KONTRIBUSI SELOKO ADAT JAMBI DALAM PENGUATAN DEMOKRASI LOKAL

KONTRIBUSI SELOKO ADAT JAMBI DALAM PENGUATAN DEMOKRASI LOKAL

Yudi Armansyah

Fakultas Syariah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

Email: y_armansyah@yahoo.co.id

Abstrak: Diskursus tentang gagasan demokrasi dalam bingkai kearifan lokal menjadi kajian yang debatable. Sebab kedua gagasan ini mewakili ruang kajian yang sangat distingsif, di mana konsep demokrasi yang berasal dari pemikiran Yunani Kuno, kemudian dilanjutkan dalam tradisi keilmuan Barat pada abad pertengahan. Sebaliknya, seloko adat Jambi mewakili tradisi Nusantara lebih tepatnya kebudayaan Islam Melayu yang sangat menjunjung tinggi moral etik masyarakat. Penelitian ini mencoba melihat sisi lain dari seloko adat Melayu Jambi yang secara awam sering dipahami sebatas “tradisi lisan” semata. Padahal lebih jauh, seloko adat merupakan falsafah hidup masyarakat Melayu Jambi yang dimanifestasikan dalam tingkah kehidupan sehari-hari sekaligus sebagai alat kontrol sosial-politik di masyarakat, yang secara tidak langsung turut memperkuat demokrasi di tingkat lokal. Penelitian ini menggunakan metode library research dengan berbagai pendekatan keilmuan. Persoalannya ialah apakah seloko adat Melayu Jambi kompatibel dengan konsep demokrasi. Kemudian jika kompatibel, bagaimana kontribusi seloko adat Jambi dalam penguatan demokrasi lokal di Jambi. Hasil temuan menunjukkan bahwa antara Islam, seloko adat dan demokrasi memiliki nilai universal yang saling memperkuat satu sama lain. Secara nyata seloko adat memiliki kontribusi signifikan dalam rangka penguatan prinsip-prinsip demokrasi lokal di antaranya: prinsip pengambilan keputusan dalam pemerintahan; prinsip keadilan; prinsip persamaan; kebijaksanaan pemimpin; prinsip musyawarah mufakat; dan manajemen dan tata kelola pemerintahan.

Kata kunci: seloko adat, demokrasi, melayu, kearifan lokal

PENDAHULUAN

mengarang atau Jambi merupakan salah satu daerah mengucapkan seloka. strategis, terletak di pesisir timur bagian tengah

ber-se-lo-ka

artinya

Menurut beberapa catatan, Islam dan Pulau Sumatera. Provinsi Jambi ini dihuni oleh Melayu di Jambi ternyata memiliki akar sejarah berbagai macam suku bangsa yang terdiri dari yang kuat. Penduduk asli Jambi adalah suku penduduk asli dan pendatang. Salah satunya Melayu, yang kemudian bercampur dengan suku adalah suku bangsa Melayu (penduduk asli). Suku Minang dan Arab-Turki. Sebelum Indonesia bangsa Melayu atau masyarakat Melayu Jambi merdeka, Provinsi Jambi merupakan bekas dalam kehidupannya memiliki tradisi “berseloko”.

wilayah Kesultanan Islam Melayu Jambi (1500- Berseloko dilaksanakan pada pertemuan- 1901). Penyebaran Islam di daerah Jambi dimulai pertemuan adat, pelaksanaan upacara daur hidup dari datangnya seorang ulama dari Turki (seperti upacara perkawinan) dan sebagainya. (menurut referensi lainnya dari Gujarrat) yang Kata seloko (dalam dialek Jambi) identik dengan bergelar Datuk Paduko Berhala. Nilai-nilai Islam kata seloka dalam bahasa Indonesia.

sejak dahulu menjadi nilai terintegrasi dalam Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

kehidupan sosial masyarakat Jambi. Hal ini (KBBI) se-lo-ka adalah jenis puisi yang terlihat dari falsafah yang hidup di tengah mengandung ajaran (sindiran dan sebagainya), masyarakat yaitu, “Adat Basandi Syarak, Syarak biasanya terdiri atas 4 larik yang berirama a-a-a-a Basandi Kitabullah ”. Dengan demikian, tidak yang mengandung sampiran dan isi; sebaliknya mengherankan jika model pemerintahan adat-

Sosial Budaya (e-ISSN 2407-1684 | p-ISSN 1979-2603) Vol. 14, No. 1, Juni 2017

Yudi Armansyah : Kontribusi Seloko Adat Jambi....

tradisional Jambi sangat kental dengan nilai-nilai dalam upacara adat terutama dalam prosesi adat keislaman yang bercampur dengan budaya perkawinan. Melayu. Nilai-nilai inilah yang menjadi

Aspek yuridis tentang perlindungan dan karakteristik khas kehidupan sosial-politik pengelolaan seloko adat dapat dilihat melalui UU masyarakat Jambi, sekaligus membedakannya No. 32/2009 Tentang terutama Bab I pasal 1 dengan daerah lain (Harun dan Sagala, 2013:66).

butir 30 yaitu nilai-nilai luhur yang berlaku dalam Salah satu produk dari Islam –Melayu ialah

tata kehidupan masyarakat untuk melindungi dan lahirnya hukum adat yang disebut seloko adat mengelola lingkungan hidup secara lestari. Dalam Jambi. Seloko adat adalah ungkapan yang pengertian kebahasaan, kearifan lokal berarti mengandung pesan, amanat petuah, atau nasihat kearifan setempat (local wisdom) yang dapat yang bernilai etik dan moral serta sebagai alat dipahami sebagai gagasan-gagasan lokal yang pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai yang agar selalu dipatuhi. Isi ungkapan seloko adat tertanam dan diikuti oleh warga masyarakatnya. Jambi meliputi peraturan bertingkah laku dalam Dalam konsep antropologi, kearifan lokal dikenal kehidupan sehari-hari masyarakatnya dan kaidah- pula sebagai pengetahuan setempat (indigenous of kaidah hukum atau norma-norma, senantiasa local knowledge) atau kecerdasan setempat (local ditaati dan dihormati oleh masyarakatnya karena genius), yang menjadi dasar identitas kebudayaan mempunyai sanksi. Ungkapan-ungkapan seloko (cultural identity). adat Jambi dapat berupa peribahasa, pantun, atau

