Relationship between Growth Site Factors and Silvicultural Treatment on Productivity of Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) in People’s Forest of Bengkulu.

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR-FAKTOR TEMPAT
TUMBUH DAN PERLAKUAN SILVIKULTUR TERHADAP
PRODUKTIVITAS KAYU BAWANG (Dysoxylum mollissimum
Blume) DI HUTAN RAKYAT BENGKULU

EFRATENTA KATHERINA DEPARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Hubungan antara Faktor-Faktor
Tempat Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang
(Dysoxylum mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, Agustus 2010
Efratenta Katherina Depari
NRP E451080011

ABSTRACT
EFRATENTA KATHERINA DEPARI. Relationship between Growth Site
Factors and Silvicultural Treatment on Productivity of Kayu Bawang (Dysoxylum
mollissimum Blume) in People’s Forest of Bengkulu. Under Direction of
ISTOMO and OMO RUSDIANA.
Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) is a local species which is
considered as superior in Bengkulu and is used as construction wood. Wood of
this species is resistant toward termite attack, has aroma like onion, and is bitter.
Kayu bawang has good quality wood, belongs to resistance level B, or resistance
level which ranges from fairly resistant to resistant toward termite attack. Kayu
bawang has straight stem and is categorized as fast growing species. Planting of
kayu bawang has varied productivity. This research was aimed at determining the
relationship between growth site factors and silvicultural treatments on
productivity of kayu bawang. This study conducted on communities forest in

North and Central Bengkulu District, Province of Bengkulu. In this research,
principal component analysis was used and silvicultural treatment was analyzed
descriptively in qualitative manner. Research results showed that growth site
factors which were negatively correlated with productivity of kayu bawang in the
research location were slope, altitude, and percentage of light intensity. The
optimum planting of kayu bawang in the research location was at slopes ranging
between 0-20%, altitude ranging between 23-65 m asl, and percentage of light
intensity ranging between 9-19%. Productivity of kayu bawang at poor condition
of growth site could be improved through appropriate silvicultural treatment.
Silvicultural treatments which had been practiced by the people were still not
good yet. Planting stocks being planted were usually originated from natural
regeneration. Planting was done in irregular manner (random). Activities of soil
tillage, weeding, and prunning were seldom practiced. Besides that, activities of
replanting of failure, fertilizer application and thinning were never conducted.
Key words: Dysoxylum mollissimum, growth site factors, silvicultural treatment,
productivity

RINGKASAN
EFRATENTA KATHERINA DEPARI. Hubungan antara Faktor-Faktor Tempat
Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang

(Dysoxylum mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu. Dibimbing oleh
ISTOMO dan OMO RUSDIANA.
Pembangunan hutan rakyat merupakan salah satu upaya untuk
menyediakan bahan baku dalam memenuhi kebutuhan kayu konsumsi nasional,
hal ini dikarenakan semakin menurunnya persediaan bahan baku dari hutan alam
produksi. Strategi meningkatkan produksi kayu dapat dilakukan membangun dan
memperluas hutan rakyat di berbagai daerah. Jenis kayu yang telah dikembangkan
di hutan rakyat antara lain sengon, pulai, gmelina, mindi, kayu afrika dan kayu
bawang.
Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) adalah jenis lokal
unggulan di Bengkulu dimanfaatkan untuk kayu pertukangan. Kayu jenis ini
memiliki keunggulan tahan terhadap serangan rayap, mempunyai aroma seperti
bawang dan pahit. Kayu bawang memiliki kualitas kayu baik, termasuk tingkat
ketahanan B atau tingkat ketahanan cukup tahan sampai tahan terhadap serangan
rayap. Kayu bawang memiliki batang lurus dan tergolong jenis cepat tumbuh.
Kayu bawang telah dikembangkan di hutan rakyat. Penanaman kayu bawang
pada hutan rakyat memiliki produktivitas yang beragam. Perbedaan tersebut
diduga disebabkan oleh perbedaan perlakuan silvikultur dan faktor-faktor tempat
tumbuh yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji hubungan faktor-faktor tempat

tumbuh dan perlakuan silvikultur terhadap produktivitas kayu bawang, serta
mengkaji perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan masyarakat.
Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat kayu bawang yang terdapat di tiga Desa,
yaitu Desa Pasar Pedati di Kabupaten Bengkulu Tengah, Desa Sawang Lebar dan
Desa Dusun Curup di Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu. Analisis
tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas
Bengkulu. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai April 2010.
Pengumpulan data vegetasi meliputi tanaman budidaya dan tumbuhan
bawah. Data yang dikumpulkan pada tanaman budidaya adalah jenis, diameter
(cm) dan tinggi (m). Data-data hasil pengukuran tersebut digunakan untuk
menghitung luas bidang dasar, volume, riap volume dan biomassa, sedangkan data
tumbuhan bawah adalah biomassa tumbuhan bawah. Gambaran masing-masing
pola tanam yang ada di lokasi penelitian dengan membuat profil tegakan
menggunakan Spatially Explicit Individual-based Forest Simulator (SExI-FS).
Data kondisi tempat tumbuh meliputi data primer dan data sekunder. Data
sekunder berupa data suhu, kelembaban udara dan curah hujan yang diperoleh
dari BMKG Stasiun Klimatologi Pulau Baai Bengkulu. Data primer berupa
topografi, keterbukaan kanopi, sifat-sifat tanah. Data perlakuan silvikultur kayu
bawang yang telah dilakukan masyarakat dengan wawancara berupa tanya-jawab
sistematis meliputi pengadaan benih, pengadaan bibit, persiapan lahan,

penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Pengumpulan data perlakuan

silvikultur yang telah dilakukan masyarakat dilakukan melalui studi literatur dan
wawancara semi terstruktur dengan snowball sampling.
Data-data perlakuan silvikultur yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis
secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah uraian secara
verbal terhadap data-data hasil penelitian yang ditujukan untuk penjelasan agar
mudah dipahami, dimana data kualitatif dapat berupa tabel, kalimat atau gambar.
Hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap produktivitas kayu
bawang dapat dilakukan dengan principal component analysis (PCA)
menggunakan program Minitab 15.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor tempat tumbuh yang
berkorelasi negatif dengan produktivitas kayu bawang di lokasi penelitian adalah
kelerengan, ketinggian tempat dan keterbukaan kanopi. Penanaman kayu bawang
yang optimal di lokasi penelitian pada kelerengan berkisar 0-20%, ketinggian
tempat berkisar 23-65 m dpl dan keterbukaan kanopi berkisar 9-19%.
Produktivitas kayu bawang pada kondisi tempat tumbuh yang rendah dapat
ditingkatkan dengan perlakuan silvikultur yang baik. Perlakuan silvikultur yang
telah dilakukan masyarakat masih belum baik. Bibit yang ditanam umumnya
berasal dari anakan alami serta jarak tanam yang digunakan tidak beraturan

