Strategi Pengelolaan Tanah Wakaf Di Desa Babakan
sengon yang dipilih untuk memproduktifkan wakaf Menurut bapak Enjar adalah bahwa selama dia aktif di Institut Pertanian Bogor, ia melihat bahwa budidaya
penghijauan tanaman sengon adalah pertanian paling menguntungkan dan paling mudah di masa sekarang.
1
Sehingga tidak heran pada saat mengelola tanah wakaf ide kreatifnya muncul, saat ia sedang mengelola komplek pemakaman yang ada di
wilayah Babakan ternyata masih ada sebagian tanah wakaf yang masih kosong. Saat itu beliau berkata:
“saya melihat tanah ini mubazir, sebelum di isi oleh jenazah lebih baik tanah ini dimanfaatkan, kalaupun ada hasilnya, hasilnya
bukan untuk saya, tapi untuk makam-makam juga ”. Begitulah penuturan beliau,
hal-hal seperti inilah yang tentunya harus ditiru oleh nazhir-nazhir yang lain yang ada di seluruh Indonesia. Kreatifitas juga merupakan modal utama agar
pengelolaan wakaf dapat terus produktif. Pada saat ini memang mayoritas tanah wakaf yang ada di desa Babakan
adalah tanah wakaf yang sudah lama diwakafkan, bahkan dari sekitar tahun 1959
2
. Dan mayoritas peruntukannya adalah untuk kegiatan keagamaan seperti untuk masjid, pemakaman, maupun untuk kegiatan pendidikan seperti untuk
sekolah dan pesantren. Berikut adalah datanya:
1
Wawancara Pribadi dengan Enjar. Bogor, 21 April 2011.
2
Ibid
Daftar Tanah Wakaf Desa Babakan Beserta Peruntukannya
No Wakif
Luas Peruntukan
1 H. Maiun alm,
H.Usa alm Sinot Endeng
alm 12.370 m
2
Makam Astana Giri Bangun
2 Bpk. Ahman
Sopian alm 2.700 m
2
Makam Astana Giri Abadi
3 Bpk. Kiai Mukim
alm 16.500 m
2
Makam Cilangkap
4 Bpk. Raman
alm dan Bpk. Barun alm
5000 m
2
Makam Mede dan Sekolah SDN Babakan 03
5 Bpk. H. Usa alm
3500 m
2
Makam Tembok 6
Ibu Ennok alm 500 m
2
Masjid Al Hasan
7 Bpk. H. Usa alm
1200 m
2
Masjid Al-Husna dan Majlis Ta’lim
8 Bpk. H. Maiun
alm 1000 m
2
Masjid Al-Hasanah 9
Bpk. H. Usa alm 5000 m
2
Masjid Nurul Huda
10 Bpk. Acep
Sutisna 1035 m
2
Masjid Darrussalam
11 Bpk. H.
Miftahuddin Isnan
2400 m
2
Sekolah MI dan MTs. Nurul Iman
12 Bpk. Ust. Toha
alm 800 m
2
Sekolah Nurul Islamiyah
13 Bpk. H.
Syamsuddin alm 1 Ha
Pesantren Riyadlul Jannah
14 Bpk. H. Saferi
alm 2000 m
2
Pesantren Riyadlul Irfan, kemudian menjadi Kebun wakaf
mutlak
Sumber: Hasil survei pribadi penulis
Jika melihat data diatas tentunya hal tersebut dapat dimaklumi karena memang pemikiran wakaf pada saat itu lebih menekankan pada aspek ibadah saja
pahala oriented. Bahkan pemikiran seperti itupun sampai sekarang masih banyak ditemukan di masyarakat. Namun dengan berbagai upaya setelah banyak
bermusyawarah, maka dicapailah sebuah titik terang baru di desa Babakan untuk mulai mengembangkan wakaf ini kearah yang lebih produktif, terutama untuk
tanah wakaf yang belum termanfaatkan.
Dari hasil survei penulis tersebut wakaf di desa Babakan memang mayoritas peruntukannya digunakan untuk kegiatan-kegiatan ibadah dan
pendidikan, seperti untuk masjid dan sekolah serta pesantren, selain itu juga untuk pemakaman. Kebanyakan dari tanah wakaf tersebut lahannya sudah dipakai untuk
mesjid, sekolah atau pemakaman, sehingga sisa lahan yang ada tidak memungkinkan untuk para nazhir mengembangkan untuk tujuan produktif karena
sudah terlalu sempit
3
. Namun ada beberapa tanah wakaf yang digunakan untuk pemakaman yang masih menyimpan lahan kosong yang cukup luas, sehingga para
nazhir memilih untuk mengelola tanah tersebut untuk kegiatan produktif. Beberapa contoh tanah wakaf yang diproduktifkan dan menjadi pionir
pengelolaan tanah wakaf dengan cara budidaya penanaman pohon sengon adalah tanah wakaf makam Astana Giri Mekar yang berada dikampung Babakan.
