Effect of Providing Organic Fertilizer Technique from Sludge Bio-Digester on The Growth of Maize (Zea mays L.) Bima Variety on Vegetative Phase
Pengaruh Teknik Pemberian Pupuk Organik dari
Sludge Bio-Digester terhadap Pertumbuhan Jagung
(Zea mays L.) Varietas Bima pada Fase Vegetatif
Artanta Yoga Priyana*, Ruslan Wirosoedarmo, Liliya Dewi Susanawati, Ary Mustofa Ahmad
Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145
*Penulis Korespondensi, Email:
ABSTRAK
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang paling utama di Indonesia,
selain sebagai sumber kalori utama bagi sebagian penduduk Indonesia. Penelitian ini bertujuan
memberikan pengetahuan terhadap masyarakat tentang teknik pemberian pupuk yang benar
serta memberikan pengetahuan tentang manfaat pupuk organik. Penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Teknik pemberian pupuk (A) dipergunakan
sebagai faktor pertama yang terdiri dari 3 (tiga) macam yaitu A1: dipermukaan, A2: diaduk dan
-1A3: dislot. Faktor kedua terdiri dari 2 macam yaitu D1: dosis 15 ton ha dan D2: dosis 30 ton
-1ha . Pemberian air dilakukan setiap 1 (satu) minggu sekali. Percobaan diulang sebanyak 3
(tiga) kali sehingga terdapat 18 unit perlakuan. Hasil pengukuran didapatkan perlakuan A3D2
(teknik pemberian pupuk dengan cara dibenamkan pada sebuah slot kedalaman ± 7 cm dan
-1menggunakan dosis 30 ton ha ) merupakan perlakuan paling ideal untuk penanaman jagung
menggunakan pupuk organik dari Sludge Bio-Digester. Hasil yang didapatkan diantaranya
rerata tinggi tanaman (227,58 cm), rerata diameter batang (19,53 mm), rerata jumlah daun (18
helai.), dan rerata berat kering tanaman (239,53 gram). Kata kunci: Teknik Pemberian Pupuk, Jagung (Zea mays L.), Sludge-Biodigester.
Effect of Providing Organic Fertilizer Technique from
Sludge Bio-Digester on The Growth of Maize (Zea mays L.)
Bima Variety on Vegetative Phase
ABSTRACT
Maize (Zea mays L.) is one of the most important crops in Indonesia, aside from being a major
source of calories for most of the population of Indonesia. The experiment aims to provide
knowledge the community will be the correct fertilizer application techniques as well as
provide knowledge about the benefits of organic fertilizers. Experiments using a completely
randomized design (CRD) factorial. Fertilizer application techniques (A) is used as the first
factor consisting of three types A1: on the surface, A2: in the mix, and A3: in buried. The
-1second factor being composed of two types D1: a dose of 15 ton ha and D2: a dose of 30 ton
- -1
ha . Watering is done 1 (one) once a week. The Experiment was repeated for 3 (three) times so
that there are 18 treatment units. The measurement result obtained A3D2 treatment (by way of
fertilizer application techniques embedded in buried depth of ± 7 cm and using a dose of 30 ton
-1ha ) is the most ideal treatment for corn cultivation using organic fertilizer from Sludge Bio-
Digester. The results obtained include average plant height (227.58 cm), mean stem diameter
(19.53 mm), the average number of leaves (18 pieces), and the mean dry weight of plants
(239.53 grams). Key words: Engineering Providing Fertilizer, Maize (Zea mays L.), Sludge- Biodigester - -1 urutan kedua setelah padi. Produktivitas jagung nasional tercatat mencapai 4,452 ton ha (BPS, -1
- -1 -1 dengan dosis 15 ton ha dan 30 ton ha , memiliki tujuan agar memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman jagung varietas bima fase vegetatif diantaranya: tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, berat akar, dan berat tanaman. Teknik pemberian pupuk organik (sludge bio-digester ) juga diharapkan dapat mempengaruhi jumlah gulma dan tegangan geser tanah.
- -1 -1 slot dengan kedalaman ± 7 cm, dengan dosis 15 ton ha dan 30 ton ha terhadap pertumbuhan tanaman jagung fase vegetatif. Penelitian kali ini luas media tanam yang digunakan adalah 40 -2 -2 cm X 60 cm, sehingga digunakan dosis sebesar 0,36 kg m dan 0,72 36 kg m . Pemupukan dilakukan satu kali pada waktu awal sebelum tanam. Penanaman benih dilakukan pada kedalaman ± 6 cm dengan jarak 30 cm x 50 cm. Pengairan dilakukan setiap satu minggu sekali dan dilakukan sampai akhir fase vegetatif. Jumlah total air yang diberikan untuk tiap perlakuan adalah 20 liter.
