Analisis Lahan Kritis Dan Arahan Rehabilitasi Lahan Dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah
ANALISIS LAHAN KRITIS DAN ARAHAN REHABILITASI
LAHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH
DINIK INDRIHASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Lahan Kritis dan
Arahan Rehabilitasi Lahan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal
Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutipdari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Dinik Indrihastuti
NIM A156140304
RINGKASAN
DINIK INDRIHASTUTI. Analisis Lahan Kritis dan Arahan Rehabilitasi Lahan
dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Dibimbing oleh
KUKUH MURTILAKSONO dan BOEDI TJAHJONO.
Lahan kritis merupakan salah satu indikator adanya degradasi lingkungan
sebagai akibat dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang
bijaksana. Dampak lahan kritis sesungguhnya tidak hanya pemunduran sifat-sifat
tanah, namun juga mengakibatkan penurunan fungsi konservasi, fungsi produksi,
dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pemetaan lahan kritis sangat penting
untuk dilakukan agar pelaksanaan kegiatan rehabilitasi bisa dilaksanakan secara
optimal dan permasalahan yang ditimbulkan dari keberadaan lahan kritis bisa
teratasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan lahan kritis,
mengkaji keterkaitan sebaran lahan kritis pada pola ruang dan membuat arahan
rehabilitasi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Kendal.
Analisis dan pemetaan lahan kritis dilakukan dengan menggunakan
parameter penentu kekritisan lahan yang terdapat pada Perdirjen BPDAS PS
Nomor P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi. Penggunan parameter
modifikasi karena adanya penghitungan berulang pada parameter P.4/V-Set/2013,
yaitu pada faktor kemiringan lereng dan faktor penggunaan/tutupan lahan.
Berdasakan pada tujuan penelitian maka metode yang digunakan pada penelitian
ini adalah (1) pemilihan parameter lahan kritis (parameter modifikasi), (2)
overlay parameter-parameter lahan kritis dan pengolahan data tabular dengan
menggunakan SIG untuk memperoleh sebaran lahan kritis, sebaran lokasi
rehabilitasi dan sebaran lahan kritis terhadap pola ruang di Kabupaten Kendal.
Luasan lahan kritis tahun 2014 yang terbentuk di Kabupaten Kendal
berdasarkan pada parameter P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi berturutturut adalah 19.535,96 ha dan 34.317,87 ha. Arahan pelaksanaan rehabilitasi lahan
untuk mengatasi lahan kritis berdasarkan pada sebaran lahan kritis yang terbentuk
dari parameter modifikasi. Rehabilitasi lahan melalui kegiatan konservasi
vegetatif (reboisasi, penghijauan dan pengkayaan jenis tanaman) dan konservasi
sipil teknis (pembuatan bangunan dam pengendali, dam penahan, terasering,
saluran pembuangan air, sumur resapan, embung, rorak, dan biopori) untuk
mencegah erosi dan sedimentasi.
Arahan rehabilitasi lahan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten
Kendal bertujuan untuk mengendalikan lahan kritis dan meningkatkan pendapatan
masyarakat dengan menjual produk dari hutan rakyat. Pengembangan wilayah di
kawasan hutan dapat dilaksanakan melalui kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (agroforestry, hutan rakyat, ekowisata dan wanafarma), pada kawasan
budidaya terutama pada lahan terlantar melalui optimalisasi hutan rakyat.
Kawasan hutan yang dimanfaatkan secara optimal melalui kegiatan PHBM
dengan penanaman padi gogo, jagung dan kopi diharapkan dapat menyumbang
PDRB sebesar Rp 121,8 milyar dan pengembangan kawasan wisata diharapkan
bisa berkontribusi sebesar +Rp 1,5 milyar per tahun, sehingga total kontribusi
sebesar Rp 123,31 milyar (0,45% dari total PDRB Kabupaten Kendal).
Kata kunci : lahan kritis, rehabilitasi lahan, pengembangan wilayah
SUMMARY
DINIK INDRIHASTUTI. Analysis of Degraded Land and Land
Rehabilitation Recommendation for Regional Development of Kendal Regency,
Central Java. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and BOEDI
TJAHJONO.
Degraded land was one indicator of environmental degradation as a result of
inaproper natural resources utiliation. The impact of degraded land was not only
in degrading soil properties, but also its conservation function, production
function, and community‟s social economic. Degraded land mapping was
important in order to take rehabilitation optimally and overcome degraded land
problems. The objectives of this study were to analyze and mapping degraded
land, analyze relation of degraded land in spatial pattern, and recommend land
rehabilitation in the regional development of Kendal Regency.
Analysis and degraded land mapping was conducted by using determining
parameter of degraded land that listed in Perdirjen BPDAS PS Number P.4/VSet/2013 and its modification parameter. The modification parameter was applied
due to repeated calculation in parameter P.4/V-Set/2013, that is slope factor and
land use/land cover factor. According to objectives of the study, the method
applied in this study were (1) selection determinant parameters of degraded land,
(2) overlaying determinant parameter of degraded land and tabular data
processing using Geographic Information System (GIS) to obtain distribution of
land degradation level, distribution of rehabilitation location and distribution of
degraded land to spatial pattern in Kendal Regency.
The result of this research showed that degraded land area on 2014 in
Kendal Regency based on parameter P.4/V-Set/2013 was 19,535.96 ha and based
on modification parameter was 34,317.87 ha. The direction of the implementation
of rehabilitation to overcome the degraded land was composed based on the
distribution of degraded land according to the modified parameters. Rehabilitation
of land was recommended through vegetative conservation (reforestation,
afforestation and plant species enrichment) and the civil engineering conservation
(construction of dams, control dam, terraces, water channels, recharge wells,
ponds, siltpit, and biopore hole) to prevent erosion and sedimentation.
The direction of land rehabilitation in regional development of Kendal
Regency was intended to control degraded land and increase community‟s income
by selling products from community forest. Regional development in forest area
can be implemented by Community Based Forest Management (agroforestry,
community forests, ecotourism and forest-pharmacy), whereas in cultivated area
especially in degraded land was conducted by optimization of community forest.
The forest area that was optimally utilized by CBFM (Community Based Forest
Management) activities by planting upland (gogo) rice, corn and coffee were
expected to contribute the increase of Kendal Regency‟s GRDP for Rp 121.8
billion and the development of tourism was expected to generate income of
approximately Rp 1.5 billion per year, therefore it contributed to the increase of
Kendal‟s GRDP for Rp 123.31 billion (0.45% of total Kendal GRDP).
Keywords : degraded land, regional development, rehabilitation.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ANALISIS LAHAN KRITIS DAN ARAHAN REHABILITASI
LAHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH
DINIK INDRIHASTUTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc
PRAKATA
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini yang berjudul Analisis Lahan Kritis dan Arahan Rehabilitasi Lahan
dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS sebagai ketua komisi pembimbing
dan Bapak Dr Boedi Tjahjono, MSc sebagai anggota komisi pembimbing
dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk
mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini
2. Bapak Dr Suria Darma Tarigan, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang
telah memberikan masukan dan koreksinya untuk penyempurnaan tesis ini.
3. Ibu Dr Ir Khursatul Munibah, MSc selaku pimpinan sidang yang telah
memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.
4. Bapak Dr Ernan Rustiadi, MAgr selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah yang banyak memberi wawasan dalam menyelesaikan
tesis ini.
5. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi PWL IPB yang telah
mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.
6. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan kepada penulis.
7. Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan dan Direktur Mobilisasi
Sumberdaya Sektoral dan Regional, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis.
8. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, BPS, Bappeda, Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal, dan Perum Perhutani KPH
Kendal yang telah membantu data dan informasi.
9. Ayah, Ibu, Suami dan Anak tercinta yang telah memberikan ridho, izin serta
dorongan semangat sehingga memberikan kekuatan yang besar kepada
penulis.
10. Rekan-rekan PWL IPB 2014 baik kelas khusus Bappenas maupun reguler
yang banyak memberikan bantuan moral selama masa pendidikan.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik
moril maupun materiil selama studi dan penulisan tesis ini
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan
dan ketidaksempurnaan. Kritik dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan
penulis untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Semoga memberikan
manfaat.
Bogor, Juni 2016
Dinik Indrihastuti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Kerangka Pemikiran
4
2
TINJAUAN PUSTAKA
7
Lahan Kritis
7
Erosi yang diperbolehkan (EDP)
8
Erodibilitas Tanah
8
Kriteria Lahan Kritis
9
Rehabilitasi Lahan
9
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
11
Pengembangan Wilayah
12
3
METODE
13
Waktu dan Lokasi Penelitian
13
Jenis dan Sumber Data
13
Metode Pengumpulan Data
14
Bahan dan Alat
14
Metode Analisis Data
14
4
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
27
Wilayah Administrasi
27
Penutupan/Penggunaan Lahan
28
Topografi
28
Jenis Tanah
28
Curah Hujan
29
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
32
Parameter Penyusun Tingkat Kekritisan Lahan
32
Analisis dan Pemetaan Lahan Kritis dengan Parameter dari Perdirjen
BPDAS PS Nomor P. 4/V-Set/2013
40
Analisis dan Pemetaan Lahan Kritis dengan Parameter Modifikasi
42
Perbandingan Lahan Kritis berdasarkan Parameter BPDAS PS Nomor
P.4/V-Set/2013 dan Parameter Modifikasi
45
Keterkaitan Sebaran Lokasi Rehabilitasi Lahan dengan
48
Tingkat Kekritisan Lahan
48
Sebaran Lahan Kritis dengan Pola Ruang (RTRW)
49
Arahan Rehabilitasi Lahan dalam Pengembangan Wilayah Berdasarkan
Pemetaan Lahan Kritis (Parameter Modifikasi)
55
6
SIMPULAN DAN SARAN
64
Simpulan
64
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
65
67
69
99
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Perubahan pengunaan/tutupan lahan tahun 2009–2014 Kabupaten Kendal 3
Jenis data, sumber data, teknik analisis dan hasil penelitian
15
Kelas tingkat bahaya erosi (TBE)
18
Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung 19
Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya
pertanian
20
Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar
kawasan hutan dan kawasan hutan produksi
20
Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan jumlah skoring (P. 4/VSet/2013)
21
Parameter penentu kekritisan lahan (parameter modifikasi)
22
Urutan parameter penentu dan bobot
22
Parameter, bobot, kriteria, skor dan nilai penentu kekritisan lahan pada
parameter modifikasi
25
Kelas lahan kritis parameter modifikasi
25
Curah hujan rata-rata Kabupaten Kendal tahun 2004 – 2014
30
Matriks perbandingan parameter penentu tingkat kekritisan lahan
32
Luas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Kendal tahun 2014
33
Luas kelas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Kendal Tahun 2014 34
Luas kemiringan lereng Kabupaten Kendal
34
Curah hujan bulanan rata-rata (cm), perhitungan erosivitas hujan (R)
Kabupaten Kendal dan skoring erosivitas tahun 2005-2014
35
Kelas erodibilitas tanah Kabupaten Kendal dan luasannya
37
Kelas kemiringan lereng dan nilai LS Kabupaten Kendal serta luasannya 37
Faktor pengelolaan tanaman (C) Kabupaten Kendal dan luasannya
38
Faktor tindakan konservasi (P) Kabupaten Kendal dan luasannya
38
Kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Kabupaten Kendal dan luasannya
38
Kelas produktivitas kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal
dan luasannya
39
Kelas erosi yang diperbolehkan (EDP) Kabupaten Kendal dan luasannya 39
Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal dan
luasannya tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
40
Tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal
dan luasannya tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
41
Tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung di luar hutan dan luasannya di
Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
41
Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan produksi Kabupaten Kendal
dan luasannya tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
42
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
41
42
43
44
45
46
Tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal dan luasannya tahun 2014
dengan parameter P. 4/V-Set/2013
42
Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal
dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi
43
Tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertaniaan Kabupaten
Kendal dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi
43
Tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung luar hutan Kabupaten
Kendal dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi
44
Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan produksi Kabupaten Kendal
dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi
44
Tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal dan luasannya tahun 2014
dengan parameter modifikasi
45
Perbandingan luasan lahan kritis di Kabupaten Kendal tahun 2014 antara
parameter P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi.
