T1 732013610 Full text

Pemasaran Pariwisata oleh Tour Operator dan Implikasinya
Terhadap Tujuan Konservasi
(Studi Kasus: Taman Nasional Karimunjawa)

Artikel Ilmiah
Diajukan kepada
Fakultas Teknologi Informasi
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Pariwisata

Peneliti :
Fitri Ciptosari (732013610)

Pembimbing :
Titi Susilowati Prabawa, S.Pd. MA. Ph.D.

Program Studi Destinasi Pariwisata
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
Februari 2015


0

Pemasaran Pariwisata oleh Tour Operator dan Implikasinya Terhadap
Tujuan Konservasi
(Studi Kasus: Taman Nasional Karimunjawa)
1

Fitri Ciptosari, 2Titi Susilowati Prabawa

Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia
Email: 1)fitri.ciptosari@gmail.com, 2)titisusilowati@gmail.com

Abstract

National Park is a protected area where the most prominent problem is the protection of
marine ecosystem. Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) as a representative of
Forest Ministry obliged to manage Karimunjawa National Park in order to conserve
natural resources and its ecosystems. In its management, there are many challenges for

integrating conservation and economic development in balanced, to make it possible it
requires the support of all parties. Tour Operators are the key players in Karimunjawa’s
tourism marketing. They need to adopt the values of conservation in their marketing in
order to achieve sustainable tourism.
Keywords : Marketing, National Park, Tour Operator, Conservation

PENDAHULUAN
Kepulauan Karimunjawa merupakan kawasan pelestarian alam yang
berada di wilayah Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Dengan segala
kekayaan ekosistem asli dan keanekaragaman hayatinya kawasan ini ditetapkan
sebagai Taman Nasional3. Kawasan ini dikelola dengan sistem zonasi yang

1

Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Destinasi Pariwisata, Universitas Kristen
Satya Wacana
2
Staf Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Program Studi Destinasi Pariwisata, Universitas
Kristen Satya Wacana
3

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 78/Kpts-II/1999 Tanggal 22 Pebruari 1999

1

dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, pariwisata dan rekreasi4.
Sebagai Taman Nasional, Karimunjawa kini sangat populer menjadi salah
satu destinasi tujuan pariwisata di Indonesia. Berdasarkan data dari tahun 2007
sampai 2012 tingkat kunjungan wisata semakin meningkat5. Pesatnya tingkat
kunjungan di Karimunjawa terlihat pada tahun 2012 dimana jumlah pengunjung
mencapai 25.157 orang. Berdasarkan data asal pengunjung terdapat 23.458
pengunjung

nusantara

dan

1.699

pengunjung


mancanegara.

Sedangkan

berdasarkan tujuan kunjungan, terdapat 30 kunjungan untuk pendidikan, 23.554
untuk rekreasi, 30 untuk berkemah, 1.175 untuk aktivitas pendidikan dan 274
untuk tujuan lain-lain (BTNKJ, 2013). Dapat dipastikan tujuan mayoritas orang
yang berkunjung ke Karimunjawa adalah untuk berwisata. Oleh karena itu, di
tahun 2013 Karimunjawa mulai dianggap sebagai aset utama oleh Dinas
Pariwisata Provinsi Jawa Tengah. Kawasan TN Karimunjawa yang ditetapkan
sebagai satu dari empat destinasi utama di program Visit Jawa Tengah tentunya
mulai gencar dipromosikan.
Perlu diketahui bahwa aktivitas pariwisata adalah bagian dari bentuk
prinsip

pengelolaan

Taman


Nasional

yang

dikenal

dengan

3P,

yaitu

„Perlindungan, Pengawetan dan Pemanfaatan Lestari‟. Pariwisata yang merupakan
penerapan dari „pemanfaatan lestari‟ sangat diharapkan dapat mendukung upaya upaya perlindungan dan konservasi. Pariwisata dan konservasi di Taman Nasional
merupakan dua hal yang berbeda, namun merupakan suatu kesatuan, dimana
praktek - prakteknya harus paralel dan seimbang.
Melihat dari penelitian sebelumnya terkait pengembangan obyek wisata
Taman Nasional laut kepulauan Karimunjawa, disarankan bahwa pengembangan
pariwisata yang sangat memungkinkan untuk kawasan ini adalah dengan
menjadikannya sebagai kawasan ekowisata, dimana kegiatan wisatanya menaruh

perhatian yang besar terhadap kelestarian sumber daya pariwisata (Umardiono,
4
5

UU No 5 tahun 1990
Nautilus Edisi III, 2013

2

2011). Kemudian penelitian terkait dampak perkembangan pariwisata terhadap
lingkungan TN Karimunjawa yang menunjukkan bahwa kehadiran pariwisata
tidak hanya memberikan dampak positif secara ekonomi, namun juga dampak
negatif terhadap kerusakan ekosistem terumbu karang akibat dari aktivitas wisata
yang salah, minimnya pengetahuan wisatawan, dan intensitas kunjungan yang
tinggi (Limbong & Soetomo, 2014).
Untuk lebih mengembangkan penelitian terdahulu, maka dibutuhkan
perencanaan yang matang sebagai langkah strategis dalam upaya pengembangan
potensi wisata di kawasan TN Karimunjawa. Balai Taman Nasional Karimunjawa
merupakan salah satu unit pelaksana teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang bertugas sebagai pengelola kawasan Taman Nasional

Karimunjawa. Tugas pokok dari BTNKJ adalah melakukan penyelenggaraan
konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dan pengelolaan taman
nasional berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku6. UndangUndang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya telah mengamanatkan bahwa Pengelolaan Taman Nasional
berdasarkan zonasi. BTNKJ perlu memperhatikan dengan baik dalam penyusunan
zonasinya, dimana terdapat didalamnya adalah zona pemanfaatan wisata,
kemudian penyusunan zonasi tersebut harus diikuti dengan sistem kontrol yang
baik pula.
Hadirnya pariwisata memang berpotensi pada dampak negatif terhadap
lingkungan dan upaya konservasinya, namun demikian bukan berarti bahwa
keseimbangan antara pariwisata dan konservasi adalah hal yang mustahil.
Wisnuhamidaharisakti (2013) menyatakan bahwa ancaman kerusakan terumbu
karang terjadi karena penambatan jangkar (kapal wisata) ataupun karang yang
terinjak saat berenang sebagai konsekuensi logis dari kegiatan wisata. Namun
penulis tidak terlalu setuju ketika kerusakan terumbu karang dikatakan sebagai
konsekuensi logis. Kerusakan lingkungan dapat dicegah melalui perhatian
terhadap arti pentingnya keberlanjutan dari aktivitas pembangunan. Perencanaan
6

