Penghentian Pemenuhan Prestasi dalam Suatu Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Keadaan Sulit (Hardship)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat modern adalah masyarakat bisnis. Dalam satu atau lain cara,
semua manusia, baik di kota maupun desa, punya hubungan dengan bisnis. Tidak ada
orang modern yang tidak tersentuh kegiatan bisnis, termasuk kegiatan bisnis
perusahaan-perusahaan besar dan multinasional, bahkan bisnis internasional. Karena
itu secara tak terelakkan bisnis menjadi bagian hidup manusia modern.
Sebagaimana halnya realita pada dunia masyarakat modern sekarang ini,
ketika World Trade Organization (WTO) berdiri beberapa tahun lalu, orang tidak
menyangka bahwa sejak saat itu dunia telah dikatakan menjadi the global village.
Global Village adalah suatu kondisi mengenai perkembangan teknologi komunikasi
dimana dunia dapat dianalogikan menjadi sebuah desa yang sangat besar dan luas.
Marshall Mcluhan lah yang memperkenalkan konsep ini pada awal tahun 60 dalam
tulisan-tulisan bukunya yang berjudul Understanding Media: Extension of A Man.1
Pertanyaan kemudian muncul apakah globalisasi merupakan suatu fenomena
ekonomi, sosial ataukah fenomena budaya. Apakah globalisasi itu identik dengan
kolonialisme atau kapitalisme. John Flood dari University of Westminister, London
menegaskan bahwa globalisasi tidak saja membuat bisnis mendunia, tetapi juga telah


1

http://komunikasi.us/index.php/course/perkembangan-teknologi-komunikasi/1511-globalvillage-komunikasi-personal-yang-ter-expose (diakses pada tanggal 24 Maret 2016).

1
Universitas Sumatera Utara

2

membuat hukum dan kehidupan sosial-budaya mendunia. Untuk itu globalisasi,
tidak saja membawa manfaat dan perubahan yang besar bagi dunia bisnis, tetapi
juga membawa pengaruh yang besar bagi pertumbuhan dan perubahan kehidupan
politik, hukum, sosial, dan budaya suatu negara.2
Agus Yudha Hernoko berpendapat bahwa pada dasarnya kontrak berawal
dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak. Perumusan
hubungan kontraktual tersebut pada umumnya senantiasa diawali dengan proses
negosiasi antara para pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan
bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan
(kepentingan) melalui proses tawar-menawar. Dengan demikian maka dapat
disimpulkan, pada umumnya kontrak bisnis justru berawal dari perbedaan

kepentingan yang ingin dipertemukan melalui kontrak. Melalui kontrak perbedaan
tersebut diakomodasi dan selanjutnya dibingkai dengan perangkat hukum
sehingga mengikat para pihak. Dalam kontrak bisnis pertanyaan mengenai sisi
kepastian dan keadilan justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada di antara
para pihak terakomodasi melalui mekanisme hubungan kontraktual yang bekerja
secara proporsional.3
Adapun yang perlu diperhatikan dalam memenuhi suatu keadilan dan
keseimbangan suatu kontrak, maka terdapat beberapa asas dalam hukum kontrak
di Indonesia yang relevan dengan arbitrase internasional, khususnya beberapa
aspek dari hukum Indonesia dalam perjanjian-perjanjian komersial yang tunuduk

2

Wukir Prayitno, Modernitas Hukum Berwawasan Indonesia (Semarang : CV.Agung,
1991), hlm. 48.
3
Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak
Komersial (Jakarta : Kencana Prenada Group, 2009), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara


3

pada hukum Indonesia. Salah satunya adalah asas itikad baik yang sangat penting
dalam pelaksanaan suatu kontrak menurut sistem civil law, namun dalam sistem
common law, tidak di kenal asas itikad baik dalam melaksanakan suatu kontrak.4
Apabila dilihat hubungan berkontrak, khususnya kontrak perdagangan,
para pihak yang terikat dalam kontrak tentunya menginginkan agar kontrak
berjalan lancar dan terpenuhi kewajiban dan hak masing-masing pihak. Oleh
karena itu, pembuatan kontrak selain mencantumkan kesepakatan-kesepakatan,
juga berisi klausul yang berguna untuk mengatasi masalah yang mungkin terjadi
di kemudian hari. Umumnya klausul yang sering dicantumkan dalam suatu
kontrak adalah klausul asas keadaaan darurat (force majeur), klausul pilihan
hukum (choice of law), dan klausul penyelesaian sengketa diantara para pihak.
Perkembangan doktrin baru terkait dengan hambatan atau kendala
pelaksanaan kontrak yang cukup penting dan mendasar untuk diperhatikan adalah
doktrin hardship (keadaan sulit). Berbeda dengan wanprestasi dan overmacht
yang telah diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(selanjutnya disebut KUHPerdata), maka hardship belum ada pengaturannya dan
dalam hal terjadi kasus-kasus terkait dengan hardship, pada umumnya hakim akan

memutus berdasarkan overmacht (menyamakan hardship dengan overmacht).5
Mengenai peristilahan hardship di Indonesia diterjemahkan “keadaan sulit” atau
“kesulitan” atau “beban”.
Pengaturan kontrak dalam praktik bisnis adalah untuk menjamin
pertukaran kepentingan yang berupa hak dan kewajiban berlangsung secara
4
5

Ibid.
Ibid., hlm. 252.

Universitas Sumatera Utara

4

proporsional bagi para pihak yang membuat kontrak, sehingga dengan demikian
terjalin hubungan kontraktual yang adil dan saling menguntungkan. Bukan
sebaliknya, merugikan salah satu pihak atau bahkan pada akhirnya justru
merugikan para pihak yang berkontrak. Para pihak yang terikat dalam perjanjian
senantiasa berupaya menjalankan apa yang menjadi kewajibannya dengan sebaik

mungkin hingga perjanjian tersebut berakhir. Tidak ada maksud untuk merugikan
pihak lainnya. Atau dengan kata lain mereka mendasari pelaksanaan perjanjian
dengan itikad baik (good faith), terlebih lagi perjanjian tersebut mengikat
layaknya undang-undang bagi mereka.
Roscoe Pound menyatakan bahwa “memenuhi janji” adalah sesuatu yang
penting dalam kehidupan sosial. Hukum kontrak yang berkaitan dengan
pembentukan dan melaksanakan suatu janji. Suatu janji adalah suatu pernyataan
tentang sesuatu kehendak yang akan terjadi atau tidak terjadi pada masa yang
akan datang.6 Namun dalam pelaksanaannya, terdapat hal-hal tertentu, seperti
perubahan-perubahan keadaan yang dijadikan alasan salah satu pihak menjadi
lebih berat atau dirugikan atas pelaksanaan perjanjian tersebut yang disebut
dengan istilah keadaan sulit (hardship). Keadaan sulit atau lebih dikenal dengan
istilah hardship adalah suatu perubahan keadaan yang diterapkan jika ketentuanketentuan

dan

syarat-syarat

dalam


kontrak

berubah

bukan

karena

ketidakmungkinan dalam pelaksanaan kontrak tersebut, namun dikarenakan oleh
kesulitan yang sangat ekstrim bagi salah satu pihak untuk memenuhi kontraknya.7

6
Ridwan Khairandy, Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan (Bagian
Pertama) (Yogyakarta : FH UII Press, 2013), hlm. 57.
7
Giorgio Gogiashvili. “Clausula rebus sic stantibus : Dynamics and Statics in Law”,
(Georgian Law Review No.9,2006), hlm.109. http://isjn.or.id, (diakses pada 15 January 2016).