45
Tingkat kekritisan lahan pada tahun 2004, 2009, 2013 dan 2014 dan
luasannya
47
Luasan realisasi RHL Kabupaten Kendal tahun 2011 s.d 2014
48
Rekapitulasi sebaran lokasi kegiatan KBR Kabupaten Kendal terhadap
tingkat kekritisan lahan tahun 2010-2014
49
Luas Kawasan berdasarkan pola ruang pada Rencana Tata Ruang
Kabupaten Kendal tahun 2011
50
Sebaran lahan kritis pada tiap kecamatan Kabupaten Kendal tahun 2014 52
Urutan prioritas rehabilitasi lahan kritis pada pola ruang Kabupaten
Kendal
56
Arahan pengembangan wilayah kecamatan pada lahan kritis di Kabupaten
Kendal tahun 2014
60
Perkembangan PDRB Kabupaten Kendal
61
Pertumbuhan ekonomi dan kategori pertanian, peternakan, perburuan dan
jasa pertanian di Kabupaten Kendal Tahun 2013 – 2014 (persen)
62
Pemanfaatan lahan dengan sistem PHBM berdasarkan arahan rehabilitasi
lahan
63
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
Nomograf Erodibilitas Tanah (K)
Lokasi penelitian Kabupaten Kendal Tahun 2014
Bagan alir pemetaan lahan kritis dengan parameter P.4/V-Set/2013 dan
parameter modifikasi
Bagan alir pemyusunan arahan pengembangan wilayah Kabupaten
Kendal
6
9
13
16
16
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Peta lokasi pengambilan sampel tanah tahun 2015
17
Peta Administrasi Kabupaten Kendal
27
Peta tutupan lahan saat ini Kabupaten Kendal tahun 2014
28
Peta kemiringan lereng Kabupaten Kendal tahun 2011
29
Peta jenis tanah Kabupaten Kendal tahun 2011
30
Peta curah hujan tahunan Kabupaten Kendal tahun 2004 -2014
31
Peta kawasan Kabupaten Kendal tahun 2011
33
Grafik curah hujan bulanan rata-rata Kabupaten Kendal Periode 2005 –
2014
36
Grafik erosivitas hujan tahunan Kabupaten Kendal periode 2005-2014
36
Peta lahan kritis Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter P. 4/VSet/2013
46
Peta tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan
parameter modifikasi
46
Peta lokasi kegiatan KBR terhadap tingkat kekritisan lahan tahun 2014
dengan parameter modifikasi di Kabupaten Kendal
49
Peta pola ruang Kabupaten Kendal Tahun 2011
53
Peta sebaran lahan kritis tahun 2014 terhadap pola ruang
Kabupaten Kendal
54
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Lokasi pengambilan sampel tanah
Daftar nama kecamatan, jumlah dan nama desa di Kabupaten Kendal
Peta kelas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Kendal tahun 2014
Peta kelas kemiringan lereng Kabupaten Kendal
Hasil analisis laboratorium sifat fisik dan kima tanah
Hasil analisis nilai erodibilitas tanah (K)
Peta kelas erodibilitas tanah Kabupaten Kendal
Peta faktor pengelolaan tanaman di Kabupaten Kendal
Peta faktor tindakan konservasi tanah di Kabupaten Kendal
Peta tingkat bahaya erosi (TBE) Kabupaten Kendal
Peta produktivitas di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal
Peta Erosi yang diperbolehkan (EDP) Kabupaten Kendal
Peta lahan kritis di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal tahun 2014
dengan parameter P. 4/V-Set/2013
Peta lahan kritis di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal tahun
2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
Peta lahan kritis pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 2014
Kabupaten Kendal dengan P. 4/V-Set/2013
70
71
73
73
74
75
76
76
77
77
78
78
79
79
80
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Peta lahan kritis di kawasan hutan produksi Kabupaten Kendal tahun 2014
dengan parameter P. 4/V-Set/2013
80
Peta tingkat kekritisan lahan tahun 2014 Kabupaten Kendal (parameter P.
4/V-Set/2013)
81
Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal
tahun 2014 dengan parameter modifikasi
81
Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian Kabupaten
Kendal tahun 2014 dengan parameter modifikasi
82
Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung luar kawasan hutan
Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter modifikasi
82
Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan produksi tahun 2014 dengan
parameter modifikasi
83
Peta tingkat kekritisan lahan tahun 2014 Kabupaten Kendal (parameter
modifikasi)
83
Rekapitulasi data sebaran tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal per
Kecamatan tahun 2009
84
Rekapitulasi data sebaran tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal per
Kecamatan tahun 2013
85
Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan oleh Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal
86
Sebaran lokasi rencana pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan
Kabupaten Kendal per kecamatan
96
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia menyebabkan
kebutuhan pada lahan juga semakin meningkat. Karena lahan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, dan papan, sehingga banyak
lahan yang mengalami perubahan fungsi. Perubahan fungsi lahan yang dibarengi
dengan pengelolaan lahan namun tanpa menerapkan teknik yang sesuai maka
dapat menyebabkan kerusakan tanah. Kondisi ini jika berlangsung terus menerus
maka sangat dikhawatirkan akan terjadi kerusakan fisik lahan yang berakibat pada
terjadinya penurunan kesuburan tanah dan produktivitas tanah serta meningkatkan
luasan lahan terdegradasi. Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas
lahan yang sifatnya sementara maupun tetap yang dicirikan oleh penurunan sifat
fisik, kimia dan biologi tanah.
Kondisi biofisik lahan yang cenderung menurun menyebabkan penurunan
produktivitas pertanian, lingkungan, dan ketersediaan pangan. Kondisi seperti ini
sering disebut sebagai proses degradasi lahan. Secara umum lahan kritis
merupakan salah satu indikator terjadinya degradasi lingkungan sebagai dampak
dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang bijaksana
(Nugroho dan Prayogo 2008). Keadaan ini kemudian mengakibatkan tingginya
laju erosi dan melahirkan lahan kritis. Di Indonesia peristiwa erosi umumnya
disebabkan oleh air hujan karena Indonesia mempunyai iklim tropis (Arsyad
2010). Selain faktor penggunaan lahan dan curah hujan, terjadinya lahan kritis
juga didukung oleh faktor topografi, seperti kondisi lereng yang curam serta
kondisi lahan yang memiliki tanah yang peka terhadap erosi (Barus et al. 2011).
Lahan kritis merupakan salah satu bentuk dari lahan terdegradasi (Dariah et
al. 2004). Pengertian lahan kritis cukup bervariasi antara suatu lembaga dengan
lembaga lainnya. Adanya perbedaan sudut pandang dari masing-masing lembaga
tersebut karena setiap lembaga memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbedabeda. Dari lembaga pertanian memandang lahan kritis dikaitkan dengan
produksinya (produksi) sedangkan lembaga kehutanan memandang lahan kritis
dikaitkan dengan fungsi lahan sebagai media pengatur tata air, media produksi
hasil hutan, dan sebagai media proteksi banjir dan/atau sedimentasi di wilayah
hilir (Didu 2001).
Dampak lahan kritis sesungguhnya tidak hanya pemunduran sifat-sifat
tanah, namun juga mengakibatkan penurunan fungsi konservasi, fungsi produksi,
dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dari fungsi konservasi, lahan kritis
adalah lahan yang sudah tidak mampu lagi berfungsi untuk menjaga tata air,
sumberdaya tanah, serta biodiversitas yang hidup di atas lahan tersebut. Dari
fungsi produksi lahan kritis adalah lahan yang tidak mampu lagi sebagai media
tumbuh dan berkembang tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
permukiman, industri, dan pariwisata. Akibat dari kondisi ini maka akan
mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang memanfaatkan
lahan tersebut (Barus et al. 2011).
Kabupaten Kendal memiliki kondisi topografi yang cukup beragam dimana
terdapat perbukitan, dataran, dan pesisir. Menurut Dinas Pertanian, Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Kendal, pada tahun 2009 sampai dengan 2013, wilayah
2
bagian selatan bertopografi perbukitan (dengan dominasi kemiringan bervariasi :
8-15 %, 15-25 % dan > 40%) memiliki sebaran lahan kritis yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan kawasan dataran maupun pesisir. Namun meningkatnya
jumlah penduduk (baik kelahiran maupun migrasi di wilayah Kendal bagian utara)
menyebabkan kebutuhan akan tanah meningkat, sedangkan luas lahan tidak
bertambah. Hasilnya keadaan ini menggeser fungsi lahan tersebut, sehingga
terjadi perubahan penggunaan lahan serta memicu peningkatan luasan lahan kritis
dari tahun ke tahun.
Dengan adanya lahan kritis di kawasan lindung secara otomatis akan sangat
mempengaruhi kelangsungan kawasan lindung itu sendiri (baik di dalam maupun
di luar kawasan hutan), terganggunya sistem tata air pada wilayah di sekitarnya,
terjadinya kekeringan di musim kemarau, dan banjir di Kabupaten Kendal pada
saat musim penghujan. Keberadaan lahan kritis pada kawasan budidaya dapat
menurunkan produktivitas pertanian dan perekonomian di Kabupaten Kendal.
Oleh karena itu pengembangan konservasi lahan kritis perlu dilakukan untuk
mempertahankan kelestarian lingkungan hidup dan pengembangan wilayah
sebagai penyangga pembangunan dan meningkatkan perekonomian di Kabupaten
Kendal.
Perumusan Masalah
Menurut data Kementeriaan Kehutanan (2012) lahan kritis mencakup lahanlahan yang tergolong kelas Agak Kritis, Kritis, dan Sangat Kritis. Pada tahun
2006 luas lahan kritis di Indonesia mencapai 77.806.881 ha, pada tahun 2010
meningkat menjadi 82.176.443 ha, dan pada tahun 2011 mencapai 104.202.026
ha. Berdasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS
dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan Nomor : SK.4/V-DAS/2015
tentang Penetapan Peta dan Data Hutan dan Lahan Kritis Nasional Tahun 2013,
menyebutkan bahwa luas hutan dan lahan kritis nasional tahun 2013 terbagi dalam
kriteria sebagai berikut :
a. Sangat Kritis seluas 4.738.383 ha
b. Kritis seluas 19.564.911 ha
c. Agak Kritis seluas 45.878.468 ha
d. Potensial Kritis seluas 63.627.253 ha
e. Tidak Kritis seluas 55.484.709 ha
Luas hutan dan lahan kritis di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah sebagai
berikut :
a. Sangat Kritis seluas 5.210 ha
b. Kritis seluas 105.633 ha
c. Agak Kritis seluas 591.900 ha
d. Potensial Kritis seluas 917.565 ha
e. Tidak Kritis seluas 1.831.998 ha
Lahan kritis di Kabupaten Kendal pada tahun 2009 seluas 5.933,67 ha berada di
dalam kawasan hutan dan seluas 22.548,90 ha berada di luar kawasan hutan,
sedangkan pada tahun 2013 seluas 3.579,10 ha berada di dalam kawasan hutan
dan 42.019,60 ha berada di luar kawasan hutan (Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Kendal 2014).
3
Terbentuknya lahan kritis dapat dipengaruhi oleh faktor alami dan faktor
manusia. Penggunaan lahan yang seringkali tidak memperhatikan aspek
kesesuaian lahan dan konservasi disertai faktor alami seperti tingginya curah
hujan, kemiringan lereng, dan jenis tanah yang peka terhadap erosi dapat
menyebabkan degradasi lahan dan mendorong terbentuknya lahan kritis.
Pemerintah (Kementerian Kehutanan) mencanangkan kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan (RHL) untuk mengatasi lahan kritis, memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, produktivitas dan peranannya sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga.