- -1 ton ha ) merupakan perlakuan paling ideal untuk penanaman jagung menggunakan pupuk organik dari sludge bio-digester. Hasil yang didapatkan untuk minggu ke-8 (8MST) diantaranya rerata tinggi tanaman (227,58 cm), rerata diameter batang (19,53 mm), rerata jumlah daun (18 helai), dan rerata berat kering tanaman (239,53 gram).
PENDAHULUAN
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang paling utama di Indonesia. Jagung sebagai sumber kalori utama bagi sebagian penduduk Indonesia, jagung juga merupakan penyumbang karbohidrat selain beras (Subandi, 1988). Tanaman jagung menempati
2011). Hasil ini masih kurang dari produktivitas jagung yang dapat mencapai ± 8-9 ton ha (Galib dan Sumanto, 2009). Fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yang terbentuk (Subekti et al., 2010).
Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pupuk kandang juga mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh tanaman. Menurut syekhfani (2000), bahwa pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah, menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan belerang) dan mikro (besi, seng, kobalt, boron, dan molibdenium). Pupuk kandang juga memiliki fungsi untuk meningkatkan daya menahan air, aktivitas mikrobiologi tanah, nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur tanah. Penggunaan bahan organik memegang peranan yang sangat penting yaitu untuk mempertahankan kesuburan tanah dan sebagai pemasok unsur hara (Anggraini, 2006).
Menurut Hardjowigeno (1987), ada beberapa cara pemupukan diantaranya adalah
broadcast (disebar), sideband (disamping tanaman), in the row (dalam larikan), top dressed, pop
up , foliar application (pemupukan lewat daun), dan fertigation (pemupukan lewat air irigasi).
Adisarwanto, dan Widyastuti (2002) menyatakan, pupuk organik yang dibutuhkan untuk lahan -1 kurang subur adalah 15-20 ton ha . Penelitian ini menggunakan menggunakan pupuk organik
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Jagung dengan varietas bima digunakan sebagai benih. Jagung varietas bima merupakan jagung berumur panjang, dengan waktu tumbuh ± 120 hari. Sludge Bio-Digester sebagai pupuk organik yang diberikan pada tanaman jagung. Sludge Bio-Digester diperoleh dari Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP), Lawang, Malang. Timbangan untuk menimbang jumlah pupuk organik (sludge bio-digester) yang akan diberikan.
Bahan yang digunakan adalah timbangan digital (METTLER TOLEDO, Japan) untuk menimbang berat kering akar dan tanaman. Cangkul untuk menghancurkan tanah dan meratakan tanah. Meteran (Tianjin Measuring Tape, China) untuk mengukur tinggi tanaman jagung. Jangka sorong (Mitutoyo, Japan) untuk mengukur diameter batang tanaman jagung. Gelas ukur (Kartell, Italy) untuk mengukur volume air yang akan didistribusikan ketiap perlakuan. Tugal untuk membuat lubang tanam. Oven (MEMMERT VL-30, Germany) untuk mengeringkan akar dan tanaman.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Teknik pemberian pupuk (A) dipergunakan sebagai faktor pertama yang terdiri dari 3 (tiga) macam yaitu A1: dipermukaan, A2: diaduk dan A3: dislot. Faktor kedua terdiri dari 2 macam yaitu D1: dosis 15 -1 -1 ton ha dan D2: dosis 30 ton ha . Kombinasi kedua faktor menghasilkan 6 unit perlakuan. Percobaan diulang sebanyak 3 (tiga) kali sehingga terdapat 18 unit perlakuan. dari sludge bio-digester dengan metode pemberian pupuk organik diratakan pada permukaan tanah, diaduk merata dengan tanah sampai kedalaman ± 7 cm, dan dibenamkan pada sebuah
HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Jagung