Sebaliknya, demokrasi merupakan gagasan pepatah-petitih (Nurhasanah, 2004)

politik yang mengatur tentang berbagai prinsip- Lebih lanjut seloko adat Jambi tidak prinsip politik dan pemerintahan. Jika merunut sekadar peribahasa, pepatah-petitih, atau pantun- sejarah awalnya, demokrasi lahir dari peradaban pantun, tetapi lebih dalam lagi seloko adat Jambi Yunani Kuno. Sama halnya dengan pemaknaan merupakan pandangan hidup atau pandangan demokrasi yang diambil dari literatur Yunani dunia yang mendasari seluruh kebudayaan Jambi. Kuno. Misalnya dari sisi istilah demokrasi berasal Seloko adat Jambi sebagai suatu filsafat yang dari penggalan kata demos yang berarti “rakyat” dirumuskan secara eksplisit dalam peribahasa, dan kata kratos atau cratein yang berarti pepatah-petitih, atau pantun-pantun, tetapi masih “pemerintahan” sehingga kata “demokrasi” bersifat implisit yang tersembunyi dalam berarti suatu “pemerintahan oleh rakyat”. Kata fenomena kehidupan masyarakat Jambi. Seloko pemerintahan oleh rakyat memiliki konotasi: adat Jambi adalah sarana masyarakatnya untuk Suatu pemerintahan yang “dipilih” oleh rakyat, merefleksikan diri akan hakikat kebudayaan, suatu pemerintahan “oleh rakyat biasa” (bukan pemahaman mendasar dari pesan, dan tujuan dari oleh kaum bangsawan) dan suatu pemerintahan sebuah kebudayaan.

oleh rakyat kecil dan miskin (Government by The Dalam pembacaan seloko, penyeloko Poor ) atau yang sering diistilahkan dengan “wong biasanya menggunakan pantun atau sejenisnya cilik. Meskipun secara struktur keilmuan yang diiringi dengan rima dan metrum yang mantap demokrasi ditemukan pada masa Yunani Kuno. sehingga tidak jarang menarik perhatian bagi

Menurut Sealey (1976: 159, 301; Fine, 1983: sebagian orang yang mendengarkan. Namun 108, 208-209), bahwa Istilah demokratia mulai demikian, tidak semua orang bisa memahami dipakai di Athena sekitar pertengahan abad maksud seloko tersebut karena dalam pemilihan kelima Sebelum Masehi. Istilah ini mungkin telah diksi cendrung manggunakan majas perbandingan menggantikan ungkapan-ungkapan yang lama atau perumpamaan. Hal senada juga dikemukakan menyangkut iso atau “sama”, seperti dalam oleh H. Junaidi T. Noor (2013), seloko bagi isonomia atau persamaan di depan hukum. Kata- masyarakat Ras Melayu sudah tidak asing lagi. kata demokratia mungkin telah diciptakan oleh Seloko merupakan tradisi lisan yang terwariskan para pengkritik konstitusi Athena; jika demikian dari kakek ke bapak, dari bapak ke bisa ke aku keadaannya,

kata-kata demokratia atau yang lain atau bisa terhenti atau tersamar mempunyai pengertian yang tidak baik. karena jarang didengar, jarang diungkapkan Sebelumnya pada abad ketujuh dan keenam diruang publik atau antar lingkungan keluarga. Masehi, demos mungkin tidak mencakup massa Masyarakat awam hanya dapat mendengar seloko rakyat. Namun setelah pertengahan abad kelima

maka

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 1 - 13

Sebelum Masehi, demokratia tampaknya telah METODE digunakan pada umumnya dengan pengertian Pendekatan Penelitian

yang telah dimilikinya sampai sekarang ini, yaitu Penelitian ini merupakan penelitian dengan pengertian “pemerintahan oleh rakyat”

kepustakaan (library research) yang bersifat Namun bentuk sederhana dari demokrasi

Mendeskripsikan sebenarnya telah ditemukan sejak 4000 SM di

deskriptif-eksploratif.

sekaligus mengeksplorasi gagasan, nilai dan Mesopotamia. Ketika itu, bangsa Sumeria

Seloko Adat Jambi memiliki beberapa negara kota yang independen.

falsafah

dari

hubungannya dengan praktik demokrasi lokal Di setiap negara kota tersebut para rakyat

di Jambi.

seringkali berkumpul untuk mendiskusikan suatu Sumber Penelitian

permasalahan dan keputusan pun diambil Penelitian ini menggunakan metode berdasarkan konsensus atau mufakat.

kualitatif dengan langkah menjawab Kemudian demokrasi berkembang pesat

pertanyaan di dalam rumusan masalah yang pada masa peradaban Yunani Kuno tepatnya di

telah ditetapkan berdasarkan bacaan dan negara kota (city-state) pada abad ke-6 sampai abad

interpretasi terhadap data-data yang ke-3 sM, pada saat itu bentuknya demokrasi

berhubungan dengan tema yang diteliti, langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk

terdiri dari sumber-sumber primer dan pemerintahan di mana hak untuk membuat

sekunder. Sumber-sumber primer terdiri dari keputusan-keputusan politik dijalankan secara

jurnal ilmiah, prosiding, buku, majalah, surat langsung oleh seluruh warga negara yang

kabar dan lain sebagainya yang secara bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.

langsung mengacu pada tema penelitian. Demokrasi pada masa itu cukup efektif

Sedangkan sumber-sumber sekundernya diterapkan karena berlangsung pada kondisi yang

berupa sumber-sumber tersebut di atas, sederhana, wilayahnya terbatas dan penduduk

namun tidak berkaitan langsung dengan yang sedikit (300.000 penduduk dalam satu

tema.

negara-kota). Dalam demokrasi

modern

Metode Pengumpulan Data

demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi Teknik pengumpulan penelitian ialah bersifat demokrasi berdasarkan perwakilan

sebagai berikut: membaca, mencatat, (representative democracy) (Budiardjo, 2000:54).

menyeleksi data dan mengkategori data. Akan tetapi kajian ini tidak hendak melihat

Secara rinci, kegiatannya diawali dengan asal usul demokrasi secara terperinci, melainkan

membaca literatur-literatur yang terkait prinsip-prinsip apa saja yang dikembangkan

dengan penelitian, kemudian dilanjutkan dalam konsep demokrasi sebagai sebuah sistem

dengan mencatat bahan-bahan tersebut politik –pemerintahan yang pada kenyataannya

informasi yang lebih mendekati cita-cita politik Islam. Lalu

untuk

memperluas

diperlukan. Tahap selanjutnya, diadakan bagaimana melihat interdependensi antara seloko

penyeleksian data yang telah diperoleh. adat sebagai salah satu kearifan lokal Islam di