Universitas Sumatera Utara


5

Menyikapi hal tersebut tentunya diperlukan sikap dan pemahaman yang
obyektif dalam menilai isi kontrak, terutama terkait dengan klausul-klausul
kontrak yang dianggap berat sebelah. Seringkali terjadi kesalahan persepsi
mengenai eksistensi kontrak, khususnya mengenai pertanyaan, apakah suatu
kontrak itu seimbang atau tidak seimbang (berat sebelah). Banyak pihak dengan
mudah terjebak untuk menyatakan suatu kontrak itu berat sebelah atau tidak
seimbang, hanya mendasarkan pada perbedaan status masing-masing pihak yang
berkontrak. Praktik bisnis kiranya perlu mempertimbangkan penggunaan klausul
hardship untuk mengatasi masalah pelaksanaan kontrak mereka. Klausul hardship
dapat dijadikan ‘escape clause’ untuk memecahkan masalah jika muncul
peristiwa yang secara fundamental mempengaruhi keseimbangan kontrak. Seperti
pada sengketa 8kasus jual beli besi krum antara Nouva Fucinati S.P.A dengan
International A.B. yang menolak melaksanakan kontraknya dikarenakan naiknya
harga besi krum di pasar internasional yang menyebabkan pihak Nouva sangat
berat untuk melaksanakan kontrak yang telah disepakati sebelumnya dimana para
pihak tidak menemukan jalan keluar sehingga pihak penjual meminta pengadilan
Italia untuk memutuskan kontrak dengan alasan suspending excessice onerous
yang berarti suatu keadaan dimana pemenuhan kontrak menjadi sulit bagi salah

satu pihak yang mengadakan perjanjian. Alasan ini merupakan alasan yang sama
dengan hardship. Namun, dalam putusannya, hakim berpendapat bahwa
perubahan keadaan yang terjadi tidak membuat penjual terlepas dari kewajibannya
dan membatalkan kontrak serta menghukum pembayaran ganti rugi.
8

Perbandingan Hardship dan Force Majeur dalam UNIDROIT 2010,
http://khafidsociality.blogspot.co.id/2011_11_24_archive.html?m=1 (diakses pada 17 November
2015).

Universitas Sumatera Utara

6

Tanpa disadari bahwa dalam perjalanannya sebuah kontrak, tidak semua
peristiwa yang menyebabkan wanprestasi dapat didalilkan dengan alasan keadaan
darurat, karena dalam sistem common law, dikenal juga dengan adanya asas
keadaan sulit (hardship) yang merupakan suatu klausul yang seyogyanya
dicantumkan dalam sebuah kontrak demi mengantisipasi terjadinya pemutusan
kontrak secara sepihak. Banyak masalah dapat terjadi dalam pemenuhan sebuah

kontrak baik disengaja atau akibat dari suatu keadaan yang tidak dapat diprediksi.
Seperti pada sengketa 9kasus jual beli besi krum antara Nouva Fucinati S.P.A
dengan International A.B. yang menolak melaksanakan kontraknya dikarenakan
naiknya harga besi krum di pasar internasional yang menyebabkan pihak Nouva
sangat berat untuk melaksanakan kontrak yang telah di sepakati sebelumnya
dimana para pihak tidak menemukan jalan keluar sehingga pihak penjual meminta
pengadilan Italia untuk memutuskan kontrak dengan alasan suspending excessice
onerous. Alasan ini merupakan alasan yang sama dengan hardship. Namun dalam
putusannya, hakim berpendapat bahwa perubahan keadaan yang terjadi tidak
membuat penjual terlepas dari kewajibannya dan membatalkan kontrak serta
menghukum pembayaran ganti rugi.
Berdasarkan pemaparan dan contoh kasus diatas, dapat diketahui bahwa
terdapat suatu asas hardship yang sangat berpengaruh dalam pembuatan suatu
kontrak bisnis. Oleh karena itu diangkatlah judul “Penghentian Pemenuhan
Prestasi Dalam Suatu Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Keadaan Sulit
(Hardship).”

