PEMBUBARAN DAERAH LUWU DAN PEMBENTUKAN DAERAH TANA TORAJA DAN DAERAH LUWU

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1957
TENTANG
PEMBUBARAN DAERAH LUWU DAN PEMBENTUKAN
DAERAH TANA TORAJA DAN DAERAH LUWU

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berhubung dengan perkembangan ketatanegaraan dan untuk
memenuhi keinginan rakyat Makale-Rantepao serta melanjutkan
jalanya

pemerintahan

daerah,

bertalian


dengan

usaha-usaha

Pemerintah untuk mengembalikan keamanan di Sulaweai Selatan,
dipandang perlu sambil menunggu berlakunya undang-undang tentang
pokok-pokok pemerintahan daerah yang berlaku untuk seluruh
Indonesia, membubarkan Daerah Luwu dan membentuk daerah-daerah
otonom Tana Toraja dan Luwu sebagai dimaksud dalam Undangundang N.I.T. No. 44 tahun 1950;
b. bahwa berhubung dengan keadaan yang mendesak peng aturan
pembentukan daerah-daerah dimaksud perlu dilaksanakan dengan
Undang-undang Darurat;
Mengingat

: a. Pasal-pasal 96, 131 .jo. 132 dan 142 Undang-Undang Dasar
Sementara;
b. Undang-Undang N.I.T. No. 44 tahun 1950;

mendengar Dewan Menteri dalam rapatnya ke 51 tanggal 2 Januari 1957;


MEMUTUSKAN:…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

2

-

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG

DARURAT

TENTANG


PEMBUBARAN

DAERAH LUWU DAN PEMBENTUKAN DAERAH TANA TORAJA
DAN DAERAH LUWU.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Swapraja Tana Toraja dimaksud dalam Staatsblad 1946 No. 105 dan
Swapraja Luwu yang berturut-turut meliputi 1. onderafdeling MakaloRantopao dan 2. onderafdeling-onderafdeling Palopo, Masamba dan
Malili dimaksud dalam Bitblad 1940 Nomor 14377 masing-masing
dibentuk sebagai Daerah yang dimaksud dalam Undang-undang N.I.T.
No. 44 tahun 1950 dengan nama seperti berikut:
1.

Daerah Tana Toraja dan

2.


Daerah Luwu.

Daerah Tana Toraja dan Daerah Luwu mempunyai tingkatan yang sama
dengan Kabupaten dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No.22 tahun 1948.

Pasal 2

(1)

Daerah

Luwu

yang

telah

dibentuk


berdasarkan

Peraturan

Pemerintah No. 34 tahun 1952 (L.N. No. 48 tahun 1952) sejak
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1953
(Lembaran Negara Nomor 2 tahun 1953) dibubarkan.
(2)

Ketentuan-...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

(2)

3


-

Ketentuan-ketentuan dalam "Zolfbestuursregelen 1938 dimaksud
dalam Keputusan Gubernur-Jenderal Hindia Belanda dahulu
tertanggal 14 September 1938 No. 29, Staatsblad 1938 No. 529
tidak berlaku lagi bagi Daerah Tana Toraja dan Daerah Luwu.

Pasal 3

(1)

Pemerintah Daerah Tana Toraja berkedudukan di Makalo dan
pemerintahan Daerah Luwu di Palopo.

(2)

Jika perkembangan keadaan di daerah menghendakinya, maka
tempat kedudukan pemerintah Daerah tersebut dalam ayat (1) di
atas atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan,
setelah mendapat pertimbangan Gubernur Sulawesi , dengan

keputusan Menteri Dalam Negeri dapat dipindahkan ke satu tempat
lain dalam lingkungan Daerah yang bersangkutan.

(3)

Dalam keadaan luar biasa tempat kedudukan pemerintah Daerah
seperti tersebut dalam ayat (1) di atas sementara waktu oleh
Gubernur Sulawesi dapat dipindahkan kelain tempat.

Pasal 4

Dalam ketentuan-ketentuan yang berikutnya, jika tidak diterangkan yang
berlainan , maka perkataan "Daerah" harus diartikan Daerah Tana Toraja
atau Daerah Luwu.

Pasal 5

(1)

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terdiri dari 20 (duapuluh) orang

anggota.
(2)

Jumlah...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

(2)

4

-

Jumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah terkecuali anggota
Kepala Daerah adalah sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.

Pasal 6


Dewan Pemerintah Daerah mewakili daerahnya di dalam dan di luar
pengadilan.

BAB II
TENTANG URUSAN RUMAH-TANGGA DAN
KEWAJIBAN DAERAH

BAGIAN I
URUSAN TATA-USAHA DAERAH

Pasal 7

Daerah dengan mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan
menyelenggarakan segala sesuatu yang perlu untuk menjalankan
kewenangan, hak, tugas dan kewajibannya antara lain:
a.

menyusun

dan


menyelenggarakan

sekretariat

Daerah

serta

pembagiannya menurut yang diperlukan.
b.

menyelenggarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
urusan-urusan kepegawaian, perpendaharaan, pemeliharaan harta
dan miliknya serta lain-lain hal untuk kelancaran pekerjaan
pemerintahan Daerah.

BAGIAN II…

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA
-

5

-

BAGIAN II
URUSAN KESEHATAN
I.
TENTANG PEMULIHAN KESEHATAN ORANG SAKIT

Pasal 8

(1)

Daerah mendirikan dan menyelenggarakan rumah sakit umum dan
balai pengobatan umum untuk kepentingan kesehatan dalam
lingkungan daerahnya.

(2)

Rumah sakit umum dan balai pengobatan umum yang dimaksud
dalam ayat (1) dipergunakan untuk pengobatan dan perawatan
orang sakit terutama yang kurang mampu dan yang tidak mampu.

(3)

Daerah dapat mendirikan dan menyelenggarakan rumah sakit dan
balai pengobatan khusus.

Pasal 9

(1)

Rumah sakit dan balai pengobatan yang dimaksud dalam Pasal 8
diwajibkan memberi pertolongan kedokteran dan kebidanan kepada
orang-orang sakit yang menurut syarat ditentukan dalam Peraturan
Pemerintah

dan

peraturan-peraturan

lain,

berhak menerima

pertolongan tersebut dengan percuma kecuali di tempat-tempat yang
tertentu di mana oleh Pemerintah Pusat diberikan pertolongan yang
dimaksud.
(2)

Pemerintah Pusat tidak memberikan pengganti kerugian kepada
Daerah untuk pertolongan yang diberikan oleh rumah sakit dan
balai pengobatan menurut ayat (1) pasal ini.

(3)

Untuk...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

(3)

6

-

Untuk pertolongan klinik yang diberikan kepada anggota-anggota
angkatan perang yang tidak dapat dirawat di rumah sakit tentara
atau kepada orang-orang hukuman, Kementerian Pertahanan atau
Kementerian Kehakiman membayar pengganti kerugian untuk
pertolongan menurut tarip yang berlaku di rumah sakit Daerah.

Pasal 10

Untuk kepentingan urusan kesehatan di dalam Daerahnya, Dewan
Pemerintah Daerah dengan persetujuan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
Sulawesi membeli obat-obat dan alat-alat kedokteran yang diperlukan,
terutama dari persediaan Pemerintah Pusat.

II. TENTANG PENCEGAHAN PENYAKIT

Pasal 11

Daerah

menyelenggarakan

dan

mengurus

pengeringan

tanah,

pengusahaan, air minum, pembuangan kotoran dan lain-lain yang
bersangkutan dengan pencegahan penyakit lingkungan Daerahnya.