Sebagai tahap akhir dilakukan kategorisasi Indonesia dengan gagasan demokrasi.

data, untuk dimasukkan pada sub-sub Hal itu setidaknya dapat ditelusuri nilai-nilai

pembahasan yang tepat.

yang dikembangkan kedua gagasan tersebut. Analisis Data

Demokrasi Yunani Kuno misalnya, telah Untuk mengkaji data yang telah mengembangkan prinsip kebebasan, persamaan

diperoleh, digunakan analisis deskriptif dan keadilan. Sama halnya dengan ajaran Islam

kualitatif dengan cara mereduksi data, yang merupakan dasar pembentuk seloko adat

menyajikan data dan menarik kesimpulan. Jambi. Tepatnya pada masa Nabi Muhammad

Perhatian utama dalam penelitian ini akan SAW

diarahkan pada kajian seloko adat dan mengaktualisasikan semangat dan gerakan

di Madinah

telah

berhasil

demokrasi lokal dalam transformasi gagasan keadilan, persamaan serta kebebasan.

dan praktiknya di Jambi.

Yudi Armansyah : Kontribusi Seloko Adat Jambi....

LITERATURE REVIEW

tradisi Seloko Adat sebagai basis kearifan lokal Beberapa penelitian terdahulu yang

dan demokrasi yang dimanifestasikan dalam mengkaji tema Seloko Adat Melayu Jambi, dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) kearifan lokal dan praktik demokrasi lokal telah sebagai praktik demokrasi di tingkat lokal. banyak dilakukan di antaranya: Pertama, penelitian Setidaknya dapat ditarik kesimpulan awal bahwa yang dilakukan oleh M. Ied Al Munir dan Muslim demokrasi di tingkat lokal tidak akan berjalan

H. Ja’far dengan judul “Etika Kepemimpinan dalam tanpa adanya penguatan nilai-nilai kearifan lokal. Seloko Adat Melayu Jambi ”. Dalam penelitiannya ia

Sebab kearifan lokal pada hakikatnya adalah mengkaji

penyangga dari politik di tingkat nasional. diinternalisasikan dalam Seloko Adat Melayu

Jambi. Hak dan kewajiban pemimpin dan yang HASIL DAN PEMBAHASAN dipimpin, pimpinan dalam pemerintahan, sifat- Interdependensi Islam, Seloko Adat dan sifat pemimpin dan karakter utama pemimpin. Demokrasi

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Relasi antara Islam dan seloko adat oleh Harun dan Sagala (2013). Kecuali penelitian

dapat dilihat melalui pendekatan religiositas. pertama, penelitian ini merupakan studi lapangan.

Manusia religius (homo religiosus) seluruh Dengan mengambil locus di Bungo, salah satu

hidup dan tata kelakuannya ditentukan oleh kabupaten di provinsi Jambi yang masih

keyakinan religinya. Manusia religious selalu memegang tradisi dan adat kebiasaan Melayu

mengimani yang Suci dan percaya bahwa di Jambi.

dunia ini ada suatu realitas yang absolut. Kedua, kajian yang dilakukan oleh Hermini

manusia religius (beragama) mengalami dunia Susiatiningsih dengan judul, “Kearifan Lokal dalam

dan hidupnya selalu ada semacam dialektika Pemilihan Kepala Daerah Langsung ”. Dalam tulisan

antara “yang sakral” dan “yang profan”. religi ini ia melihat perubahan pemilihan kepala daerah

timbul oleh pengakuan dan penghayatan (Pilkada) dari tidak langsung (indirect democracy)

manusia terhadap kehadiran suatu pusat menjadi demokrasi langsung (direct democracy) turut

transensendental yang m emil iki sifat membawa perubahan sosial masyarakat selain

adikodrati. Religi sebagai satu keseluruhan geopolitik di tingkat lokal. Menurutnya perlu

sistem kepercayaan adalah sumber acuan penguatan nilai-nilai kearifan lokal dalam rangka

bagi penganutnya; sedangkan sikap religius meminimalisir potensi konflik akibat arus

tampil berkadar sesuai dengan derajat kepentingan politik pada Pilkada.

kesadaran terhadap ajaran religious itu dalam Ketiga, kajian yang dilakukan oleh Sarjana

tindak-tanduknya. Religi sebagai pengalaman S igit Wahyudi dengan judul, “Demokrasi di Tingkat

Yang suci sebagai pengerak bagi perilaku Lokal ”. Di mana, banyak arus pemikiran yang

manusia, lantaran dengan semangat ajaran menghendaki penguatan dan percepatan proses

(nilai) religi itulah manusia merasakan esensi demokrasi lokal yang mengkristal. Tulisan ini

keyakinannya.

memperkuat argumen yang dibuat oleh Indra J.

Nurhasanah (2013:43), Piliang (IJP) yang menyatakan bahwa model

Menurut

pengalaman religius adalah perbuatan dengan demokrasi nasional kian busuk dan bangkrut.

mana menghubungkan diri dengan Tuhan. Siapapun pemenang Pemilu Nasional tahun 2004

Lebih lanjut ekspresi religiositas pada tentulah bagian-bagian dari elite yang bertugas

seloko adat Jambi terdapat pada seloko adat selama 4 tahun. IJP mengartikan demokrasi lokal

sebagai pandangan hidup (weltanschauung/way sebagai kedaulatan rakyat di tingkat lokal lewat

of life) yang berasal dari agama Islam. Seloko mekanisme Pemilu Lokal dan Parpol Lokal untuk

adat memuat sikap religius yaitu, dimensi mendudukkan wakil-wakilnya dalam lembaga

kemanusia dalam kaitanya dengan dimensi legislatif baik lokal maupun nasional. Secara

trasnsendental. Aspek religiositas seloko adat konseptual ide dari IJP merupakan terobosan

Jambi selalu membicarakan persoalan penting dalam khazanah politik dan administrasi

kemanusian yang bersifat profan dengan publik di Indonesia ( Wahyudi, 2009:3). ditopang nilai kerohanian, yang berpuncak

Jika ditelaah secara mendalam ada dua sisi

kepada Tuhan.

dari penelitian-penelitian di atas. Baik antara

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 1 - 13

Berdasarkan isinya, seloko adat Jambi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) seloko hukum adat, (2) seloko adat perkawinan, (3) seloko aturan hidup. Secara subtansi Ungkapan-ungkapan dalam seloko adat berisi pandangan hidup, nilai religius dan nilai etik (moral) dalam masyarakat. Seloko adat Jambi, yang diungkapkan melalui bahasa Melayu Jambi merupakan transmisi pesan, melalui serangkaian simbol bahasa yang memiliki makna dan tujuan, yaitu untuk mengungkapkan nilai-nilai yang terkandung dalam pola kehidupan dalam masyarakat dilihat dari segi pengaruh dan kehidupan sosial kebudayaan daerah Jambi. Seloko adat Jambi merupakan pengejawantahan atau rumusan tentang kebenaran dalam hidup yang akhirnya membentuk pandangan hidup seseorang atau suatu masyarakat. Oleh karenanya seloko adat sebagai sarana sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dalam tata pergaulan masyarakatnya secara penuh (Atmadewita, 2008).

Tentunya secara subtansi dari seloko adat tersebut sangat erat dengan ajaran Islam. Pertama, dalam persoalan hukum adat, di dalam al- Qur’an sejak 1400 tahun banyak mengakomodir

praktik

kehidupan

masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam, selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam itu sendiri. Kedua, adat perkawinan, Islam begitu menjunjung tinggi sebuah perkawinan. Baik secara subtansi maupun adat yang mengikutinya. Bahkan Nabi menganjurkan untuk mengundang banyak orang untuk menghadiri sebuah pernikahan dengan disertai adat budaya sebagai simbol “kegembiraan”. Ketiga, aturan hidup, Islam tidak hanya agama yang mengajarkan tentang ketuhanan dan ibadah semata, melainkan berisi

pula ajaran

tentang

hidup

bermasyarakat (muamalah) seperti pengaturan tentang pengelolaan ekonomi, pengaturan kehidupan sosial, politik-pemerintahan dan seterusnya.

Seloko adat Jambi terdiri dari pepatah, petatah-petitih dan pantun. Contoh pepatah sebagai berikut:

“Kalu aek keruh di muaro, cubo tengok ke hulu”

(Kalau ada suatu masalah terjadi, cobalah lihat dulu penyebabnya). “Janganlah Telunjuk lurus, kelingking bekait”. (janganlah lain di kata lain di hati) “Jangan menggunting kain dalam lipatan, menohok kawan seiring ”.

(jangan menghianati kawan sendiri) Hendaknyo masalah iko jatuh ke api hangus, jatuh

ke aek hanyut. (hendaknya masalah ini cukup selesai di sini/cukup sampai di sini). “Hendaknyo tibo nampak muko, balik nampak punggung ”. (hendaknya datang secara baik-baik, pergi juga secara baik-baik). “Awak pipit nak nelan jagung” (impian yang terlalu besar, impian yang tidak mungkin) “Pegi macang babungo, balik macang bapelutik”. (istilah yang dipakai untuk orang yang merantaunya hanya sebentar)

Petatah-petitih adalah merupakan sastra adat jambi yang berisikan nasehat dan pandangan-pandangan serta pedoman hidup yang baik, yang berisikan petunjuk-petunjuk dalam melakukan hubungan sosial dalam masyarakat. Contohnya:

Kurang sisik rumput menjadi Kurang siang jelupung tumbuh Artinya: Apabila dalam menghadapi setiap masalah, jika kurang hati-hati atau teliti, maka akan berakibat buruk. Kecik dak besebut namo Besak dak besebut gela Artinya: Antara miskin dan kaya tidak ada perbedaan, yang miskin tidak disebutkan, yang kaya tidak dikatakan kaya. Kalau lah memahat di atas baris Kalau mengaji lah diatas kitab Rumah sudah jadi Ganden dan pahat dak bebunyi lagi Artinya: Setiap masalah apabila sudah diselesaikan (dimufakatkan) maka tidak akan atau tidak lagi timbul masalah itu dikemudian hari.

Namun meskipun seloko adat berintikan nilai Islam, bukan hanya menjadi manifestasi doktrin al- Qur’an. Sebab pada dasarnya adat budaya melayu Jambi adalah adat yang

Yudi Armansyah : Kontribusi Seloko Adat Jambi....

berorientasi pada penggunaan akal secara mengakibatkan dispotisme (Lewis, at all, rasional dalam berpikir dan bertindak dalam

kehidupan sehari-hari. Dan Islam sangat Islam nyatanya turut mengakomodasi memberi pengaruh besar terhadap adat

prinsip-prinisip demokrasi sebagaimana yang budaya Jambi, pengaruh tersebut dapat

oleh sejarawan dilihat dari berbagai aspek seperti

pernah

digaungkan

Kuntowijoyo (1999). Menurutnya ada enam penggunaan aksara Arab Melayu, Arab

demokrasi yang Gundul dan huruf Jawi pada karya tulis

kaidah-kaidah

diinternalisasikan dalam ajaran Islam. masyarakat Melayu Islam Jambi.(Suwadi:43).

Pertama, ta ’aruf (saling mengenal), kedua, syura Artinya Seloko adat dalam kehidupan

(musyawarah), ketiga, ta’awun (kerjasama, sehari-hari merupakan sesuatu rasional, logis

keempat, mashlahah dan terukur. Tidak terkungkung dalam

koperasi),

(menguntungkan masyarakat), kelima, ‘adl doktrinisasi semata, sebab akal sebagai tolak

(adil). Kelima kaidah dasar demokrasi ukur regulasi Seloko adat diterapkan dalam

tersebut ditutup dengan terwujudnya taghyir kehidupan masyarakat Melayu Jambi.

(perubahan).

Sehingga seloko-seloko, petatah-petitih dan Pelaksanaan prinsip kedaulatan rakyat undang-undang hukum adat seperti Induk

dalam konsep demokrasi dapat dilakukan Undang Nan Limo, Anak Undang Nan Delapan

melalui mekanisme pemilihan langsung dan Anak Undang Nan Dua Belas. Semuanya

maupun melalui perwakilan. Demokrasi merupakan

langsung bercirikan rakyat mengambil bagian kehidupan yang mengatur tata kehidupan

sekumpulan

norma-norma

secara pribadi dalam tindakan-tindakan dan masyarakat Melayu Jambi. Norma-norma

pemberian suara untuk membahas dan tersebut terelaborasi dengan nilai-nilai Islam

mengesahkan undang-undang. Sedangkan yang disebut sebagai, “Adat yang bersendikan

demokrasi perwakilan, rakyat memilih warga kepada Syara ”. Artinya, menurut Hasbullah

lainnya sebagai wakil yang tunduk di lembaga dan Amin (2015:6), segala struktur hukum

perwakilan rakyat untuk membahas dan adat Melayu Jambi maupun seloko-seloko,

mengesahkan undang-undang. pantun-pantun, pribahasa atau petatah-

Beberapa model integrasi antara Seloko Adat

Melayu Jambi dengan al- Qur’an dan sejalan dengan

petitih tersebut telah melalui rentang proses

seleksi yang panjang dibawah pantauann nilai-nilai demokrasi di antaranya: Pertama, Undang- Syara’ untuk kemudian dilegalkan sebagai Undang Adat Tentang Pampas. Luka-lekih Dipampas,

maksudnya: barang siapa yang melukai badan/fisik

hukum yang mengatur masyarakat.

orang lain dihukum membayar pampas yang

Penegakkan hukum dalam suatu negara

dibedakan atas 3 kategori, yaitu: Pertama, luka rendah,

pada kenyatannya lebih “fasih” diterapkan

pampasnya seekor ayam, segantang beras dan kelapa

dalam sistem negara demokrasi. Baik secara setali (dua buah). Kedua, luka tinggi, pampasnya seekor

kambing dan 20 gantang beras. Ketiga, luka parah,

produk hukum maupun

instrumen-

pampasnya dihitung setengah/separuh bangunan.

instrumen penguatnya. Kedaulatan yang ada

Sebaliknya, Mati Dibangun, maksudnya barangsiapa

ditangan rakyat yang kemudian menjadi dasar

yang membunuh orang lain, dihukum membayar

dari penguatan demokrasi nyatanya sejalan

bangun berupa 1 ekor kerbau, 100 gantang beras dan

dengan prinsip Islam. Fathi Osman, misalnya 1 kayu kain putih (LAD,1993:32). Hukum Pampas di atas sangat mirip

mengemukakan gagasan menarik tentang dengan hukum Qishash sebagaimana di dalam wacana “kedaulatan Tuhan” dan “kedaulatan Qs. Al- Baqarah ayat 178: “Hai orang-orang rakyat”, keduanya tidak kontradiktif,

sebagaimana “syura” dan “demokrasi” juga yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang

tidak bertentangan. Apabila kaum Muslim dapat melindungi “kedaulatan Tuhan” dan merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan

hamba, dan wanita dengan wanita. Maka keimanan serta nilai-nilai agama melalui barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari pemerintahan yang didasarkan pada saudaranya, hendaklah (yang “kedaulatan rakyat”, maka itulah yang memaafkan)

mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah terbaik. Sebab, pemaksaan hanya akan (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang

memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 1 - 13

demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan 1 diberlakukan hukuman cambuk dan rajam, kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang

sebagaimana tuntunan al-Quran dan hadis, melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa

tetapi diberlakukan hukuman setimpal yang yang sangat pedih ” (QS. Albaqarah:178).

bisa membuat jera para pelakunya. Karena Memang ada perbedaan, bahwa dalam

ketika ada hukum yang mampu membuat hukum adat Melayu Jambi tidak mengenal

jera para pelakunya maka hal itu sama adanya Qishash, melainkan hukum diyat. Di

dengan semangat ajaran Islam ( Marpaung, mana, dalam hukum Pampas diberlakukan

pendekatan perdamaian baik antara orang Alasan lain pada masyarakat Melayu yang dilukai ringan, sedang dan berat sesuai

Jambi tidak memberlakukan hukum Rajam dengan aturan adat masyarakat Jambi. Jika

mengingat Indonesia bukan Negara yang kasusnya terbunuh, maka diselesaikan

menerapkan Syariat Islam secara utuh, dengan para ahli waris dengan mengganti

menjatuhkan hukum dengan jumlah yang telah ditentukan dalam

bahkan

ketika

Rajam/Cambuk, maka akan dapat terjerat Hukum Pampas.

Pasal 338 KUHP yang berbunyi: “Barang Kedua, tradisi cuci kampung. Cuci

siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang kampung merupakan adat Melayu Jambi

lain, karena bersalah telah melakukan yang menjadi suatu ritual adat yang

pembunuhan, maka dipidana penjara selama- dilaksanakan ketika ada perbuatan salah

lamanya 15 tahun ”. Selain akan terjerat pula (asusila) antara Bujang Gadis, atau antara

Undang-Undang Hak Asasi Manusia (HAM). Bujang Gadis dengan orang yang sudah

Meskipun demikian secara tersirat al- menikah.

Quran turut memberikan resolusi lain tercermin dalam seloko adat yang berbunyi:

Mengenai

Cuci Kampung

terhadap persoalan hukum zina tersebut Tegak mengintai lenggang, Duduk Menanti Kelam,

sebagaimana yang dituangkan dalam hukum Tegak bedua begandeng dua, Salah Bujang Gadis

adat Melayu Jambi. Laki-laki yang berzina dikawinkan. Maksudnya adalah pergaulan

tidak mengawini melainkan perempuan yang antara orang bujang dengan seorang gadis

berzina, atau perempuan yang musyrik; dan yang diduga kuat telah melanggar adat dan

perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan memberi malu kampung tanpa sisik siang

oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, harus dikawinkan. Hukum seperti ini

dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang memang pada dasarnya secara literalis

yang mukmin ( QS. An-Nur:3) . Sehingga para (tekstual) tidak sejalan dengan al-Quran:

pezina harus membayar denda dan Perempuan yang berzina dan laki-laki yang

dikawinkan. Upaya denda dan pengawinan berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari

sejatinya merupakan bagian terintegral dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas

semangat ajaran Islam untuk memberikan kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk

efek jera kepada pelakunya. (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman

Undang-Undang Hukum kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah

Ketiga,

Menantang/Mengajak Berkelahi. Pada . (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh

masyarakat Melayu Jambi, terdapat juga sekumpulan orang-orang yang beriman (QS. An-

hukum adat yang mengatur larangan Nur:2).