Belakangan makin banyak nazhir yang meniru cara ini untuk pengelolaan tanah wakafnya, tanah wakaf untuk makam yang masih kosong ditanami pohon sengon
agar bisa produktif. Selain makam, ada juga sebuah kebun bekas wakaf pesantren yang juga diproduktifkan dengan cara ditanami pohon sengon. Menurut nazhir
tanah wakaf ini, yakni bapak H. Muhtadin, pohon sengon dipilih juga karena memang budidayanya yang mudah dan menguntungkan.
4
Adapun hasil dari semua budidaya sengon ditanah wakaf ini nantinya akan digunakan untuk
3
Wawancara Pribadi dengan H. M. Idris. Bogor, 10 September 2011
4
Wawancara Pribadi dengan H. Muhtadin. Bogor, 24 April 2011
menambah harta wakaf yang ada, selain itu dalam jangka panjang para nazhir punya rencana untuk membantu masyarakat miskin melalui dana ini.
Selain hal-hal yang telah dikemukakan diatas, mayoritas pengelolaan tanah wakaf yang ada di desa Babakan dilakukan oleh nazhir perseorangan, yaitu
sekitar 1-3 orang per tanah wakafnya. Hal lain yang juga menjadi sorotan adalah minimnya minat para nazhir untuk mendaftarkan tanah wakaf di KUA, bahkan di
KUA Ciseeng tidak terdapat data tanah wakaf. Artinya tanah wakaf di desa Babakan ini juga masih minim yang bersertifikat, tentunya masalah ini harus
segera diatasi agar tidak terjadi sengketa dilain hari. Jika melihat hal-hal diatas tersebut maka dapat digambarkan bahwa
pengelolaan tanah wakaf di Desa Babakan kebanyakan mauquf alaihnya adalah untuk membangun mesjid, mushala, pesantren dan juga kuburan tau pemakaman.
Kemudian dari sisi nazhir sekarang beberapa nazhir sudah mulai mengembangkan wakaf tersebut kearah yang produktif. Namun disisi lain sangat disayangkan
ternyata aspek pengontrol dari lembaga terkait seperti Badan Wakaf Indonesia dan juga KUA sangat minim, padahal hal ini sangat diperlukan agar kegiatan
pengeolaan tanah wakaf berjalan dengan baik.
Setelah melihat berbagai macam data dan teori yang ada diatas maka penulis menganalisa hal-hal yang terkait dengan pengelolaan tanah wakaf di desa
Babakan sebagai berikut. 1. Pengelolaan tanah wakaf yang ada di Desa Babakan memang mayoritas
peruntukannya digunakan untuk kegiatan ibadah dan pendidikan yang cenderung kurang produktif untuk perekonomian, pemanfaatan harta wakaf
yang ada kebanyakan digunakan untuk membangun mesjid, sekolah dan pesantren. Namun sekarang paradigma tanah wakaf hanya digunakan untuk
kegiatan yang bersifat ibadah saja sudah mulai berubah, hal ini ditandai dengan munculnya beberapa tanah wakaf yang digunakan untuk kegiatan
produktif untuk perekonomian. Yang dilakukan adalah dengan cara pendekatan agribisnis dengan memanfaatkan lahan wakaf yang masih kosong
untuk ditanami pohon-pohon industri seperti pohon sengon. 2. Strategi pengelolaan tanah wakaf yang masih kosong yang dilakukan para
nazhir di desa Babakan adalah dengan cara pemanfaatan tanah wakaf dengan pendekatan agribisnis, dalam hal ini adalah menanam pohon sengon sebagai
tanaman utama, selain itu juga ada beberapa pohon mahoni sebagai pohon pelengkap. Hal ini dilakukan karena memang yang memungkinkan untuk
sementara ini dilakukan adalah hal tersebut. Dengan alasan-alasan sebagai berikut:
a. Tanah yang ada adalah tanah wakaf yang digunakan untuk makam, sehingga tidak memungkinkan untuk dibangun ruko, real estate ataupun
semacamnya, sehingga alternatifnya adalah hanya menanami tanah yang masih kosong tersebut dengan tanaman-tanaman industri seperti sengon.
Adapun tanah wakaf yang berupa kebun, tidak strategis juga dimanfaatkan untuk membuat ruko dan sebagainya, karena memang tempat yang tidak
strategis dan jauh dari keramaian, sehingga alternatif budidaya penanaman pohon sengon lah yang dipilih dan memang tepat untuk dipilih.
b. Pohon sengon adalah pohon yang mudah ditanam dan mudah dirawat, selain itu bisa dibilang ia pohon yang cukup likuid, karena jika sudah
besar sedikit saja bisa langsung dijual ke pabrik kertas dan akan digunakan untuk bahan baku pembuatan kertas.