mdi-btnkj.net, 2013


3

dan pengelolaan memegang peran yang sangat strategis dalam mewujudkan
pembangunan berkelanjutan. Sementara itu, pemasaran disisi lain diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi upaya mewujudkan cita – cita
pembangunan berkelanjutan.
Dalam hal ini, pemasaran yang merupakan penghubung antara supplier
dan consumers, atau antara destinasi wisata dan wisatawan, merupakan fungsi
yang sangat berperan dalam mewujudkan pembangunan kepariwisataan yang
berkelanjutan. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam permasalahan
konservasi yaitu dengan melalui metode pemasaran pariwisata berkelanjutan.
Seperti pengakuan Wearing, Archer dan Beeton (2007), strategi pemasaran kini
diakui lembaga pengelolaan kawasan lindung sebagai dukungan untuk masyarakat
luas, perlindungan lingkungan jangka panjang dan integritas budaya.
Semakin banyak pebisnis seperti Tour Operator yang turut menjual paket
wisata, sebagai konsekuensi dari penetapan Karimunjawa menjadi Daerah Tujuan
Wisata (DTW) utama Jawa Tengah. Oleh sebab itu, Tour Operator tentunya
diharapkan dapat mewujudkan konsep “wish list” seperti yang diutarakan oleh
Hunter (1997) sebagai suatu prinsip – prinsip yang dapat dirangkum sebagai

pemenuhan kebutuhan dan keinginan dari wisatawan dan industri, sekaligus
melindungi kepentingan lingkungan dan masyarakat setempat. Banyak penelitian
yang menunjukkan bahwa Tour Operator dalam banyak hal adalah peran kunci
dalam mencapai pariwisata berkelanjutan (Swarbrooke, 1999; dalam Khairat &
Maher, 2012)
Slattery and Lugg (2002) secara lebih spesifik menekankan bahwa
keberhasilan pembangunan pariwisata berkelanjutan sangat tergantung kepada
keberhasilan sistem pengelolaan dari destinasi bersangkutan dan strategi
pemasaran yang berkontribusi (Suradnya, 2011). Oleh karena itu, dalam penelitian
ini penulis ingin lebih mendalami tentang bagaimana sistem pemasaran yang
selama ini sudah dijalankan oleh para Tour Operator, karena posisi mereka
sebagai intermediari yang memiliki kewenangan dalam membawa wisatawan, dan

4

tentunya juga memberikan kontribusi pada perubahan suatu destinasi, entah ke
arah positif atau negatif.
Sangat diperlukan pemahaman pada sistem pemasaran yang selama ini
telah dijalankan oleh organisasi pariwisata, lebih khususnya Tour Operator yang
memiliki peran besar dalam mempromosikan Karimunjawa sebagai wisata bahari.

Pada penelitian ini akan memaparkan landasan teori tentang bagaimana
pemasaran berkelanjutan dan peran Tour Operator (TO) yang terkait dalam
sustainable tourism. Kemudian akan diceritakan bagaimana penelitian ini

dijalankan, dan dilanjutkan dengan temuan – temuan tentang proses pemasaran
yang selama ini telah dijalankan oleh Tour Operator Karimunjawa. Bagian
pembahasan akan mempertemukan teori yang ada dengan kenyataan dilapangan.
Di bagian penutup akan disampaikan kesimpulan dari penulis untuk hasil
penelitian ini.
PEMASARAN PARIWISATA BERKELANJUTAN KAWASAN LINDUNG
Inskeep (1999) berpendapat bahwa pariwisata adalah fenomena yang
berkembang dengan sangat cepat sebagai salah satu industri terbesar di dunia
(Khairat & Maher, 2012). Pariwisata dipandang sebagai satu alternatif karena
pengembangan kawasan wisata dapat mendukung pelestarian objek wisata,
mendorong pelestarian alam, dan transformasi ekonomi menuju ekonomi berbasis
jasa (Raharjana, 2010).
Kern (2006) berpendapat terkait dengan Taman Nasional, di satu sisi
dengan menjadikan aktivitas pariwisata akan menghasilkan dampak positif
ekonomi, di sisi lain Taman Nasional berada di bawah tekanan (dampak negatif)
dari meningkatnya aktivitas pariwisata dan rekreasi. Pentingnya sumber daya

alam untuk dikelola dengan konservasi dan rekreasi adalah untuk memastikan
bahwa sumber daya alam tersebut tetap lestari untuk generasi mendatang. Lanjut
Kern (2006) aktivitas pariwisata tentunya juga sangat tergantung pada kualitas
sumber daya alam dan budaya. Ketergantungan dalam melindungi dan
melestarikan lingkungan ini dapat digunakan untuk mempengaruhi kebijakan

5

dalam penggunaan dan konservasi sumber daya alam untuk jangka panjang,
bukan sekedar pembangunan jangka pendek yang telah mendominasi industri
sebelumnya (Eber, 1992; dalam Curtin & Busby, 1999).
Kesadaran

akan

pentingnya

pembangunan

kepariwisataan

yang

berkelanjutan akhirnya telah merubah pola – pola pemasaran di bidang industri
kepariwisataan menjadi lebih bertanggung jawab (Sunaryo, 2013). Kotler (2002)
seorang pakar pemasaran pernah mengatakan bahwa “All places are in trouble, if
not now, certainly in the future”. Dimaksudkan bahwa para pengambil kebijakan

di suatu destinasi pariwisata wajib memperhatikan arti pentingnya keberlanjutan
(sustainability). Middleton dan Hawkins (1998) memberikan pandangan mereka
mengenai pemasaran pariwisata berkelanjutan sebagai orientasi manajemen yang
merefleksikan sikap yang harus dapat menyeimbangkan keinginan para pemangku
kepentingan (stakeholders) dengan kepentingan pelestarian lingkungan dalam
jangka panjang dan pada saat yang sama dapat memenuhi permintaan dan harapan
dari para wisatawan (Suradnya, 2011).
Konsep pemasaran berkelanjutan dalam pariwisata dapat dicapai melalui
penggunaan alat dan teknik pemasaran, dua diantaranya adalah segmentasi pasar
dan bauran pemasaran (marketing mix). Tregrear (1997) menyebutkan segmentasi
dan penargetan pasar yang berhasil adalah yang memperhatikan kesesuaian antara
kebutuhan wisatawan dengan aktivitas yang ditawarkan. Dalam pariwisata
berkelanjutan, kesesuaian ini sangat diperlukan. Kemudian Dinan (2000)
menambahkan bahwa organisasi pariwisata harus lebih mempertimbangkan
segmentasi pasar dengan maksud untuk berkonsentrasi pada kategori-kategori dari
pengunjung yang tidak hanya menarik secara ekonomi, tetapi juga berfokus pada
penyampaian pesan untuk mengadopsi perilaku yang berkelanjutan (Batra, 2006).
Selanjutnya, terkait dengan Taman Nasional Wearing dan Nelson (2004)
mencatat

bahwa

“marketing

mix

dapat

dimanipulasi

untuk

mencapai

keseimbangan antara kunjungan, pendapatan dan keberlanjutan” (Kern, 2006).
Bauran pemasaran merupakan tool atau alat bagi marketer yang terdiri atas