menantang berkelahi dengan denda-denda Dalam Islam orang yang berzina harus

tertentu. Hal ini termuat dalam undang- dihukum dicambuk. Memang tampak

undang hukum adat yang berbunyi, ketidaksejalanan hukum adat dengan hukum

“Memekik Mengentam Tanah, Menggulung Islam. Akan tetapi, hukum adat yang berlaku

Lengan Baju, Menyingsing Kaki Celana ”. pada masyarakat Melayu Jambi pada

Maksudnya menantang orang lain berkelahi. prinsipnya mengandung semangat ajaran

Kalau yang ditantang itu orang biasa Islam. Sebab tujuan diberlakukannya hukum

adat seperti itu ialah untuk memberikan

1 Hukumannya adalah pertama-tama dinasehati.

pelajaran bagi pelakunya (zaani/zaaniyah). Kemudian jika masih mengulangi perbuatannya maka Jadi dalam adat Melayu Jambi memang tidak

diberlakukan denda cuci kampung sebanyak 1 ekor kambing dan 20 gantang beras serta dikawinkan.

Yudi Armansyah : Kontribusi Seloko Adat Jambi....

hukumannya seekor ayam, 1 gantang beras hukum adat dan hukum Islam dapat dan setali kelapa (dua buah). Jika yang

berdampingan serta saling menguatkan. ditantang itu lebih tinggi kedudukannya maka

dihukum 1 ekor kambing, 2- gantang beras Kontribusi Seloko Adat Terhadap Demokrasi

dan kelapa 20 buah ( LAD, 2001:14-15) .

Lokal

Secara literal bila ditelaah dalam Islam, Jika melihat eksistensi seloko adat boleh dikatakan tidak ditemukan dalil

Melayu Jambi hingga kini. Hal tersebut, jika eksplisit, terperinci dan detail membahas

merujuk pada pembagian model demokrasi persis mengenai hierarki (tingkatan) hukum-

yang dikemukakan oleh Assyaukani (2011), hukum seperti yang terdapat dalam tatanan

maka Indonesia merupakan salah satu negara adat Melayu Jambi. Namun dalam Islam

yang memiliki model demokrasi agama banyak sekali dalil-dalil al-Quran yang

sekaligus demokrasi Islam secara bersamaan. mengajarkan

Maka kebersamaan antara demokrasi hubungan bertetangga, bahkan dituntut

memupuk

persaudaraan,

Islam dan demokrasi agama tersebut, turut untuk

membawa pengaruh positif terhadap persengketaan/perselisihan yang terjadi di

mendamaikan

berkembangnya hukum adat yang berdimensi antara saudara-saudara kita (Ahmad dan

nilai-nilai agama. Menariknya tidak hanya Amin, 2015:16).

hukum adat bercorak Islam semata, juga Setidaknya hal ini sejalan dengan al-

hukum adat non Muslim pada daerah lain Quran: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka

dapat diterapkan sebagai salah satu wujud yang beriman itu berperang hendaklah kamu

demokrasi agama tersebut. damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu

Seloko Adat sebagai entitas kearifan melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah

lokal merupakan bagian dari tatanan yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai

kehidupan sosial, politik, budaya, ekonomi, surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah

serta lingkungan yang hidup di tengah-tengah surut, damaikanlah antara keduanya menurut

masyarakat lokal. Ciri yang melekat dalam keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil;

kearifan tradisional adalah sifatnya yang sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang

dinamis, berkelanjutan dan dapat diterima berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya

oleh komunitasnya. Dalam komunitas bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah

masyarakat lokal, kearifan tradisional hubungan) antara kedua saudaramu itu dan

mewujud dalam bentuk seperangkat aturan, takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat

pengetahuan, dan juga keterampilan serta rahmat 2 ”. tata nilai dan etika yang mengatur tatanan

Tampak jelas Islam sangat mewarnai sosial komunitas yang terus hidup dan pembentukan seloko adat Melayu Jambi.

berkembang dari generasi ke generasi. Meskipun harus ditelaah secara mendalam

Mereka yang muncul dari komunitas lokal tidak terbatas hanya dengan pemaknaan

inilah yang hidup, tumbuh, dan bergelut literal semata. Melainkan dengan pendekatan

dengan problem sosial, politik, budaya, nilai yang essensial dan metafisik. Jika hal

ekonomi, dan lingkungan, mempelajari tersebut sekaligus menegaskan bahwa antara

kegagalankegagalan sampai menemukan solusi praktis untuk komunitasnya. Ilmu yang mereka dapat menjadi milik bersama

komunitasnya tanpa diperdagangkan.

Qs. Al-Hujurat: 9-10. Ada juga ayat yang melarang

Bagaimana memaknai arti penting

keonaran dan kericuhan yang berujung pada

kearifan

dalam

masyarakat madani

perselisihan dengan orang lain. “Dan janganlah kamu

(demokrasi). Di dalam kearifan lokal terdapat

memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan

gagasan-gagasan (ideas, cultural system),

janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

perilaku-perilaku (activities, social system) dan

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu

artifak-artifak (artifacts, material culture) yang

dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya

mengandung nilai-nilai yang berguna dan

seburuk-buruk suara ialah suara keledai ” (Qs. Luqman:

relevan bagi pembangunan masyarakat

18-19) 8

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 1 - 13

madani. Relevansi dan kebergunaan itu, seloko adat Jambi disebutkan bahwa: menurut Rokhman dan Wijayanti (2011),

“Berjenjang naik betanggo turun, turun dari takak terdapat misalnya dalam hal-hal berikut:

nan di atas, naik dari takak nan di bawah ”,

1. Bentuk-bentuk tradisi yang berkembang seloko adat tersebut mempunyai pengertian dalam suatu kebudayaan tidak semata-

bahwasanya dalam mengambil keputusan mata diciptakan untuk memenuhi

terdapat tingkatan-tingkatan pengambilan kebutuhan estetis, tetapi untuk memenuhi

Tingkatan pengambilan kepentingan-kepentingan yang didasarkan

keputusan.

keputusan ini misalnya tingkat pengambilan pada alasan religius, mitos, mata

keputusan yang tertinggi, yaitu Alam nan pencaharian dan integrasi sosial.

Barajo, sampai dengan sebuah pengambilan

2. Nilai budaya dan norma dalam keputusan pada tingkatan yang paling bawah kebudayaan tertentu tetap dianggap

Anak nan Berbapak, Kemenakan nan sebagai 3 pemandu perilaku yang Bermamak.

