilai K terendah adalah Sphyrotheca sp. dengan nilai K 11,943 individum
2
dan nilai KR 10,909 . Hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai Kepadatan
total dan Kepadatan Relatif pada kedua lokasi ini disebabkan karena Collembola permukaan tanah yang ditemukan memiliki kisaran toleransi dan daya dukung
yang berbeda-beda terhadap berbagai faktor fisik-kimia lingkungan sehingga terdapat beberapa spesies yang ditemukan pada hutan sekunder tetapi tidak
ditemukan pada agroforestri kopi begitu juga sebaliknya. Sukarsono 2009 menyatakan bahwa jenis-jenis fauna tanah yang kisaran toleransinya bersifat luas
terhadap banyak faktor lingkungan tertentu misalnya suhu, kelembaban dan habitat maka akan memiliki sebaran yang luas dan jumlah yang banyak
dibandingkan dengan fauna tanah yang kisaran toleransinya bersifat sempit atau toleran terhadap beberapa faktor lingkungan saja.
Pasokan makanan sebagai sumber energi juga turut mempengaruhi keberadaan dan kepadatan fauna tanah. Pada kedua lokasi ini diduga pasokan
makanan yang tersedia terdapat perbedaan sehingga kepadatan fauna tanah yang didapatkan juga berbeda. Suin 2006 menyatakan bahwa semua fauna tanah
bergantung pada material organik tanah sebagai penyedia energi bagi kehidupannya. Handayanto Hairiyah 2009 menambahkan masing-masing
fauna tanah memiliki ketergantungan yang berbeda terhadap lingkungan tanah dalam hal pasokan energi dan nutrisi untuk pertumbuhannya. Sebagian besar
fauna tanah mendapatkan energi dan nutrisi langsung dari tanah, baik dari bahan mineral, bahan organik atau dari biomassa hidup dalam tanah.
4.3. Frekuensi Kehadiran Konstanta Collembola Permukaan Tanah
Frekuensi kehadiran sering pula dinyatakan sebagai konstansi. Dari frekuensi kehadiran atau konstansi itu, fauna tanah dapat dikelompokkan menjadi empat
golongan. Golongan aksidental sangat jarang bila konstansinya 0 – 25,
golongan assesori jarang bila konstansinya 25 – 50, golongan konstan sering
bila konstansinya 50 – 75, dan golongan absolut sangat sering bila
konstansinya lebih dari 75 Suin, 2006. Hasil analisis data mengenai frekuensi
Universitas Sumatera Utara
kehadiran dan konstansinya untuk masing-masing Collembola permukaan tanah
yang ditemukan pada tiap lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Nilai Frekuensi Kehadiran dan Konstansi Makrofauna Tanah
Pada Setiap Lokasi Penelitian
No Spesies
Lokasi I Lokasi II
FK Konstanta
FK Konstanta
1. Ascocyrtus sp.
24 Aksidental
- -
2. Entomobrya sp. 1
28 Assesori
24 Aksidental
3. Entomobrya sp. 2
20 Aksidental
32 Assesori
4. Entomobrya sp. 3
24 Aksidental
- -
5. Entomobrya sp. 4
- -
24 Aksidental
6. Homidia sp.
20 Aksidental
28 Assesori
7 Lepidosira sp.
28 Assesori
- -
8. Lepidonella sp.
16 Aksidental
28 Assesori
9. Pseudosinella sp.
- -
28 Assesori
10. Ptenothrix sp. 28
Assesori -
- 11. Sphyrothecasp.
20 Aksidental
20 Aksidental
12. Tomocerus sp. 20
Aksidental -
-
Keterangan: Lokasi I= Hutan Sekunder, Lokasi II= Agroforestri Kopi, FK= Frekuensi Kehadiran
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa pada hutan sekunder ditemukan 7 spesies yang
bersifat Aksidental dan 3 spesies bersifat Assesori. Pada agroforestri kopi ditemukan 3 spesies yang bersifat Aksidental dan 4 bersifat Assesori. Frekuensi
kehadiran yang bersifat Konstan dan Absolut tidak ditemukan. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa tidak ada Collembola permukaan tanah yang mendominasi pada
kedua lokasi. Dengan perkataan lain, pada hutan sekunder dan agroforestri kopi frekuensi kehadiran Collembola permukaan tanah relatif sama.
Keadaan ini diduga karena pada kedua lokasi tersebut merupakan areal yang sudah terdapat kegiatan manusia. Dengan kegiatan-kegiatan yang terjadi di
dalamnya menyebabkan aktivitas Collembola permukaan tanah terganggu dan frekuensi kehadirannya secara umum rendah. Yulipriyanto 2010 menjelaskan
berbagai kegiatan pertanian yang dapat menimbulkan gangguan biota tanah diantaranya pembakaran api, pemanenan, pengolahan, pemadatan, pengambilan
rumput, penyakit atau penggunaan pestisida. Frekuensi, banyaknya dan waktu gangguan menentukan efeknya pada aktivitas organisme tanah.
Banyaknya Collembola permukaan tanah yang terdapat pada masing- masing lokasi yang bersifat aksidental menunjukkan ataupun menggambarkan
ekosistem tersebut baik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kegiatan
Universitas Sumatera Utara
agroforestri ini tidak begitu banyak menimbulkan dampak yang negatif bagi ekosistem. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Hanafiah et al., 2005
agroforestri berfungsi penting dalam mempertahankan konservasi tanah dan air, juga berperan penting dalam mempertahankan kesuburan tanah dan pendapatan
petani. Selanjutnya Widianto et al. 2003 menambahkan bahwa agroforestri memiliki fungsi dan peran yang lebih dekat kepada hutan dibandingkan dengan
pertanian.
4.4 Kepadatan Relatif KR 10 dan Frekuensi Kehadiran FK25 yang Didapatkan pada Setiap Lokasi Penelitian
Dari hasil analisis yang telah dilakukan didapatkan spesies Collembola permukaan tanah yang cukup bervariasi memiliki nilai KR 10 dan FK 25 pada
setiap lokasi penelitian, seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Nilai KR 10 dan FK 25 Collembola permukaan
tanah yang Didapatkan pada Setiap Lokasi Penelitian
No Spesies
Lokasi I Lokasi
II KR
FK KR FK
1. Entomobrya sp. 1
11,475 28
- -
2. Lepidosira sp.
11,475 28
- -
3. Ptenothrix sp.
11,475 28
- -
4. Entomobrya sp. 2
- -
16,364 32
5. Homidia sp.
- -
14,545 28
6. Lepidonella sp.
- -
14,545 28
7. Pseudosinella sp.
- -
16,364 28
Keterangan: Lokasi I = Hutan Sekunder, Lokasi II = Agroforestri Kopi, KR = Kepadatan Relatif, FK = Frekuensi Kehadiran
Dari Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa Collembola permukaan tanah yang
memiliki nilai KR 10 dan FK 25 pada hutan sekunder didapatkan sebanyak 3 spesies yaitu Entomobrya sp. 1, Lepidosira sp., Ptenothrix sp.
Sedangkan pada agroforestri kopi didapatkan sebanyak 4 spesies, yaitu Entomobrya sp. 2 dan Pseudosinella sp., Homidia sp. dan Lepidonella sp.
Keadaan ini menunjukkan bahwa Collembola permukaan tanah tersebut merupakan Collembola yang dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada
masing-masing lokasi. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suin 2002 bahwa hewan tanah yang memiliki nilai KR 10 dan FK 25
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa hewan tanah tersebut merupakan jenis karakteristik di habitat tersebut, dan dapat hidup serta berkembang biak dengan baik.
Banyaknya spesies Collembola permukaan tanah yang dapat hidup dan berkembang biak dengan baik pada agroforestri kopi disebabkan karena pasokan
makanan sebagai sumber energi lebih tersedia atau memadai dibandingkan hutan sekunder, dimana pada agroforestri kopi sedikit banyaknya sudah ada
penambahan pupuk sehingga sumber makanan pada lokasi tersebut bertambah. Selain itu, faktor fisik-kimia terutama nilai kadar N-total pada agroforestri kopi
lebih tinggi dibandingkan hutan sekunder Lampiran 3. Tingginya kadar N-total
dapat memberikan pengaruh terhadap Collembola permukaan tanah yang berada di lokasi tersebut dan ketersediaan makanan atau nutrisi sebagai sumber energi
bagi Collembola permukaan tanah. Lee 1985 menjelaskan bahwa N-total merupakan unsur pembentuk jaringan tubuh hewan. Selanjutnya Adianto 1993
menambahkan bahwa kemampuan fauna tanah diantaranya Collembola permukaan tanah untuk hidup dan berkembang dengan baik pada suatu habitat
sangat ditentukan oleh kondisi fisika, kimia dan biologi tanahnya serta tersedianya bahan makanan yang dibutuhkannya.
Michael 1995 menyatakan bahwa secara alamiah penyebaran hewan- hewan dan tumbuh-tumbuhan diatur oleh jumlah dan keragaman bahan yang
dibutuhkan oleh organisme tersebut serta faktor fisik dan batas toleransi organisme terhadap komponen-komponen ini di lingkungan. Dalam hal ini terjadi
interaksi antara spesies tersebut dengan segala faktor lingkungan abiotik maupun biotik. Dari lingkungannya spesies tersebut mendapat energi sumber makanan
untuk dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkembang biak. Keadaan faktor lingkungan itulah yang menentukan kelimpahan spesies tersebut di lingkungan.
4.5 Komposisi Spesies Collembola Permukaan Tanah Lokasi Penelitian