6

berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar
implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan berjalan sukses
(Lupiyoadi, 2001; dalam Hendarto, 2003). Kotler (1994) menyampaikan ide
dibalik konsep bauran pemasaran adalah bahwa penawaran pasar merupakan satu
variabel yang perlu dipertimbangkan bersama – sama dengan variabel pemasaran
terkontrol lainnya. Untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan, semua
elemen dari bauran pemasaran harus selaras. Oleh karena itu, pemasar perlu
mempertimbangkan campuran elemen yang terkait dengan penawaran pasar
(Batra, 2006). Sunaryo (2013) mengemukakan program pemasaran pariwisata
yang berbasis nilai – nilai responsible marketing salah satunya adalah proses
pemasaran, perencanaan, dan pengelolaan atas bauran pemasaran pariwisata yang
mampu mengakomodir tuntutan atas kelestarian lingkungan, dalam khususnya
adalah konservasi itu sendiri.
Sementara itu, prinsip – prinsip pemasaran pariwisata alternatif untuk
kawasan lindung tentunya adalah pemasaran yang tidak menekankan keuntungan
finansial sebagai kriteria untuk mengukur keberhasilan. Melihat dari penelitian
terdahulu terkait beberapa pendekatan dalam pemasaran pariwisata alternatif yang
digunakan untuk kawasan lindung, terdapat 4 konsep marketing diantaranya
adalah Ecological Marketing, Social Marketing, Demarketing dan Relationship
Marketing. Namun hanya dua yang akan dibahas karena berkaitan langsung

dengan isu lingkungan dan konservasi.
Yang pertama, Ecological Marketing sebagai konsep pemasaran yang
dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam pemasaran kawasan lindung karena
melibatkan tehnik pemasaran produk dan jasa yang memiliki manfaat ekologis
kepada konsumen yang peduli lingkungan. Hasil nyata dari Ecological Marketing
ini diantaranya adalah konservasi lingkungan jangka panjang, meningkatkan
kesadaran dan apresiasi wisatawan terhadap lingkungan alam, dan kepuasan
wisatawan (Wearing, Archer & Beeton, 2007).

7

Dan kedua adalah, Demarketing, suatu pendekatan pemasaran yang dapat
digunakan untuk mengurangi serta meningkatkan permintaan dengan menerapkan
pengaturan tertentu. Seperti pada kebanyakan Taman Nasional dan kawasan
lindung lainnya pasti menghadapi kerumunan atau masalah daya dukung
lingkungan. Taman Nasional harus menerapkan pembatasan kunjungan, pengelola
Taman Nasional dapat lebih efektif menggunakan marketing mix untuk
mengurangi tingkat kunjungan. Dengan mengurangi jumlah tingkat kunjungan,
juga dipercaya turut meningkatkan kualitas kepuasan wisatawan dengan
menawarkan pengalaman terbaik dalam berwisata (Wearing, Archer & Beeton,
2007).
Kontribusi Tour Operator Dalam Pemasaran Pariwisata Berkelanjutan
Tour operator adalah elemen kunci dalam pariwisata, mereka adalah
penghubung antara wisatawan dengan destinasi tujuannya. Mason (2003)
menyatakan bahwa Tour Operator adalah satu sektor yang memiliki reputasi
dalam menciptakan masalah dan dampak negatif. Sementara itu, Sigala (2008)
berpendapat bahwa Tour Operator memainkan peran penting dalam mengubah
sikap dan perilaku ke dalam bentuk pariwisata yang lebih bertanggung jawab,
diantaranya dalam : (1) mempengaruhi volume dan arah arus pariwisata; (2)
mengintegrasikan dan mempengaruhi sikap serta praktek dari suplier pariwisata
dan stakeholders; (3) membentuk destinasi tujuan dan masyarakat lokal (Khairat
& Maher, 2012).
Melihat sudut pandang dari Curtin dan Busby (1999) dalam penelitian
mereka disebutkan bahwa karakteristik dari Tour Operator dibedakan pada dua
jenis yaitu Mass Market Operators dan Specialist Operators. Mass Market
Operators ditandai dengan harga rendah atau harga paling murah serta tidak ada

pembedaan produk. Sementara itu, Specialist Operators diantaranya adalah
perusahaan yang mengkhususkan diri dalam wilayah geografis tertentu atau jenis
liburan tertentu.

8

Sebelumnya, Tour Operator kadang mengabaikan tanggung jawab sosial
dan lingkungan mereka, dengan alasan bahwa mereka hanya perantara antara
wisatawan dan penyedia layanan, kemudian dampak – dampak yang diterima oleh
destinasi adalah tanggung jawab penyedia layanan dan pihak berwenang setempat.
Namun sekarang, banyak Tour Operator telah mengerti bahwa ini adalah bagian
dari tanggung jawab mereka (Budeanu, 2005; dalam Khairat & Maher, 2012).
Tour Operator sudah mulai menyadari tanggung jawab mereka akan dampak
negatif pariwisata, karena mereka adalah penentu kemana wisatawan pergi dan
fasilitas yang digunakan (Tour Operators Initiative (TOI), 2002; dalam Khairat &
Maher, 2012).
Tour Operator mulai mengarah pada pariwisata berkelanjutan dan
berkomitmen pada konsep pembangunan berkelanjutan sebagai inti dari kegiatan
bisnis mereka, dengan bekerja sama melalui aktivitas – aktivitas yang
mempromosikan dan menyebarluaskan metode dan praktek – praktek yang
kompatibel dengan pembangunan berkelanjutan (TOI, 2005; Masonm 2003;
dalam Khairat & Maher, 2012). Menurut Carbone (2004) dan TOI (2007) ada
banyak cakupan dimana Tour Operator dalam mengintegrasikan praktek – praktek
keberlanjutan. Dari kelima kategori yang ada, Product Development &
Management dan Supply Chain Management adalah dua kategori penting yang

perlu diperhatikan oleh Tour Operator dalam mengintegrasikan praktek – praktek
keberlanjutan. Penciptaan produk dan penggunaan penyedia layanan akan sangat
mempengaruhi pelayanan (service) yang diberikan kepada wisatawan.
Product Development & Management, menurut Miller dan Twining-Ward

(2005) cakupannya adalah hal – hal yang terkait dengan pilihan tour operator dari
destinasi wisata dan seleksi dari komponen yang digunakan pada paket liburan,
tentunya komponen yang meminimalkan dampak lingkungan, ekonomi dan sosial.
Font dan Cochrane (2005) menambahkan bahwa tour operator bertanggung jawab
dalam memilih destinasi yang memiliki sistem pengelolaan lingkungan yang baik.
Selain itu tour operator harus memperdulikan destinasi wisata dengan
menggunakan tenaga kerja lokal yang berkualitas baik (Khairat & Maher, 2012).