(acak). Kegiatan pengolahan tanah, penyiangan, pemangkasan masih jarang
dilakukan, sedangkan penyulaman, pemupukan dan penjarangan tidak pernah
dilakukan masyarakat.
Kata kunci: Dysoxylum mollissimum, faktor-faktor tempat tumbuh, perlakuan
silvikultur, produktivitas

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kririk, atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Nurheni Wijayanto, MS


Judul Tesis : Hubungan antara Faktor-Faktor Tempat Tumbuh dan Perlakuan
Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang (Dysoxylum
mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu
Nama

: Efratenta Katherina Depari

NRP

: E451080011

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc
Anggota

Dr. Ir. Istomo, MS
Ketua


Diketahui

Ketua Program Studi / Mayor
Silvikultur Tropika

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS

Tanggal Ujian:

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Hubungan antara Faktor-Faktor
Tempat Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur terhadap Produktivitas Kayu Bawang
(Dysoxylum mollissimum Blume) di Hutan Rakyat Bengkulu”.

Terima kasih dan penghargaan yang tulus penulis ucapkan kepada :
1. Dr.Ir. Istomo, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir. Omo
Rusdiana, M.Sc selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak
memberi bimbingan, masukan dan saran dalam berbagai kesempatan diskusi
yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Dr.Ir. Sri Wilarso Budi R., MS selaku Ketua Mayor Silvikultur Tropika dan
Dr.Ir. Nurheni Wijayanto, MS selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis
yang telah memberi banyak masukan dan saran.
3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas beasiswa BPPS sehingga penulis
dapat mengikuti pendidikan di Mayor Silvikultur Tropika, Sekolah
Pascasarjana IPB.
4. Suami tercinta Jackson Sitepu, SP atas izin dan dukungan baik moril maupun
spiritual selama penulis mengikuti pendidikan S2 di IPB.
5. Bapak, Mamak, Abang, Adek dan keluarga besar dr. Kabar Sitepu atas segala
doa dan kasih sayangnya.
6. Rekan-rekan Pascasarjana Mayor Silvikultur Tropika angkatan 2008 atas
bantuan dan kebersamaan selama ini.
7. Sahabatku Yesy Rosalina dan berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, untuk semua dorongan dan bantuan yang diberikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini. Semoga

karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2010
Efratenta Katherina Depari

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Manna pada tanggal 8 November 1981 dari pasangan
Paham Depari, S.Pd dan Ibu Rustini Ginting, S.Pd Penulis merupakan anak ketiga
dari empat bersaudara.
Pada tahun 1999 penulis diterima pada Program Studi Budidaya Hutan,
Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu melalui jalur SPMB (Sistim Penerimaan
Mahasiswa Baru). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2003.
Pada tahun 2004 hingga 2006 penulis bekerja di PT. Agung Automall Bengkulu
sebagai Personil Admin. Tahun 2006 penulis lulus seleksi CPNS di lingkungan
Universitas Bengkulu dan bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Budidaya
Hutan, Fakultas Pertanian. Penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan
pasca sarjana pada tahun 2008 melalui beasiswa BPPS. Pendidikan pasca sarjana
ditempuh pada Program Studi Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang .....................................................................................
Perumusan Masalah .............................................................................
Tujuan .................................................................................................
Manfaat Penelitian ...............................................................................
Kerangka Pemikiran .............................................................................

1
1
2
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) ..................................
Faktor-Faktor Tempat Tumbuh ............................................................
Perlakuan Silvikultur............................................................................
Produktivitas Tegakan ..........................................................................

5
5
8
12
12

METODE PENELITIAN .......................................................... ..................
Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................
Bahan dan Alat ......................................................................................
Pengumpulan Data ................................................................................
Pengolahan Data ...................................................................................
Analisis Data .........................................................................................

15
15
15
15
18
20

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN......................................... ...
Penyebaran dan letak objek penelitian ...................................................
Aksesibilitas ..........................................................................................
Iklim .....................................................................................................
Pola Tanam Kayu Bawang ....................................................................

21
21
21
22
22

HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... .........
Produktivitas Tegakan ...........................................................................
Faktor-Faktor Tempat Tumbuh .............................................................
Perlakuan Silvikultur yang telah dilakukan Masyarakat .........................
Hubungan Faktor-Faktor Tempat Tumbuh dan Perlakuan Silvikultur
terhadap Produktivitas Kayu Bawang ....................................................

25
25
27
32
36

KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... ......... 39
Kesimpulan ........................................................................................... 39
Saran ..................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 40
LAMPIRAN .............................................................................................. 43

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Sifat-sifat tanah yang dianalisis dan metode yang digunakan ............... 17

2

Persamaan alometrik penduga biomassa tanaman pisang,
kopi dan karet ...................................................................................... 19

3

Produktivitas kayu bawang pada setiap petak ukur penelitian ............... 25

4

Data faktor-faktor tempat tumbuh pada setiap kelompok ...................... 29

5

Perlakuan silvikultur kayu bawang yang dilakukan masyarakat
pada setiap petak ukur penelitian .......................................................... 33

6

Hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur
Terhadap Produktivitas Kayu Bawang ................................................. 37

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Bagan alir kerangka pemikiran ............................................................. 4

2

Kurva CAI dan MAI pola agroforestri kayu bawang
dengan kopi dan pola agroforestri multi jenis ....................................... 14

3

Desain petak penelitian ........................................................................ 16

4

Peta orientasi lokasi penelitian ............................................................. 21

5

Distribusi curah hujan bulanan (a) Pos pengamatan
Baturoto (Kerkap) dan (b) Pos pengamatan Argamakmur
selama 3 tahun (2007-2009) (BMKG Stasiun Klimatologi
Pulau Baai Bengkulu 2009) .................................................................. 22

6

Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan pisang ..................... 23

7

(a) Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi
(b) Tanaman kopi yang berbuah di bawah tegakan kayu bawang .......... 23

8

(a) Pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan kopi
dan karet (b) Karet yang sedang disadap .............................................. 24