9

Ibid.


Universitas Sumatera Utara

7

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut :
1.

Bagaimanakah akibat hukum cidera janji (wanprestasi) dalam hukum
perjanjian di Indonesia?

2.

Bagaimanakah kedudukan suatu keadaan sulit (hardship) sebagai alasan
penghentian prestasi berdasarkan hukum?

3.


Bagaimanakah penyelesaian sengketa kontrak apabila terjadi keadaan sulit
(hardship)?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi
persyaratan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara. Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan
yang ingin dicapai adalah :
1.

Untuk mengetahui pengaturan hukum tentang cidera janji atau wanprestasi
yang berkembang saat ini menurut aturan hukum perjanjian yang ada dan
berlaku di negara Indonesia.

2.

Untuk mengetahui pengaturan hukum di tentang klausul Hardship dalam
suatu kontrak bisnis yang berkembang saat ini dan banyak digunakan oleh
pengusaha internasional dalam membuat kontrak-kontrak bisnisnya.

3.

Untuk mengetahui proses penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan
apabila terjadi keadaan sulit tersebut.

Universitas Sumatera Utara

8

Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah :
1.

Manfaat teoritis
Hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan

dalam pengaturan untuk membuat kontrak-kontrak terutama dalam berbisnis yang
dapat menjamin kepastian hukum di Indonesia. Selain itu hasil penulisan ini juga
akan menambah pengetahuan serta informasi mengenai aturan-aturan hukum
keadaan sulit (hardship) yang sedang berkembang di dunia saat ini.
2.

Manfaat praktis
Hasil dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi

para pembuat kontrak-kontrak, legislative dan pemerintah dalam hal merancang,
menyusun dan membuat suatu kontrak yang berkenaan dengan keadaan sulit
(hardship) di Indonesia, juga bagi masyarakat umum, mengenai problematika
praktis yang dihadapi dalam menyelesaikan sengketa apabila terjadi suatu keadaan
sulit pada saat proses pelaksanaan suatu kontrak bisnis.

D. Keaslian Penulisan
Penulisan skipsi berjudul “Penghentian Pemenuhan Prestasi Dalam Suatu
Kontrak Bisnis Akibat Terjadinya Hardship”. Setelah melakukan berbagai
penelusuran ke perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, judul
ini belum pernah diangkat dan ditulis, kalaupun ada beberapa kesamaan di
dalamnya namun substansi pembahasannya berbeda dengan pembahasan yang
dipaparkan dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penyusunan skripsi ini dilakukan

Universitas Sumatera Utara

9

melalui referensi buku-buku, skripsi-skripsi, media cetak dan elektronik serta
bantuan dari berbagai pihak.

E. Tinjauan Pustaka
1.

Perjanjian/kontrak
Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313

KUHPerdata tersebut berbunyi perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Menurut
Sudikno, perjanjian merupakan suatu hubungan hukum yang didasarkan atas kata
sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Hubungan hukum tersebut terjadi
antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lainnya, dimana
subyek hukum yang satu berhak atas suatu prestasi dan begitu juga subyek hukum
yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah
disepakati.10
Istilah perjanjian sering disamakan dengan istilah kontrak. Meskipun ada
beberapa pakar hukum yang membedakan dua istilah tersebut. Apabila kembali
kepada peraturan perundang-undangan seperti yang tercantum dalam Bab II Buku
Ketiga KUHPerdata yang berjudul “perikatan yang lahir dari kontrak atau
perjanjian” secara jelas terlihat bahwa undang-undang memberikan pengertian
yang sama antara kontrak dan perjanjian. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
dikatakan bahwa antara perjanjian dan kontrak diartikan lebih kurang sama.

10

Budi Ristiono, Kajian Terhadap Perjanjian Baku Antara Distributor dan Sub
Distributor Produk Fast Moving Consumer Good, Suatu Kajian Terhadap Penerapan Perjanjian
Baku Ditinjau Dari Teori Kepatutan (Yogyakarta : Tesis Magister Ilmu Hukum, Universitas
Atmajaya,2011), hlm. 18.

Universitas Sumatera Utara

10

Dengan demikian segala ketentuan yang terkait dengan hukum perjanjian juga
berlaku dalam hukum kontrak.11
2.

Prestasi dan wanprestasi
Prestasi merupakan hal yang harus dilaksanakan dalam suatu perikatan.12

Pemenuhan prestasi merupakan hakikat dari suatu perikatan. Kewajiban
memenuhi prestasi dari debitur selalu disertai dengan tanggung jawab (liability),
artinya debitur mempertaruhkan harta kekayaannya sebagai jaminan pemenuhan
hutangnya kepada kreditur. Menurut ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132
KUHPerdata, semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak,
baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan pemenuhan
hutangnya terhadap kreditur, jaminan semacam ini disebut jaminan umum.13
Semua subjek hukum baik manusia ataupun badan hukum dapat membuat
suatu persetujuan yang menimbulkan perikatan di antara pihak-pihak yang
membuat persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang
mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek
yaitu pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang
berhak atas suatu prestasi. Di dalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian
yang telah dibuat oleh para pihak tidak jarang pula debitur lalai melaksanakan

11

Ibid., hlm. 19.
Mariam Darus Badrulzaman, Asas-Asas Hukum Perikatan (Medan : FH USU, 1970),
(selanjutnya disebut dengan Mariam Darus Badrulzaman I), hlm. 8.
13
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2006), hlm. 17.
12

Universitas Sumatera Utara

11

kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya ataupun tidak melaksanakan
seluruh prestasinya. Hal ini disebut wanprestasi.14
3.

Penghentian/pemutusan kontrak
Berdasarkan Pasal 35 Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 Tentang

Pengadaan Barang dan Jasa (selanjutnya disebut Perpres No. 4 Tahun 2015) berisi
tentang penghentian dan pemutusan kontrak yakni penghentian kontrak dilakukan
bilamana terjadi hal-hal di luar kekuasaan para pihak untuk melaksanakan
kewajiban yang ditentukan dalam kontrak yang disebabkan oleh timbulnya
perang, pemberontakan sepanjang kejadian tersebut berkaitan dengan negara
kesatuan republik Indonesia, kekacauan, huru-hara serta bencana alam yang
dinyatakan resmi oleh pemerintah, atau keadaan yang ditetapkan dalam kontrak.
Pemutusan kontrak dapat dilakukan bilamana para pihak cidera janji dan/atau
tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur di dalam
kontrak. Pemutusan kontrak ini juga dapat dilakukan secara sepihak apabila denda
keterlambatan pelaksanaan pekerjaan akibat kesalahan penyedia barang/jasa sudah
melampaui besarnya jaminan pelaksanaan. Kontrak batal demi hukum dengan
sendirinya apabila isi kontrak melanggar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.15
4.

Hardship/keadaan sulit
Hardship yaitu suatu peristiwa yang secara fundamental telah mengubah

keseimbangan kontrak yang disebabkan biaya pelaksanaan kontrak telah
14

Muhammad Febriansyah Putra, Eksekusi Benda Tidak Bergerak Sebagai Jaminan
Hutang
Akibat
Wanprestasi
Debitur
(Studi
Mengenai
Penetapan
Nomor
31/Eks/HT/2008/PN.Mdn), (Medan : Skripsi FH USU, 2011), hlm. 24.
15
http://keppres80tahun2003.blogspot.co.id/2009/04/penghentian-dan-pemutusankontrak.html (diakses pada tanggal 23 Maret 2016).