Pasal 12

Daerah menyelenggarakan pendidikan rakyat dalam pengetahuan
kesehatan di dalam lingkungan daerahnya, kecuali di tempat-tempat yang
oleh Menteri Kesehatan dijadikan daerah percobaan dan percontohan.

Pasal 13…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

7

-

Pasal 13

Daerah

berusaha

mengadakan

anjuran-anjuran

dan

penerangan-

penerangan menuju kearah perbaikan kesehatan dan perumahan rakyat.

Pasal 14

Dewan Pemerintah Daerah menyelenggarakan usaha pemberantasan dan
pencegahan penyakit rakyat yang ditugaskan kepadanya oleh Menteri
Kesehatan atau instansi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 15

Daerah menyelenggarakan penyelidikan atau pemeriksaan tentang
kesehatan rakyat, termasuk juga pekerjaan mengadakan dan memelihara
statistik mengenai kesehatan rakyat.

TENTANG HAL-HAL LAIN

Pasal 16

(1)

Jika disesuatu tempat atau daerah lain timbul bencana atau, penyakit
menular atau penyakit rakyat yang membahayakan, Menteri
Kesehatan dapat meminta kepada Pemimpin Dinas Kesehatan
Daerah agar pegawai-pegawai yang dibutuhkan diperintahkan guna
membantu pekerjaan di tempat atau daerah di mana peristiwa
dimaksud itu terjadi.

(2)

Biaya guna keperluan tersebut dalam ayat (1) menjadi beban
Kementerian Kesehatan.

Bagian…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

8

-

Bagian III
Urusan Pekerjaan Umum
I
Tentang urusan jalan-jalan, bangunan-bangunan, gedung-gedung
dan lain-lain pekerjaan umum yang bersifat setempat

Pasal 17
Daerah:
a.

membikin, memperbaiki, memelihara dan menguasai jalan-jalan
umum beserta bangunan-bangunan turutannya, dan segala sesuatu
yang perlu untuk keselamatan lalu-lintas di atas jalan-jalan tersebut
dan lain-lain sebagainya;

b.

membikin, memperbaiki, memelihara dan menguasai bangunanbangunan penyehatan, seperti pembuluh air minum, pembuluh
pembilas dan lain-lain sebagainya di dalam Daerahnya;

c.

membikin, membeli, menyewa, memperbaiki, memelihara dan
menguasai gedung-gedung untuk keperluan urusan yang termasuk
rumah-tangganya;

d.

mengatur dan mengawasi pembangunan, pembongkaran, perbaikan
dan perluasan rumah, gedung bangunan dan lain-lain sebagainya
yang didirikan di tempat-tempat tertentu atau di tepi jalan-jalan
umum Daerah yang ditunjuk oleh Dewan Pemerintah Daerah;

e.

mengurus dan mengatur hal-hal lain sebagai berikut:
1. lapangan-lapangan dan taman-taman umum;
2. tempat-tempat pemandian umum;
3. rumah penginapan;
4. tempat perhentian mobil-mobil dan lain-lain kendaraan;
5. pasar-pasar dan los-los pasar;
6. penerangan…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

9

-

6. penerangan jalan-jalan;
7. pencegahan bahaya kebakaran;
8. pembersihan kota;
9. lain-lain pekerjaan untuk umum yang bersifat setempat;
f.

menjalankan peraturan perumahan penduduk.

II
Ketentuan-ketentuan lain

Pasal 18

Ketentuan yang dimaksud dalam Pasal 17 tidak mengurangi hak Menteri
Pekerjaan Umum dan Tenaga untuk mengadakan pengawasan serta
merancangkan

dan

menyelenggarakan

pekerjaan-pekerjaan

dalam

lingkungan Daerah guna kemakmuran umum, tentang hal mana Menteri
tersebut dapat mengadakan peraturan-peraturannya.

Pasal 19

(1)

Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mengadakan
pekerjaan membangun, memperbaiki atau memperluas pekerjaanpekerjaan yang menurut ketentuan Pasal 17 termasuk urusan rumah
tangga Daerah yang biayanya melebihi jumlah yang akan ditentukan
oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga tidak boleh dijalankan
sebelum proyek-proyek yang bersangkutan disetujui oleh Menteri
tersebut.

(2)

Dalam...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

(2)

10

-

Dalam hal-hal istimewa Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga
dengan mengingat ketentuan Pasal 18 dapat memutuskan untuk
menahan pekerjaan-pekerjaan Daerah termaksud dalam Pasal 17,
supaya dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.

(3)

Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga termaksud dalam
ayat (2) memuat alasan-alasan tentang penahanan Keputusan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pasal 20

Dalam melaksanakan hal-hal yang termasuk urusan

rumah-tangga

Daerah. Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga tiap-tiap tahun dapat
memberi sokongan sebesar jumlah yang ditetapkan oleh Menteri
(Kementerian) tersebut.

Pasal 21

(1)

Jika dalam suatu daerah lain terjadi bencana alam, Menteri
Pekerjaan Umum dan tenaga dapat meminta kepada Kepala Dinas
Pekerjaan Umum Daerah agar pegawai-pegawai yang dibutuhkan
diperintahkan guna membantu daerah yang terancam.

(2)

Biaya untuk tindakan termaksud dalam ayat (1) ditanggung oleh
Kementerian Pekerjaan umum dan Tenaga dengan

tidak

mengurangi haknya untuk meminta kembali biaya itu dari Daerah
yang menerima bantuan tersebut.

Bagian IV…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

11

-

Bagian IV
Urusan Pertanian

Pasal 22

Pemerintah Daerah menjalankan urusan pertanian sebagai berikut:
1.

mengadakan, mengurus dan memelihara balai-balai benih (padi,
polowijo) dan menyiarkan bibit-bibit yang terpilih;

2.

mengadakan, mengurus dan memelihara kebun buah-buahan, kebun
tanaman perdagangan dan sayuran untuk membikin dan menyiarkan
bibit-bibit yang terpilih;

3.

mengadakan seteleng percobaan (demonstrasi) pertanian dan
perkebunan;

4.

mengadakan bibit-bibit, alat-alat pertanian, rabuk dan sebagainya;

5.

mengadakan kursus-kursus tani;

6.

mengadakan pemberantasan hama, penyakit tanaman dan gangguan
binatang.

satu dan lainnya dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk dari
Kementerian yang bersangkutan.

Bagian V…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

12

-

Bagian V
Urusan Kehutanan

Pasal 23

Pemerintah Daerah menjalankan urusan kehutanan sebagai berikut:
1.

mengatur pengambilan kayu dan hasil-hasil hutan.

2.

menjalankan penunjukan hutan larangan dan lapangan hutan
larangan;

3.

mengadakan pembatalan seluruhnya atau sebagian dari penunjukan
hutan/lapangan termaksud sub 2 di atas;

4.

mengadakan pengawasan dan mengurus hutan dan lapangan hutan
dalam lingkungan daerah dan yang bukan kepunyaan fihak ketiga
dan tidak atau belum diperlukan untuk pertanian;

5.

mengambil keputusan dalam hal menetapkan apakah sesuatu hutan
dan/atau lapangan hutan diperlukan atau tidak (belum) untuk
pertanian;

6.

menjalankan peraturan-peraturan lain mengenai urusan kehutanan;

7.

mengurus penanaman dan pemeliharaan hutan serta penjagaan
khalikah;

8.

menjalankan peraturan-peraturan tentang pengawasan atas alam
lindungan (natuurmonumenten) dan atas daerah marga satwa
lindungan (wildreservaten);

satu dan lainnya dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk dari
Kementerian yang bersangkutan.

Bagian VI…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

13

-

Bagian VI
Urusan Kehewanan
Tentang kewajiban yang bersangkutan
dengan Urusan Kehewanan

Pasal 24

Pemerintah Daerah:

1.

menjalankan pemberantasan pencegahan penyakit hewan menular;

2.

menjalakan pemberantasan penyakit hewan yang tidak menular;

3.

menjalankan "veterinare hygiene";

4.

menjalankan peternakan dengan jalan:
a. mengusahakan kemajuan mutu dan jumlah yang telah tercapai
(pemeriksaan

pemotongan

hewan

betina,

pengebirian,

pengawasan perdangangan hewan dalam daerah dan seteleng
hewan);
b. memperbaiki pemeliharaan dan pemakaian ternak;
c. menjalankan pemberantasan potongan gelap;
d. menjalankan peraturan anjing gila;
satu dan lainnya dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk dari
Kementerian yang bersangkutan.

Bagian VII…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

14

-

Bagian VII
Urusan Perikanan

Pasal 25

(1)

Daerah mengadakan dan memajukan pemeliharaan ikan air-tawar,
menentukan tempat-tempat pelelangan ikan air tawar dan laut dan
mengatur, mengawasi penyelenggaraan pelelangan tersebut dengan
mengindahkan petunjuk-petunjuk Menteri Pertanian.

(2)

Apabila dalam lingkungan Daerah terdapat organisasi nelayan yang
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Dewan Pemerintah
Daerah, maka Dewan Pemerintah Daerah memberi ijin kepada
organisasi tersebut untuk menyelenggarakan pelelangan ikan
menurut syarat-syarat yang tertentu yang ditetapkan dalam surat
ijin.

(3)

Bea setinggi-tinggi yang dipungut untuk Kas Daerah tidak boleh
melebihi jumlah persentase yang ditetapkan Menteri Pertanian.

(4)

Pemerintah

Daerah

menjalankan peraturan-peraturan

tentang

mencari tiram, mutiara tripang, bunga karang dan hasil-hasil laut
lainnya.

Bagian VIII
Usaha pendidikan, pengajaran dan Kebudayaan

Pasal 26

(1)

Kepala Daerah diserahkan kewenangan, hak tugas dan kewajiban
untuk:

a. mendirikan...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

15

-

a. mendirikan dan menyelenggarakan kursus-kursus pemberantasan
buta huruf (P B H) dan memberi subsidi kepada kursus-kursus
semacam itu yang diselenggarakan oleh usaha partikelir;
b. mendirikan dan menjalankan kursus-kursus pengetahuan umum
(KPU.) tingkat A dan memberi subsidi kepada kursus-kursus
semacam itu yang diselenggarakan oleh usaha partikelir;
c. mendirikan dan menyelenggarakan perpustakaan rakyat tingkat A
dan

memberi

subsidi

kepada

perpustakaan-perpustakaan

semacam itu yang diselenggarakan oleh usaha partikelir;
d. memimpin dan memajukan kesenian Daerah;
e. mendirikan, menyelenggarakan dan menganjurkan didirikannya
kursus-kursus vak yang sesuai dengan keperluan Daerah;
f. mendirikan dan menyelenggarakan sekolah Rakyat.
(2)

Yang dimaksudkan dengan Sekolah Rakyat pada ayat (1) sub f di
atas, ialah sekolah yang memberikan pelajaran rendah yang tersebut
dalam Undang-Undang Republik Indonesia (Yogyakarta) No. 4
tahun 1950 jo. Undang-Undang No. 12 tahun 1954, termasuk
Sekolah Rakyat Peralihan, yaitu Sekolah Rakyat untuk Warga
Negara Indonesia keturunan bangsa Asing, di Sekolah Rakyat biasa
dilakukan oleh atau menurut petunjuk-petunjuk Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.

Pasal 27

(1)

Urusan-urusan:
a. pengawasan dan pimpinan teknis mengenai isi urusan yang
dimaksud dalam Pasal 26 di atas.
b. penetapan dan perubahan rencana mengenai isi urusan-urusan
yang dimaksud di atas.
c. penetapan...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

16

-

c. penetapan kitab-kitab yang dipakai,
d. penetapan liburan,
e. penyelenggaraan Sekolah Rakyat latihan, Sekolah Rakyat
percobaan, Sekolah Rakyat konkordan, yaitu sekolah untuk
bangsa Belanda bukan Warga Negara Indonesia, yang sistemnya
menyerupai sistem di negeri Belanda, dan sekolah rakyat lainnya
yang sifatnya menyimpang dari biasa menurut ketetapan Menteri
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.
dikecualikan dari urusan kewajiban Daerah termasuk dalam Pasal
26 di atas.
(2)

Urusan dan kewajiban yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan.

Bagian IX
Urusan Sosial

Pasal 28

Daerah dengan mengingat peraturan dan petunjuk dari Pemerintah Pusat:
a.

memberi pertolongan kepada orang-orang fakir miskin,

b.

menyelenggarakan pemeliharaan anak-anak yatim piatu,

c.

memberi pertolongan kepada orang-orang terlantar,

d.

memberi bantuan kepada perkumpulan-perkumpulan dan usaha
sosial.

Bagian X…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

17

-

Bagian X
Urusan dan kewajiban lain-lain
I
Tentang urusan penguburan mayat

Pasal 29

Daerah mendirikan dan menyelenggarakan tempat-tempat kuburan
umum, berserta mengadakan peraturan-peraturan tentang penanaman
mayat dan lain-lain hal yang bersangkutan dengan itu.

Pasal 30

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berhak mengatur hal-ikhwal
mendirikan kuburan partikelir.

II
Tentang kewajiban yang bersangkutan dengan
"Hinderordonnantie"

Pasal 31

Pemerintah Daerah menjalankan kewenangan, hak, tugas dan kewajiban
termaksud dalam "Hinderordonnantie" (Staatblad 1926 No. 226, sejak
telah diubah dan ditambah) yang ditugaskan kepada pemerintah daerah
otonom setingkat dengan Kabutapaten.

III…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

18

-

III
Tentang lalu-lintas jalan

Pasal 32

Pemerintah Daerah diwajibkan menjalankan kewenangan, hak, tugas dan
kewajiban mengenai urusan lalu-lintas jalan yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan

yang

"Wegverkeersordonnantie"

telah

(Staatsblad

ditetapkan
1933

No.

dalam
66)

dan

"Wegverkeersverordening" (Staatsblad 1936 No. 451) sejak telah diubah
dan ditambah, yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah otonom
setingkat dengan Kabupaten.

IV
Tentang kewajiban Yang bersangkutan
dengan peraturan pembikinan dan
penjualan es dan barang-barang cair
yang mengandung koolzuur

Pasal 33

Pemerintah Daerah menjalankan kewenangan, hak, tugas dan kewajiban
"Nieuw Reglement op het makon en verkri jgbhar stellen van i js en
koolzuurhoudende wateren "(Staatsblad 1922 NO. 678, sejak telah
beberapa kali diubah dan ditambah) kini telah dijalankan oleh
Kabupaten-otonom.

V…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

19

-

V
Tentang Urusan Legalisasi

Pasal 34

Pemerintah daerah menjalankan peraturan-peraturan mengenai urusan
legalisasi.

VI
Tentang pencatatan penduduk

Pasal 35

Pemerintah Daerah menjalankan pekerjaan pencatatan penduduk menurut
peraturan yang bersangkutan.

Bagian XI
Ketentuan lain-lain

Pasl 36

(1)

Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam Bab II kini,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berhak pula mengatur dan
mengurus hal-hal yang termasuk kepentingan daerahnya, yang tidak
diatur dan diurus Pemerintah Pusat kecuali apabila kemudian oleh
peraturan perundangan lain diadakan ketentuan lain.

(2)

Dalam menyelenggarakan hal-hal termaksud dalam ayat (1) pasal
ini, Daerah mengikuti perunjuk-petunjuk yang dapat diberikan oleh
Pemerintah Pusat atau instansi yang ditunjuk olehnya.

Pasal 37…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

20

-

Pasal 37

Tiap-tiap waktu dengan mengingat keadaan, hak-hak dan kewajibankewajiban tersebut dalam Bagian I s/d XI Bab II ini, dapat ditambah
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38

Selain daripada hal-hal yang ditentukan dalam Bab II ini, maka
Pemerintah Daerah diwajibkan menjalankan kewenangan, hak, tugas dan
kewajiban yang menurut ketentuan-ketentuan dalam peraturan lama
dijalankan oleh daerah-daerah, sepanjang peraturan-peraturan lama itu
masih berlaku, kecuali apabila kemudian oleh Pemerintah Pusat diadakan
ketentuan lain.

BAB III
TENTANG PEGAWAI

Pasal 39

(1)

Dengan

tidak mengurangi hak

Daerah

untuk mengangkat

pegawainya maka untuk menyelenggarakan hal-hal yang termasuk
urusan rumah-tangga dan Kewajiban Daerah, dengan keputusan
Menteri yang bersangkutan dapat :
a. diserahkan pegawai Negara untuk diangkat menjadi pegawai
Daerah;
b. dipergunakan pegawai Negara untuk dipekerjakan kepada
Daerah.

(2)

Dengan...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

(2)

21

-

Dengan Peraturan Pemerintah atau dengan peraturan Menteri yang
bersangkutan

dapat

diadakan

ketentuan-ketentuan

tantang

kedudukan pegawai Negara yang diangkat menjadi pegawai Daerah
atau diperbantukan kepada Daerah dengan tidak mengurangi
peraturan-peraturan tentang pegawai Negara yang ada.
(3)

Penempatan dan pemindahan pegawai yang diperbantukan kepada
Daerah yang dilakukan dalam lingkungannya, diselenggarakan oleh
Dewan Pemerintah Daerah dengan memberitahukan hal itu kepada
Kementerian yang bersangkutan, melalui Gubernur Sulawesi.

(4)

Pemindahan pegawai yang diperbantukan kepada Daerah ke daerah
lain diselenggarakan oleh Kementerian yang bersangkutan setelah
mendengar

pertimbangan

Dewan

Pemerintah

Daerah

yang

bersangkutan.
(5)

Penetapan dan kenaikan pangkat dan gaji dari pegawai yang
diperbantukan menurut ayat (1) sub b pasal ini, deselenggarakan
oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan, dengan tidak
mengurangi ketentuan-ketentuan dalam peraturan-peraturan yang
berlaku bagi pegawai Negara mengenai hal tersebut.

BAB IV
PERATURAN PERALIHAN

Pasal 40

(1)

Apabila sesudah mulai berlakunya Undang-Undang Darurat ini
dalam waktu yang singkat penyususnan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah D P R D. yang berlaku untuk seluruh Indonesia, maka untuk
secepat-cepatnya

dapat

mengatasi

kekosongan

pemerintahan

Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang pertama dibentuk
menurut Undang-undang No. 14 tahun 1956).
(2)

Menanti...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

(2)

22

-

Menanti tersusunnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dimaksud
di atas, maka untuk sementara waktu segala tugas-kewajiban
pemerintah Daerah dijalankan menurut Undang-undang No. 10
tahun 1956.

Pasal 41

Urusan-urusan Swapraja Tana Toraja dan Swapraja Luwu yang masih
dijalankan oleh Swapraja-swapraja tersebut dan yang sesudah mulai
berlakunya Undang-undang Darurat ini tidak lagi termasuk urusan rumah
tangga dan kewajiban Daerah Tana Toraja dan Daerah Luwu dan tidak
telah dijalankan oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat, untuk sementara
waktu sampai diadakan ketentuan lain, dijalankan terus oleh pemerintah
Daerah masing-masing yang bersangkutan.

Pasal 42

Kepala Daerah Luwu yang pertama pada waktu mulai berlakunya
Undang-undang Darurat ini diangkat oleh Menteri Dalam Negeri.

Pasal 43

(1)

Pegawai-pegawai swapraja-swapraja Tana Toraja dan Luwu yang
hingga pada waktu mulai berlakunya Undang-undang Darurat ini
masih menjalankan tugas pemerintahan di dalam wilayah Swaprajaswapraja tersebut dan tidak telah diangkat menjadi pegawai Negeri,
menjadi pegawai Daerah masing-masing yang bersangkutan.

(2)

Pegawai-...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

(2)

23

-

Pegawai-pegawai Swapraja Tana Toraja dan Luwu yang telah
diangkat menjadi pegawai Daerah Luwu yang dibubarkan ini atau
yang diperbantukan kepadanya, pada waktu mulai berlakunya
Undang-undang Darurat ini untuk sementara waktu menjadi
pegawai Daerah

yang

bersangkutan

di mana mereka itu

berkedudukan, sampai diadakan ketentuan-ketentuan yang tertentu
mengenai statusnya.
(3)

Pegawai-pegawai bekas Daerah Luwu tidak termasuk pegawaipegawai dimaksud dalam ayat (2) di atas, sesudah mulai berlakunya
Undang-undang Darurat ini menjadi pegawai Daerah yang
bersangkutan, dimana mereka itu berkedudukan. Kesulitankesulitan yang timbul mengenai penyelesaian pembagian pegawai
ini diputus oleh Gubernur Sulawesi.

(4)

Sesudah mulai berlakunya Undang-undang Darurat ini gaji
pegawai-pegawai dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) pasal ini
beserta segala penghasilan-penghasilannya lain yang sah dibayar
oleh masing-masing pemerintah Daerah yang bersangkutan.

(5)

Pegawai-pegawai Negara yang diperbantukan kepada Daerah Luwu
dahulu, sesudah mulai berlakunya Undang-undang Darurat ini
diperbantukan kepada Daerah yang bersangkutan.

(6)

Kesulitan-kesulitan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan
ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, mengenai ayat (1), (2) dan (4)
diputus oleh Menteri Dalam Negeri dan mengenai ayat (5) oleh
Menteri yang bersangkutan.

Pasal 44…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

24

-

Pasal 44

(1)

Barang-barang milik bekas Daerah Luwu yang dibutuhkan oleh
Daerah yang bersangkutan untuk melaksankan tugas kewajibannya,
bagitu pula segala penghasilan dan beban-beban serta hak-hak dan
kewajiban bekas Daerah Luwu itu diserahkan kepada Pemerintah
Daerah yang bersangkutan dan karenanya dalam hal ini untuk
selanjutnya Pemerintah Daerah masing-masing wajib dan harus
membayar segala tagihan-tagihan yang oleh pemerintah Daerah
Luwu dahulu belum dapat dilunasi.

(2)

Barang-barang bergerak milik bekas Daerah Luwu termasuk
barang-barang inventaris yang dibutuhkan oleh pemerintah Daerah
diserahkan kepada pemerintah Daerah yang bersangkutan.

(3)

Gubernur Sulawesi diberi tugas untuk menentukan ketentuanketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) dan (2) di atas.

(4)

Kesulitan-kesulitan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan
ketentuan-ketentuan dimaksud dalam pasal ini oleh Menteri Dalam
Negeri.

Pasal 45

(1)

Peraturan-peraturan "Reglementen en keuren van politie", begitu
pula peraturan-peraturan Swapraja Tana Toraja dan Swapraja Luwu
yang masih berlaku, sepanjang peraturan-peraturan dimaksud
mengatur hal-hal yang menurut ketentuan-ketentuan dalam Undangundang Darurat ini termasuk urusan rumah tangga dan kewajiban
Daerah, sesudah mulai berlaku undang-undang Darurat ini berlaku
terus dalam daerah hukumnya semula Sebagai peraturan Daerah
yang bersangkutan dan dapat diubah, ditambah atau dicabut oleh
pemerintah Daerah.
(2)

Peraturan-...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

(2)

25

-

Peraturan-peraturan Swapraja-swapraja Tana Toraja dan Luwu yang
menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang darurat ini
tidak termasuk urusan rumah tangga dan kewajiban Daerah,
sesudah mulai berlakunya Undang-undang ini berlaku terus sebagai
peraturan-peraturan tersebut adalah bertentangan dengan peraturanperaturan Pemerintah Pusat.

(3)

Peraturan-peraturan dari bekas daerah Luwu sesudah mulai
berlakunya Undang-undang Darurat ini berlaku terus sebagai
peraturan Daerah yang bersangkutan dan dapat diubah,ditambah
atau dicabut oleh pemerintah Daerah.

(4)

Keputusan-keputusan lain beserta peraturan-peraturan tata usaha
bekas pemerintah Daerah Luwu, pada waktu mulai berlakunya
Undang-undang Darurat ini dijadikan terus oleh pemerintah Daerah
yang bersangkutan hingga keputusan dan peraturan itu diubah,
ditambah atau dicabut oleh pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Pasal 46

Pelaksanaan hak-hak dan kewajiban Pemerintah Pusat dimaksud dalam
Undang-undang N I T. tahun 1950 termaktup dalam pasal-pasal 6 ayat
(3), 7 ayat (2), 21 ayat (2), 23 ayat (2) dan (3), 25 ayat (2), 26, 28, 30 ayat
(2) dan (3), 31 ayat (1), 32 ayat (1) diserahkan kepada Gubernur Sulawesi
sampai diadakan ketentuan lain.

Pasal 47…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

26

-

Pasal 47

Akibat-akibat keuangan yang timbul karena pembubaran Daerah Luwu
dan pembentukan Daerah Tana Toraja dan Luwu dimaksud dalam
Undang-undang Darurat ini deselesaikan oleh Menteri Dalam Negeri.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 48

Undang-undang Darurat ini dinamakan "Undang-undang Darurat tentang
pembubaran Daerah Luwu dan pembentukan Daerah Tana Toraja dan
Daerah Luwu

Pasal 49

Undang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar...

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

27

-

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-undang Darurat ini dengan penempatan dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 16 Januari 1957.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
SUKARNO

MENTERI DALAM NEGERI
ttd
SUNARJO

Diundangkan Di Jakarta
pada tanggal 17 Januari 1957.
MENTERI KEHAKIMAN a.i.
ttd
SUNARJO

LEMBARAN NEGARA NOMOR 3 TAHUN 1957

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 3 TAHUN 1957
TENTANG
PEMBUBARAN DAERAH LUWU DAN PEMBENTUKAN
DAERAH TANA TORAJA DAN DAERAH LUWU.

I. Umum.

1.

Dimasa pemerintahan N.I.T. dahulu di wilayah bekas residensi Sulawesi Selatan
terbentuk "Daerah Gabungan Sulawesi Selatan" yaitu suatu ikatan federasi yang
termasuk antara lain Swapraja-swapraja sejati Luwu dan Tana Toraja.
Dengan berlakunya U.U. Pokok pemerintahan daerah N.I.T. tahun 1950 No.44,
Daerah Gabungan tersebut diakui statusnya sebagai suatu "Daerah" yang berhak
mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri.

2.

Kemudian sesudah berdirinya Negara Kesatuan R.I. maka untuk memenuhi
keinginan rakyat didaerah-daerah yang bersangkutan yang masing-masing
menghendaki, supaya mereka diberi hak untuk mengatur dan mengurus sendiri halhal yang termasuk urusan daerahnya serta untuk memperbaiki susunan alat-alat
pemerintahan dan melancarkan jalannya pemerintahan diseluruh Sulawesi Selatan,
yang dewasa itu masih mengalami kekalutan dan pertentangan politik, maka
Pemerintah dengan menetapkan P.P. No. 34 tahun 1952 (Lembaran Negara tahun
1952 No.48) telah mengambil tindakan-tindakan sementara yang dimaksudkan
untuk secepat-cepatnya dapat mengatasi kesukaran-kesukaran di Sulawesi itu.
Dengan P.P. tersebut Daerah Gabungan Sulawesi Selatan telah dibubarkan dan
sebagai gantinya telah dibentuk 7 buah "daerah" baru, diantaranya Daerah Luwu,
yang wilayahnya meliputi Swapraja Luwu dan Swapraja Tana Toraja.

Bahwa…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

2

-

Bahwa tindakan-tindakan yang dijalankan oleh Pemerintah Pusat itu tidak
sepenuhnya akan dapat memenuhi keinginan rakyat dalam daerah-daerah itu sudah
dapat diduga semula, akan tetapi mengingat kepentingan Negara serta keadaan
dewasa itu, maka Pemerintah menganggap perlu sementara dibentuk ketujuh buah
daerah tersebut dengan maksud, menaati perkembangan politik lebih lanjut akan
mempertimbangkan kembali pembentukan Daerah-daerah baru itu sesuai dengan
keinginan penduduk daerah yang sewajarnya.
3.

Kenyataan hingga kini pemerintah Daerah tidak dapat menjalankan tugas
kewajibannya dengan lancar dan semestinya sebagaimana terbukti dengan keadaan
D.P.R.D. dan D.P.D. Luwu yang telah sekian lama dalam keadaan lumpuh,
sehingga perseorangan oleh Kepala Daerah Luwu.

4.

Latar belakang dari kelumpuhan Pemerintah Daerah Luwu dalam menjalankan
tugas kewajibannya terletak pada pertentangan-pertentangan kepentingan antara
Swapraja Luwu dan Swapraja Tana Toraja yang telah tergabung dalam Daerah
Luwu, pertentangan-pertentangan mana berakar pada perbedaan-perbedaan yang
hidup dalam tubuh masyarakat Swapraja tana Toraja dilain pihak.

5.

Swapraja Luwu menurut sejarah dan tradisi dikepalai oleh seorang raja (Datu) dari
keturunan Swapraja dengan penduduknya yang pada umumnya beragama Islam,
mempunyai kebudayaan (bahasa, kesenian) dan adat-istiadat yang berlainan
dengan Swapraja Tana Toraja, dimana penduduknya pada umumnya menganut
kepercayaan lain dari agama Islam (Kristen, halaik).

6.

Dimasa penjajahan sejak tahun 1905 sampai 1946 Tana Toraja yang terdiri dari
puluhan persekutuan-persekutuan rakyat (distrik/desa) telah ditaklukan oleh
Pemerintah Hindia-Belanda dimasukkan dibawah kekuasaan Datu Luwu dan
secara administratip sebagai Onderafdeling Makale Rantepao, masuk dalam
kesatuan Afdeling Luwu, yang melingkungi seluruh Swapraja Luwu. Jelaslah
kiranya, bahwa Tana Toraja tidak pernah mengenal seorang Raja sendiri yang
sejak semula menguasai dan memerintah Tana Toraja.

7.

Perbedaan-…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

7.

3

-

Perbedaan-perbedaan yang nyata dilapangan kebudayaan, adat lembaga dan
sejarah perkembangan dari Swapraja Luwu dan Tana Toraja mengakibatkan ikatan
Swapraja Luwu yang dipaksakan oleh Pemerintah Hindia sejak 1905 mengandung
unsur-unsur pertentangan sehingga tidak merupakan suatu ikatan yang organis.

8.

Sehabisnya perang dunia kedua, timbullah ketegangan-ketegangan yang hebat
disekitar pemerintahan Swapraja Luwu, Sehingga pemerintah Hindia-Belanda
terpaksa dengan beslit Lt.G.G.tt. 8 Oktober 1946 No.5(Stbld 1946 No. 105)
mengeluarkan distrik-distrik Tana Toraja dalam lingkungan Onderadeling MakaleRantepao dari ikatan Swapraja Luwu dan diakui sebagai satu Swapraja yang
berdiri sendiri.

9.

Ketika Daerah Sulawesi Selatan dibagi dalam 7 buah daerah swatantra, setingkat
Kabupaten dengan P.P.No. 34 tahun 1952 maka Daerah Luwu dibentuk atas dasar
ikatan

Afdeling

Luwu

semasa

Pemerintahan

Hindia-Belanda,

sehingga

ketegangan-ketegangan yang dahulu berada disekitar ikatan afd. Luwu bergolak
kembali.
Tuntutan Rakyat Tana Toraja melalui Partai-partai Politik maupun OrganisasiOrganisasi massa dalam Onderafdeling Makale-Rantepao untuk melepaskan
wilayahnya dari ikatan Daerah Luwu sebagai satu daerah otonom tersendiri
setingkat Kabupaten semangkin memuncak, sehingga timbul suasana tegang dan
tidak sehat dalam daerah Luwu. Ketegangan/pertentangan itu tidak saja
mengakibatkan seratnya jalannya pemerintahan dalam kedua Swapraja tersebut,
akan tetapi tambah merugikan pula kepentingan rakyat yang sampai kini masih
menderita gangguan-gangguan keamanan dari pihak gerombolan-gerombolan
bersenjata yang berpusat di daerah Luwu. Dalam konperensi pemerintahan seluruh
Propinsi Sulawesi di bawah pimpinan Gubernur Sulawesi pada bulan Desember
tahun 1954 di Makassar, yang dihadiri oleh para Kepala daerah dan Ketua
D.P.R.D. sepropinsi Sulawesi antara lain telah didapat sepakat memutuskan untuk

Mendesak…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

4

-

mendesak kepada Pemerintah Pusat supaya Daerah Luwu dipecahkan menjadi dua
buah Daerah otonom setingkat Kabupaten yaitu Daerah Luwu yang meliputi
Swapraja Luwu dan Daerah Tana Toraja yang melingkungi Swapraja Tana Toraja.
10.

Untuk dapat mengatasi kesukaran-kesukaran itu dan untuk segera dapat
melancarkan jalannya pemerintahan demi kepentingan Rakyat di daerah-daerah
dan Negara, maka untuk mencapai secepat-cepatnya kestabilan politik, tata-tertib,
keamanan dan pemerintahan diseluruh wilayah Swapraja Luwu dan Tana Toraja.
Pemerintah berpendapat, perlu secara darurat membentuk Swapraja Luwu dan
Tana Toraja menjadi daerah otonom atas dasar-dasar yang ditetapkan dalam
Undang-Undang N.I.T. No. 44 tahun 1950.

11.

Perlu dikemukakan, bahwa Swapraja Luwu dan Tana Toraja mempunyai syaratsyarat cukup untuk dibentuk menjadi suatu daerah yang sama tingkatannya dengan
Kabupaten otonom dimaksud dalam Undang-Undang R.I. No. 22 tahun 1948.
Dengan pembentukan kedua daerah tersebut yaitu daerah Luwu dan Daerah Tana
Toraja, maka daerah Luwu berdasarkan P.P. No.34/1952 dibubarkan.

12.

Pembentukan Swapraja-Swapraja Luwu dan Tana Toraja sebagai "Daerah" yang
dimaksud dalam Undang-Undang N.I.T. No. 44 tahun 1950 juga membawa banyak
akibat-akibat lain yang perlu diadakan penyelesaiannya dalam Undang-Undang
Darurat ini.
Sebagai

maklum

kedua

Swapraja

tersebut

berdasarkan

peraturan-

peraturan/perundang-undangan yang berlaku sekarang formeel masih dapat
menjalankan pemerintahannya sesuai dengan dasar-dasar yang diletakkan dalam
"Zelfbestuursregelen 1938.

13.

Sebagaimana…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

13.

5

-

Sebagaimana telah diketahui, maka Undang-Undang N.I.T. No.44/1950 adalah
satu-satunya Undang-Undang dari Pemerintahan N.I.T. dahulu yang berlaku di
Indonesia Timur dan yang mengatur Pokok-pokok tentang pemerintahan
daerah.Undang-Undang ini disamping nama-nama Daerah, Daerah Bahagian dan
Daerah anak Bahagian, tidak mengenal istilah Daerah Istimewa, sedang menurut
pasal 17 yo pasal 2 Undang-Undang tersebut,antara lain Kepala Daerah yang
menjabat Ketua dan anggota D.P.D. harus diangkat oleh Pemerintah Pusat, dari
sedikit-dikitnya dua dan sebanyak-banyaknya empat orang calon, yang diajukan
oleh D.P.R.D.
Selanjutnya telah ditentukan, bahwa menurut ayat 5 pasal 17 Undang-Undang
tersebut, Kepala Daerah Swapraja diangkat oleh Pemerintah Pusat dari keturunan
keluarga Swapraja dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran dan kesetiaan dan
dengan mengingat adat-istiadat di daerah atas pencalonan dari D.P.R.D. Swapraja
yang bersangkutan.

14.

Swapraja Luwu sampai kini masih dikepalai oleh seorang Raja (Datu) dari
keturunan keluarga Swapraja berdasarkan sejarah dan tradisi Swapraja tersebut,
sedang Swapraja Tana Toraja sebelum masa revolusi memang tidak pernah
mempunyai Raja-rajanya sendiri yang menguasai daerah Tana Toraja, sehingga
sudah pada tempatnya kiranya apabila Tana Toraja itu dibentuk menjadi daerah
otonom biasa, sebagaimana dikehendaki pula oleh rakyat Tana Toraja.
Meskipun dalam Undang-Undang N.I.T. 44/1950 ditetapkan bahwa seorang
Kepala Daerah itu diangkat oleh Pemerintah atas usul Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah, dalam hal ini Pemerintah harus memperhitungkan keadaan yang nyata,
bahwa di daerah Swapraja Luwu yang memegang peranan yang paling penting
disegala lapangan Kepala Swapraja yang sekarang dan maksudnya dari pada
ketentuan ini tidak lain dan tidak bukan untuk mengangkat Kepala Swapraja Luwu
yang sekarang menjadi Kepala Daerah yang pertama.
Kepala Swapraja tersebut tidak saja ditunjuk sebagai Kepala Daerah, akan tetapi ia
adalah pula petugas dan alat dari Negara Kesatuan.

