artikel ancaman banjir lahar merapi daryono bmkg 2011

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, www.bmkg.go.id - 14 Januari 2011
ARTIKEL KEBUMIAN

Ancaman Banjir Lahar Merapi
 Oleh

Daryono

BANJIR lahar dingin yang menyapu sejumlah wilayah di Kabupaten Magelang akhir-akhir
ini bukanlah suatu kebetulan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan dahsyatnya banjir
lahar di kawasan barat Merapi, di antaranya adalah karakteristik endapan material vulkanik di
sisi barat Merapi yang lebih ringan dan tingginya intensitas curah hujan di kawasan Merapi
saat ini.

Kawasan barat Merapi banyak menyimpan material Merapi yang lebih ringan. Jika kita
menengok kembali peristiwa erupsi tiga bulan lalu, masih segar dalam ingatan bahwa hujan
abu akibat semburan material vulkanik letusan lebih dominan menyebar ke arah barat.
Dampak dari dominasi aliran hujan abu ke arah barat ini menyebabkan di kawasan barat
Merapi lebih banyak menyimpan material piroklastik ringan hasil letusan yang berarah
vertikal seperti material abu, pasir dan kerikil.


Berbeda dari kondisi endapan material di kawasan barat Merapi, maka karakteristik material
yang terendapkan di kawasan selatan Merapi relatif lebih berat. Ini disebabkan karena
endapan material erupsi kawasan selatan Merapi lebih banyak dikontrol oleh tumpahan
material piroklastik panas sehingga karakteristik materialnya berukuran lebih besar seperti
pasir, kerikil, kerakal, dan bongkahan batu besar.

Gambar 1. Banjir Lahar yang melalui kali Putih, Muntilan meluap akibat hujan deras

Lahar merupakan material piroklastik yang mengalir akibat bercampur dengan air hujan.
Meskipun material lahar tersusun atas abu gunung api dan fragmen batuan, tetapi banjir lahar
mampu mengalir lebih deras dan lebih cepat jika dibandingkan dengan aliran air biasa. Pada
beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecepatan aliran lahar bisa mencapai lebih dari 65
kilometer per jam dan dapat mengalir deras hingga jarak lebih dari 80 kilometer.

Aliran debris dengan massa jenis besar ini meluncur dengan percepatan makin besar, karena
laju alirannya ditopang gaya gravitasi. Laju aliran lahar makin kencang dengan tenaga yang
besar, apalagi Merapi merupakan gunung api strato sangat curam. Material erupsi yang lebih
ringan seperti abu dan pasir yang banyak terendapkan di kawasan barat Merapi, bersifat
ringan dan sangat mudah dilarutkan dan terbawa aliran air hujan.


Saat ini curah hujan di kawanan Merapi sangat tinggi selama puncak musim hujan seperti
saat ini sehingga potensi banjir lahar di lereng barat dan barat daya Merapi tetap mengancam
seluruh daerah aliran Kali Krasak, Kali Putih, Kali Blongkeng, Kali Pabelan, Kali Senowo
dan,
Kali
Apu.
Hingga Februari
Ada beberapa faktor yang memengaruhi tingginya curah hujan pada saat ini. Pertama; saat ini
merupakan puncak musim hujan. Puncak musim hujan di kawasan Merapi terjadi pada
Januari dan Februari. Contohnya adalah kawasan Kaliurang mengalami rata-rata curah hujan
bulanan 508 milimeter pada Januari dan 514 milimeter pada Februari. Tingginya curah hujan
pada bulan-bulan tersebut menunjukkan bahwa puncak musim hujan di kawasan Merapi
terjadi pada Januari dan Februari.

Kedua; berdasarkan pemantauan suhu muka laut di Samudera Pasifik ekuator yang dilakukan
oleh beberapa lembaga pemantau cuaca dunia, saat ini menunjukkan kondisi cukup dingin,
sementara anomali suhu muka laut di sekitar Indonesia diprediksi cukup hangat hingga
Februari 2011 dan mulai mendingin pada Maret 2011. Berlangsungnya penyimpangan iklim
global La Nina semacam ini, memberi peluang terjadinya curah hujan di atas normal di
wilayah Indonesia.


Ketiga; secara regional saat ini di Jawa sedang berlangsung monsun baratan sehingga cukup
besar peluang terbentuknya daerah konvergensi berupa sabuk awan hujan. Data dinamika
atmosfer yang bersumber dari citra satelit cuaca pada awal Januari menunjukkan wilayah
Indonesia sedang berlangsung pembentukan zona konvergensi hasil pertemuan massa udara
yang membawa uap hujan dari belahan bumi utara dan belahan bumi selatan. (10)
— Daryono SSi MSi, mahasiswa S3 Ilmu Geografi UGM, peneliti pada Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG)