Pendugaan Cadangan Karbon di Atas Permukaan (Above Ground Biomass) Pada Ruang Terbuka Hijau di Kota Medan

TINJAUAN PUSTAKA

Biomassa dan Perubahan Iklim
Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme
(tumbuhan) per satuan unit area pada suatu saat. Biomassa bisa dinyatakan dalam
ukuran berat seperti berat kering dalam satuan gram atau dalam kalori. Oleh
karena kandungan air yang berbeda di setiap tumbuhan maka biomassa diukur
berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah gr per m2 atau ton per ha
(Brown, 1997). Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90 % biomassa
yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar, sampah
hutan (serasah), hewan dan jasad renik (Arief, 2005). Biomassa ini merupakan
tempat penyimpanan karbon dan disebut rosot karbon (carbon sink). Namun,
pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan
yang luas di berbagai benua di bumi, telah mengganggu proses penyimpanan
karbon tersebut. Akibat dari itu, karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan
terlepas ke dalam atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara
melalui fotosintesis hutan berkurang. Selain akibat tersebut, intensitas Efek
Rumah Kaca (ERK) akan ikut naik dan meyebabkan naiknya suhu permukaan
bumi. Hal inilah yang memicu tuduhan bahwa kerusakan hutan tropik telah
menyebabkan pemanasan global (Soemarwoto, 2001).
Perubahan iklim global yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan karena

terganggunya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan
tersebut dipengaruhi antara lain oleh peningkatan gas-gas asam arang atau
karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrogen oksida (N2O) yang lebih
dikenal dengan Gas Rumah Kaca (GRK). Saat ini konsentrasi GRK sudah

Universitas Sumatera Utara

mencapai tingkat yang membahayakan iklim bumi dan keseimbangan ekosistem
(Hairiah dan Rahayu, 2007)

Upaya Penanggulangan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim
yang terjadi saat ini adalah dengan cara meningkatkan penyerapan karbon
(Sedjo dan Salomon, 1988 dalam Rahayu et al. (2006) dan menurunkan emisi
karbon (Lasco, 2004 dalam Rahayu et al. (2006). Penurunan emisi karbon dapat
dilakukan dengan mempertahankan cadangan karbon yang telah ada (mengelola
hutan lindung, mengendalikan deforestasi, menerapkan praktek silvikultur yang
baik, mencegah degradasi lahan gambut dan memperbaiki pengelolaan cadangan
bahan organik tanah), meningkatkan cadangan karbon melalui penanaman
tanaman berkayu dan mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang dapat

diperbarui secara langsung maupun tidak langsung (angin, biomassa, aliran air),
radiasi matahari, atau aktivitas panas bumi.
Peningkatan penyerapan cadangan karbon dapat dilakukan dengan
meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami, menambah cadangan
kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan
kayu dan mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh
(Sedjo dan Salomon, 1988 dalam Rahayu et al. (2006). Karbon yang diserap oleh
tanaman disimpan dalam bentuk biomassa kayu, sehingga cara yang paling mudah
untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara
pohon (Lasco et al., 2004 dalam Rahayu et al. (2006).

Universitas Sumatera Utara

Peranan Hutan
Pohon memegang peranan yang sangat penting dalam komunitas hutan
dan berfungsi sebagai penyangga kehidupan, baik dalam mencegah erosi, dan
menjaga stabilitas iklim global. Tumbuhan memerlukan sinar matahari, gas asam
arang (CO2) yang diserap dari udara serta air dan hara yang diserap dari dalam
tanah untuk kelangsungan hidupnya. Melalui proses fotosintasis, CO2 di udara
diserap oleh tanaman dan diubah menjadi karbohidrat, kemudian disebarkan ke

seluruh tubuh tanaman dan akhirnya ditimbun dalam tubuh tanaman berupa daun,
batang, ranting, bunga dan buah. Proses penimbunan C dalam tubuh tanaman
hidup dinamakan proses sekuestrasi (Csequestration). Dengan demikian
mengukur jumlah karbon (C) yang disimpan dalam tubuh tanaman hidup
(biomasa) pada suatu lahan dapat menggambarkan banyaknya CO2 di atmosfir
yang diserap oleh tanaman. Jumlah C tersimpan antar lahan berbeda-beda,
tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya
serta cara pengelolaannya. Penyimpanan C pada suatu lahan menjadi lebih besar
bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah C tersimpan di
atas tanah (biomasa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah C tersimpan di
dalam tanah (bahan organik tanah, BOT) (Hairiah dan Rahayu, 2007).
Peranan hutan sebagai penyerap karbon mulai menjadi sorotan pada saat
bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, berupa kecenderungan
peningkatan suhu udara atau biasa disebut sebagai pemanasan global. Penyebab
terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi Gas
Rumah Kaca (GRK) di atmosfer dimana peningkatan ini menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

kesetimbangan


radiasi

berubah

dan

suhu

bumi

menjadi

lebih

panas

(Adinugroho et al. 2010).
Secara umum hutan dengan ”net growth” (terutama dari pohon-pohon
yang sedang berada pada fase pertumbuhan) mampu menyerap lebih banyak CO2,

sedangkan hutan dewasa dengan pertumbuhan yang kecil hanya menyimpan
stock karbon tetapi tidak dapat menyerap CO2 berlebih/ekstra (Kyrklund, 1990).
Dengan adanya hutan yang lestari maka jumlah karbon (C) yang disimpan akan
semakin banyak dan semakin lama. Oleh karena itu, kegiatan penanaman vegetasi
pada lahan yang kosong atau merehabilitasi hutan yang rusak akan membantu
menyerap kelebihan CO2 di atmosfer.

Cadangan Karbon
Cadangan karbon adalah kandungan karbon yang tersimpan baik itu pada
permukaan tanah sebagai biomasa tanaman, sisa tanaman yang sudah mati
(nekromassa) maupun dalam tanah sebagai bahan organik tanah. Perubahan wujud
karbon ini kemudian menjadi dasar untuk menghitung emisi, dimana sebagian
besar unsur karbon (C) yang terurai ke udara biasanya terkait dengan O2 (oksigen)
dan menjadi CO2 (karbondioksida). Menurut Hairiah dan Rahayu (2007)
konsentrasi karbon (C) dalam bahan organik biasanya sekitar 46 %, oleh karena
itu estimasi jumlah C tersimpan per komponen dapat dihitung dengan mengalikan
total berat massanya dengan konsentrasi C. Palm et al (1999) mengemukakan
bahwa pohon hutan menyimpan 50-80% karbon namun akumulasinya dipengaruhi
oleh jenis, tanah, iklim dan manajemen. Biomassa di atas tanah adalah jumlah
bahan organik per unit area pada suatu waktu tertentu yang berhubungan dengan


Universitas Sumatera Utara

fungsi sistem produktivitas, umur, tegakan dan alokasi bahan organik serta
strategi pemidahan (Citron dan Navelli, 1984). Pendugaan cadangan karbon diatas
permukaan terlebih dahulu diduga jumlah biomassa vegetasi. Pendugaan
biomassa vegetasi ini menggunakan persamaan allometrik : BK=0,11ρ D2.62
(Kettering, 2001 dalam Hairiah 2007)
keterangan :
BK = Biomassa pohon (kg)
D = Diameter setinggi dada (cm)
ρ = Berat jenis kayu
Total cadangan karbon di atas permukaan tanah diperoleh dari biomassa
total dikali 0,46 yaitu nilai rata-rata kandungan karbon dari biomassa vegetasi.
Wibowo (2010) menyebutkan terdapat lima sumber karbon (carbon pools), yaitu
1. Karbon di atas permukaan tanah
a. Biomassa pohon. Karbon pohon merupakan salah satu sumber karbon yang
sangat penting pada ekosistem hutan karena sebagian besar karbon hutan
berasal dari biomassa pohon. Pohon merupakan proporsi terbesar dalam
penyimpanan C di daratan.

b. Biomassa tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah meliputi semak belukar
yang berdiameter batang