9

Hubungan umur terhadap volume kayu bawang ................................... 26

10 Hubungan kerapatan terhadap volume kayu bawang ............................ 26
11 Biplot hubungan antara faktor-faktor tempat tumbuh terhadap
produktivitas kayu bawang ................................................................... 27
12 Rumah masyarakat yang dibangun menggunakan kayu bawang
sebagai bahan kayu bangunan .............................................................. 35
13 Lemari yang dibuat dari kayu bawang .................................................. 36

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Profil tegakan pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan
Pisang .................................................................................................. 43
2 Profil tegakan pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan
kopi ..................................................................................................... 44
3 Profil tegakan pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan
kopi dan karet ...................................................................................... 45
4

Informasi tentang petak ukur penelitian ................................................ 46

5

LBDS total pada setiap petak ukur penelitian ...................................... 47

6

Biomassa total pada setiap petak ukur penelitian ................................. 48

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan hutan rakyat

merupakan salah satu upaya untuk

menyediakan bahan baku dalam memenuhi kebutuhan kayu konsumsi nasional,
hal ini dikarenakan semakin menurunnya persediaan bahan baku dari hutan alam
produksi. Status lingkungan hidup Indonesia tahun 2006 menyatakan kebutuhan
kayu nasional 57,1 juta m3/tahun dengan kemampuan hutan alam dan hutan
tanaman untuk menyediakan sebesar 45,8 juta m3/tahun (Kementerian
Lingkungan Hidup 2007), maka terjadi defisit kebutuhan kayu sebesar
11,3 juta m3/tahun. Strategi mengurangi defisit kebutuhan kayu yang terjadi
adalah membangun dan memperluas hutan rakyat di berbagai daerah. Luas hutan
rakyat di Indonesia tercatat sampai dengan tahun 2006 adalah 1.272.505,61 ha
(Direktorat Jenderal RLPS 2006). Jenis kayu yang telah dikembangkan di hutan
rakyat antara lain sengon, pulai, gmelina, mindi, kayu afrika dan kayu bawang.
Kayu bawang (Dysoxylum mollissimum Blume) merupakan tanaman hutan
unggulan lokal Bengkulu yang telah lama dikenal dan dikembangkan terutama di
Kabupaten Bengkulu Utara (Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2003). Kayu
jenis ini memiliki keunggulan tahan terhadap serangan rayap, mempunyai aroma
seperti bawang dan pahit. Nuriyatin et al. (2003) menyatakan kayu bawang
memiliki kualitas kayu baik, termasuk tingkat ketahanan B atau tingkat ketahanan
cukup tahan sampai tahan terhadap serangan rayap. Apriyanto (2003)
menambahkan kayu bawang memiliki batang lurus dan tergolong jenis cepat
tumbuh. Kayu dari jenis ini dapat dimanfaatkan untuk kayu pertukangan (Riyanto
2001).
Sebagai kayu pertukangan, volume pohon kayu bawang adalah hal penting
untuk diperhatikan. Volume pohon dapat digunakan sebagai penduga produksi
hasil kayu. Produksi hasil kayu dipengaruhi pertumbuhan pohon. Kramer &
Kozlowski (1960) menyatakan pertumbuhan pohon sangat ditentukan oleh
interaksi antara tiga faktor yaitu genetik, tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur.
Pengaruh ketiga faktor tersebut akan nampak pada produktivitas tegakan.

2

Ukuran

produktivitas

tegakan

tergantung

tujuan

penggunaannya.

Produktivitas bagian tanaman kayu bawang yang bernilai ekonomi dapat diukur
dengan riap volume. Apriyanto (2003) menyatakan bahwa penanaman kayu
bawang di hutan rakyat secara monokultur pada umur 9 tahun memiliki riap
volume 24,42 m3/ha/tahun, yang lebih tinggi bila dibandingkan data penelitian
Siahaan (2009) menyatakan rata-rata riap volume kayu bawang umur 9 tahun
dengan pola tanam agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi adalah
13,98 m3/ha/tahun dan daur optimalnya pada umur 7 tahun, sedangkan pola
agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet adalah
10,68 m3/ha/tahun dan daur optimalnya pada umur 5 tahun. Perbedaan riap
volume diduga disebabkan oleh perbedaan perlakuan silvikultur dan faktor-faktor
tempat tumbuh yang dapat mempengaruhi produktivitas tanaman.
Tempat tumbuh sangat kompleks, di mana berbagai faktor berpengaruh
timbal balik satu sama lainnya dan dengan tanaman (Soerianegara & Indrawan
2008). Faktor-faktor tempat tumbuh merupakan semua faktor yang berhubungan
dan mempengaruhi produktivitas tanaman. Perubahan suatu faktor penyusun
tempat tumbuh akan berdampak terhadap produktivitas tanaman. Oleh karena itu,
pengetahuan mengenai hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan
silvikultur terhadap produktivitas kayu bawang sangat diperlukan sebagai
pertimbangan dalam budidaya kayu bawang untuk menghasilkan produktivitas
kayu yang optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu.

Perumusan Masalah
Kayu bawang adalah jenis lokal yang telah lama dimanfaatkan untuk kayu
pertukangan, kayunya tahan terhadap serangan rayap. Kayu bawang merupakan
salah satu jenis andalan di Bengkulu yang telah lama dikembangkan terutama di
Kabupaten

Bengkulu

Utara.

Kayu

bawang

mempunyai

potensi

untuk

dikembangkan di hutan rakyat. Penanaman kayu bawang di Bengkulu dengan
sistem agroforestri, yaitu pola tanam kayu bawang dikombinasikan dengan
tanaman semusim, agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan
agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet. Berdasarkan
uraian di atas, penanaman kayu bawang pada hutan rakyat memiliki riap volume

3

yang beragam. Perbedaan tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan perlakuan
silvikultur dan faktor-faktor tempat tumbuh yang ada. Sampai saat ini, syarat
tumbuh dan aspek budidaya dari tanaman kayu bawang masih banyak yang belum
diketahui. Padahal, informasi tersebut dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan
dalam penanaman kayu bawang di hutan rakyat untuk menghasilkan produktivitas
kayu bawang yang optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan kayu.
Permasalahan pokok yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur terhadap
produktivitas kayu bawang.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1.

Mengkaji hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur
terhadap produktivitas kayu bawang.

2.