9

Supply Chain Management, tujuan utama dari manajemen rantai dari

penyedia layanan adalah untuk bekerja pada pengelolaan produk dan layanan dari
sebuah paket liburan, untuk merancang paket yang peduli pada dampak
lingkungan dan dampak sosial (Budeanu, 2009; Font dkk, 2008; Miller &
Twining-Ward, 2005; dalam Khairat & Maher, 2012).
METODE PENELITIAN
Penelitian Kualitatif
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah riset yang

mengkaji perspektif partisipan dengan strategi –

strategi yang bersifat interaktif dan humanistik, dengan memahami fenomena –
fenomena sosial dari sudut pandang partisipan (Rossman & Rallis, 1998; dalam
Creswell, 2002). Pada penelitian ini, peneliti menjadi instrumen kunci dimana
keterlibatan partisipan dalam pengumpulan data diupayakan untuk membangun
hubungan dan kredibilitas dengan tiap individu yang ada dalam penelitian ini.
Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses bukan pada hasil. Kemudian
dengan

penggunaan

metode

kualitatif

deskriptif

ini

bertujuan

untuk

mengorganisasikan dan menginterpretasikan data agar diperoleh pemahaman dan
hasil analisis data sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mengetahui sistem
pemasaran yang digunakan oleh Tour Operator di Karimunjawa selama ini.
Temuan diperoleh melalui wawancara, observasi dan mempelajari
dokumen – dokumen untuk mencapai triangulasi. Wawancara dilakukan dengan
beberapa narasumber diantaranya adalah: 2 orang dari BTNKJ yang menjabat
sebagai Kepala Seksi PTN Wilayah II Karimunjawa dan seorang petugas
Pengendali Ekosistem Hutan (PEH); 6 orang dari Tour Operator berbeda yang
beberapa diantaranya adalah pemilik dari Tour Operator itu sendiri dan beberapa
adalah tenaga pemasarnya yang juga berperan sebagai Tour Leader; 2 orang
wisatawan lokal dan 3 orang wisatawan asing; 2 orang petugas Tourist
Information Centre (TIC) yang berlokasi di Karimunjawa dan Semarang,
keduanya berada dibawah pengelolaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi

10

Jawa Tengah; serta 4 orang perwakilan dari masyarakat yang diantaranya sebagai
pemilik kapal wisata, pemandu wisata lokal dan pekerja hotel. Sementara itu,
pertemuan dengan Tour Operator dipermudah dengan diadakannya kegiatan Meet
and Greet Cumi Bar pada tanggal 13 November 2014, acara temu jejaring dan

sosialisasi yang diadakan oleh Cumi Bar dan diperuntukkan untuk para pelaku
wisata khususnya TO lokal Karimunjawa.
Selain wawancara, observasi juga digunakan untuk memperoleh data.
Peneliti mengobservasi pada kelayakan prosedur saat berwisata, sejauh mana
kepedulian dan pengetahuan wisatawan terhadap konservasi, bagaimana aktivitas
snorkeling selama ini dijalankan, sehingga dapat diketahui bagaimana persepsi
wisatawan setelah menangkap informasi dari beberapa media promosi yang ada
selama ini. Observasi dilakukan di Karimunjawa dan di sela – sela waktu saat
peneliti melakukan tugasnya sebagai tenaga pemasar sebuah resort di
Karimunjawa. Observasi juga dilakukan dengan mengamati dan membandingkan
materi promosi yang dimiliki oleh beberapa TO. Materi promosi diantaranya
dalam bentuk website dan brosur.
Kemudian dokumen – dokumen pelengkap sebagai data sekunder di dapat
dari BTNKJ berupa dokumen Laporan Kajian Dampak Wisata Terhadap
Ekosistem Terumbu Karang tahun 2013, Zonasi Taman Nasional Karimunjawa
tahun 2012, dan juga beberapa media promosi seperti brosur yang dikeluarkan
oleh BTNKJ dan Dinas Pariwisata.
Penelitian dilakukan dalam waktu empat bulan, baik dalam proses
observasi dan wawancara di lapangan. Karena pekerjaannya sebagai tenaga
pemasar di Karimunjawa, penulis mendapatkan kemudahan dalam proses
penelitiannya. Kemudahan dalam melakukan pendekatan kepada narasumber yang
juga merupakan relasi kerja dari penulis sendiri. Namun posisi penulis sebagai
seorang pelaku juga memberikan kesulitan tersendiri, yaitu kemungkinan terjadi
bias penelitian dimana kekhawatiran munculnya analisa berdasarkan pengalaman
pribadi. Kesulitan yang lain adalah kurangnya keterbukaan dari beberapa Tour

11

Operator di dalam proses wawancara, sehingga penulis perlu sangat berhati – hati
dalam menginterpretasikan hasil wawancara. Untuk mengatasi kesulitan –
kesulitan tersebut, penulis berusaha netral dalam melihat fakta – fakta dilapangan
dan memfokuskan penelitian pada konteks pemasaran yang diterapkan oleh TO,
serta meyakinkan pihak – pihak TO selaku narasumber bahwa penelitian ini hanya
untuk menganalisa pemasaran yang telah diterapkan selama ini.
Gambaran Lokasi Penelitian
Secara administratif kawasan ini Kecamatan Karimunjawa, Kabupaten
Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Secara historis, kawasan Taman Nasional
Karimunjawa ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
: 78/Kpts-II/1999 tanggal 22 Februari 1999 dengan luas kawasan 111.625 Ha
yang mencakup kawasan perairan seluas 110.117,30 Ha dan kawasan daratan
seluas 1.507,70 Ha. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
74/Kpts-II/2001 tanggal 15 Maret 2001 kawasan perairan laut di dalam kawasan
Taman Nasional Karimunjawa seluas 110.117,30 Ha yang ditetapkan sebagai
kawasan pelestarian alam (KPA) perairan.
Taman nasional ini memiliki ekosistem yang asli dengan keanekaragaman
hayati yang tinggi mulai dari daratan hingga perairannya. Kawasan ini memiliki
lima tipe ekosistem yaitu ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun dan
rumput laut, ekosistem mangrove, ekosistem hutan pantai dan ekosistem hutan
hujan tropis dataran rendah. Secara umum semua ekosistem tersebut masih berada
dalam kondisi yang relatif baik dan merupakan representasi kawasan pantai utara
pulau jawa dengan keberadaan ekosistem pesisir yang lengkap. Ekosistem
terumbu karang merupakan salah satu ekosistem utama di TN Karimunjawa, yang
menjadi daya tarik utama wisata bahari7.

7

Terumbu karang mengandung berbagai manfaat yang sangat besar dan beragam, baik secara
ekologi maupun ekonomi. Estimasi jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat
diidentifikasi menjadi dua yaitu manfaat langsung kepada manusia sebagai potensi wisata bahari
serta manfaat tidak langsung sebagai penahan abrasi pantai yang disebabkan gelombang dan
ombak laut, serta sebagai sumber keanekaragaman hayati.

12

Dari 27 pulau yang tersebar di Kepulauan Karimunjawa hanya 5 pulau
yang berpenghuni, diantaranya adalah pulau Karimunjawa, pulau Kemujan, pulau
Parang, pulau Nyamuk dan pulau Genting. Sementara itu, yang tidak berpenghuni
dan hanya merupakan pulau kecil diantaranya adalah P. Menjangan Besar, P.
Menjangan Kecil, P. Cemara Besar, P. Cemara Kecil, P. Geleyang, P. Burung, P.
Bengkoang, P. Kembar, P. Katang, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil, P. Sintok, P.
Mrican, P. Tengah, P. Pinggir, P. Cilik, P. Gundul, P. Seruni, P. Tambangan, P.
Cendekian, P. Kumbang dan P. Menyawakan. Dari pulau – pulau yang ada, pusat
kegiatan pariwisata ada di pulau Karimunjawa, pulau Kemujan, pulau Menjangan
Besar, pulau Menjangan Kecil, pulau Cemara Besar dan pulau Tengah. Sementara
itu penelitian dilakukan di pulau Karimunjawa, selain sebagai pulau terbesar, juga
karena pulau ini adalah pusat administratif dan sebagai pusat kegiatan
kepariwisataan.
Perjalanan ke Karimunjawa dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu (1)
Transportasi Laut, diantaranya dengan menggunakan 2 Kapal Motor Cepat
(KMC) yaitu KMC Kartini dari Semarang, dan KMC Express Bahari dari Jepara.
Juga ada Kapal Muat Penumpang (KMP) Siginjai dari Jepara; (2) Transportasi
Udara, dapat ditempuh dari Bandara Ahmad Yani Semarang menuju Bandara
Dewadaru di Pulau Kemujan. Saat ini penerbangan yang ada dikelola oleh tour
operator yaitu Kura-Kura Aviation.
Aktivitas pariwisata yang bisa dilakukan di Karimunjawa antara lain : (1)
Atraksi alam di darat, diantaranya adalah kegiatan hiking, camping, trekking
mangrove, dan pemantauan burung; (2) Atraksi alam di perairan, diantaranya