Selaku…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

6

-

Selaku Kepala Daerah ia bukan saja menjadi seorang Pegawai Pemerintah Pusat
yang harus menjalankan tugas kewajibannya didalam wilayah Daerah Luwu atas
nama dan untuk Pemerintah Pusat dan karenanya harus bertanggung jawab pula
kepada Pemerintah Pusat, akan tetapi juga sebagai alat (orgaan) dari Pemerintah
Daerah Luwu mengenai hal-hal pelaksanaan tugas pemerintahan Daerah Luwu
untuk mana ia sendiri atau bersama-sama dengan anggota-anggota lain dari D.P.D.
harus bertanggung jawab kepada D.P.R.D. Luwu.
Sebagai alat Pemerintah Pusat Kepala Daerah Luwu tidak dapat ditumbangkan
oleh D.P.R.D. yang bersangkutan. Hanya Pemerintah Pusat dapat mencabutnya
dari kedudukannya tersebut.
15.

Pun telah dimaklumi pula, bahwa isi rumah tangga Daerah harus ditetapkan dalam
Undang-Undang (Undang-Undang pembentukan). Menurut Undang-Undang
Darurat ini maka Swapraja-Swapraja Tana Toraja dan Luwu masing-masing
dibentuk menjadi "Daerah" yang mempunyai tingkatan sama dengan Kabupaten
otonom di Jawa dimaksud dalam tingkatan sama dengan Kabupaten otonom di
Jawa dimaksud dalam Undang-Undang No. 22/1948 R.I. Kabupaten-kabupaten
otonom itu adalah suatu badan pemerintahan daerah modern yang telah
mempunyai riwayat dan pengalaman yang banyak sekali dalam urusan
pemerintahan otonom yang merata mengenai seluruh golongan penduduk yang
berdiam di dalam batas-batas lingkungan daerahnya. Di sini tidak terdapat
perbedaan antara golongan-golongan penduduk dalam Kabupaten yang dilepaskan
dari lingkungan kekuasaan hukum daripada peraturan-peraturan daerah Kabupaten
seperti di dalam Swapraja-Swapraja dimana kekuasaan Swapraja itu dahulu tidak
mengenai

golongan-golongan

penduduk

yang

disebut

dengan

istilah

"gouvernements-onderhorigen."
Karena itu, maka dalam menentukan isi rumah tangga "Daerah" yaitu Daerah Tana
Toraja dan Daerah Luwu pokok pangkal kekuasaan pemerintah Daerah-Daerah
tersebut disesuaikan dengan isi rumah tangga Kabupaten otonom pula, dan dalam
hakekatnya tidak akan lebih kurang daripada isi rumah-tangga "Daerah Luwu"
yang dibubarkan itu (lihat pasal 7 s/d 35 dan pasal-pasal 36, 37 dan 38).
16.

Susungguhnya…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

16.

7

-

Sesungguhnya isi rumah-tangga sesuatu Swapraja itu adalah berbeda dari isi
rumah-tangga yang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri
dengan tingkatan ke-II (Kabupaten otonom) berdasarkan Undang-Undang N.I.T.
No. 44/1950 dan berpedomankan pula pada Undang-Undang R.I. No. 22/1948.
Menurut Undang-Undang Darurat ini, maka Swapraja-Swapraja Tana Toraja dan
Luwu masing-masing,dibentuk menjadi Daerah yang sama tingkatannya dengan
Kabupaten otonom. (Lihat pasal 1). Adapun urusan-urusan rumah-tangga
Swapraja-Swapraja tersebut, yang termaktub dalam "Zelfbestuursregelen 1938"
yang berdasarkan Undang-Undang Darurat ini tidak lagi termasuk urusan rumahtangga Daerah-daerah Tana Toraja dan Daerah Luwu, atau yang tidak telah
dijalankan oleh instansi-instansi Pemerintah Pusat, untuk sementara waktu sampai
diadakan ketentuan lain masih dapat terus dijalankan oleh pemerintahanpemerintahan Daerah-daerah tersebut, walaupun dalam pasal 45 ayat (2)
dinyatakan bahwa peraturan-peraturan Swapraja dimaksud yang mengatur hal-hal
yang tidak termasuk lagi urusan rumah-tangga Daerah berlaku terus sebagai
peraturan Pemerintah Pusat. Untuk jelasnya mengenai peraturan Swapraja tersebut
ini yang menjalankan (melaksanakan) ialah pemerintah Daerah yang bersangkutan
dan yang dapat mengubah, menambah atau mencabutnya hanya Pemerintah Pusat
saja. (Lihat pasal 41 dan pasal 45 ayat (2) Undang-Undang Darurat).

17.

Mengenai tugas-kewajiban Daerah seluruhnya lihat ketentuan-ketentuan yang
termaktub dalam pasal-pasal 7 s/d 38 Bab II Undang-Undang Darurat).
Tentang penyelesaian soal-soal mengenai pegawai-pegawai Swapraja dan hal-hal
lain lagi tentang pegawai-pegawai lihat pasal-pasal 39 dan 43).

18.

Dalam menetapkan urusan rumah-tangga Daerah Luwu dan Tana Toraja telah
diusahakan untuk mencari suatu sistim mengadakan batas-batas kewenangan, hal,
tugas dan kewajiban pemerintah Daerah tersebut dengan sejelas-jelasnya, sehingga
pada waktu mulai berlakunya Undang-Undang Darurat ini sudah dapat diketahui
dengan nyata dan jelas hal-hal apa yang termasuk urusan rumah tangga dan
kewajiban Daerah.
Segala…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

8

-

Segala urusan rumah-tangga dan kewajiban Daerah dalam Undang-Undang
Darurat ini ditetapkan dalam pasal-pasal 7 s/d 38, pasal 41 yo. pasal 45 ayat (2)
dan pasal 45.
Sudah terang tentu cara-cara menentukan batas-batas kewenangan, hak, tugas dan
kewajiban Pemerintah Daerah ini masih belum Sempurna dan lengkap seperti yang
dimaksud dalam pasal 131 Undang-Undang Dasar Sementara R.I., akan tetapi
Pemerintah yakin, bahwa yang demikian itu tidak akan menjadi rintangan bagi
perkembangan Daerah.
Hal-hal yang belum dapat ditetapkan dalam Undang-Undang Darurat ini pada
waktunya berangsur-angsur akan ditetapkan menurut cara diperoleh, yaitu dengan
PIP (lihat pasal 37).
19.

Tidak hanya saja secara positip telah ditentukan jenis macamnya urusan dan
kewajiban

dari

pada

Pemerintah

Daerah,

sehingga

Daerah

pada

saat

pembentukannya sudah dapat mengetahui benar luas sempitnya tugas-tugas dan
kewajiban-kewajiban yang harus dapat dijalankannya, akan tetapi secara negatip
pula telah ditetapkan, bahwa Daerah itu dengan kehendaknya sendiri yang bebas
(uit eigen vrije initiatief) dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang
termaktub dalam pasal 24 Undang-Undang N.I.T. No. 44/1950 dapat mengatur dan
mengurus sendiri segala sesuatu yang menurut sifatnya adalah termasuk rumahtangga Daerah (lihat juga pasal 36 Undang-Undang Darurat).