Kegiatan RHL telah menjadi salah satu kegiatan yang strategis dalam
pembangunan nasional, yaitu RHL seluas 2,5 juta ha (tahun 2010–2014) atau
seluas 500.000 ha per tahun. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Wilayah
BPDAS Pemali Jratun yang dilaksanakan sejak tahun 2010–2014 meliputi;
rehabilitasi kawasan konservasi/lindung (3.174,00 ha), hutan kota (117,7 ha),
rehabilitasi mangrove (540 ha), pesemaian permanen (2.000 batang), hutan rakyat
kemitraan (4.721,1 ha), penghijauan lingkungan (1.488.306 batang), kebun bibit
rakyat (145.858, 4 ha) dan pengembangan perhutanan masyarakat pedesan
berbasis konservasi (730 unit). Adapun kegiatan RHL di Kabupaten Kendal yang
dilaksanakan mulai tahun 2010–2014 meliputi kegiatan rehabilitasi kawasan
konservasi/lindung (200 ha), rehabilitasi mangrove (20 ha), hutan rakyat
kemitraan (2.885,89 ha), penghijauan lingkungan (142.000 batang), kebun bibit
rakyat (13.335 ha) dan pengembangan perhutanan masyarakat pedesan berbasis
konservasi (39 unit) (Kementerian Kehutanan 2014).
Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Kendal juga
mempengaruhi tebentuknya lahan kritis, penggunaan lahan berupa sawah,
empang, kebun, hutan mengalami penurunan luasan, sedangkan pada penggunaan
berupa tegalan, permukiman dan semak belukar mengalami peningkatan, secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perubahan pengunaan/tutupan lahan tahun 2009–2014 Kabupaten Kendal
No Penggunaan/tutupan lahan
1
2
3
4
5
6
7
Sawah
Tegalan
Empang
Kebun
Hutan
Semak belukar
Permukiman
Luas (ha)
2009
2014
31.327,48
30.520,00
8.493,00
9.188,37
3.572,44
3.529,74
23.301,89
21.560,04
18.090,82
17.540,54
1.977,13
3.006,95
12.676,74
14.093,86
Perubahan
luas (ha)
-807,48
695,37
-42,70
-1.741,85
-550,28
1.029,82
1.417,12
Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kendal (2014)
Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Kabupaten Kendal
kawasan yang ditunjuk sebagai kawasan hutan lindung dan kawasan lindung di
luar kawasan hutan yang berfungsi untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup di
sekitarmya pada kenyataanya berada pada kawasan lahan kritis. Data dari Dinas
Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal (2014) menyebutkan
bahwa pada tahun 2013 luasan lahan kritis yang meliputi kelas “sangat kritis”,
“kritis” dan “agak kritis” seluas 10.866,5 ha yang berada pada kawasan budidaya
4
pertanian adalah 8.927,5 ha, kawasan lindung di luar kawasan hutan 1.488,2 ha,
kawasan hutan lindung 291,3 ha dan kawasan hutan produksi 159,5 ha.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka berikut dapat dirumuskan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana persebaran spasial lahan kritis berdasarkan parameter Perdirjen
BPDAS PS P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi di Kabupaten Kendal ?
2. Bagaimana keterkaitan sebaran lokasi rehabilitasi terhadap tingkat kekritisan
lahan di Kabupaten Kendal ?
3. Bagaimana keterkaitan sebaran tingkat kekritisan lahan dengan Pola Ruang
(RTRW) Kabupaten Kendal ?
4. Bagaimana arahan rencana rehabilitasi dalam pengembangan wilayah
berdasarkan analisis pemetaan lahan kritis di Kabupaten Kendal ?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
Tujuan penelitian adalah :
Menganalisis dan memetakan lahan kritis menurut Perdirjen BPDAS PS
Nomor P. 4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi di Kabupaten Kendal.
Mengkaji keterkaitan sebaran lokasi rehabilitasi dengan tingkat kekritisan
lahan di Kabupaten Kendal.
Mengkaji keterkaitan sebaran tingkat kekritisan lahan dengan pola ruang
(RTRW) di Kabupaten Kendal.
Menyusun arahan rehabilitasi dalam pengembangan wilayah berdasarkan
analisis pemetaan lahan kritis di Kabupaten Kendal.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi salah satu acuan bersama antara
masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam mengkaji tingkat
kekritisan lahan, penangan lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta
arahan dalam pengembangan wilayah berdasarkan analisis pemetaan lahan kritis
di Kabupaten Kendal.
Kerangka Pemikiran
Pengkajian lahan kritis dinilai sangat penting dalam upaya mengurangi
ancaman lahan kritis di lokasi penelitian. Hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat menjadi informasi kepada pemerintah setempat untuk menanggulangi
kekritisan lahan melalui arahan rehabilitasi dalam pengembangan wilayah di
Kabupaten Kendal.
Identifikasi lahan kritis dengan menggunakan parameter penyusun yang
terdapat pada Peraturan Direktur Jenderal BPDAS PS nomor P. 4/V-Set/2013 dan
parameter modifikasi. Parameter lahan kritis menurut P. 4/V-Set/2013 yaitu
tutupan/penggunaan lahan, kemiringan lereng, erosi, manajemen dan
produktivitas. Karena terdapat penghitungan berulang pada P. 4/V-Set/2013 yaitu
pada faktor kemiringan lereng (yang sudah dihitung pada prediksi erosi dengan
5
persamaan USLE), maka dibuat parameter modifikasi yang terdiri dari
penggunaan lahan, kemiringan lereng, erosivitas hujan, erosi yang diperbolehkan,
erodibilitas tanah, manajemen dan produktivitas. Hasil pemetaan lahan kritis
antara parameter P. 4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi dipilih yang memiliki
luasan paling besar untuk digunakan pada analisis tahap selanjutnya. Kemudian
lahan kritis teridentifikasi tahun 2014 di overlay dengan data sebaran lokasi
pelaksanaan rehabilitasi lahan pada tahun sebelumnya untuk memperoleh data
sebaran lokasi rehabilitasi terhadap tingkat kekritisan lahan. Adapun sebaran
lahan kritis terkait pola ruang diperoleh melalui proses overlay antara peta lahan
kritis 2014 teridentifikasi dengan peta pola ruang.
Untuk dapat melakukan rehabilitasi hutan dan lahan kritis perlu dilakukan
identifikasi dan pemetaan hutan dan lahan kritis yang berguna untuk
merencanakan penyusunan skala prioritas dalam rangka rehabilitasi hutan dan
lahan. Menurut Nugroho dan Prayogo (2008), permasalahan utama dari upaya
rehabilitasi hutan dan lahan adalah terbatasnya dana dan adanya kendala teknis
baik dari sumber daya manusia maupun teknologi. Keterbatasan dari aplikasi
teknologi ini secara nyata terlihat dari belum dimanfaatkannya suatu perangkat
teknologi untuk memonitor perkembangan degradasi hutan dan lahan. Adapun
kerangka pemikiran dalam penelitian ini secara diagramatis disajikan pada
Gambar 1.
6
Lahan
Faktor alami :
- Iklim, curah hujan
- Topografi
- Tanah
Aktivitas manusia :
- Penggunaan lahan
- Manajemen lahan
- Pola ruang
Degradasi lahan
Terganggunya fungsi konservasi,
fungsi produksi, dan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat
Penurunan kualitas dan daya
dukung lahan
Lahan kritis
Pemilihan parameter dan pemetaan lahan kritis
Perdirjen BPDAS PS
Nomor P.4/V-Set/2013
Peta kegiatan
rehabilitasi lahan
Parameter modifikasi
Peta lahan kritis
teridentifikasi
Sebaran lokasi rehabilitasi lahan
terhadap lahan kritis teridentifikasi
Peta pola ruang
(RTRW)
Sebaran lokasi lahan kritis
terhadap pola ruang (RTRW)
Arahan rehabilitasi dalam pengembangan
wilayah Kabupaten Kendal
Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
7
2
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Kritis
Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga
kehilangan atau berkurang fungsinya sampai batas yang ditentukan atau
diharapkan, sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai
dengan peruntukkannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air.
Lahan kritis ditandai oleh rusaknya struktur tanah, menurunnya kualitas dan
kuantitas bahan organik, defisiensi hara dan terganggunya siklus hidrologi, perlu
direhabilitasi dan ditingkatkan produktivitasnya agar lahan dapat kembali
berfungsi sebagai suatu ekosistem yang baik atau menghasilkan sesuatu yang
bersifat ekonomis bagi manusia (Kementerian Kehutanan 2014). Kerusakan
secara fisik, kimia dan biologis tanah dapat mengakibatkan terjadinya erosi dan
tanah longsor di daerah hulu, serta terjadinya banjir dan sedimentasi pada daerah
hilir (Zain 1998 dalam Sitorus 2012).
Perubahan dalam pengelolaan lahan banyak menyebabkan hutan-hutan
menjadi gundul karena mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian,
perumahan dan lainnya. Alih fungsi kawasan hutan menurunkan luasan kawasan
hutan, sehingga mengakibatkan berkurangnya sumber mata air, terjadinya
longsor, pendangkalan sungai sehingga membawa dampak perubahan ke arah
lahan kritis (Harini et al. 2012). Menurut Rukmana (1995) lahan-lahan pertanian
yang terus ditanami tanpa diikuti pengelolaan tanaman, tanah dan air secara tepat,
akan mengakibatkan penurunan produktivitas tanahnya. Penurunan produktivitas
tanah disebabkan karena terjadi penurunan kesuburan tanahnya yang semakin
lama akan menjadi lahan kritis. Terjadinya lahan kritis disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu :
1. Perladangan berpindah-pindah yang diikuti dengan penebangan hutan dan
pembakaran hutan.
2. Praktek sistem pertanian yang tidak memperhatikan konsep dan usaha
pengawetan (konservasi) tanah.
3. Pengembalaan liar dan kebakaran hutan
Parameter penentu lahan kritis berdasarkan Perdirjen BPDAS PS Nomor P.
4/V-Set/2013, meliputi :
1. Penutupan lahan
Untuk parameter penutupan lahan dinilai berdasarkan persentase penutupan
tajuk pohon terhadap luas setiap land system (menurut RePPProT) dan
diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas penutupan lahan
selanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis.
2. Kemiringan lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal)
suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat
dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (prosen)
dan o (derajat). Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil
pengolahan data ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta
topografi atau peta rupabumi.
3. Tingkat bahaya erosi
8
4.
5.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dapat dihitung dengan cara membandingkan
tingkat erosi di suatu satuan lahan (land unit) dan kedalaman tanah efektif
pada satuan lahan. Dalam hal ini tingkat erosi dihitung dengan menghitung
perkiraan rata-rata tanah hilang tahunan akibat erosi lapis dan alur yang
dihitung dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE).
Produktivitas
Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk
menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai
berdasarkan rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada
pengelolaan tradisional.
Manajemen
Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai
lahan kritis di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan
aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan
dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan.
Erosi yang diperbolehkan (EDP)
Erosi terbolehkan (EDP) adalah jumlah tanah yang hilang yang
diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah
tetap produktif secara lestari (Hardjowigeno 2003). Sedangkan menurut Arsyad
(2010) erosi yang diperbolehkan adalah nilai laju erosi yang masih dapat
dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup
bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya
produktivitas yang tinggi secara lestari. Tingkat erosi ini disebut erosi yang masih
dapat dibiarkan atau ditoleransikan yang diberi lambang T. Batas tertinggi erosi
yang masih dapat dibiarkan kadang-kadang dapat juga ditetapkan dengan tujuan
utama untuk pengendalian kualitas air atau untuk mengendalikan laju
pendangkalan waduk.
Erodibilitas Tanah
Ketahanan tanah merupakan salah satu faktor penentu besarnya erosi.
Makin tinggi nilai indeks erodibilitas tanah (K), makin rendah ketahanan tanah
sehingga semakin mudah pula tanah tererosi.
Lahan hutan, pertanian monokultur dan lahan pertanian turnpangsari pada
kelerengan yang sama memiliki tingkat erosi yang berbeda. Hal ini diantaranya
disebabkan oleh vegetasi pada masing masing lahan tersebut berbeda. Selain
vegetasi, sifat fisiknya tanah faktor lain yang menentukan besarnya erosi, meliputi
kelerengan, permeabilitas, tekstur dan struktur tanah (Hardjowigeno 2003).
Kepekaan tanah terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur tanah (terutama kadar
debu+pasir halus), bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah (Hardjowigeno
2003). Erodibilitas tanah juga dapat dapat diduga dengan menggunakan
nomograph, sifat-sifat tanah yang menentukan besarnya nilai K berdasarkan
Nomograph tersebut adalah persen kandungan debu dan pasir (Gambar 2).
9
Gambar 2 Nomograf Erodibilitas Tanah (K)
Kriteria Lahan Kritis
Perdirjen BPDAS PS Nomor. P. 4/V-Set/2013 yang menggolongkan lahan
kritis menjadi lima kelompok, yaitu: (1) Tidak kritis; (2) Potensial kritis; (3) Agak
kritis; (4) Kritis; dan (5) Sangat kritis. Kriteria ini didasarkan pada variabelvariabel yang terdiri atas : kondisi tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat
erosi, tingkat pengelolaan (manajemen), dan produktivitas lahan.
Penilaian lahan kritis ditentukan berdasarkan fungsi lahan, yaitu :
a. Fungsi kawasan sebagai hutan lindung.
Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan keadaan penutupan lahan/
penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat tingkat bahaya erosi dan
manajemen lahan.
b. Fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian
Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan produktivitas lahan yaitu
rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional,
kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi, batu-batuan dan manajemen (usaha
penerapan teknologi konservasi tanah pada setiap unit lahan).
c. Fungsi kawasan lindung di luar hutan lindung
Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan vegetasi permanen yaitu
persentase penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi dan
manajemen.
Rehabilitasi Lahan
Berbagai dampak yang ditimbulkan dari degaradasi lahan menyebabkan
menurunnya produktivitas lahan, sehingga untuk mengembalikan lagi fungsi suatu
lahan perlu dilakukan upaya perbaikan terhadap lahan tersebut. Menurut Pasal 40
di dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menyebutkan
10
bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, produktivitas, dan perannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan tetap terjaga. Kemudian di dalam pasal 41 disebutkan bahwa
rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman atau penerapan teknik konservasi
tanah secara vegetatif dan sipil teknik pada lahan kritis dan tidak produktif.
Prinsip dasar pelaksanaan Rehabilitasi menurut Departemen Kehutanan (2001)
harus mengacu pada :
1. Pelestarian keanekaragaman jenis. Prinsip ini menuntut adanya
keanekaragaman jenis yang tinggi dalam menentukan jenis tumbuhan, jumlah
dan anakan atau bibit yang akan digunakan dalam rehabilitasi kawasan taman
nasional.
2. Pembinaan dan peningkatan kualitas habitat mengacu pada pelaksanaan
seluruh rangkaian kegiatan rehabilitasi untuk menjamin pulihnya kondisi dan
fungsi kawasan secara lestari. Untuk itu setiap pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi kawasan taman nasional harus diarahkan semaksimal mungkin
pada pemulihan kondisi kawasan seperti keadaan semula.
3. Melibatkan keikutsertaan para pihak terkait (stakeholders), setiap kegiatan
yang dilakukan harus jelas standar, prosedur dan hasilnya serta jelas pula
tanggung jawab setiap pihak yang berperan dalam pelaksanaan rehabilitasi
kawasan taman nasional, sehingga masing-masing dapat dimintakan tanggung
jawabnya. Kejelasan tanggung jawab ini menyangkut pihak pemerintahan
pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat peserta kegiatan maupun
perorangan dan atau lembaga-lembaga dan para pihak terkait.
Sasaran kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut P.
12/Menhut-II/2011 memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Diutamakan termasuk dalam DAS Prioritas.
b. Lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan.
c. Mempunyai tingkat kerawanan banjir, tanah longsor, abrasi, erosi tanah dan
kekeringan yang tinggi.
d. Perlindungan danau, bendungan, waduk dan bangunan vital lainnya.
Pola penyelenggaraan RHL
meliputi kegiatan teknis dan kegiatan
pendukung, untuk kegiatan teknis yang dilaksanakan antara lain :
1. Rehabilitasi kawasan konservasi/lindung.
2. Penanaman hutan kota.
3. Rehabilitasi hutan mangrove/sempadan pantai/rawa/gambut.
4. Penanaman bibit hasil KBR (Kebun Bibit Rakyat).
5. Pembuatan KBR 2011.
6. Pembangunan/Renovasi Persemaian Permanen.
Kabupaten Kendal berdasarkan pada Nota Kesepakatan antara Pemerintah
Kabupaten Kendal dangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kendal
Nomor : 910/179/VII/2013 dan Nomor : 910/0495/2013 tentang Prioritas dan
Plafon Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014, terdapat
kegiatan untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup serta pengurangan risiko bencana, yang salah satunya fokus pada kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi DAS, pesisir dan laut, dengan
pengembangan hutan rakyat, penanganan lahan kritis, penanaman mangrove,
11
pembangunan sabuk pantai, transplantasi karang, serta penguatan kapasitas dan
kelembagaan masyarakat sekitar hutan dan pesisir. Target pembangunan urusan
pekerjaan umum tahun 2014 sesuai dengan target RPJMD adalah Konservasi
Rehabilitasi Kawasan Lindung di Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Kendal
dengan target 50%.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 46 Tahun 2012
tentang Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011- 2030,
arahan kawasan untuk rehabilitasi luasnya mencapai 386.272 Ha, dimana area ini
merupakan kawasan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas dengan
kondisi agak kritis, kritis dan sangat kritis, yang memerlukan penanganan
rehabilitasi lahan. Hasil rehabilitasi dapat dikelola sesuai dengan fungsi dan
arahan pemanfaatannya, baik secara ekologi, ekonomi dan sosial. Kegiatan
reboisasi atau pengkayaan ditujukan untuk percepatan pemulihan tanah kosong
atau lahan terbuka, miskin riap, dan tegakan dengan pertumbuhan yang rendah,
untuk mempercepat pemulihan tanah kosong atau lahan terbuka, miskin riap dan
tegakan dengan pertumbuhan rendah, untuk mempercepat penutupan lahan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang
merupakan kebijakan dinamis yang mengakomodasikan aspek kehidupan pada
suatu kawasan, dimana setiap keputusan merupakan hasil kesepakatan berbagai
pihak sebagai bentuk kesinergian kepentingan. Penataan Ruang berdasarkan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang diselenggarakan
berdasarkan asas :
1. Keterpaduan
2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
3. Keberlanjutan
4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan
5. Keterbukaan
6. Kebersamaan dan kemitraan
7. Pelindungan kepentingan umum
8. Kepastian hukum dan keadilan
9. Akuntabilitas
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten menurut UU 26 Tahun
2007 merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka
panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten,
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor, penetapan
lokasi dan fungsi ruang untuk investasi dan penataan ruang kawasan strategis
kabupaten.
Penataan ruang menjadi isu strategis di Jawa Tengah berkaitan dengan
tingginya kebutuhan sumberdaya lahan seiring dengan meningktanya kepadatan
penduduk. Kondisi yang sekarang ini dalam pemanfaatan kawasan yang berkaitan
dengan peruntukan kegiatan kehutanan perlu selalu disinkronkan dengan berbagai
kepentingan non kehutanan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di
tingkat Provinsi sebagaimana dijabarkan dalam RTRW Kabupaten/Kota, yang
12
dimaksudkan untuk mengoptimalkan alokasi pemanfaatan lahan secara terpadu
serta menghindari konflik tenurial. Demikian pula wilayah yang berbatasan antar
provinsi dan Kabupaten perlu disepakati bersama dalam penyusunan tata ruang
dengan semakin berkembangnya kerjasama antar daerah, khususnya terkait
dengan pengelolaan sumberdaya hutan yang seringkali melewati batas
administrasi (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2012).
Pengembangan Wilayah
Sasaran utama dari perencanaan wilayah dapat dikelompokkan atas tiga
sasaran umum, yaitu: (a) efisiensi dan produktivitas, (b) pemerataan keadilan dan
akseptabilitas masyarakat, dan (c) keberlanjutan (Rustiadi et al. 2006). Sasaran
efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi dimana dalam konteks kepentingan
publik, pemanfaatan sumber daya diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat (publik). Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat
tergantung pada keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di
wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam memacu ekonomi wilayah
menjadikan pendorong utama (prime mover) pengembangan wilayah berbedabeda.
Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan.
Dari sisi sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan
kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat
produksi, memberikan kemudahan prasarana, dan pelayanan logistik. Di sisi lain
secara ekologis, pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga
keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap
lingkungan (Triutomo 1999).
Menurut Rustiadi et al. (2006), dalam suatu perencanaan pembangunan
selalu diperlukan adanya skala prioritas pembangunan sebagai akibat keterbatasan
sumber daya yang tersedia, dimana dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu
skala prioritas didasarkan atas suatu pemahaman bahwa: (1) setiap sektor
memiliki sumbangan yang langsung maupun tidak langsung yang berbeda
terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan baik penyerapan tenaga kerja,
pendapatan regional dan lain-lain, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan
sektor-sektor lain dengan karakteristik yang berbeda-beda, (3) aktivitas sektoral
tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki
aktivitas terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya alam, buatan
(infrastruktur) dan sosial yang ada. Atas dasar pemikiran tersebut, di setiap
wilayah selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis sebagai akibat
besarnya sumbangan yang diberikan dalam perekonomian wilayah serta
keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut
memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan, dimana
dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak
bagi berkembangnya sektor-sektor lain dan secara spasial berdampak luas di
seluruh wilayah sasaran.
13
3
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) bulan yaitu bulan Juni
– Desember 2015. Lokasi penelitian meliputi seluruh wilayah Kabupaten Kendal,
yang memiliki kondisi fisik lahan yang beragam serta mempunyai pola
penggunaan lahan yang heterogen. Kabupaten Kendal memiliki luas 100.223 ha,
secara administratif terdiri dari 20 kecamatan dan 286 desa/kelurahan. Posisi
geografi berkisar antara 109°40‟–110°18‟ Bujur Timur dan 6°32‟–7°24‟ Lintang
Selatan (Gambar 3), dan batas wilayah Kabupaten Kendal meliputi :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kota Semarang
Sebelah Selatan : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang
Sebelah Barat
: Kabupaten Batang
Gambar 3 Lokasi penelitian Kabupaten Kendal Tahun 2014
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang dengan pengambilan
contoh tanah dan dokumentasi sebagai verifikasi dan validasi dari analisis
penggunaan lahan kritis. Validasi bertujuan untuk mengecek kebenaran, ketepatan
dan kenyataan di lapangan. Di samping itu, data primer juga diperoleh melalui
wawancara terhadap stakeholder pengelola lahan, tentang perubahan penggunaan
lahan dan terbentuknya lahan kritis. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber
termasuk studi pustaka, dan kegiatan rehabilitasi hu
LAHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH
DINIK INDRIHASTUTI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Lahan Kritis dan
Arahan Rehabilitasi Lahan dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal
Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutipdari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Dinik Indrihastuti
NIM A156140304
RINGKASAN
DINIK INDRIHASTUTI. Analisis Lahan Kritis dan Arahan Rehabilitasi Lahan
dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Dibimbing oleh
KUKUH MURTILAKSONO dan BOEDI TJAHJONO.
Lahan kritis merupakan salah satu indikator adanya degradasi lingkungan
sebagai akibat dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang
bijaksana. Dampak lahan kritis sesungguhnya tidak hanya pemunduran sifat-sifat
tanah, namun juga mengakibatkan penurunan fungsi konservasi, fungsi produksi,
dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pemetaan lahan kritis sangat penting
untuk dilakukan agar pelaksanaan kegiatan rehabilitasi bisa dilaksanakan secara
optimal dan permasalahan yang ditimbulkan dari keberadaan lahan kritis bisa
teratasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan lahan kritis,
mengkaji keterkaitan sebaran lahan kritis pada pola ruang dan membuat arahan
rehabilitasi dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Kendal.
Analisis dan pemetaan lahan kritis dilakukan dengan menggunakan
parameter penentu kekritisan lahan yang terdapat pada Perdirjen BPDAS PS
Nomor P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi. Penggunan parameter
modifikasi karena adanya penghitungan berulang pada parameter P.4/V-Set/2013,
yaitu pada faktor kemiringan lereng dan faktor penggunaan/tutupan lahan.