adalah kegiatan pengamatan terumbu karang menggunakan perahu nelayan
(hopping island), berenang, snorkeling dan diving. Atraksi ini didukung oleh
keindahan gugusan terumbu karang yang menyebar di beberapa pulau di kawasan
Taman Nasional Karimunjawa hingga kedalaman 20 m; (3) Kegiatan budaya,
yang terbagi dalam tiga jenis yaitu kesenian rakyat, acara tradisional dan rumah
adat perkampungan suku Bugis di pulau Kemujan.

13

Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang
Kenaikan arus kunjungan wisata serta pola aktivitas wisata bahari yang
selama ini dijalankan akhirnya berdampak pada kerusakan ekosistem terumbu
karang. Menurut Kartawijaya (2011) menyebutkan beberapa kegiatan atau
aktivitas wisatawan yang datang berkunjung ke Karimunjawa, saat ini lebih
banyak beraktivitas di sekitar pantai dan laut. Hal ini terkait dengan paket wisata
yang ditawarkan oleh pelaku wisata. Kemudian Halpeny (2002) menyebutkan
kebanyakan pengunjung tidak mempunyai atau hanya sedikit pengetahuan tentang
pentingnya ekosistem lautan dan konservasi sumberdaya laut. Kartawijaya (2011)
menambahkan pada tahun 2010, terdapat 10% kerusakan terumbu karang
(BTNKJ, 2013).
BTNKJ sendiri telah melakukan kajian dampak pariwisata pada ekosistem
terumbu karang pada tahun 2012. Hasil kajian menunjukkan bahwa kerusakan
terumbu karang selain diakibatkan oleh faktor alam dan gelombang, juga
ditemukan sebagai dampak dari perilaku wisatawan yang kurang menjaga
ekosistem terumbu karang. Kerusakan karang terbalik yang paling besar di zona
pemanfaatan wisata dengan luasan 30.98 ± 5.95 SE m²/Ha8. Faktor penyebabnya
antara lain: kerusakan akibat alat tangkap (jaring, jangkar), kerusakan alami
(gelombang) dan kerusakan akibat terinjak. Bahkan pada kedalaman 1-2 meter
banyak dijumpai adanya fragmentasi karang karena terinjak atau terkena kipasan
fin waktu berenang. Jadi dapat disimpulkan bahwa kerusakan terumbu karang

akibat perilaku wisatawan dapat ditemukan di beberapa lokasi yang ramai
dikunjungi.
PEMASARAN KARIMUNJAWA OLEH TOUR OPERATOR
Tour Operator banyak bermunculan. Selain banyaknya TO lokal juga
diramaikan oleh persaingan dari TO luar yang diantaranya dari Jepara, Semarang,
Solo, Malang dan Jogja. Umumnya, paket wisata yang ditawarkan adalah wisata
8

Dalam laporan kajian dampak wisata terhadap ekosistem terumbu karang di Taman Nasional
Karimunjawa, Balai Taman Nasional Karimunjawa, 2013

14

snorkeling dengan lama tinggal (length of stay) dari 2D1N, 3D2N dan 4D3N. TO
biasanya menerima permintaan dalam bentuk group dari 10 – 50 orang, atau
membuka program open trip sehingga terkumpul sejumlah orang yang tergabung
dalam satu rombongan.
TO ini berlomba – lomba menarik minat konsumen dengan permainan
harga. Harga berbanding terbalik dengan permintaan, begitu pula dengan strategi
pemasaran yang digunakan oleh mereka. Dengan menurunkan harga maka
semakin banyak permintaan dari konsumen terhadap paket wisata yang
ditawarkan. Penetapan harga murah sebagai teknik promosi berhasil menjadi alat
untuk menarik kuota penjualan dan inilah yang mengarahkan terjadinya mass
tourism di Karimunjawa. Persaingan diantara TO yang ada selama ini ternyata

juga tidak mempengaruhi paket wisata yang ditawarkan. Seperti yang terlihat dari
tabel berikut :
Tabel : Aktivitas Wisata
Tour Operator

Hopping
Island

Snorkeling

Diving



Tracking

Wisata

Mangrove

Budaya

Camping

Harga Paket



800.000 – 1.100.000

Ransel Karimunjawa





Karimunjawa Holiday





600.000 – 800.000

Bumi Karimunjawa





850.000 – 1.200.000

Explore Karimunjawa





775.000 – 1.050.000

Visit Karimunjawa





600.000 – 950.000

Armada Karimunjawa







850.000 – 1.250.000

Tabel aktivitas wisata tersebut berdasarkan hasil pengamatan dari 6
website yang digunakan oleh Tour Operator. Dari hasil pengamatan 6 website
yang dipilih dengan metode purposive sampling menunjukkan bahwa aktivitas
wisata yang ditawarkan sangat seragam, yaitu wisata snorkeling dan hopping
island sebagai paket wisata utama.
Kegiatan pengamatan terumbu karang seperti snorkeling adalah kegiatan
wisata bahari yang paling utama yang sering ditawarkan kepada wisatawan.
Kegiatan

snorkeling

biasanya

ditawarkan

bersamaan

dengan

aktivitas

15

mengunjungi pulau – pulau kecil dengan kapal nelayan atau yang dikenal dengan
istilah tour laut (hopping island) yang dibagi ke dua pilihan area, barat dan timur.
Area barat biasanya mengunjungi Menjangan Kecil untuk snorkeling, Menjangan
Besar untuk melihat penangkaran hiu, Cemara Besar dan Cemara Kecil untuk
bakar ikan dan menikmati pantai, dan Pantai Tanjung Gelam untuk menikmati
sunset. Sementara itu, area timur ditujukan untuk mengunjungi Pulau Tengah dan