Sebuah keputusan jika berdasarkan kebajikan,

menentukan keberadaban,

seperti

persoalan yang kecil maka cukup tenggang rasa dan tepa selira.

kesantunan,

kejujuran,

pengambilan keputusan dari tingkatan yang

3. Teknologi beserta teknik-tekniknya dalam kecil seperti Kemenakan nan Bermamak. praktik dianggap merupakan keunggulan

Sebaliknya, jika persoalan besar menyangkut yang

kebutuhan orang banyak, maka perlu diambil dipersaingkan dengan teknologi yang

dapat dipersandingkan

dan

keputusan yang tingkatannya tertinggi yaitu, dikenal dalam kebudayaan lain.

Alam nan Barajo. Begitu pula proses untuk

4. Suatu rangkaian tindakan upacara tradisi menghasilkan keputusan tertinggi tersebut, tetap dianggap mempunyai makna

harus dilewati dengan berbagai prosedur simbolik yang dapat diterima meskipun

yang berlapis dan ketat. Tidak seperti sistem kepercayaan telah berubah.

keputusan pada tingkat terendah. Upacara tradisi juga berfungsi sebagai

Kedua, prinsip keadilan. Beberapa media integrasi sosial.

prinsip keadilan dalam seloko adat

5. Permainan tradisional dan berbagai disebutkan, “Rajo adil, rajo disembah, rajo zalim, ekspresi foklor lain mempunyai daya

rajo disanggah ” (Raja adil, raja disembah, raja kreasi yang sehat, nilai-nilai kebersamaan

zalim, raja disanggah). Dalam seloko lainnya, dan pesan-pesan simbolik keutamaan

“Kalo bulat dapat digulingkan, pipih dapat kehidupan.

dilayangkan, putih bekeadaan, merah dapat Dengan demikian kearifan Lokal

ditengok, panjang dapat diukur, berat dapat merupakan sebuah kebudayaan yang

ditimbang ”. (Bulat dapat digulingkan, pipih mengacu pada pelbagai kekayaan budaya itu

dapat diterbangkan, putih murni, merah sendiri, yang tumbuh dan berkembang dalam

dapat dilihat, panjang dapat diukurm berat masyarakat, dikenali, dipercayai, dan diakui

dapat ditimbang).

sebagai elemen penting yang mampu Ketiga, prinsip persamaan. Disebutkan, mempertebal kohesi sosial di antara warga

“Ke darat samo kering, ke air samo basah” (Ke masyarakat.

darat sama-sama kering, ke air sama-sama diterjemahkan secara bebas dapat diartikan

basah). Dalam seloko lainnya, “Ringan sama nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam

dijinjing, berat samo dipikul, ke bukit samo suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk

mendaki, ke lurah samo menurun, malang samo mengetahui suatu kearifan lokal di suatu

merugi, belabo sama mendapat ” (Ringan sama- wilayah maka kita harus bisa memahami

sama dijinjing, berat sama-sama dipikul, ke nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam

bukit sama-sama mendakim ke lurah sama- wilayah tersebut. Kontribusi seloko adat Melayu Jambi

dalam penguatan demokrasi lokal di

3 Bahren Nurdin, Seloko Adat Melayu Jambi,

antaranya: Pertama,

pengambilan

dalam

keputusan dalam pemerintahan . Dalam

https://bahren13.wordpress.com/2014/01/12/ diakses pada 3 Agustus 2017

Yudi Armansyah : Kontribusi Seloko Adat Jambi....

sama menurun, malang sama-sama merugi, Sedegam ” (Lembai sekipas hentak sebunyi) untung sama-sama didapat).

Arti dari seloka ini adalah seia sekata dalam Keempat, kebijaksanaan pemimpin.

mengerjakan suatu pekerjaan. Orang yang Seorang

berjalan bersama akan kelihatan indah kebijaksanaan dalam pemerintahan. “Negeri

apabila ayunan tangan sama dan bunyi aman padi menjadi, aek bening ikannya jinak,

hentakan kakinya seirama. Di samping itu, rumput mudo kerbonyo gemuk, idak adao silang

jarak yang jauh tidak akan terasa karena yang dapat dipatut, idak ado kusut yang tak dapat

bersama-sama. Seloko ini diselesaikan, idak ado keruh nang dak dapat

dilalui

menggambarkan bahwa manusia dalam dijernihkan ”. (Negara aman padi berhasil, air

kehidupan sehari-hari selalu kompak dan bening ikannya jinak, rumput muda,

bersatu. Setiap manusia atau warga kerbaunya gemuk, tidak ada silang sengketa

masyarakat dalam kesehariannya memiliki yang dibolehkan, tidak ada masalah yang

masalah dan kepentingan yang berbeda. tidak dapat diselesaikan, tidak ada keruh yang

Namun untuk suatu pekerjaan yang tidak dapat dijernihkan).

menyangkut kepentingan orang banyak, “Tudung manudung bak daun sirih, jahit

hendaklah bersatu dan dimusyawarahkan. menjahit bak daun pete, taub menaub bak benam

Sekecil apapun permasalahan, apabila ketam, hati gajah samo dilapah, hati tunggau samo

diselesaikan dengan cara musyawarah akan dicecah, tigo ringgit tengah delapan, sebulan tigo

memberi dampak positif terhadap semua puluh hari dikit samo dimakan, idak samo dicari ”.

pihak.

(Tutup menutup seperti daun siri jahit Sebab pekerjaan apabila dikerjakan menjahit seperti daun petai, kait mengait

secara bersama-sama dan seia sekata akan seperti ketan, hati gajah sama-sama dipotong,

berhasil dengan baik. Keberhasilan tersebut hati tunggau sama-sama dicincang, tiga

diperoleh tentunya karena suatu pekerjaan ringgit tengah delapan, sebulan tiga puluh

dari awal sudah direncanakan dengan tepat, hari, sedikit sama-sama dimakan, tidak ada

pelaksanaannnya sama-sama dicari).

kemudian

proses

didiskusikan atau dimusyawarahkan secara “Pemimpin itu hendaknya ibarat sebatang

bersama serta adanya pembagian tugas yang pohon, batangnyo besak tempat besandar, daunnya

jelas. Sehingga masing-masing individu rimbun tempat belindung ketiko hujan, tempat

menjalankan tugasnya dengan penuh rasa beteduh ketiko panas, akarnyo besak tempat besilo,

tanggungjawab. Satu sama lainnya saling pegi tempat betanyo, balik tempat babarito ”.