Berdasakan pada tujuan penelitian maka metode yang digunakan pada penelitian
ini adalah (1) pemilihan parameter lahan kritis (parameter modifikasi), (2)
overlay parameter-parameter lahan kritis dan pengolahan data tabular dengan
menggunakan SIG untuk memperoleh sebaran lahan kritis, sebaran lokasi
rehabilitasi dan sebaran lahan kritis terhadap pola ruang di Kabupaten Kendal.
Luasan lahan kritis tahun 2014 yang terbentuk di Kabupaten Kendal
berdasarkan pada parameter P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi berturutturut adalah 19.535,96 ha dan 34.317,87 ha. Arahan pelaksanaan rehabilitasi lahan
untuk mengatasi lahan kritis berdasarkan pada sebaran lahan kritis yang terbentuk
dari parameter modifikasi. Rehabilitasi lahan melalui kegiatan konservasi
vegetatif (reboisasi, penghijauan dan pengkayaan jenis tanaman) dan konservasi
sipil teknis (pembuatan bangunan dam pengendali, dam penahan, terasering,
saluran pembuangan air, sumur resapan, embung, rorak, dan biopori) untuk
mencegah erosi dan sedimentasi.
Arahan rehabilitasi lahan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten
Kendal bertujuan untuk mengendalikan lahan kritis dan meningkatkan pendapatan
masyarakat dengan menjual produk dari hutan rakyat. Pengembangan wilayah di
kawasan hutan dapat dilaksanakan melalui kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (agroforestry, hutan rakyat, ekowisata dan wanafarma), pada kawasan
budidaya terutama pada lahan terlantar melalui optimalisasi hutan rakyat.
Kawasan hutan yang dimanfaatkan secara optimal melalui kegiatan PHBM
dengan penanaman padi gogo, jagung dan kopi diharapkan dapat menyumbang
PDRB sebesar Rp 121,8 milyar dan pengembangan kawasan wisata diharapkan
bisa berkontribusi sebesar +Rp 1,5 milyar per tahun, sehingga total kontribusi
sebesar Rp 123,31 milyar (0,45% dari total PDRB Kabupaten Kendal).
Kata kunci : lahan kritis, rehabilitasi lahan, pengembangan wilayah
SUMMARY
DINIK INDRIHASTUTI. Analysis of Degraded Land and Land
Rehabilitation Recommendation for Regional Development of Kendal Regency,
Central Java. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and BOEDI
TJAHJONO.
Degraded land was one indicator of environmental degradation as a result of
inaproper natural resources utiliation. The impact of degraded land was not only
in degrading soil properties, but also its conservation function, production
function, and community‟s social economic. Degraded land mapping was
important in order to take rehabilitation optimally and overcome degraded land
problems. The objectives of this study were to analyze and mapping degraded
land, analyze relation of degraded land in spatial pattern, and recommend land
rehabilitation in the regional development of Kendal Regency.
Analysis and degraded land mapping was conducted by using determining
parameter of degraded land that listed in Perdirjen BPDAS PS Number P.4/VSet/2013 and its modification parameter. The modification parameter was applied
due to repeated calculation in parameter P.4/V-Set/2013, that is slope factor and
land use/land cover factor. According to objectives of the study, the method
applied in this study were (1) selection determinant parameters of degraded land,
(2) overlaying determinant parameter of degraded land and tabular data
processing using Geographic Information System (GIS) to obtain distribution of
land degradation level, distribution of rehabilitation location and distribution of
degraded land to spatial pattern in Kendal Regency.
The result of this research showed that degraded land area on 2014 in
Kendal Regency based on parameter P.4/V-Set/2013 was 19,535.96 ha and based
on modification parameter was 34,317.87 ha. The direction of the implementation
of rehabilitation to overcome the degraded land was composed based on the
distribution of degraded land according to the modified parameters. Rehabilitation
of land was recommended through vegetative conservation (reforestation,
afforestation and plant species enrichment) and the civil engineering conservation
(construction of dams, control dam, terraces, water channels, recharge wells,
ponds, siltpit, and biopore hole) to prevent erosion and sedimentation.
The direction of land rehabilitation in regional development of Kendal
Regency was intended to control degraded land and increase community‟s income
by selling products from community forest. Regional development in forest area
can be implemented by Community Based Forest Management (agroforestry,
community forests, ecotourism and forest-pharmacy), whereas in cultivated area
especially in degraded land was conducted by optimization of community forest.
The forest area that was optimally utilized by CBFM (Community Based Forest
Management) activities by planting upland (gogo) rice, corn and coffee were
expected to contribute the increase of Kendal Regency‟s GRDP for Rp 121.8
billion and the development of tourism was expected to generate income of
approximately Rp 1.5 billion per year, therefore it contributed to the increase of
Kendal‟s GRDP for Rp 123.31 billion (0.45% of total Kendal GRDP).
Keywords : degraded land, regional development, rehabilitation.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
ANALISIS LAHAN KRITIS DAN ARAHAN REHABILITASI
LAHAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH
KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH
DINIK INDRIHASTUTI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc
PRAKATA
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini yang berjudul Analisis Lahan Kritis dan Arahan Rehabilitasi Lahan
dalam Pengembangan Wilayah Kabupaten Kendal Jawa Tengah. Pada kesempatan
ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS sebagai ketua komisi pembimbing
dan Bapak Dr Boedi Tjahjono, MSc sebagai anggota komisi pembimbing
dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk
mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini
2. Bapak Dr Suria Darma Tarigan, MSc selaku dosen penguji luar komisi yang
telah memberikan masukan dan koreksinya untuk penyempurnaan tesis ini.
3. Ibu Dr Ir Khursatul Munibah, MSc selaku pimpinan sidang yang telah
memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.
4. Bapak Dr Ernan Rustiadi, MAgr selaku Ketua Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah yang banyak memberi wawasan dalam menyelesaikan
tesis ini.
5. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi PWL IPB yang telah
mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.
6. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan kepada penulis.
7. Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan dan Direktur Mobilisasi
Sumberdaya Sektoral dan Regional, Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis.
8. Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, BPS, Bappeda, Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal, dan Perum Perhutani KPH
Kendal yang telah membantu data dan informasi.
9. Ayah, Ibu, Suami dan Anak tercinta yang telah memberikan ridho, izin serta
dorongan semangat sehingga memberikan kekuatan yang besar kepada
penulis.
10. Rekan-rekan PWL IPB 2014 baik kelas khusus Bappenas maupun reguler
yang banyak memberikan bantuan moral selama masa pendidikan.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik
moril maupun materiil selama studi dan penulisan tesis ini
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan
dan ketidaksempurnaan. Kritik dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan
penulis untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Semoga memberikan
manfaat.
Bogor, Juni 2016
Dinik Indrihastuti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Kerangka Pemikiran
4
2
TINJAUAN PUSTAKA
7
Lahan Kritis
7
Erosi yang diperbolehkan (EDP)
8
Erodibilitas Tanah
8
Kriteria Lahan Kritis
9
Rehabilitasi Lahan
9
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
11
Pengembangan Wilayah
12
3
METODE
13
Waktu dan Lokasi Penelitian
13
Jenis dan Sumber Data
13
Metode Pengumpulan Data
14
Bahan dan Alat
14
Metode Analisis Data
14
4
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
27
Wilayah Administrasi
27
Penutupan/Penggunaan Lahan
28
Topografi
28
Jenis Tanah
28
Curah Hujan
29
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
32
Parameter Penyusun Tingkat Kekritisan Lahan
32
Analisis dan Pemetaan Lahan Kritis dengan Parameter dari Perdirjen
BPDAS PS Nomor P. 4/V-Set/2013
40
Analisis dan Pemetaan Lahan Kritis dengan Parameter Modifikasi
42
Perbandingan Lahan Kritis berdasarkan Parameter BPDAS PS Nomor
P.4/V-Set/2013 dan Parameter Modifikasi
45
Keterkaitan Sebaran Lokasi Rehabilitasi Lahan dengan
48
Tingkat Kekritisan Lahan
48
Sebaran Lahan Kritis dengan Pola Ruang (RTRW)
49
Arahan Rehabilitasi Lahan dalam Pengembangan Wilayah Berdasarkan
Pemetaan Lahan Kritis (Parameter Modifikasi)
55
6
SIMPULAN DAN SARAN
64
Simpulan
64
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
65
67
69
99
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
Perubahan pengunaan/tutupan lahan tahun 2009–2014 Kabupaten Kendal 3
Jenis data, sumber data, teknik analisis dan hasil penelitian
15
Kelas tingkat bahaya erosi (TBE)
18
Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan hutan lindung 19
Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya
pertanian
20
Kriteria penilaian tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar
kawasan hutan dan kawasan hutan produksi
20
Klasifikasi tingkat kekritisan lahan berdasarkan jumlah skoring (P. 4/VSet/2013)
21
Parameter penentu kekritisan lahan (parameter modifikasi)
22
Urutan parameter penentu dan bobot
22
Parameter, bobot, kriteria, skor dan nilai penentu kekritisan lahan pada
parameter modifikasi
25
Kelas lahan kritis parameter modifikasi
25
Curah hujan rata-rata Kabupaten Kendal tahun 2004 – 2014
30
Matriks perbandingan parameter penentu tingkat kekritisan lahan
32
Luas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Kendal tahun 2014
33
Luas kelas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Kendal Tahun 2014 34
Luas kemiringan lereng Kabupaten Kendal
34
Curah hujan bulanan rata-rata (cm), perhitungan erosivitas hujan (R)
Kabupaten Kendal dan skoring erosivitas tahun 2005-2014
35
Kelas erodibilitas tanah Kabupaten Kendal dan luasannya
37
Kelas kemiringan lereng dan nilai LS Kabupaten Kendal serta luasannya 37
Faktor pengelolaan tanaman (C) Kabupaten Kendal dan luasannya
38
Faktor tindakan konservasi (P) Kabupaten Kendal dan luasannya
38
Kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Kabupaten Kendal dan luasannya
38
Kelas produktivitas kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal
dan luasannya
39
Kelas erosi yang diperbolehkan (EDP) Kabupaten Kendal dan luasannya 39
Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal dan
luasannya tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
40
Tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal
dan luasannya tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
41
Tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung di luar hutan dan luasannya di
Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
41
Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan produksi Kabupaten Kendal
dan luasannya tahun 2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
42
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
41
42
43
44
45
46
Tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal dan luasannya tahun 2014
dengan parameter P. 4/V-Set/2013
42
Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal
dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi
43
Tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertaniaan Kabupaten
Kendal dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi
43
Tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung luar hutan Kabupaten
Kendal dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi
44
Tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan produksi Kabupaten Kendal
dan luasannya tahun 2014 dengan parameter modifikasi
44
Tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal dan luasannya tahun 2014
dengan parameter modifikasi
45
Perbandingan luasan lahan kritis di Kabupaten Kendal tahun 2014 antara
parameter P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi.