Mengkaji perlakuan silvikultur kayu bawang yang telah dilakukan
masyarakat di Bengkulu.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat memberikan informasi mengenai faktorfaktor tempat tumbuh dan perlakuan silvikultur yang berpengaruh terhadap budi
daya kayu bawang serta perlakuan silvikultur yang telah dilakukan masyarakat,
sehingga dapat menjadi acuan untuk pengembangan kayu bawang dalam rangka
memenuhi kebutuhan kayu.
Kerangka Pemikiran
Informasi mengenai hubungan faktor-faktor tempat tumbuh dan perlakuan
silvikultur terhadap produktivitas kayu bawang dapat digunakan untuk
merumuskan faktor-faktor penduga produktivitas kayu bawang, sehingga menjadi
acuan dalam peningkatan produktivitas kayu bawang. Kerangka pemikiran yang
dikembangkan dalam menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini,
disajikan pada Gambar 1.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA
Kayu Bawang (Dysoxylum mollissimum Blume)
Taksonomi
Nama daerah D. mollissimum Blume dikenal dengan nama Australian
pencil cedar, miva mahogani, saurauiria (En). Indonesia: bawang (Sumatera), ki
bawang (Sunda), tumbawa sela (Minahassa Sulawesi), Philipines: hairy-leaved
himamau (Filipino), malaaduas (Bikol), mata-mata (Tagalog) (Sosef et al. 1998),
sedangkan di Bengkulu dikenal dengan nama kayu bawang. Berdasarkan
taksonomi, kayu bawang digolongkan sebagai berikut:
Kingdom

= Plantae

Divisi

= Magnoliophyta

Kelas

= Magnoliopsida

Ordo

= Sapindales

Famili

= Meliaceae

Genus

= Dysoxylum

Spesies

= Dysoxylum mollissimum Blume

D. mollissimum Blume dibagi menjadi dua subspesies, yang pertama
(subsp. mollissimum) ada di Timur India ke Bali dan yang kedua (subsp. molle
(Miq.) Mabb.) ada di Flores dan Sulawesi bagian Timur. Sinonim D. mollissimum
Blume adalah D. floribundum Merr., D. muelleri Benth., D. richii (A. Gray) C.
DC. (Sosef et al. 1998).
Penyebaran
Penyebarannya di India, Birma (Myanmar), China Bagian Selatan dan
hingga penjuru daerah Melanesia sampai Australia dan Samudera Pasifik, Timur
Gunung Fiji dan Samoa (Sosef et al. 1998). Kayu Bawang dapat ditemukan di
Bengkulu terutama di Kabupaten Bengkulu Utara (Dinas Kehutanan Provinsi
Bengkulu 2003).
Persyaratan Tumbuh
Kayu bawang dapat tumbuh mulai dari ketinggian 0-1.000 m dpl. Ratarata curah hujan yang dikehendaki berkisar 500-3.500 mm/tahun. Jenis ini juga
dapat tumbuh hampir di segala jenis tanah, namun untuk menghasilkan

6

pertumbuhan terbaik menghendaki kondisi tanah yang subur, gembur dan
mempunyai aerasi yang baik (Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2003).
Silvikultur
Tinggi pohon kayu bawang mencapai 30-40 m dan diameter 100-120 cm.
Kulit batang berwarna abu-abu sampai coklat muda dengan tekstur agak licin.
Daunnya majemuk tunggal berbentuk elips, ujungnya meruncing dengan tulang
daun menyirip. Buah bulat atau gepeng mempunyai daging buah. Bijinya
berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 2 cm dan diameter 1 cm serta
memiliki kulit luar keras (Dinas Kehutanan Provinsi Bengkulu 2003).
Tanaman kayu bawang dapat diperbanyak menggunakan biji dan bibit
cabutan berasal dari daerah penyebaran. Biji kayu bawang diduga bersifat
rekalsitran karena tidak dapat disimpan lama (Dinas Kehutanan Provinsi
Bengkulu 2003). Siahaan et al. (2008) menyatakan penurunan viabilitas biji kayu
bawang terjadi relatif cepat yang ditunjukkan oleh penurunan daya berkecambah
sebesar 55,5 % setelah disimpan selama 4 minggu meskipun kecepatan
berkecambah meningkat sebesar 9,1 hari. Penyimpanan pada lemari es dapat
meningkatkan daya berkecambah kayu bawang sebesar 5,8 % dibandingkan
penyimpanan di ruang suhu kamar. Selanjutnya, berdasarkan penelitian Siahaan
et al. (2006) menyimpulkan pemberian arang kompos sebagai campuran topsoil
untuk media semai kayu bawang secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan.
Pemberian arang kompos dapat memperbaiki struktur dan tekstur media,
meningkatkan kandungan unsur hara serta meningkatkan pH media dalam
polybag. Sedangkan pemberian paranet dengan tingkat kerapatan naungan 55 %
juga dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kayu bawang.
Kayu bawang telah dikembangkan dalam bentuk pengelolaan berbasis
masyarakat sejak tahun 1990-an, dengan menanam jenis tersebut pada lahan milik
masyarakat yang dikenal dengan hutan rakyat. Hutan rakyat bermanfaat secara
ekonomi yaitu memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat apabila
dikelola dengan baik. Selain itu, hutan rakyat memberikan manfaat secara
ekologis dengan membentuk struktur tegakan yang menciptakan lingkungan
menyerupai hutan alam.

7

Praktek hutan rakyat kayu bawang pada umumnya telah diusahakan
dengan pola tanam monokultur dan agroforestri multi jenis. Pola tanam
monokultur umumnya dilakukan masyarakat yang mempunyai lahan luas dan
modal yang besar dengan menanam kayu bawang saja pada lahan mereka.
Apriyanto (2003) menyatakan penanaman kayu bawang secara monokultur di
Kabupaten Bengkulu Utara sampai pada umur 9 tahun memiliki riap diameter
1,93 cm/tahun, riap tinggi 2,11 m/tahun dan riap volume 24,42 m3/ha/tahun.
Berdasarkan besarnya riap pertumbuhan, maka tegakan monokultur kayu bawang
di Bengkulu Utara dapat dikategorikan sebagai tegakan yang produktif.
Pada hutan rakyat kayu bawang pola tanam agroforestri multi jenis,
tanaman kayu bawang ditanam bersama dengan beberapa jenis tanaman pertanian
sehingga lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pola tanam yang
dikembangkan di hutan rakyat disesuaikan dengan kondisi dan luas lahan yang
tersedia serta kondisi pasar dan kebutuhan masyarakat (Winarno & Waluyo 2007).
Penanaman kayu bawang dengan sistem agroforestri di Bengkulu umumnya
dilakukan dengan mengkombinasikan kayu bawang dengan kopi dan kayu
bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet. Daur optimal untuk pola tanam
agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi pada umur 7 tahun dan
umur 5 tahun untuk pola tanam agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan
kopi dan karet (Siahaan 2009).
Kegunaan
Kayu bawang memiliki kayu yang termasuk tingkat ketahanan B atau
tingkat ketahanan cukup tahan sampai tahan terhadap serangan rayap (Nuriyatin
et al. 2003), sehingga dapat digunakan untuk kayu pertukangan. Selain untuk
kayu pertukangan, kayunya dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain
kerajinan dan meubel. Kayunya halus sehingga mudah diolah (Dinas Kehutanan
Provinsi Bengkulu 2003). Di daerah Fiji buah kayu bawang dimanfaatkan untuk
obat luka (Sosef et al. 1998).

8

Faktor-Faktor Tempat Tumbuh
Tempat tumbuh merupakan tempat yang dipandang dari segi faktor
ekologinya. Dengan kata lain, tempat tumbuh merupakan gabungan kondisi
biotik, iklim, dan tanah yang terdapat pada suatu tempat. Tempat tumbuh adalah
suatu sistem yang kompleks dimana berbagai faktor berpengaruh timbal balik satu
sama lain dan dengan tanaman. Suatu faktor atau beberapa faktor dikatakan
penting apabila pada suatu waktu tertentu faktor tersebut sangat mempengaruhi
hidup dan tumbuhnya tanaman.
Produktivitas lahan pada umumnya diartikan sebagai kualitas tempat
tumbuh yang diukur berdasarkan hasil kayu maksimal yang dapat diproduksi oleh
lahan hutan dalam waktu tertentu. Kualitas tempat tumbuh merupakan gabungan
dari banyak faktor lingkungan, misalnya jenis tanah, kedalaman tanah, tekstur
tanah, karakteristik profil tanah, komposisi mineral, kecuraman lereng, arah
lereng, dan iklim mikro (Daniel et al. 1987).
Faktor-faktor tempat tumbuh dapat dibagi menjadi faktor yang
berpengaruh secara langsung dan faktor yang tidak langsung. Faktor-faktor yang
berpengaruh secara langsung seperti radiasi matahari, kelembaban, dan air tanah.
Faktor tersebut berpengaruh langsung terhadap fungsi tanaman dan memprodusir
suatu efek yang terlihat jelas. Faktor yang berpengaruh secara tidak langsung
seperti lereng, flora dan fauna, yang mempengaruhi vegetasi hutan terutama
melalui efeknya terhadap faktor langsung. Soekotjo (1976) menyatakan faktorfaktor tempat tumbuh dapat dibagi menjadi 4 (empat) golongan yaitu klimatis,
edafis, fisiografis dan biotis.
Klimatis
Klimatis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan atmosfir yang
mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Pengaruh faktor ini dapat
terasa secara regional atau lokal. Keadaan atmosfir yang menentukan iklim
regional dan lokal terutama berhubungan dengan temperatur, air, dan cahaya.
Faktor yang menentukan keadaan atmosfir tersebut adalah radiasi matahari,
temperatur udara, kelembaban udara, prespitasi, angin dan petir (Soekotjo 1976).
Tiap jenis tanaman mempunyai persyaratan tumbuh yang berhubungan
erat dengan iklim. Faktor iklim yang mempengaruhi pertumbuhan pohon adalah

9

hujan. Untuk daerah dengan musim kering yang sedang sampai kuat, pemilihan
jenis dibatasi oleh ketahanan pohon akan kekurangan air (Soerianegara &
Indrawan 2008).
Edafis
Edafis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan tanah. Tanah
merupakan tempat untuk tumbuh dan berkembangnya pohon. Tanah memberi
dukungan mekanis dan menjadi tempat berjangkarnya akar, menyediakan ruang
tempat tumbuh dan berkembangnya akar, menyediakan air dan hara serta media
terjadinya interaksi antara jasad tanah dengan tanaman. Dajadi & Hardjono (1976)
dalam Indriyanto (2008) menyatakan bahwa tanah merupakan kumpulan bahanbahan alami yang terdapat di permukaan bumi, tempat berpijak pepohonan,
terbentuk karena pengaruh iklim, kehidupan organisme pada bahan induk, relief
atau bentuk permukaan bumi dan waktu. Kesuburan tanah sangat penting untuk
diperhatikan karena tiap jenis tanaman membutuhkan kesuburan yang berbedabeda untuk mencapai hasil yang maksimal (Soerianegara & Indrawan 2008).
Faktor

yang

secara

langsung

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

produktivitas tanaman adalah tekstur, struktur, air tanah, temperatur tanah dan
unsur hara yang terdapat di dalam tanah (Soekotjo 1976). Para ahli meyakini sifat
fisik tanah lebih penting pengaruhnya dalam pertumbuhan dan produktivitas
tanaman dibanding sifat kimia dan biologi tanah. Hakim et al. (1986) menyatakan
bahwa tekstur tanah akan mempengaruhi sifat tanah yang lain seperti struktur,
porositas, kapasitas memegang air, bulk density.
Fisiografis
Fisiografis adalah faktor yang berhubungan dengan keadaan yang
menentukan bentuk dan struktur dari permukaan tanah. Keadaan yang secara tidak
langsung mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman melalui efeknya
terhadap faktor langsung bersifat fisiografis antara lain ketinggian dari permukaan
laut, lereng dan aspek (Soekotjo 1976).
Efek tidak langsung dari bertambahnya ketinggian terhadap pohon sebagai
individu adalah pertumbuhan tinggi menurun secara teratur, riap total lambat laun
akan menurun, pohon memerlukan waktu yang lebih lama untuk menjadi dewasa,
perkembangan tajuk lambat laun menjadi lebih rendah dan lebih mendekati tanah.