Pulau Cilik untuk menikmati pantai dan snorkeling, dan pulau gosong untuk
melihat gundukan pasir putih yang menjadi pulau kecil.
Sebenarnya masih ada beberapa aktivitas pariwisata yang lain yang bisa
ditawarkan di Karimunjawa, diantaranya adalah : tracking mangrove (menelusuri
hutan bakau), wisata religi, trekking, kayaking, camping (berkemah), dan wisata
budaya dengan mengunjungi perkampungan bugis di pulau Kemujan melalui jalur
darat. Namun aktivitas – aktivitas wisata yang telah diidentifikasikan oleh Dinas
Pariwisata ini kurang dipromosikan oleh TO, namun lebih dijadikan sebagai
permintaan khusus, yang hanya ditawarkan ketika ada permintaan dari wisatawan.
Dari tabel juga bisa dilihat harga paket wisata yang ditawarkan. Harga
paket tersebut adalah harga paket wisata snorkeling dan hopping island. Harga
yang dicantumkan di tabel adalah harga terendah yang ditawarkan dan dibedakan
dari durasi lama tinggal, yaitu dari 2D1N hingga 4D3N. Indikator harga terendah
dilihat dari fasilitas homestay sebagai pilihan akomodasinya. Dari hasil
pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa dua dari TO tersebut menjual
dengan harga sangat murah jika dibandingkan dengan empat TO yang lain. Detail
dari penetapan harga memuat segala fasilitas yang ditawarkan, diantaranya: tiket
kapal penyeberangan ke Karimunjawa, akomodasi, sewa kapal, perlengkapan
snorkeling, konsumsi, pemandu wisata, dan transportasi yang digunakan selama di
Karimunjawa, selebihnya adalah margin untuk profit TO itu sendiri.
Karena aktivitas wisata yang ditawarkan selama ini selalu sama, maka
konflik penggunaan lahan (conflicting use) juga muncul sebagai permasalahan
tersendiri. Terlebih lagi pada saat cuaca tertentu, seperti misalnya musim Timuran

16

dimana perairan Karimunjawa bagian timur akan lebih bergelombang, maka
otomatis tujuan dari semua program tour laut akan mengarah ke area Barat
dimana ombak lebih tenang dan baik untuk berwisata, dan begitu pula sebaliknya
di musim Baratan. Tempat yang biasa menjadi area tumpukan wisatawan
diantaranya: spot snorkeling, seperti di spot Maer (Menjangan Kecil); di pulau
persinggahan sebagai tempat bakar ikan untuk makan siang, seperti di pulau
Cemara Kecil dan pulau Tengah; atau terlalu padatnya kunjungan di penangkaran
hiu, yang akhirnya wisatawan kurang bisa menikmati wisata karena tidak adanya
eksklusifitas dalam aktivitas wisata. Lonjakan kunjungan biasanya terjadi pada
musim – musim liburan seperti pada Juli – Agustus (liburan sekolah) dimana
kemungkinan musim Timuran terjadi, serta pada saat liburan Lebaran dan liburan
akhir tahun. Lonjakan kunjungan ini biasanya berdurasi satu minggu, dan
peningkatan paling tinggi tentunya pada saat weekend.
Sementara itu, beberapa TO menggunakan tema “eco” atau ekowisata
namun pada operasional atau jalannya program wisata masih sama dengan paket
regular yang ada, kurang atau tidak mencerminkan prinsip – prinsip ekowisata.
Seperti yang disampaikan oleh salah seorang pemandu wisata lokal berikut :
“yang punya travel (TO) ekowisata sama saja seperti wisata
reguler seperti yang sekarang ini, tidak ada kelebihannya dari
tiap – tiap agent itu. Harusnya pemberian nama eco-tour atau
ekowisata memiliki maksud tertentu, harusnya memiliki ciri
khas sendiri, mungkin hanya mengikuti tren saja ” (Yadi)

Di aktivitas wisatanya, masih banyak dari pemandu wisata lokal yang
kurang bisa menyampaikan panduan do’s and don’ts yang sangat penting untuk
disampaikan kepada wisatawan. Bahkan masih banyak pemandu wisata lokal
yang kurang begitu merasa memiliki tanggung jawab itu. Seperti yang
disampaikan oleh salah satu wisatawan yang diwawancarai dan kebetulan si
pemandu wisata juga bersamanya.

17

“(sempat di briefing oleh tour guide nya?) secara detail sih
nggak, cuman diberitahukan secara umum nanti kalau disana
ada apa dan untuk apa ... (perasaan pertama kali snorkeling
bagaimana?) awalnya takut dengan karang, setelah dua kali
snorkeling akhirnya biasa aja ... (sempat megang karang?) iya
megang karang ... (menginjak karang?) iya menginjak karang.”

(Ahmad)
Dari pendapat wisatawan tersebut, menunjukkan bahwa pemandu wisata
lokal tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang konservasi, dan tentunya
kurang mengetahui peran dan kualitas kerjanya yang sangat diperlukan di industri
pariwisata. Hal ini sama saja dengan kurangnya perhatian dari TO yang
bersangkutan dalam menyediakan informasi dan jasa interpretasi yang berkualitas
bagi wisatawan.
Berdasarkan hasil observasi, tidak banyak pemandu wisata lokal yang
mengetahui pentingnya briefing atau pemberian arahan sebelum kegiatan wisata,
namun berdasarkan hasil wawancara tidak sedikit TO yang menyampaikan bahwa
briefing adalah bagian terpenting yang harus diberikan kepada wisatawan sebagai
bentuk profesionalisme mereka. Seperti yang disampaikan oleh TO berikut :
“pada saat kita mau berangkat snorkeling kita akan briefing
kepada peserta, apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh
dilakukan saat wisata, kemudian berdoa bersama demi
keselamatan dari awal acara sampai akhir acara.” (Obet)

Kondisi kepadatan kunjungan semakin diperburuk oleh promosi melalui
media sosial yang dilakukan oleh wisatawan. Sutris Haryanta, selaku Kepala
Seksi PTN Wilayah II Karimunjawa menyebutkan bahwa pariwisata massal di
Karimunjawa juga disebabkan oleh keberhasilan Demonstration Effect di media
sosial online selama ini. Kemudian, petugas Pengendali Ekosistem Hutan BTNKJ
menerangkan lebih lanjut mengenai demonstration effect yang dimaksud :

18

“maksud
wisatawan

dari

demonstration

yang

mengupload

effect

adalah

foto

banyaknya

perjalanannya

di

Karimunjawa melalui media sosial. Karena foto – foto
tersebutlah

memicu

keinginan

orang

lain

melakukan

perjalanan ke Karimunjawa bahkan melakukan aktifitas yang
sama ” (Yusuf)
Demonstration effect yang terjadi adalah gambaran tentang Karimunjawa

sebagai “paradise”. Banyak gambar wisatawan yang melompat diatas pasir putih
yang beredar di media sosial dan website media promosi TO. Gambar seperti ini
dapat diinterpretasikan bahwa Karimunjawa adalah tempat untuk bersenang –
senang di tengah indahnya alam kepulauan. Selain itu, gambar wisatawan
snorkeling di dekat karang atau bahkan memegang karang dan gambar wisatawan
yang berdiri diatas karang di tengah kolam hiu, semua itu membuat banyak calon
wisatawan juga ingin melakukan hal yang sama di Karimunjawa. Berdasarkan
hasil observasi pada kegiatan wisata, banyak dari pemandu wisata lokal dan pihak
TO memenuhi harapan – harapan mereka untuk berfoto dengan gaya yang sama.
Muncul kekhawatiran dari pihak BTNKJ terkait dengan demonstration
effect yang terjadi, seperti yang disebutkan berikut :
“Yang disayangkan adalah bahwa kemampuan wisatawan
yang ke karimunjawa itu tidak sama, bisa dibayangkan jika
orang yang tidak bisa berenang namun memiliki keinginan
dapat

berfoto

underwater

dengan

karang,

tentu

akan

berdampak pada kerusakan karang” (Yusuf)

PEMASARAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KONSERVASI
Karakteristik Tour Operator Karimunjawa
Melihat pada bisnis TO yang banyak bermunculan dan dilihat pada model
pemasaran yang dilakukan dapat dikatakan banyak dari mereka adalah tipe Mass
Operator , yaitu operator yang cenderung menjual paket standard, memasang

19

harga murah dan cenderung kurang memperhatikan prinsip - prinsip konservasi.
Dengan model pemasaran tersebut mereka dapat dengan mudah menjual produk
tersebut ke pasar.
Jika hampir semua TO yang aktif memasarkan karimunjawa adalah Mass
Market Operator , maka tidak aneh jika terjadi pariwisata massal di Karimunjawa.

Wisatawan dalam jumlah massal lebih sering membayar harga yang relatif rendah
karena pengaruh operator yang berhasil mendapat diskon besar dari penyedia
layanan. Dikatakan tipe Mass Market Operator ini tidak berkontribusi terhadap
prinsip – prinsip Konservasi ketika merujuk pada pernyataan Coccossis dan
Nijkamp (1995) bahwa akhirnya TO membayar sedikit atau tidak ada kontribusi
biaya sosial yang terlibat dalam konsumsi sumber daya alam. Karena
mendapatkan keuntungan menjadi lebih ketat, maka TO memberikan kontribusi
yang lebih kecil untuk lingkungan (Curtin & Busby, 1999).
Disisi lain, wisata minat khusus menjadi suatu potensi alternatif dari
pariwisata massal. Specialist Operator memiliki harga yang tidak elastis,
memungkinkan hasil yang sangat berarti dari jumlah wisatawan yang kecil dengan
menyalurkan transaksi yang lebih besar. Dan TO dengan tipe specialist ini belum
ada di Karimunjawa. Beberapa TO yang menawarkan paket Camping, keliling 27
pulau, paket menanam mangrove dan terumbu karang, bisa dikategorikan sebagai
Specialist Operator, namun paket tersebut dijumpai hanya sebagai paket
pelengkap yang hanya diberikan jika ada permintaan, bukan paket utama.
Sementara itu, TO yang menamakan dirinya sebagai “ecotour ” belum dapat
membuktikan sebagai Specialist Operator, “eco” yang diangkat lebih sekedar
labeling yang digunakan sebagai penambah nilai jual.

Konservasi dalam Segmentasi Pasar dan Bauran Pemasaran
Karimunjawa yang telah populer sebagai destinasi wisata bahari tentunya
memiliki karakteristik sebagai wisata minat khusus, dimana segala potensi bawah
lautnya akan mengundang para pecinta wisata bahari dan pecinta underwater
untuk singgah ke kepulauan ini. Para pecinta wisata bahari dan pecinta dunia

20

underwater tentunya adalah kriteria wisatawan yang memiliki tingkat pemahaman
yang cukup baik tentang karakteristik kawasan bahari. Namun tingkat kunjungan
wisatawan yang tinggi dengan fakta kerusakan ekosistem terumbu karang sebagai
dampak dari aktivitas pariwisata tersebut membuktikan bahwa tidak semua dari
wisatawan tersebut adalah kriteria pecinta wisata bahari atau pecinta bawah laut.
Ini menunjukkan bahwa kurangnya perhatian dari TO sebagai tenaga pemasar
dalam melihat segmentasi pasar.
Dalam pemasaran, khususnya Taman Nasional sangat diperlukan untuk
dapat mencermati target pasar yang tepat. Untuk menarik minat wisatawan pecinta
bahari, maka diperlukan suatu upaya dalam menawarkan aktivitas – aktivitas
bahari yang dapat memenuhi keinginan dan harapan dari wisatawan pecinta bahari
tersebut. Namun, perlu diperhatikan juga bahwa para pecinta bahari yang
berkunjung di kawasan konservasi tentunya memerlukan aktivitas yang memiliki
upaya – upaya konservasi. Begitu pula dengan pengelolaan Bauran Pemasaran
yang perlu mengadopsi upaya – upaya konservasi.
Pelaku wisata harus bisa menciptakan sebuah produk wisata (Product)
yang sarat akan nilai edukasi, karena sejatinya di dalam wisata alam tersirat
sebuah misi untuk mengedukasi orang lain agar dapat berpartisipasi dalam upaya
konservasi melalui media rekreasi. Dalam paket wisata snorkeling, tentunya tidak
saja mengenalkan apa itu terumbu karang, namun juga perlu mengenalkan
manfaat dan kerapuhan dari terumbu karang itu sendiri. Sehingga tidak hanya
pengalaman saja, namun juga value dari pengetahuan yang diperoleh serta
partisipasi aktif dari wisatawan dalam menjaga nilai – nilai konservasi.
Penggunaan jejaring (Place) atau mitra yang tepat dalam mendistribusikan
paket wisata juga dapat mempengaruhi penyampaian produk tersebut kepada
wisatawan potensial. Penggunaan media website yang banyak digunakan oleh TO
Karimunjawa juga termasuk dalam saluran distribusi pemasaran, media ini
menjadi paling efisien karena TO dapat menyampaikan citra (image) dan
memposisikan (positioning) produknya langsung ke wisatawan potensial tanpa

21

melewati perantara. Karimunjawa sebagai kawasan konservasi perlu disampaikan
melalui website untuk lebih berfokus pada pengunjung yang mengadopsi perilaku
berkelanjutan. Jika TO memerlukan biro perjalanan wisata atau travel agent
sebagai intermediari atau perantara, maka perlu memilih agen – agen perjalanan
yang juga dapat memasarkan produk wisata ke segmen yang tepat dan mampu
meneruskan pesan – pesan konservasi dalam pemasarannya.
Penentuan harga (Price) juga perlu diperhatikan, karena harga
mencerminkan kemampuan daya beli pasar yang menjadi sasaran. Harga yang
murah biasanya cenderung tidak memiliki margin dalam upaya konservasi.
Semestinya dalam bisnis menjual alam, penentuan harga perlu mengadopsi upaya
konservasi pula. Persaingan antar TO seharusnya dapat digunakan sebagai alasan
untuk lebih meningkatkan kualitas produk wisatanya. Berbeda dengan apa yang
disampaikan oleh Beeton & Benefield (2002; dalam Batra, 2006) bahwa harga
mempengaruhi permintaan, dimana harga murah akan meningkatkan volume
permintaan. Namun faktanya harga memainkan peranan yang penting dalam
mengkomunikasikan kualitas dari paket wisata tersebut. Harga yang tinggi
tentunya dengan tingkat kinerja dari produk jasa yang tinggi pula (Lupiyoadi,
2001; dalam Hendarto, 2003). TO Karimunjawa yang menjual harga murah,
mungkin akan memenangkan kuota dalam persaingannya, namun mereka tidak
mengoptimalkan tingkat kepuasan wisatawannya.
Kemudian tidak kalah pentingnya adalah promosi (promotion), yang
bertujuan untuk menginformasikan dan mempengaruhi wisatawan pada suatu
produk wisata. Suradnya (2011) menyampaikan bahwa pesan – pesan yang
disampaikan melalui media promosi sangat signifikan dalam mempengaruhi
ekspektasi dari target pasar yang dituju mengenai produk wisata macam apa yang
akan dinikmati di destinasi yang bersangkutan. Karimunjawa yang banyak
dipromosikan sebagai “paradise” dapat menimbulkan kesalahpahaman dari
wisatawan yang berkunjung. Suradnya (2011) mengingatkan bahwa pesan – pesan
promosi yang disampaikan diharapkan dapat membentuk sikap dan perilaku
berwisata para wisatawan sesuai yang diharapkan. Seperti yang dihasilkan oleh