Universitas Sumatera Utara

12

meningkat sangat tinggi atau karena nilai pelaksanaan kontrak bagi pihak yang
menerima telah sangat menurun, sementara itu :16
a. Peristiwa itu terjadi atau diketahui oleh pihak yang dirugikan setelah
pembuatan kontrak.
b. Peristiwa itu tidak dapat diperkirakan secara semestinya oleh pihak yang
dirugikan pada saat pembuatan kontrak.
c. Peristiwa itu terjadi diluar kontrol dari pihak yang dirugikan .
d. Risiko dari peristiwa itu tidak diperkirakan oleh pihak yang dirugikan.
Keadaan sulit adalah suatu kejadian atau peristiwa yang diketahui oleh
para pihak setelah pembuatan kontrak jangka panjang dan terjadinya kejadian atau
peristiwa itu diluar kontrol (tidak diduga atau tidak diperkirakan sebelumnya) oleh
mereka, yang menimbulkan risiko berubahnya keseimbangan secara mendasar
dalam suatu kontrak yang masih berlaku, karena meningkatnya biaya pelaksanaan
kontrak, sehingga membebani pihak yang wajib melaksanakan prestasi dalam
kontrak itu (misalnya debitur dan pembeli), atau sebaliknya, menurunnya biaya
pelaksanaan kontrak, sehingga menghilangkan keuntungan bagi pihak yang
berhak menerimanya (misalnya kreditur dan debitur).17 Konsep klausula hardship
menentukan bahwa jika pelaksanaan kontrak menjadi lebih berat bagi satu
diantara dua pihak lainnya, maka pihak tersebut tetap terikat untuk melaksanakan
perikatannya dengan tunduk pada ketentuan hukum tentang keadaan sulit.

16

Taryana Soenandar, Prinsip-Prinsip Unidroit, Sebagai Sumber Hukum Kontrak dan
Penyelesaian Sengketa Bisnis Internasional (Jakarta : Sinar Grafika,2006), hlm. 72.
17
Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak, Memahami Kontrak dalam Persfektif
Filsafat, Teori, Dogmatic, dam Praktik hukum Seri Pengayaan Hukum Perikatan (Bandung :
Mandar Maju, 2012), hlm. 362.

Universitas Sumatera Utara

13

F. Metode Penelitian
Setiap penelitian haruslah menggunakan metode penelitian yang sesuai
dengan bidang yang diteliti. Adapun penelitian yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
1.

Spesifikasi penelitian
Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek

yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.18 Sedangkan
penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.19 Penelitian hukum
merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan
pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala
hukum tertentu dengan cara menganalisanya,20 serta menganalisis fakta-fakta
secara cermat dengan aturan hukum positif yang telah ada.
Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun skripsi ini, jenis
penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif. Penelitian
hukum normatif yaitu metode atau cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan
pertama penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk
mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan
penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif

18

Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris (Jakarta:
Indonesia Hillco, 1990), hlm. 106.
19
Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2001), hlm. 1.
20
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek (Jakarta : Sinar Grafika, 1996).
hlm. 6.

Universitas Sumatera Utara

14

adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan
kewajiban).21
Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Deskriptif artinya bertujuan
untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta (individu,
kelompok, atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi22
baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan
sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang,
proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang
kecenderungan yang tengah berlangsung.23
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif ini
menggunakan metode pendekatan yuridis berupa pendekatan hukum dan
perundang-undangan yang bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang
diteliti.
2.

Data penelitian
Materi dalam skripsi ini diambil dari data-data sekunder. Adapun data-data

sekunder yang dimaksud adalah:
a.