10

Sedangkan efek dari bertambahnya ketinggian terhadap keseluruhan tegakan
adalah banyaknya batang per hektar bertambah, namun proporsi dari batang yang
mempunyai kelas diameter lebih besar menurun, tinggi dari rata-rata tegakan
menurun, riap tahunan rata-rata dari seluruh tegakan dewasa menjadi sangat turun
dan proporsi dari ranting-ranting dan cabang kayu meningkat (Soekotjo 1976).
Suhendang (1990) menyatakan ketinggian lahan dari permukaan laut
berpengaruh terhadap keadaan lingkungan tempat tumbuh tanaman, terutama
suhu, kelembaban, kadar oksigen di udara dan di tanah. Soerianegara & Indrawan
(2008) menyatakan setiap jenis tanaman mempunyai kisaran tumbuh terhadap
ketinggian tempat dari permukaan laut. Penanaman sebaiknya dilakukan pada
tempat-tempat dimana tinggi tempatnya termasuk dalam kisaran tumbuh tanaman
tersebut, sehingga tanaman dapat tumbuh maksimum.
Lereng dapat didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh permukaan
tanah dengan horizontal dan menunjukkan hubungan dari permukaan tempat
tumbuh terhadap horizon. Efek penting dari lereng adalah terhadap pengaliran air
di atas permukaan tanah dan drainase, sehingga berpengaruh terhadap kandungan
air tanah. Lereng dapat merubah intensitas pengeringan dengan merubah sudut
jatuhnya sinar matahari (Soekotjo 1976).
Aspek adalah arah dari lereng suatu daerah. Pengaruh arah lereng terhadap
tempat tumbuh berkaitan dengan intensitas cahaya matahari yang dapat diterima
tanaman. Pada umumnya lereng yang menghadap utara dan timur cenderung
memberikan kualitas tempat tumbuh yang lebih baik dari pada lereng yang
terletak di sebelah selatan dan barat (Suhendang 1990).
Lereng timur kena pengaruh sinar matahari pagi, tempat tumbuhnya
terlindungi dari pengaruh angin barat daya dan angin barat serta pengaruh sinar
matahari siang hari yang panas. Lereng timur baik untuk pertumbuhan pohon dan
seringkali ditandai oleh tegakan yang rapat yang tumbuh dengan kualitas yang
baik. Lereng utara juga terlindungi dari efek sinar matahari siang hari yang panas
dan juga terlindungi dari pengaruh angin. Lereng utara terdapat kelembaban udara
dan air tanah dalam jumlah yang maksimum, sehingga menghasilkan
pertumbuhan yang maksimum. Sedangkan lereng selatan dan barat relatif kering

11

dan panas akibat pengaruh angin dan pengaruh sinar matahari yang panas
(Soekotjo 1976).
Biotis
Biotis adalah faktor yang berhubungan dengan faktor langsung dan tidak
langsung disebabkan pengaruh flora dan fauna. Meskipun faktor klimatis dan
edafis suatu tempat tumbuh mempunyai pengaruh yang dominan terhadap
pertumbuhan dan produktivitas tanaman, namun dapat juga dipengaruhi oleh
interaksi kehidupan flora dan fauna, termasuk manusia. Soekotjo (1976)
menyatakan hubungan utama yang terdapat dalam faktor biotis adalah sebagai
berikut:
1. Reaksi terhadap ruang tumbuh (persaingan)
Diantara sesama pohon dalam tegakan terdapat persaingan akan cahaya, ruang
tumbuh, air tanah dan hara-hara mineral.
2. Interrelasi antara tumbuh-tumbuhan
Interrelasi antara tumbuh-tumbuhan mulai dari parasitisme sampai dengan
mutualisme. Bentuk parasitisme di mana pohon-pohon hutan merupakan
tumbuhan inang bagi macam-macam parasit yang dapat ditemukan pada setiap
hutan, satu jenis tumbuhan memberikan kepada jenis lainnya zat-zat makanan
dengan mengorbankan dirinya sendiri. Salah satu contoh hubungan mutualisme
adalah mikoriza. Mikoriza merupakan akar-akar tumbuhan yang berasosiasi
secara erat dengan jaringan cendawan, baik secara ectotrophic dan endotrophic.
3. Interrelasi antara tanaman hutan dan hewan-hewan
Interrelasi antara tanaman hutan dan hewan-hewan juga dapat berupa
parasitisme sampai mutualisme. Hewan-hewan ada yang mempunyai arti
konstruktif dan destruktif dalam hutan. Hewan-hewan membantu penyebaran
biji dan hewan yang membuang kotorannya ke tanah akan berati konstruktif,
sedangkan yang bersifat destruktif hewan-hewan yang memakan biji-bijian dan
merusak anakan maupun daun-daunan.
4. Campur tangan manusia
Dari semua faktor-faktor di atas, maka manusia merupakan faktor yang
mempunyai peranan besar dalam menyebabkan menghilangkan keseimbangan
alami hutan. Manusia menghilangkan keseimbangan hutan dengan jalan

12

membuka hutan untuk pertanian, eksploitasi hutan baik penebangan kayu
maupun pembukaan areal tambang di kawasan hutan, pengembalaan ternak di
hutan. Manusia juga melakukan tindakan pemeliharaan dan praktek lainnya
seperti pemupukan, pemangkasan, penjarangan, irigasi, permudaan vegetatif
dan sebagainya.

Perlakuan Silvikultur
Konsep dasar budidaya pohon pada hutan alam maupun pada hutan
tanaman adalah pemilihan perlakuan silvikultur yang tepat, bergantung pada
tingkat kontrol interaksi genotip-lingkungan terhadap perkembangan fisiologis
tegakan. Pertumbuhan setiap tumbuhan dikendalikan oleh interaksi genotiplingkungan, maka seorang kehutanan harus menyadari bahwa semua perlakuan,
termasuk pemungutan hasil hutan, penjarangan tegakan hutan, persiapan lokasi
tanam, dan pemupukan berpengaruh langsung terhadap interaksi tersebut. Oleh
karena itu, keberhasilan dalam mencapai tujuan pengelolaan hutan sangat
ditentukan oleh kemampuan seorang silvikulturis meramal berbagai alternatif
perlakuan dalam membentuk lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan pohon
(Indriyanto 2008).
Perlakuan silvikultur terdiri dari tiga fase yaitu fase permudaan, fase
pemeliharaan dan fase pemanenan dalam mencapai kelestarian hasil. Permudaan
dapat dilakukan secara alami atau buatan. Pemeliharaan antara lain kegiatan
pembebasan, pemangkasan, penjarangan, pemupukan serta kegiatan mencegah
dan mengatasi masalah hama dan penyakit. Pemanenan dapat dilakukan dengan
beberapa metode antara lain metode tebang habis, seleksi dan shelterwood.
Metode pemanenan harus disesuaikan dengan kondisi tegakan yang ada.