Tinggi tanaman sering diamati pada sebuah penelitian, hal ini dilakukan sebagai indikator pertumbuhan tanaman maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh perlakuan yang diterapkan. Pengukuran tinggi tanaman ini dilakukan tanpa merusak tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan penggaris/meteran. Tinggi tanaman diukur secara tegak lurus mulai dari batang utama tepat diatas tanah sampai pada ujung tanaman jagung. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali dengan tiga kali ulangan. Pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman jagung bertujuan untuk mengetahui pengaruh tiga teknik pemberian pupuk organik dari sludge bio-digester dengan dua macam jumlah pemberian dosis pupuk organik dari sludge bio-digester terhadap pertumbuhan bibit tanaman jagung varietas bima. Hasil uji BNT pengaruh teknik pemberian pupuk organik dari Sludge Bio-Digester terhadap tinggi tanaman jagung disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Teknik Pemberian Pupuk Organik dari Sludge Bio-Digester terhadap Tinggi Tanaman Jagung
Tinggi Tanaman Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8 A1 25,25 59,29 90,39 119,57 144,30 a 163,60 a 178,49 a 203,24 ab
A2 24,17 59,82 88,93 120,5 144,69 a 162,13 a 173,60 a 189,39 a A3 24,01 57,66 90,65 126,09 155,01 a 180,43 b 198,38 b 220,50 b
BNT tn tn tn tn 11,6 10,35 18,18 28,22 (1%) (1%) (1%) (5%)
Keterangan: Bilangan rata-rata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata Tabel 1 menunjukkan bahwa teknik pemberian pupuk yang didalam slot lebih baik dibandingkan dengan teknik pemberian pupuk yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil diatas bahwa teknik pemberian pupuk dengan cara dimasukkan kedalam slot (A3) memiliki rerata tinggi jagung tertinggi (minggu ke-8 setelah tanam) yaitu 220,50 cm. Teknik pemberian pupuk didalam slot dianggap efektif karena letak pupuk organiknya berada tepat pada daerah perakaran. Hasil tinggi tanaman terendah pada perlakuan diaduk (A2) (minggu ke-8 setelah tanam) dengan nilai rerata yaitu 189,39 cm, hal ini diduga karena pupuk terletak menyebar sehingga bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman menjadi sedikit pula. Menurut Hardjowigeno (1987), pada musim kemarau pupuk kandang harus dibenamkan didalam tanah agar tidak kering sehingga perlakuan A3 lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya. Hasil uji BNT pengaruh kombinasi perlakuan terhadap tinggi tanaman jagung disajikan pada Tabel 2.
Tinggi Tanaman Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8 A1D1 24,33 58,58 88,60 116,32 140,7a 156,95ab 169,73a 185,98a
A1D2 26,17 60,00 92,18 122,82 147,9a 170,25b 187,25b 220,5ab A2D1 24,03 59,67 89,48 123,10 149,85ab 167,50b 175,00a 191,03a A2D2 24,30 59,82 88,37 117,90 139,53a 156,75a 172,20a 187,75a A3D1 21,32 54,28 88,12 123,05 150,72a 175,92b 191,78bc 213,42b A3D2 26,70 61,03 93,18 129,13 159,3b 184,93c 204,98c 227,58b
8,20 7,32 12,85 19,96 BNT tn tn tn tn (5%) (1%) (1%) (5%)
Keterangan: Bilangan rata-rata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
Tabel 2. menunjukkan bahwa perlakuan A3D2 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil diatas perlakuan A3D2 memiliki rerata tinggi jagung tertinggi (minggu ke-8 setelah tanam) yaitu 227.58 cm. Perlakuan A3D2 dianggap efektif karena letak pupuk organiknya berada tepat pada daerah perakaran. Hasil tinggi tanaman terendah pada perlakuan A1D1 (minggu ke-8 setelah tanam) dengan nilai rerata yaitu 185.98 cm, hal ini diduga karena pupuk terletak menyebar sehingga bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman menjadi sedikit pula. Menurut Hardjowigeno (1987), pada musim kemarau pupuk kandang harus dibenamkan didalam tanah agar tidak kering sehingga perlakuan A3D2 lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya.
Tinggi tanaman jagung yang baik akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman tersebut optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan hara, air, dan tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan tanaman yang mencakup pemupukan (waktu dan takaran), pengairan, dan pengendalian gulma harus sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman (Subekti et. al., 2010).