45
Tingkat kekritisan lahan pada tahun 2004, 2009, 2013 dan 2014 dan
luasannya
47
Luasan realisasi RHL Kabupaten Kendal tahun 2011 s.d 2014
48
Rekapitulasi sebaran lokasi kegiatan KBR Kabupaten Kendal terhadap
tingkat kekritisan lahan tahun 2010-2014
49
Luas Kawasan berdasarkan pola ruang pada Rencana Tata Ruang
Kabupaten Kendal tahun 2011
50
Sebaran lahan kritis pada tiap kecamatan Kabupaten Kendal tahun 2014 52
Urutan prioritas rehabilitasi lahan kritis pada pola ruang Kabupaten
Kendal
56
Arahan pengembangan wilayah kecamatan pada lahan kritis di Kabupaten
Kendal tahun 2014
60
Perkembangan PDRB Kabupaten Kendal
61
Pertumbuhan ekonomi dan kategori pertanian, peternakan, perburuan dan
jasa pertanian di Kabupaten Kendal Tahun 2013 – 2014 (persen)
62
Pemanfaatan lahan dengan sistem PHBM berdasarkan arahan rehabilitasi
lahan
63
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
Nomograf Erodibilitas Tanah (K)
Lokasi penelitian Kabupaten Kendal Tahun 2014
Bagan alir pemetaan lahan kritis dengan parameter P.4/V-Set/2013 dan
parameter modifikasi
Bagan alir pemyusunan arahan pengembangan wilayah Kabupaten
Kendal
6
9
13
16
16
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Peta lokasi pengambilan sampel tanah tahun 2015
17
Peta Administrasi Kabupaten Kendal
27
Peta tutupan lahan saat ini Kabupaten Kendal tahun 2014
28
Peta kemiringan lereng Kabupaten Kendal tahun 2011
29
Peta jenis tanah Kabupaten Kendal tahun 2011
30
Peta curah hujan tahunan Kabupaten Kendal tahun 2004 -2014
31
Peta kawasan Kabupaten Kendal tahun 2011
33
Grafik curah hujan bulanan rata-rata Kabupaten Kendal Periode 2005 –
2014
36
Grafik erosivitas hujan tahunan Kabupaten Kendal periode 2005-2014
36
Peta lahan kritis Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter P. 4/VSet/2013
46
Peta tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan
parameter modifikasi
46
Peta lokasi kegiatan KBR terhadap tingkat kekritisan lahan tahun 2014
dengan parameter modifikasi di Kabupaten Kendal
49
Peta pola ruang Kabupaten Kendal Tahun 2011
53
Peta sebaran lahan kritis tahun 2014 terhadap pola ruang
Kabupaten Kendal
54
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Lokasi pengambilan sampel tanah
Daftar nama kecamatan, jumlah dan nama desa di Kabupaten Kendal
Peta kelas penutupan/penggunaan lahan Kabupaten Kendal tahun 2014
Peta kelas kemiringan lereng Kabupaten Kendal
Hasil analisis laboratorium sifat fisik dan kima tanah
Hasil analisis nilai erodibilitas tanah (K)
Peta kelas erodibilitas tanah Kabupaten Kendal
Peta faktor pengelolaan tanaman di Kabupaten Kendal
Peta faktor tindakan konservasi tanah di Kabupaten Kendal
Peta tingkat bahaya erosi (TBE) Kabupaten Kendal
Peta produktivitas di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal
Peta Erosi yang diperbolehkan (EDP) Kabupaten Kendal
Peta lahan kritis di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal tahun 2014
dengan parameter P. 4/V-Set/2013
Peta lahan kritis di kawasan budidaya pertanian Kabupaten Kendal tahun
2014 dengan parameter P. 4/V-Set/2013
Peta lahan kritis pada kawasan lindung di luar kawasan hutan tahun 2014
Kabupaten Kendal dengan P. 4/V-Set/2013
70
71
73
73
74
75
76
76
77
77
78
78
79
79
80
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Peta lahan kritis di kawasan hutan produksi Kabupaten Kendal tahun 2014
dengan parameter P. 4/V-Set/2013
80
Peta tingkat kekritisan lahan tahun 2014 Kabupaten Kendal (parameter P.
4/V-Set/2013)
81
Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan lindung Kabupaten Kendal
tahun 2014 dengan parameter modifikasi
81
Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian Kabupaten
Kendal tahun 2014 dengan parameter modifikasi
82
Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan lindung luar kawasan hutan
Kabupaten Kendal tahun 2014 dengan parameter modifikasi
82
Peta tingkat kekritisan lahan di kawasan hutan produksi tahun 2014 dengan
parameter modifikasi
83
Peta tingkat kekritisan lahan tahun 2014 Kabupaten Kendal (parameter
modifikasi)
83
Rekapitulasi data sebaran tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal per
Kecamatan tahun 2009
84
Rekapitulasi data sebaran tingkat kekritisan lahan Kabupaten Kendal per
Kecamatan tahun 2013
85
Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan oleh Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal
86
Sebaran lokasi rencana pola tata ruang terhadap tingkat kekritisan lahan
Kabupaten Kendal per kecamatan
96
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk di Indonesia menyebabkan
kebutuhan pada lahan juga semakin meningkat. Karena lahan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup seperti sandang, pangan, dan papan, sehingga banyak
lahan yang mengalami perubahan fungsi. Perubahan fungsi lahan yang dibarengi
dengan pengelolaan lahan namun tanpa menerapkan teknik yang sesuai maka
dapat menyebabkan kerusakan tanah. Kondisi ini jika berlangsung terus menerus
maka sangat dikhawatirkan akan terjadi kerusakan fisik lahan yang berakibat pada
terjadinya penurunan kesuburan tanah dan produktivitas tanah serta meningkatkan
luasan lahan terdegradasi. Degradasi lahan adalah proses penurunan produktivitas
lahan yang sifatnya sementara maupun tetap yang dicirikan oleh penurunan sifat
fisik, kimia dan biologi tanah.
Kondisi biofisik lahan yang cenderung menurun menyebabkan penurunan
produktivitas pertanian, lingkungan, dan ketersediaan pangan. Kondisi seperti ini
sering disebut sebagai proses degradasi lahan. Secara umum lahan kritis
merupakan salah satu indikator terjadinya degradasi lingkungan sebagai dampak
dari berbagai jenis pemanfaatan sumber daya lahan yang kurang bijaksana
(Nugroho dan Prayogo 2008). Keadaan ini kemudian mengakibatkan tingginya
laju erosi dan melahirkan lahan kritis. Di Indonesia peristiwa erosi umumnya
disebabkan oleh air hujan karena Indonesia mempunyai iklim tropis (Arsyad
2010). Selain faktor penggunaan lahan dan curah hujan, terjadinya lahan kritis
juga didukung oleh faktor topografi, seperti kondisi lereng yang curam serta
kondisi lahan yang memiliki tanah yang peka terhadap erosi (Barus et al. 2011).
Lahan kritis merupakan salah satu bentuk dari lahan terdegradasi (Dariah et
al. 2004). Pengertian lahan kritis cukup bervariasi antara suatu lembaga dengan
lembaga lainnya. Adanya perbedaan sudut pandang dari masing-masing lembaga
tersebut karena setiap lembaga memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbedabeda. Dari lembaga pertanian memandang lahan kritis dikaitkan dengan
produksinya (produksi) sedangkan lembaga kehutanan memandang lahan kritis
dikaitkan dengan fungsi lahan sebagai media pengatur tata air, media produksi
hasil hutan, dan sebagai media proteksi banjir dan/atau sedimentasi di wilayah
hilir (Didu 2001).
Dampak lahan kritis sesungguhnya tidak hanya pemunduran sifat-sifat
tanah, namun juga mengakibatkan penurunan fungsi konservasi, fungsi produksi,
dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dari fungsi konservasi, lahan kritis
adalah lahan yang sudah tidak mampu lagi berfungsi untuk menjaga tata air,
sumberdaya tanah, serta biodiversitas yang hidup di atas lahan tersebut. Dari
fungsi produksi lahan kritis adalah lahan yang tidak mampu lagi sebagai media
tumbuh dan berkembang tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
permukiman, industri, dan pariwisata. Akibat dari kondisi ini maka akan
mempengaruhi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang memanfaatkan
lahan tersebut (Barus et al. 2011).
Kabupaten Kendal memiliki kondisi topografi yang cukup beragam dimana
terdapat perbukitan, dataran, dan pesisir. Menurut Dinas Pertanian, Perkebunan
dan Kehutanan Kabupaten Kendal, pada tahun 2009 sampai dengan 2013, wilayah
2
bagian selatan bertopografi perbukitan (dengan dominasi kemiringan bervariasi :
8-15 %, 15-25 % dan > 40%) memiliki sebaran lahan kritis yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan kawasan dataran maupun pesisir. Namun meningkatnya
jumlah penduduk (baik kelahiran maupun migrasi di wilayah Kendal bagian utara)
menyebabkan kebutuhan akan tanah meningkat, sedangkan luas lahan tidak
bertambah. Hasilnya keadaan ini menggeser fungsi lahan tersebut, sehingga
terjadi perubahan penggunaan lahan serta memicu peningkatan luasan lahan kritis
dari tahun ke tahun.
Dengan adanya lahan kritis di kawasan lindung secara otomatis akan sangat
mempengaruhi kelangsungan kawasan lindung itu sendiri (baik di dalam maupun
di luar kawasan hutan), terganggunya sistem tata air pada wilayah di sekitarnya,
terjadinya kekeringan di musim kemarau, dan banjir di Kabupaten Kendal pada
saat musim penghujan. Keberadaan lahan kritis pada kawasan budidaya dapat
menurunkan produktivitas pertanian dan perekonomian di Kabupaten Kendal.
Oleh karena itu pengembangan konservasi lahan kritis perlu dilakukan untuk
mempertahankan kelestarian lingkungan hidup dan pengembangan wilayah
sebagai penyangga pembangunan dan meningkatkan perekonomian di Kabupaten
Kendal.
Perumusan Masalah
Menurut data Kementeriaan Kehutanan (2012) lahan kritis mencakup lahanlahan yang tergolong kelas Agak Kritis, Kritis, dan Sangat Kritis. Pada tahun
2006 luas lahan kritis di Indonesia mencapai 77.806.881 ha, pada tahun 2010
meningkat menjadi 82.176.443 ha, dan pada tahun 2011 mencapai 104.202.026
ha. Berdasarkan pada Surat Keputusan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS
dan Perhutanan Sosial, Kementerian Kehutanan Nomor : SK.4/V-DAS/2015
tentang Penetapan Peta dan Data Hutan dan Lahan Kritis Nasional Tahun 2013,
menyebutkan bahwa luas hutan dan lahan kritis nasional tahun 2013 terbagi dalam
kriteria sebagai berikut :
a. Sangat Kritis seluas 4.738.383 ha
b. Kritis seluas 19.564.911 ha
c. Agak Kritis seluas 45.878.468 ha
d. Potensial Kritis seluas 63.627.253 ha
e. Tidak Kritis seluas 55.484.709 ha
Luas hutan dan lahan kritis di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 adalah sebagai
berikut :
a. Sangat Kritis seluas 5.210 ha
b. Kritis seluas 105.633 ha
c. Agak Kritis seluas 591.900 ha
d. Potensial Kritis seluas 917.565 ha
e. Tidak Kritis seluas 1.831.998 ha
Lahan kritis di Kabupaten Kendal pada tahun 2009 seluas 5.933,67 ha berada di
dalam kawasan hutan dan seluas 22.548,90 ha berada di luar kawasan hutan,
sedangkan pada tahun 2013 seluas 3.579,10 ha berada di dalam kawasan hutan
dan 42.019,60 ha berada di luar kawasan hutan (Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Kendal 2014).
3
Terbentuknya lahan kritis dapat dipengaruhi oleh faktor alami dan faktor
manusia. Penggunaan lahan yang seringkali tidak memperhatikan aspek
kesesuaian lahan dan konservasi disertai faktor alami seperti tingginya curah
hujan, kemiringan lereng, dan jenis tanah yang peka terhadap erosi dapat
menyebabkan degradasi lahan dan mendorong terbentuknya lahan kritis.
Pemerintah (Kementerian Kehutanan) mencanangkan kegiatan rehabilitasi
hutan dan lahan (RHL) untuk mengatasi lahan kritis, memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, produktivitas dan peranannya sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga.
Kegiatan RHL telah menjadi salah satu kegiatan yang strategis dalam
pembangunan nasional, yaitu RHL seluas 2,5 juta ha (tahun 2010–2014) atau
seluas 500.000 ha per tahun. Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Wilayah
BPDAS Pemali Jratun yang dilaksanakan sejak tahun 2010–2014 meliputi;
rehabilitasi kawasan konservasi/lindung (3.174,00 ha), hutan kota (117,7 ha),
rehabilitasi mangrove (540 ha), pesemaian permanen (2.000 batang), hutan rakyat
kemitraan (4.721,1 ha), penghijauan lingkungan (1.488.306 batang), kebun bibit
rakyat (145.858, 4 ha) dan pengembangan perhutanan masyarakat pedesan
berbasis konservasi (730 unit). Adapun kegiatan RHL di Kabupaten Kendal yang
dilaksanakan mulai tahun 2010–2014 meliputi kegiatan rehabilitasi kawasan
konservasi/lindung (200 ha), rehabilitasi mangrove (20 ha), hutan rakyat
kemitraan (2.885,89 ha), penghijauan lingkungan (142.000 batang), kebun bibit
rakyat (13.335 ha) dan pengembangan perhutanan masyarakat pedesan berbasis
konservasi (39 unit) (Kementerian Kehutanan 2014).
Perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kabupaten Kendal juga
mempengaruhi tebentuknya lahan kritis, penggunaan lahan berupa sawah,
empang, kebun, hutan mengalami penurunan luasan, sedangkan pada penggunaan
berupa tegalan, permukiman dan semak belukar mengalami peningkatan, secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perubahan pengunaan/tutupan lahan tahun 2009–2014 Kabupaten Kendal
No Penggunaan/tutupan lahan
1
2
3
4
5
6
7
Sawah
Tegalan
Empang
Kebun
Hutan
Semak belukar
Permukiman
Luas (ha)
2009
2014
31.327,48
30.520,00
8.493,00
9.188,37
3.572,44
3.529,74
23.301,89
21.560,04
18.090,82
17.540,54
1.977,13
3.006,95
12.676,74
14.093,86
Perubahan
luas (ha)
-807,48
695,37
-42,70
-1.741,85
-550,28
1.029,82
1.417,12
Sumber : Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Kendal (2014)
Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Kabupaten Kendal
kawasan yang ditunjuk sebagai kawasan hutan lindung dan kawasan lindung di
luar kawasan hutan yang berfungsi untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup di
sekitarmya pada kenyataanya berada pada kawasan lahan kritis. Data dari Dinas
Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kendal (2014) menyebutkan
bahwa pada tahun 2013 luasan lahan kritis yang meliputi kelas “sangat kritis”,
“kritis” dan “agak kritis” seluas 10.866,5 ha yang berada pada kawasan budidaya
4
pertanian adalah 8.927,5 ha, kawasan lindung di luar kawasan hutan 1.488,2 ha,
kawasan hutan lindung 291,3 ha dan kawasan hutan produksi 159,5 ha.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka berikut dapat dirumuskan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana persebaran spasial lahan kritis berdasarkan parameter Perdirjen
BPDAS PS P.4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi di Kabupaten Kendal ?
2. Bagaimana keterkaitan sebaran lokasi rehabilitasi terhadap tingkat kekritisan
lahan di Kabupaten Kendal ?
3. Bagaimana keterkaitan sebaran tingkat kekritisan lahan dengan Pola Ruang
(RTRW) Kabupaten Kendal ?
4. Bagaimana arahan rencana rehabilitasi dalam pengembangan wilayah
berdasarkan analisis pemetaan lahan kritis di Kabupaten Kendal ?
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
Tujuan penelitian adalah :
Menganalisis dan memetakan lahan kritis menurut Perdirjen BPDAS PS
Nomor P. 4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi di Kabupaten Kendal.
Mengkaji keterkaitan sebaran lokasi rehabilitasi dengan tingkat kekritisan
lahan di Kabupaten Kendal.
Mengkaji keterkaitan sebaran tingkat kekritisan lahan dengan pola ruang
(RTRW) di Kabupaten Kendal.
Menyusun arahan rehabilitasi dalam pengembangan wilayah berdasarkan
analisis pemetaan lahan kritis di Kabupaten Kendal.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan menjadi salah satu acuan bersama antara
masyarakat dan pemerintah serta stakeholder lainnya dalam mengkaji tingkat
kekritisan lahan, penangan lahan kritis melalui kegiatan rehabilitasi lahan serta
arahan dalam pengembangan wilayah berdasarkan analisis pemetaan lahan kritis
di Kabupaten Kendal.
Kerangka Pemikiran
Pengkajian lahan kritis dinilai sangat penting dalam upaya mengurangi
ancaman lahan kritis di lokasi penelitian. Hasil dari penelitian ini diharapkan
dapat menjadi informasi kepada pemerintah setempat untuk menanggulangi
kekritisan lahan melalui arahan rehabilitasi dalam pengembangan wilayah di
Kabupaten Kendal.
Identifikasi lahan kritis dengan menggunakan parameter penyusun yang
terdapat pada Peraturan Direktur Jenderal BPDAS PS nomor P. 4/V-Set/2013 dan
parameter modifikasi. Parameter lahan kritis menurut P. 4/V-Set/2013 yaitu
tutupan/penggunaan lahan, kemiringan lereng, erosi, manajemen dan
produktivitas. Karena terdapat penghitungan berulang pada P. 4/V-Set/2013 yaitu
pada faktor kemiringan lereng (yang sudah dihitung pada prediksi erosi dengan
5
persamaan USLE), maka dibuat parameter modifikasi yang terdiri dari
penggunaan lahan, kemiringan lereng, erosivitas hujan, erosi yang diperbolehkan,
erodibilitas tanah, manajemen dan produktivitas. Hasil pemetaan lahan kritis
antara parameter P. 4/V-Set/2013 dan parameter modifikasi dipilih yang memiliki
luasan paling besar untuk digunakan pada analisis tahap selanjutnya. Kemudian
lahan kritis teridentifikasi tahun 2014 di overlay dengan data sebaran lokasi
pelaksanaan rehabilitasi lahan pada tahun sebelumnya untuk memperoleh data
sebaran lokasi rehabilitasi terhadap tingkat kekritisan lahan. Adapun sebaran
lahan kritis terkait pola ruang diperoleh melalui proses overlay antara peta lahan
kritis 2014 teridentifikasi dengan peta pola ruang.
Untuk dapat melakukan rehabilitasi hutan dan lahan kritis perlu dilakukan
identifikasi dan pemetaan hutan dan lahan kritis yang berguna untuk
merencanakan penyusunan skala prioritas dalam rangka rehabilitasi hutan dan
lahan. Menurut Nugroho dan Prayogo (2008), permasalahan utama dari upaya
rehabilitasi hutan dan lahan adalah terbatasnya dana dan adanya kendala teknis
baik dari sumber daya manusia maupun teknologi. Keterbatasan dari aplikasi
teknologi ini secara nyata terlihat dari belum dimanfaatkannya suatu perangkat
teknologi untuk memonitor perkembangan degradasi hutan dan lahan. Adapun
kerangka pemikiran dalam penelitian ini secara diagramatis disajikan pada
Gambar 1.
6
Lahan
Faktor alami :
- Iklim, curah hujan
- Topografi
- Tanah
Aktivitas manusia :
- Penggunaan lahan
- Manajemen lahan
- Pola ruang
Degradasi lahan
Terganggunya fungsi konservasi,
fungsi produksi, dan kehidupan
sosial ekonomi masyarakat
Penurunan kualitas dan daya
dukung lahan
Lahan kritis
Pemilihan parameter dan pemetaan lahan kritis
Perdirjen BPDAS PS
Nomor P.4/V-Set/2013
Peta kegiatan
rehabilitasi lahan
Parameter modifikasi
Peta lahan kritis
teridentifikasi
Sebaran lokasi rehabilitasi lahan
terhadap lahan kritis teridentifikasi
Peta pola ruang
(RTRW)
Sebaran lokasi lahan kritis
terhadap pola ruang (RTRW)
Arahan rehabilitasi dalam pengembangan
wilayah Kabupaten Kendal
Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian
7
2
TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Kritis
Lahan Kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga
kehilangan atau berkurang fungsinya sampai batas yang ditentukan atau
diharapkan, sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai
dengan peruntukkannya sebagai media produksi maupun sebagai media tata air.
Lahan kritis ditandai oleh rusaknya struktur tanah, menurunnya kualitas dan
kuantitas bahan organik, defisiensi hara dan terganggunya siklus hidrologi, perlu
direhabilitasi dan ditingkatkan produktivitasnya agar lahan dapat kembali
berfungsi sebagai suatu ekosistem yang baik atau menghasilkan sesuatu yang
bersifat ekonomis bagi manusia (Kementerian Kehutanan 2014). Kerusakan
secara fisik, kimia dan biologis tanah dapat mengakibatkan terjadinya erosi dan
tanah longsor di daerah hulu, serta terjadinya banjir dan sedimentasi pada daerah
hilir (Zain 1998 dalam Sitorus 2012).
Perubahan dalam pengelolaan lahan banyak menyebabkan hutan-hutan
menjadi gundul karena mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian,
perumahan dan lainnya. Alih fungsi kawasan hutan menurunkan luasan kawasan
hutan, sehingga mengakibatkan berkurangnya sumber mata air, terjadinya
longsor, pendangkalan sungai sehingga membawa dampak perubahan ke arah
lahan kritis (Harini et al. 2012). Menurut Rukmana (1995) lahan-lahan pertanian
yang terus ditanami tanpa diikuti pengelolaan tanaman, tanah dan air secara tepat,
akan mengakibatkan penurunan produktivitas tanahnya. Penurunan produktivitas
tanah disebabkan karena terjadi penurunan kesuburan tanahnya yang semakin
lama akan menjadi lahan kritis. Terjadinya lahan kritis disebabkan oleh beberapa
faktor, yaitu :
1. Perladangan berpindah-pindah yang diikuti dengan penebangan hutan dan
pembakaran hutan.
2. Praktek sistem pertanian yang tidak memperhatikan konsep dan usaha
pengawetan (konservasi) tanah.
3. Pengembalaan liar dan kebakaran hutan
Parameter penentu lahan kritis berdasarkan Perdirjen BPDAS PS Nomor P.
4/V-Set/2013, meliputi :
1. Penutupan lahan
Untuk parameter penutupan lahan dinilai berdasarkan persentase penutupan
tajuk pohon terhadap luas setiap land system (menurut RePPProT) dan
diklasifikasikan menjadi lima kelas. Masing-masing kelas penutupan lahan
selanjutnya diberi skor untuk keperluan penentuan lahan kritis.
2. Kemiringan lereng
Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal)
suatu lahan dengan jarak mendatarnya. Besar kemiringan lereng dapat
dinyatakan dengan beberapa satuan, diantaranya adalah dengan % (prosen)
dan o (derajat). Data spasial kemiringan lereng dapat disusun dari hasil
pengolahan data ketinggian (garis kontur) dengan bersumber pada peta
topografi atau peta rupabumi.
3. Tingkat bahaya erosi
8
4.
5.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) dapat dihitung dengan cara membandingkan
tingkat erosi di suatu satuan lahan (land unit) dan kedalaman tanah efektif
pada satuan lahan. Dalam hal ini tingkat erosi dihitung dengan menghitung
perkiraan rata-rata tanah hilang tahunan akibat erosi lapis dan alur yang
dihitung dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE).
Produktivitas
Data produktivitas merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk
menilai kekritisan lahan di kawasan budidaya pertanian, yang dinilai
berdasarkan rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada
pengelolaan tradisional.
Manajemen
Manajemen merupakan salah satu kriteria yang dipergunakan untuk menilai
lahan kritis di kawasan hutan lindung, yang dinilai berdasarkan kelengkapan
aspek pengelolaan yang meliputi keberadaan tata batas kawasan, pengamanan
dan pengawasan serta dilaksanakan atau tidaknya penyuluhan.
Erosi yang diperbolehkan (EDP)
Erosi terbolehkan (EDP) adalah jumlah tanah yang hilang yang
diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga tanah
tetap produktif secara lestari (Hardjowigeno 2003). Sedangkan menurut Arsyad
(2010) erosi yang diperbolehkan adalah nilai laju erosi yang masih dapat
dibiarkan atau ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup
bagi pertumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya
produktivitas yang tinggi secara lestari. Tingkat erosi ini disebut erosi yang masih
dapat dibiarkan atau ditoleransikan yang diberi lambang T. Batas tertinggi erosi
yang masih dapat dibiarkan kadang-kadang dapat juga ditetapkan dengan tujuan
utama untuk pengendalian kualitas air atau untuk mengendalikan laju
pendangkalan waduk.
Erodibilitas Tanah
Ketahanan tanah merupakan salah satu faktor penentu besarnya erosi.
Makin tinggi nilai indeks erodibilitas tanah (K), makin rendah ketahanan tanah
sehingga semakin mudah pula tanah tererosi.
Lahan hutan, pertanian monokultur dan lahan pertanian turnpangsari pada
kelerengan yang sama memiliki tingkat erosi yang berbeda. Hal ini diantaranya
disebabkan oleh vegetasi pada masing masing lahan tersebut berbeda. Selain
vegetasi, sifat fisiknya tanah faktor lain yang menentukan besarnya erosi, meliputi
kelerengan, permeabilitas, tekstur dan struktur tanah (Hardjowigeno 2003).