Produktivitas Tegakan
Setiap ekosistem atau komunitas atau bagian-bagian lain dalam organisasi
makhluk hidup memiliki produktivitas. Vickery (1984); Chapman dan Reiss
(1997) dalam Indriyanto (2006) menyatakan bahwa kecepatan energi radiasi
matahari diubah oleh tumbuh-tumbuhan hijau menjadi energi kimia dikenal
sebagai produktivitas primer. Produktivitas primer merupakan kecepatan energi

13

radiasi matahari yang disimpan melalui aktivitas fotosintesis dan kemosintesis
oleh organisme produsen dalam bentuk bahan organik (Odum 1993).
Produktivitas primer digolongkan menjadi dua, yaitu produktivitas primer
kotor dan produktivitas primer bersih. Produktivitas primer kotor merupakan
kecepatan total fotosintesis, meliputi bahan organik yang digunakan dalam
respirasi selama periode pengukuran. Produktivitas primer kotor disebut juga
fotosintesis total. Produktivitas primer bersih merupakan kecepatan menyimpan
bahan organik dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan bahan organik yang
sebagian telah dipakai untuk respirasi tumbuhan selama proses pengukuran.
Produktivitas primer bersih disebut juga fotosintesis yang kelihatan.
Produktivitas bersih dibagi menjadi produktivitas primer bersih di atas
permukaan dan di bawah permukaan. Binkley et al. (1992) dalam Rusdiana
(2007) menyatakan bahwa ukuran produktivitas yang akan dipilih sangat
tergantung tujuan penggunaan dari ukuran produktivitas tersebut. Ahli kehutanan
memperhatikan produktivitas bagian tanaman yang bernilai ekonomi, bukan
efisiensi atau bobot tanamannya (Salisbury & Ross 1995 a), sedangkan
berdasarkan satuan ukuran produktivitas dapat dinyatakan dalam bentuk luas
bidang dasar (m2/ha/tahun), biomassa (ton/ha/tahun), atau volume (m3/ha/tahun).
Riap volume pohon merupakan salah satu ukuran dari produktivitas hutan yang
sering digunakan para pengelola konsesi hutan. Prodan (1968) dalam Siahaan
(2009) membedakan riap ke dalam riap tahunan berjalan (CAI) dan riap rata-rata
tahunan (MAI). CAI adalah riap dalam satu tahun berjalan sedangkan MAI adalah
riap rata-rata (per tahun) yang terjadi pada suatu periode tertentu. Daur optimal
suatu tegakan diperoleh pada saat terjadi perpotongan antara kurva CAI dan MAI,
yaitu pada saat MAI mencapai titik maksimum.
Titik perpotongan antara kurva CAI dan MAI berarti bahwa riap tahunan
berjalan sama dengan riap rata-ratanya. Umur pada saat terjadi titik perpotongan
adalah umur panen yang memberikan volume maksimum. Siahaan (2009)
menyatakan daur optimal kayu bawang di Bengkulu, untuk pola tanam
agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi pada umur 7 tahun dan
pola agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet pada umur
5 tahun (Gambar 2).

PRODUKTIVITAS

Faktor-Faktor
Tempat Tumbuh

Edafis

Pola Tanam

Fisiografis

Agroforestri:

Klimatis
- Suhu
- Kelembaban
udara
- Intensitas
cahaya
- Curah hujan

- Fisik tanah
(tekstur & bulk
density)
- Kimia tanah
(pH, C-organik,
N-total, BO, KTK
& KB)

Kayu Bawang +
Tanaman Semusim

- Kelerengan
- Arah lereng
- Letak
geografis
- Topografi
- ketinggian

-

- Jenis tanah

Agroforestri:

Agroforestri:

Kayu Bawang +
Kopi

Kayu Bawang +
Kopi + Karet

Pengadaan benih
Pengadaan bibit
Persiapan lahan
Penanaman
Pemeliharaan
Pemanenan

Indikator Produktivitas

LBDS

Volume

Riap volume

Faktor Penduga Produktivitas

Gambar 1. Bagan alir kerangka pemikir

Biomassa

14

Riap (m3/ha/tahun)

Riap (m3/ha/tahun)
20

20

15

15

MAI
MAI
10

10

CAI
5

5

0

0

0

2

4

6

Umur (tahun)

8

10

12

CAI

0

2

4

6

8

10

12

Umur (tahun)

(a)
(b)
Gambar 2 Kurva CAI dan MAI pola tanam (a) Agroforestri kayu bawang
dikombinasikan dengan kopi dan (b) Agroforestri kayu bawang
dikombinasikan dengan kopi dan karet (Siahaan 2009)

15

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di hutan rakyat kayu bawang yang terdapat di tiga
Desa, yaitu Desa Pasar Pedati di Kabupaten Bengkulu Tengah, Desa Sawang
Lebar dan Desa Dusun Curup di Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu.
Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian,
Universitas Bengkulu. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai April
2010.

Bahan dan Alat
Bahan atau obyek dalam penelitian ini adalah tegakan kayu bawang pada
25 petak ukur penelitian yang berukuran 30 m x 30 m. Petak ukur terdiri dari tiga
pola tanam yaitu agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan tanaman
semusim, agroforestri kayu bawang dikombinasikan dengan kopi, dan agroforestri
kayu bawang dikombinasikan dengan kopi dan karet, tali raffia, plastik 1 kg, label
sampel tanah, nomor sampel tanah.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global
Positioning System), pita ukur, clinometer, hagameter, kompas, parang, meteran
gulung 50 meter, ring sample, peti penyimpanan ring, cangkul, lux meter,
timbangan, oven, ballpoint OHP Fine, tally sheet, kamera digital, alat-alat tulis,
kuisioner penelitian serta seperangkat komputer dengan program-program
pengolah data seperti Microsoft Office Excel, SExI-FS (Spatially Explicit
Individual-based Forest Simulator) dan Minitab 15.