Diameter Tanaman Jagung
Penelitian kali ini mengamati diameter batang suatu tanaman, hal ini dilakukan sebagai indikator pertumbuhan tanaman maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh perlakuan yang diterapkan. Pengukuran diameter batang tanaman ini dilakukan tanpa merusak tanaman. Pengukuran diameter batang tanaman dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Diameter batang tanaman diukur secara melingkar pada batang tanaman jagung (± 5 cm batang utama tepat diatas tanah). Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali dengan tiga kali ulangan. Pengamatan pertambahan lebar diameter batang tanaman jagung bertujuan untuk mengetahui pengaruh tiga teknik pemberian pupuk organik dari sludge bio-
digester dengan dua macam jumlah pemberian dosis pupuk organik dari sludge bio-digester
terhadap pertumbuhan bibit tanaman jagung varietas bima. Hasil uji BNT pengaruh teknik pemberian pupuk organik dari Sludge Bio-Digester terhadap diameter batang tanaman jagung disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh Teknik Pemberian Pupuk Organik dari Sludge Bio-Digester terhadap Diameter Batang Tanaman Jagung
Diameter Batang Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8 A1 4,09 6,90a 10,55a 13,23a 12,67a 15,05a 15,46 15,77a
A2 4,54 6,29a 10,22a 11,98a 14,38a 13,63a 14,08 14,36a A3 4,29 7,63a 12,38b 16,39b 17,24b 17,81b 18,29 18,50b
BNT tn 1,35 1,18 2,13 1,98 1,97 tn 1,95 (5%) (1%) (1%) (1%) (1%) (1%)
Keterangan: Bilangan rata-rata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata dibandingkan dengan teknik pemberian pupuk yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil diatas bahwa teknik pemberian pupuk dengan cara dimasukkan kedalam slot (A3) memiliki rerata diameter batang jagung terbesar (minggu ke-8 setelah tanam) yaitu 18.50 mm. Teknik pemberian pupuk didalam slot dianggap efektif karena letak pupuk organiknya berada tepat pada daerah perakaran. Hasil diameter batang terkecil pada perlakuan diaduk (A2) (minggu ke-8 setelah tanam) dengan nilai rerata yaitu 14.36 mm, hal ini diduga karena pupuk terletak menyebar sehingga bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman menjadi sedikit pula. Menurut Hardjowigeno (1987), pada musim kemarau pupuk kandang harus dibenamkan didalam tanah agar tidak kering sehingga perlakuan A3 lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya. Hasil uji BNT pengaruh kombinasi perlakuan terhadap diameter batang tanaman jagung disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Diameter Batang Tanaman Jagung
Diameter Batang Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8 A1D1 3,89 6,35a 10,45a 12,00a 13,33a 13,94a 14,33 14,65a
A1D2 4,29 7,46b 10,64a 14,45b 15,43b 16,17b 16,58 16,88b A2D1 4,40 6,08a 9,92a 11,56a 12,08a 13,12a 13,62 13,92a A2D2 4,68 6,51ab 10,53a 12,41a 13,25a 14,14a 14,55 14,8a A3D1 3,94 7,20b 11,80b 15,37b 16,24b 16,88b 17,27 17,47b A3D2 4,64 8,07b 12,97c 17,42c 18,23c 18,73c 19,32 19,53c
0,96 0,84 1,51 1,40 1,39 1,38 BNT tn tn (5%) (1%) (1%) (1%) (1%) (1%)
Keterangan: Bilangan rata-rata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
Tabel 4. menunjukkan bahwa perlakuan A3D2 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil diatas perlakuan A3D2 memiliki rerata diameter batang terbesar (minggu ke-8 setelah tanam) yaitu 19.53 mm. Perlakuan A3D2 dianggap efektif karena letak pupuk organiknya berada tepat pada daerah perakaran. Hasil diameter batang terendah pada perlakuan A2D1 (minggu ke-8 setelah tanam) dengan nilai rerata yaitu 13.92 mm, hal ini diduga karena pupuk terletak menyebar sehingga bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman menjadi sedikit pula. Menurut Hardjowigeno (1987), pada musim kemarau pupuk kandang harus dibenamkan didalam tanah agar tidak kering sehingga perlakuan A3D2 lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya.
Penelitian terdahulu genotipe jagung yang mepunyai batang kuat memiliki lebih banyak lapisan jaringan sklerenkim berdinding tebal di bawah epidermis batang dan sekeliling bundles vaskuler (Subekti et. al., 2010), hal ini diduga bahwa semakin tebal diameter batang suatu tanaman maka tanaman tersebut akan kuat dan tidak mudah rebah.
Jumlah Daun Tanaman Jagung
Penelitian kali ini bagian tanaman yang diamati diantaranya adalah jumlah daun, hal ini dilakukan sebagai indikator pertumbuhan tanaman maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh perlakuan yang diterapkan. Perhitungan jumlah daun ini dilakukan tanpa merusak tanaman. Perhitungan jumlah daun ini dilakukan dengan cara manual. Jumlah daun dihitung mulai daun pertama saat tanaman jagung berkecambah sampai tanaman jagung mengalami akhir fase vegetatif. Pengukuran dilakukan setiap satu minggu sekali dengan tiga kali ulangan. Pengamatan pertambahan jumlah helai daun tanaman jagung bertujuan untuk mengetahui pengaruh tiga teknik pemberian pupuk organik dari sludge bio-digester dengan dua macam jumlah pemberian dosis pupuk organik dari sludge bio-digester terhadap pertumbuhan dari Sludge Bio-Digester terhadap jumlah daun tanaman jagung disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh Teknik Pemberian Pupuk Organik dari Sludge Bio-Digester terhadap Jumlah Daun Tanaman Jagung
Jumlah Daun Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8 A1 3,67 5,92b 8,75b 10,58ab 12,42b 13,42b 14,50 16,00ab
A2 3,42 5,33a 7,75a 9,58a 11,25a 12,08a 13,50 15,08a A3 3,58 5,83ab 8,58ab 10,75b 12,42b 13,33b 14,25 16,67b
BNT tn 1,35 1,18 2,13 1,98 1,97 tn 1,95 (5%) (1%) (1%) (1%) (1%) (1%)
Keterangan: Bilangan rata-rata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata Tabel 5. menunjukkan bahwa teknik pemberian pupuk yang didalam slot lebih baik dibandingkan dengan teknik pemberian pupuk yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil diatas bahwa teknik pemberian pupuk dengan cara dimasukkan kedalam slot (A3) memiliki rerata jumlah daun terbanyak (minggu ke-8 setelah tanam) yaitu 17 helai. Teknik pemberian pupuk didalam slot dianggap efektif karena letak pupuk organiknya berada tepat pada daerah perakaran. Hasil jumlah daun terendah pada perlakuan diaduk (A2) (minggu ke-8 setelah tanam) dengan nilai rerata yaitu 16 helai, hal ini diduga karena pupuk terletak menyebar sehingga bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman menjadi sedikit pula. Menurut Hardjowigeno (1987), pada musim kemarau pupuk kandang harus dibenamkan didalam tanah agar tidak kering sehingga perlakuan A3 lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya. Hasil uji BNT pengeruh kombinasi perlakuan terhadap jumlah daun tanaman jagung disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Jumlah Daun Tanaman Jagung
Jumlah Daun Perlakuan
1
2
3
4
5
6
7
8 A1D1 3,50 5,67a 8,33ab 10,00ab 12,00b 12,83b 14,00 15,67ab
A1D2 3,83 6,17b 9,17b 11,17b 12,83c 14,00c 15,00 16,33b A2D1 3,50 5,33a 8,00a 9,67a 11,17a 11,83a 13,33 14,67a A2D2 3,33 5,33a 7,50a 9,50a 11,33ab 12,33ab 13,67 15,50a A3D1 3,67 5,67ab 8,67b 10,50b 12,17b 13,33b 14,17 16,17b A3D2 3,50 6,00b 8,50b 11,00b 12,67bc 13,33bc 14,33 17,17b
0,42 0,68 0,80 0,76 0,87 1,11 BNT tn tn (5%) (5%) (5%) (1%) (5%) (5%)
Keterangan: Bilangan rata-rata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
Tabel 6. menunjukkan bahwa perlakuan A3D2 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil diatas perlakuan A3D2 memiliki rerata jumlah daun (minggu ke-8 setelah tanam) yaitu 18 helai. Perlakuan A3D2 dianggap efektif karena letak pupuk organiknya berada tepat pada daerah perakaran. Hasil diameter batang terendah pada perlakuan A2D1 (minggu ke-8 setelah tanam) dengan nilai rerata yaitu 15 helai, hal ini diduga karena pupuk terletak menyebar sehingga bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman menjadi sedikit pula. Menurut Hardjowigeno (1987), pada musim kemarau pupuk kandang harus dibenamkan didalam tanah agar tidak kering sehingga perlakuan A3D2 lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya.Jumlah daun umumya berkisar antara 10-18 helai, di daerah tropis mempunyai jumlah daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate) (Subekti et. al., 2010).