Kepekaan tanah terhadap erosi dipengaruhi oleh tekstur tanah (terutama kadar
debu+pasir halus), bahan organik, struktur dan permeabilitas tanah (Hardjowigeno
2003). Erodibilitas tanah juga dapat dapat diduga dengan menggunakan
nomograph, sifat-sifat tanah yang menentukan besarnya nilai K berdasarkan
Nomograph tersebut adalah persen kandungan debu dan pasir (Gambar 2).
9
Gambar 2 Nomograf Erodibilitas Tanah (K)
Kriteria Lahan Kritis
Perdirjen BPDAS PS Nomor. P. 4/V-Set/2013 yang menggolongkan lahan
kritis menjadi lima kelompok, yaitu: (1) Tidak kritis; (2) Potensial kritis; (3) Agak
kritis; (4) Kritis; dan (5) Sangat kritis. Kriteria ini didasarkan pada variabelvariabel yang terdiri atas : kondisi tutupan vegetasi, kemiringan lereng, tingkat
erosi, tingkat pengelolaan (manajemen), dan produktivitas lahan.
Penilaian lahan kritis ditentukan berdasarkan fungsi lahan, yaitu :
a. Fungsi kawasan sebagai hutan lindung.
Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan keadaan penutupan lahan/
penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat tingkat bahaya erosi dan
manajemen lahan.
b. Fungsi kawasan budidaya untuk usaha pertanian
Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan produktivitas lahan yaitu
rasio terhadap produksi komoditi umum optimal pada pengelolaan tradisional,
kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi, batu-batuan dan manajemen (usaha
penerapan teknologi konservasi tanah pada setiap unit lahan).
c. Fungsi kawasan lindung di luar hutan lindung
Pada fungsi ini, kekritisan lahan dinilai berdasarkan vegetasi permanen yaitu
persentase penutupan tajuk pohon, kelerengan lahan, tingkat bahaya erosi dan
manajemen.
Rehabilitasi Lahan
Berbagai dampak yang ditimbulkan dari degaradasi lahan menyebabkan
menurunnya produktivitas lahan, sehingga untuk mengembalikan lagi fungsi suatu
lahan perlu dilakukan upaya perbaikan terhadap lahan tersebut. Menurut Pasal 40
di dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menyebutkan
10
bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya
dukung, produktivitas, dan perannya dalam mendukung sistem penyangga
kehidupan tetap terjaga. Kemudian di dalam pasal 41 disebutkan bahwa
rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi,
penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman atau penerapan teknik konservasi
tanah secara vegetatif dan sipil teknik pada lahan kritis dan tidak produktif.
Prinsip dasar pelaksanaan Rehabilitasi menurut Departemen Kehutanan (2001)
harus mengacu pada :
1. Pelestarian keanekaragaman jenis. Prinsip ini menuntut adanya
keanekaragaman jenis yang tinggi dalam menentukan jenis tumbuhan, jumlah
dan anakan atau bibit yang akan digunakan dalam rehabilitasi kawasan taman
nasional.
2. Pembinaan dan peningkatan kualitas habitat mengacu pada pelaksanaan
seluruh rangkaian kegiatan rehabilitasi untuk menjamin pulihnya kondisi dan
fungsi kawasan secara lestari. Untuk itu setiap pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi kawasan taman nasional harus diarahkan semaksimal mungkin
pada pemulihan kondisi kawasan seperti keadaan semula.
3. Melibatkan keikutsertaan para pihak terkait (stakeholders), setiap kegiatan
yang dilakukan harus jelas standar, prosedur dan hasilnya serta jelas pula
tanggung jawab setiap pihak yang berperan dalam pelaksanaan rehabilitasi
kawasan taman nasional, sehingga masing-masing dapat dimintakan tanggung
jawabnya. Kejelasan tanggung jawab ini menyangkut pihak pemerintahan
pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat peserta kegiatan maupun
perorangan dan atau lembaga-lembaga dan para pihak terkait.
Sasaran kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut P.
12/Menhut-II/2011 memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Diutamakan termasuk dalam DAS Prioritas.
b. Lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan.
c. Mempunyai tingkat kerawanan banjir, tanah longsor, abrasi, erosi tanah dan
kekeringan yang tinggi.
d. Perlindungan danau, bendungan, waduk dan bangunan vital lainnya.
Pola penyelenggaraan RHL
meliputi kegiatan teknis dan kegiatan
pendukung, untuk kegiatan teknis yang dilaksanakan antara lain :
1. Rehabilitasi kawasan konservasi/lindung.
2. Penanaman hutan kota.
3. Rehabilitasi hutan mangrove/sempadan pantai/rawa/gambut.
4. Penanaman bibit hasil KBR (Kebun Bibit Rakyat).
5. Pembuatan KBR 2011.
6. Pembangunan/Renovasi Persemaian Permanen.
Kabupaten Kendal berdasarkan pada Nota Kesepakatan antara Pemerintah
Kabupaten Kendal dangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kendal
Nomor : 910/179/VII/2013 dan Nomor : 910/0495/2013 tentang Prioritas dan
Plafon Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014, terdapat
kegiatan untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup serta pengurangan risiko bencana, yang salah satunya fokus pada kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan serta konservasi DAS, pesisir dan laut, dengan
pengembangan hutan rakyat, penanganan lahan kritis, penanaman mangrove,
11
pembangunan sabuk pantai, transplantasi karang, serta penguatan kapasitas dan
kelembagaan masyarakat sekitar hutan dan pesisir. Target pembangunan urusan
pekerjaan umum tahun 2014 sesuai dengan target RPJMD adalah Konservasi
Rehabilitasi Kawasan Lindung di Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Kendal
dengan target 50%.
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 46 Tahun 2012
tentang Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011- 2030,
arahan kawasan untuk rehabilitasi luasnya mencapai 386.272 Ha, dimana area ini
merupakan kawasan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas dengan
kondisi agak kritis, kritis dan sangat kritis, yang memerlukan penanganan
rehabilitasi lahan. Hasil rehabilitasi dapat dikelola sesuai dengan fungsi dan
arahan pemanfaatannya, baik secara ekologi, ekonomi dan sosial. Kegiatan
reboisasi atau pengkayaan ditujukan untuk percepatan pemulihan tanah kosong
atau lahan terbuka, miskin riap, dan tegakan dengan pertumbuhan yang rendah,
untuk mempercepat pemulihan tanah kosong atau lahan terbuka, miskin riap dan
tegakan dengan pertumbuhan rendah, untuk mempercepat penutupan lahan.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Penataan ruang
merupakan kebijakan dinamis yang mengakomodasikan aspek kehidupan pada
suatu kawasan, dimana setiap keputusan merupakan hasil kesepakatan berbagai
pihak sebagai bentuk kesinergian kepentingan. Penataan Ruang berdasarkan
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang diselenggarakan
berdasarkan asas :
1. Keterpaduan
2. Keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
3. Keberlanjutan
4. Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan
5. Keterbukaan
6. Kebersamaan dan kemitraan
7. Pelindungan kepentingan umum
8. Kepastian hukum dan keadilan
9. Akuntabilitas
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten menurut UU 26 Tahun
2007 merupakan pedoman untuk penyusunan rencana pembangunan jangka
panjang daerah, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten,
mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antarsektor, penetapan
lokasi dan fungsi ruang untuk investasi dan penataan ruang kawasan strategis
kabupaten.
Penataan ruang menjadi isu strategis di Jawa Tengah berkaitan dengan
tingginya kebutuhan sumberdaya lahan seiring dengan meningktanya kepadatan
penduduk. Kondisi yang sekarang ini dalam pemanfaatan kawasan yang berkaitan
dengan peruntukan kegiatan kehutanan perlu selalu disinkronkan dengan berbagai
kepentingan non kehutanan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di
tingkat Provinsi sebagaimana dijabarkan dalam RTRW Kabupaten/Kota, yang
12
dimaksudkan untuk mengoptimalkan alokasi pemanfaatan lahan secara terpadu
serta menghindari konflik tenurial. Demikian pula wilayah yang berbatasan antar
provinsi dan Kabupaten perlu disepakati bersama dalam penyusunan tata ruang
dengan semakin berkembangnya kerjasama antar daerah, khususnya terkait
dengan pengelolaan sumberdaya hutan yang seringkali melewati batas
administrasi (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2012).
Pengembangan Wilayah
Sasaran utama dari perencanaan wilayah dapat dikelompokkan atas tiga
sasaran umum, yaitu: (a) efisiensi dan produktivitas, (b) pemerataan keadilan dan
akseptabilitas masyarakat, dan (c) keberlanjutan (Rustiadi et al. 2006). Sasaran
efisiensi merujuk pada manfaat ekonomi dimana dalam konteks kepentingan
publik, pemanfaatan sumber daya diarahkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat (publik). Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah sangat
tergantung pada keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di
wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor di dalam memacu ekonomi wilayah
menjadikan pendorong utama (prime mover) pengembangan wilayah berbedabeda.
Tujuan pengembangan wilayah mengandung dua sisi yang saling berkaitan.
Dari sisi sosial ekonomi, pengembangan wilayah adalah upaya memberikan
kesejahteraan kualitas hidup masyarakat, misalnya menciptakan pusat-pusat
produksi, memberikan kemudahan prasarana, dan pelayanan logistik. Di sisi lain
secara ekologis, pengembangan wilayah juga bertujuan untuk menjaga
keseimbangan lingkungan sebagai akibat dari campur tangan manusia terhadap
lingkungan (Triutomo 1999).
Menurut Rustiadi et al. (2006), dalam suatu perencanaan pembangunan
selalu diperlukan adanya skala prioritas pembangunan sebagai akibat keterbatasan
sumber daya yang tersedia, dimana dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu
skala prioritas didasarkan atas suatu pemahaman bahwa: (1) setiap sektor
memiliki sumbangan yang langsung maupun tidak langsung yang berbeda
terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan baik penyerapan tenaga kerja,
pendapatan regional dan lain-lain, (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan
sektor-sektor lain dengan karakteristik yang berbeda-beda, (3) aktivitas sektoral
tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki
aktivitas terpusat dan terkait dengan sebaran sumber daya alam, buatan
(infrastruktur) dan sosial yang ada. Atas dasar pemikiran tersebut, di setiap
wilayah selalu terdapat sektor-sektor yang bersifat strategis sebagai akibat
besarnya sumbangan yang diberikan dalam perekonomian wilayah serta
keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor strategis tersebut
memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang signifikan, dimana
dampak tidak langsung terwujud akibat perkembangan sektor tersebut berdampak
bagi berkembangnya sektor-sektor lain dan secara spasial berdampak luas di
seluruh wilayah sasaran.
13
3
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) bulan yaitu bulan Juni
– Desember 2015. Lokasi penelitian meliputi seluruh wilayah Kabupaten Kendal,
yang memiliki kondisi fisik lahan yang beragam serta mempunyai pola
penggunaan lahan yang heterogen. Kabupaten Kendal memiliki luas 100.223 ha,
secara administratif terdiri dari 20 kecamatan dan 286 desa/kelurahan. Posisi
geografi berkisar antara 109°40‟–110°18‟ Bujur Timur dan 6°32‟–7°24‟ Lintang
Selatan (Gambar 3), dan batas wilayah Kabupaten Kendal meliputi :
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kota Semarang
Sebelah Selatan : Kabupaten Temanggung dan Kabupaten Semarang
Sebelah Barat
: Kabupaten Batang
Gambar 3 Lokasi penelitian Kabupaten Kendal Tahun 2014
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang dengan pengambilan
contoh tanah dan dokumentasi sebagai verifikasi dan validasi dari analisis
penggunaan lahan kritis. Validasi bertujuan untuk mengecek kebenaran, ketepatan
dan kenyataan di lapangan. Di samping itu, data primer juga diperoleh melalui
wawancara terhadap stakeholder pengelola lahan, tentang perubahan penggunaan
lahan dan terbentuknya lahan kritis. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber
termasuk studi pustaka, dan kegiatan rehabilitasi hu