Bahan hukum primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaidah
dasar dimana yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa, Kitab UndangUndang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Het Herzienne
21

Ibid., hlm. 7.
Rianto Adi, Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta : Garanit, 2004), hlm. 58.
23
Ibid.
22

Universitas Sumatera Utara

15

Indonesisch Reglement, Rechtsreglement vood de buitengewesten, Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 1990 tentang Tata Cara Pelaksanaan Ekseksi
Putusan Arbitrase Asing, ICSID (International Convention on Settlement
Investment Dispute), Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2006 Tentang
Pengadaan Barang dan Jasa, PECL (Principles of European Contract Law)
UNIDROIT (Principles of International Commercial Contracts, Harvard
Research in International Law , Law of Treaties, AJIL29/1965, Guide to Draft
Articles on the Law of the Treaties Adopted by ILC, UN Doc. A/C.6/376,May
11,1967, AJIL, Putusan Mahkamah Agung No. 704K/Sip/1972 tertanggal 21 Mei
1973.
b.

Bahan hukum sekunder
Merupakan bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum

primer yang meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum
dan komentar-komentar atau putusan-putusan pengadilan yang terkait dalam
penelitian ini.24
c.

Bahan hukum tersier
Merupakan bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk dan

penjelasan lebih mendalam terhadap bahan hukum sekunder seperti kamus umum,
kamus hukum, majalah dan jurnal ilmiah25 yaitu semua dokumen yang berisi
tentang konsep-konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan

24
25

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta : Prenada Media, 2005) hlm. 141.
Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji, Op.Cit., hlm. 14.

Universitas Sumatera Utara

16

hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensiklopedia dan
sebagainya.26
3.

Teknik pengumpulan data
Adapun cara untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan

skripsi, maka digunakan metode pengumpulan data dengan cara studi
kepustakaan, yaitu mempelajari dan menganalisis secara sistematis digunakan
buku-buku, surat kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan perudangundangan dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas
dalam skripsi ini.27 Mengingat bahwa jumlah materi kepustakaan yang berkaitan
dengan judul yang diangkat dalam penulisan skripsi ini lumayan sedikit, maka
penulisan skripsi ini lebih banyak menggunakan media elektronik.
4.

Analisis data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif

28

, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya

dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas
dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif
dilakukan guna mendapatkan data yang deskriptif, yaitu data-data yang akan
diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

26

Ibid.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 24.
28
Ibid., hlm. 250.

27

Universitas Sumatera Utara

17

G. Sistematika Penulisan

Secara garis besar dalam penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab dan
masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab sesuai dengan kebutuhannya.
Adapun gambaran dari isi atau sistematika dari skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab I (Pendahuluan) merupakan bab yang memuat tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II (Cidera janji / wanprestasi dalam hukum di Indonesia) yang
merupakan bab

membahas tentang cidera janji (wanprestasi) dalam hukum

perjanjian di Indonesia, pengertian dan bagaimana terjadinya cidera janji
(wanprestasi), bentuk-bentuk cidera janji (wanprestasi) dan pelaksanaan prestasi,
serta akibat hukum apabila terjadinya cidera janji (wanprestasi).
Bab III (Kedudukan asas keadaan sulit / hardship berdasarkan hukum)
yang menjelaskan perkembangan keadaan sulit (hardship) kedalam berbagai
hukum positif di dunia, prasyarat terjadinya keadaan sulit (hardship) dalam
kontrak bisnis, dan akibat hukum terjadinya keadaan sulit (hardship).
Bab IV (Penyelesaian sengketa dalam hal terjadi keadaan sulit / hardship
dalam suatu kontrak bisnis) adalah bab yang merupakan inti dari pembahasan
skripsi ini yaitu penyelesaian sengketa wanprestasi pada umumnya baik melalui
lembaga litigasi maupun non-litigasi, serta penyelesaian sengketa kontrak akibat
adanya keadaan sulit (hardship) baik melalui proses litigasi maupun non-litigasi,
dan penerapan alasan keadaan sulit (hardship) dalam pengadilan.

Universitas Sumatera Utara

18

Bab V (Kesimpulan dan saran) merupakan bab kesimpulan sekaligus
menjadi bab terakhir dari skripsi ini yang berisikan kesimpulan dan saran.

Universitas Sumatera Utara