Pengumpulan Data
Data Vegetasi
Pengukuran dilakukan pada setiap petak ukur penelitian yang digunakan,
yaitu pada tanaman budidaya (kayu bawang, pisang, kopi dan karet) dan
tumbuhan bawah (rumput, ilalang, semak dan herba lainnya). Data yang
dikumpulkan pada tanaman budidaya adalah jenis, diameter (cm) dan tinggi (m).
Data-data hasil pengukuran akan digunakan untuk menghitung luas bidang dasar,

16

volume, riap volume dan biomassa. Gambaran masing-masing pola tanam dibuat
profil tegakan menggunakan SExI-FS (Spatially Explicit Individual-based Forest
Simulator). Pada setiap petak ukur dibuat pula sub-petak berukuran 1 m x 1 m
sebanyak 3 buah, untuk risalah tumbuhan bawah dilakukan dengan memanen
seluruhnya dalam sub-petak 1 m x 1 m tersebut. Selanjutnya diambil sampel
sebanyak ± 200 gram dari masing-masing tumbuhan bawah tersebut untuk
dianalisis di laboratorium. Desain petak penelitian disajikan pada Gambar 3.

L

P

L’

P’

Keterangan:
P x L = petak ukur berukuran 30 m x 30 m untuk tanaman budidaya
P’ x L’ = sub-petak berukuran 1 m x 1 m untuk tumbuhan bawah

Gambar 3. Desain petak penelitian

Data Kondisi Tempat Tumbuh
Data kondisi tapak yang dikumpulkan berupa data sekunder dan data
primer. Data sekunder meliputi data suhu, kelembaban udara dan curah hujan
yang diperoleh dari BMKG Stasiun Klimatologi Pulau Baai Bengkulu. Sedangkan
data primer berupa topografi, intensitas cahaya dan sifat tanah.
1. Pengamatan topografi dan intensitas cahaya
Pengamatan topografi meliputi kelerengan, arah lereng, letak geografis, dan
ketinggian di atas permukaan laut pada setiap petak ukur yang dibuat dengan

17

menggunakan clinometer dan GPS (Global Positioning System). Intensitas
cahaya (keterbukaan kanopi) diukur menggunakan lux meter.
2. Pengambilan contoh tanah
Pengambilan contoh tanah dilakukan pada kedalaman 0 – 20 cm, dengan cara
mengambil dari tiga titik yang masih berada di dalam petak ukur, kemudian
dicampurkan. Selanjutnya contoh tanah tersebut dimasukkan ke dalam kantong
plastik sebanyak 1 kg dan diberi label sesuai lokasinya. Di samping itu,
dilakukan pengambilan contoh tanah utuh dengan ring sample untuk analisis
sifat fisik tanah. Contoh tanah dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Bengkulu, meliputi sifat fisik (kandungan liat, debu,
pasir dan bulk density) dan sifat kimia (pH, C-organik tanah, N-total tanah,
bahan organik, KTK dan KB) serta jenis tanah. Metode analisisnya disajikan
pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Sifat-sifat tanah yang dianalisis dan metode yang digunakan
No
1
2
3
4
5
6

Sifat-Sifat Tanah
Tekstur tanah
Bulk density (g/cm3)
pH-H2O
C-organik (%)
N-total
KTK

Metode Analisis
Hydrometer
Bobot kering per volume (ring sampel)
pHmeterelektrolisis
Walkey dan Black
Kjeldahl
Destilasi

Data Perlakuan Silvikultur Kayu Bawang yang telah dilakukan Masyarakat
Pengumpulan data perlakuan silvikultur yang telah dilakukan masyarakat
dilakukan melalui studi literatur dan wawancara semi terstruktur dengan snowball
sampling (Bungin 2001). Wawancara berupa tanya-jawab sistematis meliputi:
perlakuan silvikultur (pengadaan benih, pengadaan bibit, persiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan dan pemanenan), perdagangan, pemanfaatan kayu dan
non kayu.

18

Pengolahan Data
Kerapatan Tegakan
1. Jumlah pohon per hektar
Jumlah pohon per hektar adalah jumlah pohon per petak ukur dibagi
dengan luas petak ukur dilakukan sebagai berikut:

N n / Lp
Ket : N = jumlah pohon per hektar
N = jumlah pohon dalam petak ukur
Lp = luas petak ukur (ha)
2. Luas bidang dasar (LBDS)
Luas bidang dasar seluruh tanaman diperoleh dari jumlah luas bidang
dasar individu tanaman dalam petak ukur dibagi dengan luas petak ukur dilakukan
sebagai berikut:
2

n

B

Bi / L p

dan

Bi

i 1

Ket : Di
B
Bi
n
Lp

/4

Di
10000

= diameter tanaman ke-i (cm)
= luas bidang dasar seluruh tanaman (m2/ha)
= luas bidang dasar tanaman ke-i (m2)
= jumlah tanaman dalam petak ukur
= luas petak ukur (ha)

Volume tegakan
Volume tegakan diperoleh dari jumlah volume individu pohon dalam
petak ukur dibagi dengan luas petak ukur dilakukan sebagai berikut:
n

V

Vi / L p
i 1

Volume individu pohon dalam petak ukur diperoleh dengan persamaan
penduga volume kayu bawang yang disusun oleh Sumadi et al. (2007):
Vi

0,0000501Di

2 ,13

Hi

0 , 769

19

Ket : Di
Hi
V
Vi
n
Lp

= diameter pohon ke-i (cm)
= tinggi total pohon ke-i (m)
= volume tegakan (m3/ha)
= volume pohon ke-i hingga diameter ujung 10 cm dengan kulit (m3)
= jumlah pohon dalam petak ukur
= luas petak ukur (ha)

Riap Volume Tegakan
Riap rata-rata tahunan dihitung dengan cara membagi volume yang
dihasilkan pada umur tertentu dengan umur tegakan tersebut, dilakukan sebagai
berikut:

Riap V A / A
Ket : VA = volume tegakan pada umur tertentu (m3/ha)
A = umur tegakan (tahun)
Pengukuran biomassa tanaman budidaya dan tumbuhan bawah
1. Biomassa tanaman budidaya
Penghitungan biomassa tanaman kayu bawang menggunakan rumus
sebagai berikut:
W = V x Bj
Ket : V = volume tanaman kayu bawang (m3)
Bj = berat jenis tanaman kayu bawang (0.56 g/cm3)
W = biomassa tanaman kayu bawang (kg)
Biomassa tanaman pisang, kopi dan karet menggunakan persamaan alometrik
sebagai berikut:
Tabel 2 Persamaan alometrik penduga biomasaa tanaman pisang, kopi dan karet
No
1
2
3

Jenis
Pisang
Kopi
Karet

Persamaan
W = 0,03D2,13
W = 0,281D2,06
W = 0,095D2,62

Sumber
Van Noordjwik et al. (2002)
Van Noordjwik et al. (2002)
Indrawan (1999)

Ket : D = diameter (0,5 m dari permukaan tanah