II. Pasal demi pasal

Pasal 1 s/d 4
Cukup jelas.

Pasal 5…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

9

-

Pasal 5
Daerah Tana Toraja mempunyai penduduk 250.000 jiwa dan Daerah Luwu
300.000 jiwa.Oleh karena Daerah-daerah tersebut dipersamakan tingkatannya
dengan Kabupaten otonom, maka dasar yang diambil untuk menetapkan jumlah
banyaknya anggota D.P.R.D.
Sedapat-dapatnya disesuaikan dengan pokok prinsip yang berlaku untuk penetapan
jumlah banyaknya anggota-anggota D.P.R.D.
Kabupaten di Jawa, yaitu mengingat keadaan di Sulawesi tiap-tiap 20.000
penduduk daerah oleh seorang anggota dengan batas jumlah minimum 20 dan
maximum 30 anggota.
Sebaiknya anggota-anggota D.P.R.D. yang pertama bagi Daerah-daerah itu disusun
berdasarkan Undang-Undang pemilihan yang berlaku diseluruh Indonesia, tetapi
apabila yang demikian ini tidak mungkin dapat dilaksanakan dalam waktu yang
singkat, maka D.P.R.D. yang pertama itu haruslah dibentuk menurut UndangUndang No. 14 tahun 1956 (Lembaran Negara No.30 tahun 1956) (Lihat pasal 40).

Pasal 6.
Maksud ketentuan pasal ini kiranya sudah jelas. Hanya perlu diterangkan lebih
lanjut bahwa dalam ketentuan termaksud tersimpul kemungkinan bahwa Kepala
Daerah dapat bertindak atas nama Dewan Pemerintah Daerah, dengan pengertian
bahwa tiap tindakan tentunya dilakukan dengan persetujuan Dewan Pemerintah
Daerah.
Maksud tindakan Kepala Daerah ini tiada lain agar supaya pelaksanaan urusanurusan dapat berjalan lebih praktis, oleh karena dengan demikian tidak perlu setiap
kali semua anggota Dewan Pemerintah Daerah bersama-sama melaksanakannya.

Pasal 7 s/d 9
Cukup jelas.

Pasal 10…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

10

-

Pasal 10
Obat-obat dan sebagainya yang diperlukan oleh Daerah terutama harus dibeli dari
persediaan Negara menurut peraturan dan harga Pemerintah, akan tetapi di dalam
keadaan luar biasa Pemerintah Daerah diperkenankan membeli obat-obat dan
sebagainya dari luar untuk dapat melakukan pengobatan dengan segera.

Pasal 11
Dengan adanya pasal ini Pemerintah Daerah antara lain dapat mengadakan
peraturan-peraturan yang mengatur pembikinan dan penjualan makanan dan
minuman untuk umum dengan syarat yang ditujukan untuk menjaga kesehatan
umum sebaik-baiknya.

Daerah

dapat

minta bantuan tenaga-tenaga ahli

Kementerian Kesehatan untuk memberi

nasehat-nasehat, rencana-rencana dan

sebagainya yang diperlukan oleh Daerah yang bersangkutan.

Pasal 12
Menteri Kesehatan mengadakan percobaan-percobaan tentang cara-mengorganisir
dan menyelenggarakan pekerjaan-pekerjaan hygiene di sesuatu daerah; daerah
percobaan dan percontohan sedemikian ini dipakai sebagai teladan bagi Daerah.

Pasal 13
Cukup jelas.

Pasal 14
Biaya penyelenggaraan urusan tersebut dalam pasal ini ditanggung oleh
Kementerian Kesehatan.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

11

-

Pasal 16
Perlunya Menteri Kesehatan langsung meminta kepada Kepala Dinas Kesehatan
Daerah ialah agar supaya Kepala Dinas tersebut lekas dapat bertindak. Dalam hal
ini tentulah Dewan Pemerintah Daerah tidak dikesampingkan.

Pasal 17
Cukup jelas.

Pasal 18 dan 19.
Maksud ketentuan ini ialah untuk menyatakan dengan tegas hak-hak Pemerintah
Pusat (dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga) untuk mengadakan
pengawasan tehnis terhadap penyelenggaraan tugas Daerah guna kemakmuran
umum. Pengawasan ini tidak hanya mengenai pengawasan dalam arti biasa, akan
tetapi juga mengandung suatu hak untuk membenarkan (mengesahkan) segala
sesuatu dalam penyelenggaraan pekerjaan-pekerjaan dan menghentikan atau
menunda untuk sementara waktu sesuatu urusan yang dikerjakan tidak
sebagaimana mestinya.

Pasal 20
Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga memberikan sokongan yang dapat
dibagi dalam dua jenis :
a.

sokongan tetap untuk pemeliharaan dan perbaikan kecil ;

b.

sokongan untuk pekerjaan perbaikan besar, pembaharuan atau pekerjaan
baru yang biayanya tidak dapat dipikul oleh Daerah.

Sokongan ini ditetapkan menurut pekerjaan-pekerjaan termaksud yang ditetapkan
oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga.

Pasal 21 s/d 24
Cukup jelas.

Pasal 25…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

12

-

Pasal 25
Syarat-syarat tersebut dalam ayat (2) diadakan dengan maksud untuk memajukan
perikanan pada umumnya dan memperbaiki penghidupan sosial-ekonomis para
nelayan yang ada dalam lingkungan Daerah.

Pasal 26
Yang dimaksud dengan kursus-kursus vak yang sesuai dengan keperluan Daerah
ialah misalnya kursus tik, kursus jahit, kursus tukang dan lain-lain sebagainya
(bukannya sekolah-sekolah sejenis dengan yang diselenggarakan oleh Kementerian
Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan).

Pasal 27
Tentang urusan yang mengenai isi kursus-kursus vak tersebut seperti pengawasan
dan pimpinan tehnis serta penetapan rencana pelajaran diselenggarakan oleh
Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan adalah mengingat :
a.

penetapan penghargaan ijazah-ijazahnya;

b.

agar ada pemusatan dalam cara mengatur dan mengawasi urusan-urusan itu.

Pasal 28 s/d 31
Cukup jelas.

Pasal 32
Tentang kewenangan, hak, tugas dan kewajiban yang ditugaskan kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten ialah sebagai dinyatakan dalam Peraturan
Pemerintah No. 28 tahun 1951 tentang mengubah peraturan lalu lintas jalan
(Wegverkeersverordening, Stbl. 1936 No. 451). Dalam peraturan tersebut antara
lain ditetapkan penguasa-penguasa sekarang ini yang harus menjalankan
kewenangan, hak, tugas, dan kewajiban penguasa-penguasa lama.

Pasal 33…

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-

13

-

Pasal 33 s/d 35
Cukup jelas.

Pasal 36
Maksud ketentuan ini ialah untuk memberikan kesempatan bagi Daerah untuk
menyelenggarakan segala sesuatu dengan inisiatip sendiri, serta mengembangkan
pemerintahannya dengan mengindahkan pimpinan dan petunjuk-petunjuk dari
Pemerintah Pusat atau instansi yang ditunjuk olehnya. (lihat penjelasan umum sub
19).

Pasal 37 s/d 38
Cukup jelas. Lihat penjelasan umum.

Pasal 39
Cukup jelas.

Pasal 40 s/d 49
Cukup jelas. Lihat juga penjelasan umum.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1138