Berat Tanaman
Pengukuran parameter berat kering tanaman bertujuan untuk mengetahui apakah tanaman sudah tumbuh dengan baik sehingga tanaman diharapkan mampu menyerap unsur hara yang telah disediakan oleh pupuk organik dari sludge bio-digester. Pengukuran berat kering tanaman jagung ini dilakukan menggunakan timbangan digital, sedangkan untuk mengeringkan tanaman menggunakan oven dengan temperature 50 °C selama 24 jam. Hasil Uji BNT pengaruh teknik pemberian pupuk organik dari Sludge Bio-Digester terhadap berat kering tanaman jagung disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh Teknik Pemberian Pupuk Organik dari Sludge Bio-Digester terhadap Berat Kering Tanaman Jagung
Perlakuan Rerata Notasi BNT
A2 131,10 a 93,32
A1 154,53 ab A3 230,32 b
Keterangan: Bilangan rata-rata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
Tabel 7. menunjukkan bahwa teknik pemberian pupuk yang didalam slot lebih baik dibandingkan dengan teknik pemberian pupuk yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil diatas bahwa teknik pemberian pupuk dengan cara dimasukkan kedalam slot (A3) memiliki rerata berat kering tanaman tertinggi (minggu ke-8 setelah tanam) yaitu 230.32 gram. Teknik pemberian pupuk didalam slot dianggap efektif karena letak pupuk organiknya berada tepat pada daerah perakaran. Hasil berat basah tanaman terendah pada perlakuan diaduk (A2) (minggu ke-8 setelah tanam) dengan nilai rerata yaitu 131.10 gram, hal ini diduga karena pupuk terletak menyebar sehingga bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman menjadi sedikit pula. Menurut Hardjowigeno (1987), pada musim kemarau pupuk kandang harus dibenamkan didalam tanah agar tidak kering sehingga perlakuan A3 lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya. Hasil uji BNT pengaruh kombinasi perlakuan terhadap berat kering tanaman jagung disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Berat Kering Tanaman Jagung
Perlakuan Rerata Notasi BNT
A2D1 123,37 a A1D1 134,87 a A2D2 138,83 a
65,99 A1D2 174,20 ab A3D1 221,10 b A3D2 239,53 b
Keterangan: Bilangan rata-rata yang didampingi oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata
Tabel 8. menunjukkan bahwa perlakuan A3D2 lebih baik dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini dapat dilihat dari hasil diatas bahwa teknik perlakuan A3D2 memiliki rerata berat kering tanaman tertinggi (minggu ke-8 setelah tanam) yaitu 239.53 gram. Teknik pemberian pupuk didalam slot dengan dosis 30 ton/ha (A3D2) dianggap efektif karena letak pupuk organiknya berada tepat pada daerah perakaran. Hasil berat basah tanaman terendah pada diduga karena pupuk terletak menyebar sehingga bahan organik yang dapat diserap oleh tanaman menjadi sedikit pula. Menurut Hardjowigeno (1987), pada musim kemarau pupuk kandang harus dibenamkan didalam tanah agar tidak kering sehingga perlakuan A3D2 lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lainnya.
Hasil dan bobot biomas jagung yang tinggi akan diperoleh jika pertumbuhan tanaman optimal. Untuk itu diperlukan pengelolaan hara, air, dan tanaman dengan tepat. Pengelolaan hara dan tanaman yang mencakup pemupukan (waktu dan takaran), pengairan, dan pengendalian gulma harus sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman (Subekti et. al., 2010).
KESIMPULAN
Hasil pengukuran pada penelitian kali ini didapatkan perlakuan A3D2 (teknik pemberian pupuk dengan cara dibenamkan pada sebuah slot kedalaman ± 7 cm dan menggunakan dosis 30
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto Y. E., dan Widyastuti. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan
Kering, Sawah, dan Pasang Surut. Penebar Swadaya. Jakarta.Anggraini, Rima. 2006. Pengaruh Jenis Pupuk Organik Terhadap Peningkatan
Efisiensi Penggunaan Air Pada Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.).
Skripsi . Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
BPS. 2011. Indonesia Dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS). Jakarta.Galib R. dan Sumanto. 2009. Peluang peningkatan Produktivitas Jagung dengan
Introduksi Varietas Sukmaraga dilahan Kering Masam Kalimantan Selatan .Prosiding seminar Nasional Serealia. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Subandi. 1988. Koordinasi Program Penelitian Nasional (Jagung). Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Subekti N. A., Syafruddin, Roy E., dan Sri S. 2010. Morfologi Tanaman dan Fase
Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. Hal 16-27.
Syekhfani. 2000. Arti Penting Bahan Organik bagi Kesuburan Tanah. Konggres I dan
Semiloka nasional. MAPORINA. Batu, Malang.