22

demonstration effect yang banyak terjadi di media sosial. Kekhawatiran mulai

muncul ketika banyak foto – foto wisatawan yang bergaya di dekat terumbu
karang akan mengundang semakin banyak orang untuk melakukan hal yang sama.
Jika semua pengunjung tidak memiliki pemahaman yang baik tentang snorkeling
dan aktivitas underwater, maka banyaknya aktivitas ini justru dapat berkontribusi
terhadap kerusakan terumbu karang. Promosi yang dilakukan harus dapat
menyampaikan kondisi riil kawasan, harapan dari kehadiran wisatawan, serta
dampak yang dapat ditimbulkan dari kunjungan wisatawan tersebut.
Pendekatan Alternatif Pemasaran Pariwisata
Karimunjawa sebagai Taman Nasional tentunya memerlukan pendekatan
alternatif dalam proses pemasarannya. Ecological marketing sebagai suatu
pendekatan dapat diterapkan di strategi pemasarannya. Sebagai kawasan
konservasi, pesan ekologi tidak bisa dilupakan begitu saja, karena pesan ekologi
yang disisipkan pada media promosi paket wisata akan dapat berkontribusi pada
konservasi jangka panjang dengan meningkatkan kesadaran dan apresiasi dari
wisatawan terhadap lingkungan destinasi wisata itu sendiri.
TO yang menjual paket snorkeling lebih menekankan manfaat umum
seperti pantai dan hiburan, dalam situasi seperti ini maka pilihan wisatawan hanya
pada keuntungan harga dan kenyamanan, namun tidak pada kondisi suatu tempat
dengan masyarakat dan ekologinya. Namun perlu diketahui, sekarang ini banyak
wisatawan sudah semakin pandai dalam memilih produk wisata. Wisatawan juga
akan lebih tertarik pada produk yang minim dampak lingkungan serta produk
yang dapat melibatkan mereka dalam kegiatan konservasi, oleh karena itu pesan
konservasi dan pesan ekologi lainnya harus dimasukkan dalam proses pemasaran.
Sementara itu, Karimunjawa sebagai destinasi wisata alam memerlukan
prinsip harmonisasi dimana pemasarannya berdasarkan sistem kuota. Wisata alam
merupakan wisata terbatas dimana sangat tergantung pada kapasitas daya dukung
kawasan. Mass Tourism yang menyebabkan kepadatan di titik – titik tertentu di
Karimunjawa tentunya sangat mempengaruhi tingkat kenyamanan dan kepuasan

23

wisatawan. Salah satu pendekatan pemasaran alternatif yang lain yang dapat
diterapkan di Karimunjawa adalah Demarketing. Demarketing diterapkan untuk
mengurangi dan mencegah dampak kerusakan terumbu karang dan tentunya untuk
memaksimalkan tingkat kepuasan wisatawan itu sendiri. Untuk menentukan
batasan tingkat kunjungan ini tentunya bukan hal yang mudah, karena mekanisme
dalam pengaturannya membutuhkan sebuah proses koordinasi dan kolaborasi dari
banyak pihak. Untuk menyatukan banyak keinginan dan banyak visi dari pihak –
pihak yang berbeda maka sangat dibutuhkan pertimbangan yang tepat dan kajian
secara mendalam dari sudut pandang konservasi, lingkungan, ekonomi dan
budaya.
Selain membatasi tingkat kunjungan, demarketing bisa juga dilakukan
dengan pola pemetaan kunjungan. Pada saat high season bisa diterapkan sistem
shifting atau timing untuk arus kunjungan. Dari beberapa lokasi snorkeling yang

telah dipetakan, dapat dilakukan pembagian jadwal shifting kunjungan wisatawan,
tentunya disini diperlukan sistem reservasi yang akuntable dan terstruktur dari
semua TO yang ada. Selain shifting yang diterapkan untuk arus kunjungan,
mapping (pemetaan) potensi objek tujuan yang telah teridentifikasi oleh Dinas

Pariwisata perlu lebih dipromosikan. Dengan mempromosikan potensi lain seperti
wisata darat, wisata budaya, dan aktivitas – aktivitas lain, tentunya akan dapat
membantu dalam mendistribusikan arus kunjungan. Dengan mengangkat potensi
wisata lain yang sudah ada tidak hanya dapat mengurangi tingkat kepadatan di
spot snorkeling dan meningkatkan kepuasan wisatawan, namun juga dapat
membantu dalam membuka peluang usaha baru bagi masyarakat lokal.
Pariwisata Massal Yang Berkelanjutan
Pariwisata Massal yang selama ini dikaitkan sebagai dampak dari paket
wisata murah dan demonstration effect, telah dituding sebagai pemicu dari
kerusakan lingkungan alam. Pariwisata massal memungkinkan untuk dapat
berkelanjutan jika direncanakan dan dikelola dengan tepat. Seperti yang telah
dirumuskan oleh Weaver dan Lawton (1999) bahwa pariwisata massal yang

24

berkelanjutan memiliki karakter sebagai pariwisata skala besar dengan
penggunaan regulasi yang ekstra ketat. Oleh karena itu, pemasaran yang
dilakukan oleh TO juga perlu mengangkat regulasi yang ada.
Karimunjawa sebagai destinasi wisata bahari yang aktivitas utamanya
adalah pengamatan terumbu karang, justru tidak banyak ditemukan regulasi atau
panduan do’s and don’ts tentang etika snorkeling dan diving. Sudah semestinya
pesan – pesan seperti: dilarang menginjak karang dan dilarang memegang karang,
dapat disampaikan ke wisatawan. Penyampaian panduan do’s and don’ts
sebaiknya

disampaikan

sejak

pada

rencana

kedatangan

wisatawan

ke

Karimunjawa. Jadi, ketika mereka tiba di Karimunjawa, mereka sudah tahu apa
yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan untuk memberikan
kontribusi yang baik di destinasi setempat. Panduan do’s and don’ts bisa
disampaikan dalam materi promosi seperti website, brosur, dan papan informasi.
Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh pemandu wisata juga perlu
diperhatikan. Pemandu wisata adalah perwakilan TO, merupakan ujung tombak
dari pelayanan (service) yang diberikan oleh TO. TO perlu memperhatikan secara
betul penggunaan penyedia jasa dalam merancang