c. Pohon sengon rata-rata dipanen pada usia 5 tahun dengan harga yang cukup mahal, menurut bapak Enjar biasanya bisa menembus angka
Rp.100.000 pohonnya. d. Jika dihitung secara matematis akan seperti ini. Harga terendah satu pohon
sengon jika sudah berusia lima tahun adalah Rp. 100.000 pohon hal ini terjadi ketika lahan kurang subur sehingga ukuran pohon sengon
berdiameter kurang dari 30 cm. Sedangkan ketika penulis bertanya kepada pedagang kayu, harga pohon sengon yang berumur lima tahun
yang rata-rata sudah berdiameter 30 cm atau lebih harganya adalah Rp. 300.000 pohon, bisa juga harganya mencapai Rp. 500.000 pohon jika
pohonnya lebih besar lagi yang dikarenakan lahan sangat subur. Sehingga dapat dihitung sebagai berikut:
1 1000 pohon x Rp. 100.000 = Rp. 100.000.000 jika lahan kurang subur dan diameter pohon kurang dari 30 cm
2 1000 pohon x Rp. 300.000 = Rp. 300.000.000 jika lahan cukup subur dan diameter pohon rata-rata 30 cm
3 1000 pohon x Rp. 500.000 = Rp. 500.000.000 jika lahan sangat subur dan diameter pohon rata-rata diatas 30cm
Hitung- hitungan diatas terjadi ketika panen pertama setelah lima tahun. Setelah lima tahun lagi akan terjadi panen kedua dengan hasil dua kali
lipat, hal ini dikarenakan akan tumbuh pohon baru dari pohon yang telah ditebang. Dan akan disisakan dua tunas baru per tunggulnya, sehingga
dapat dihitung panen kedua akan mendapatkan hasil Rp. 200.000.000, Rp. 600.000.000 dan Rp. 1.000.000.000,-. Angka yang cukup besar untuk
sebuah hasil agribisnis. Dengan dana sebesar itu tentunya cita-cita membangun tanah wakaf dan juga memerangi kemiskinan bukanlah hal
yang mustahil. 3. Strategi pengelolaan wakaf di desa Babakan bisa dibilang cukup baik dan
mulai mengarah kepada pengelolaan yang semi professional, karena mulai memproduktifkan wakaf. Adapun indikator-indikatornya adalah sebagai
berikut: a. Model pengelolaan tanah wakaf yang digunakan adalah dengan cara
agribisnis yaitu dengan cara budidaya penanaman pohon sengon. Hal ini
berarti tanah yang ada sudah dicoba untuk diproduktifkan, selain itu pendapatan dari hasil penjualan pohon sengon juga cukup besar.
b. SDM kenazhiran yang ada sudah cukup bagus. Nazhir-nazhir yang dipilih untuk mengelola tanah wakaf dipilih bukan karena aspek ketokohan lagi
melainkan dipilih karena aspek profesionalitas. Contohnya adalah Bapak Enjar yang memang sudah berpengalaman dalam hal agribisnis karena
memang sempat bekerja di Institut Pertanian Bogor IPB, sehingga pengelolaan tanah wakaf menjadi lebih maksimal.
c. Pola pemanfaatan hasil yang akan dilakukan cenderung tidak konsumtif, hasil yang ada akan dikelola untuk membangun sarana dan prasarana untuk
menambah fasilitas wakaf yang ada. Selain itu kedepan para nazhir
memang mempunyai rencana untuk membantu masyarakat miskin dari hasil pengelolaan wakaf ini, sehingga diharapkan kemiskinan yang selama
ini ada dapat segera terhapus. Namun, ada bebarapa kelemahan yang ada dalam pengelolaan tanah wakaf
ini, yaitu sebagai berikut: a. Manajemen yang ada belum begitu baik, hal ini dapat dimengerti karena
memang nazhir kurang begitu mengerti dalam hal manajemen. Para nazhir hanya ahli dibidang agribisnis dan kurang menguasai masalah
manajamen, pengelolaan yang ada belum begitu sempurna. Solusi yang ada adalah harus ada nazhir yang mengerti masalah manajemen agar
pengelolaan wakaf dapat lebih teratur lagi serta terarah targetnya.
b. Salah satu aspek manajemen yang juga belum dipenuhi adalah masalah aspek akuntansi dan auditing. Para nazhir pun belum begitu mengerti
masalah ini. Yang penting bagi mereka adalah tanah wakaf dikelola agar tidak menjadi lahan tidur yang tidak produktif. Namun mereka cenderung
mengabaikan masalah pencatatan keuangan ini. Dikhawatirkan akan terjadi masalah dikemudian hari jika aspek ini tidak dipenuhi. Karena hal
yang menyangkut keuangan selalu cukup sensitif. c. Tanah wakaf yang ada masih banyak yang belum bersertifikat. Masalah
administrasi ini harus segera diselesaikan agar tidak menjadi masalah besar dikemudian hari.
4. Hasil pengelolaan wakaf yang dilakukan masih baru sebatas untuk menambah fasilitas tanah wakaf tersebut, adapun memang kedepannya rencana untuk
menjadikan wakaf sebagai alat untuk menanggulangi kemiskinan sudah direncanakan dibenak para nazhir. Hal ini tentunya bukan mustahil untuk
dilakukan, mengingat semangat para nazhir yang tinggi dan diimbangi dengan pengelolaan pohon sengon yang maksimal tentunya akan mendapatkan hasil
penjualan yang besar.
72