membantu dan saling menghargai serta seia (Pemimpin itu hendaknya seperti sebatang

sekata. Apabila ada masalah, dibicarakan dan pohon batangnya besar tempat bersandar,

diselesaikan secara bersama, sehingga beban daunnya rimbun tempat berlindung ketika

yang berat menjadi ringan dan masalah yang turun hujan, tempat berteduh ketika panas,

rumit menjadi mudah. Dengan demikian, akarnya besar tempat bersila, pergi tempat

akan tercipta suasana kerja yang tenang dan bertanya, pulang tempat berpesan).

pada gilirannya akan Pemimpin

damai yang

menghasilkan masyarakat yang bersatu, seia mengartikulasikan dan membangun nilai-

harus

mampu

sekata dan hidup yang rukun (Arman, 2015). nilai. Di mana pemimpin harus menepati

Selain itu, ungkapan Lembai Sekepeh janji kampanye dan ini memang pekerjaan

Entak Sedegam dapat dimaknai sebagai sangat berat. Seperti ungkapan “Titian galian

anjuran untuk menegakkan persatuan. Seia dalam negeri ”. (Orang yang tidak memiliki

sekata dalam pikiran dan tindakan pendirian, sering ingkar janji, bila terpojok

merupakan salah satu manifestasi dari mengat akan lupa atau khilaf). “Orang tua

semangat persatuan dan kesatuan. Dalam berlaku budak ”. (Orang tua tetapi perangainya

konteks kebangsaan dan keindonesiaan seperti anak-anak tidak memiliki rasa malu)

pepatah ini tentunya sangat urgen, ditengah ( Al Munir dan Ja’far, 2013) .

krisis persatuan dan solidaritas antar anak Kelima, prinsip musyawarah mufakat.

bangsa akibat interes politik baik pada Dalam untaian seloko, “Lembai Sekepeh Entak

tataran pemilu dan pilkada.

Sosial Budaya, Volume 14, Nomor 01, Juni 2017, pp. 1 - 13

Keenam, manajemen dan tata kelola mampu membuat panggilan yang kuat pemerintahan . “Mudik Setanjung Ilir

meskipun bersifat imaginatif, pemimpin Serantau ” (Mudik setanjung hilir serantau). Arti

mengetahui batasan-batasan nilai dan dari seloka ini adalah sesuatu pekerjaan

prinsip-prinsip etis, membuat kerangka aksi hendaklah diselesaikan secara bertahap.

dalam pengertian etis, dan pemimpin mampu Seseorang ataupun sekelompok orang

menghubungkan poposisi nilai dasar kepada (masyarakat) apabila melaksanakan suatu

bantuan stakeholders dan legitimasi pekerjaan, haruslah punya perencanaan yang

masyarakat ( Freeman dan Stewart, 2006) . matang baik dari segi pendanaan maupun

Selain itu, beberapa isi dari seloko adat mekanisme

yang turut memberikan kontribusi signifikan mendapatkan hasil yang baik, perencanaan

pelaksanaannya.

Untuk

terhadap penguatan tatanan sosial – politik harus dibuat dengan sebaik-baiknya,

masyarakat Jambi, di antaranya: Pertama, kemudian pelaksanaannya dilaksanakan

“Ambil Benih Campaklah Sarap” (Ambil benih sesuai dengan tahapannya. Pekerjaan yang

buanglah sampah). Arti dari seloko ini adalah dilakukan secara bertahap sebagaimana

ambillah sesuatu yang baik dan bermanfaat diisyarakatkan dalam seloka di atas dapat kita

kemudian buanglah sesuatu yang tidak baik. lihat dalam kehidupan sehari-hari orang tua-

Pada seloko ini, benih melambangkan tua di pedesaan. Di antaranya waktu turun ke

sesuatu yang baik dan bermanfaat dalam ladang. Setelah ada perencanaan dan

kehidupan masyarakat, sedangkan sampah kesepakatan untuk turun ke ladang

melambangkan sesuatu yang tidak baik (menetapkan hari baik bulan baik), tahapan

(Arman, 2015).

yang mereka lakukan adalah menebas dan Dalam kehidupan masyarakat sehari- menebang kayu dan berikutnya membakar

hari, mereka sering dihadapkan pada pilihan dan membersihkan areal yang akan ditanam,

baik dan buruk. Untuk itu, masyarakat terus menanam, menyiangi dan terakhir

dituntut untuk dapat membedakan mana menuai. Hal senada juga tampak dalam

yang baik dan mana yang tidak baik (buruk). pelaksaan upacara tradisional. Terlihat

Apabila pekerjaan itu atau sesuatu itu baik adanya tahapan-tahapan, seperti tahapan

maka ambil dan perbuatlah sesuai dengan persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap

yang sepatutnya, tetapi apabila perbuatan itu sesudah

atau sesuatu itu tidak baik maka menunjukkan bahwa manusia dalam hidup

tinggalkanlah atau buanglah. Apakah itu hendaklah teratur dan tertib (Arman,

pekerjaan atau sesuatu itu menyangkut diri 2015).

sendiri ataupun berhubungan dengan Setidaknya model kepemimpinan yang

masyarakat luas.

dikembangkan seloko adat Jambi seiring Pada umumnya masyarakat Melayu sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Di

beragama Islam, maka ukuran baik dan mana sekurangnya ada beberapa karakteristik

buruk (tidak baik) nya segala sesuatu pemimpin yang mendukung penguatan

haruslah mengacu kepada ajaran Islam dan demokrasi berbasis kearifan lokal yaitu,

berlaku dalam pemimpin mampu mengartikulasikan dan

norma-norma

yang

masyarakat. Seseorang tidak bisa mengatakan membangun tujuan dan nilai-nilai, pemimpin

sesuatu itu baik atau buruk hanya memiliki fokus pada kesuksesan yang

berdasarkan pendapatnya saja atau hanya dipimpinnya ketimbang dirinya sendiri,

dilandasi oleh kepentingan pribadi. Oleh pemimpin mampu menemukan orang-orang

karena itu, untuk bertindak seseorang yang cocok dan mengembangkannya,

haruslah memikirkannya dengan sebaik- pemimpin mampu mengkreasi percakapan

baiknya apakah yang dilakukannya baik atau tentang etika, nilai-nilai dan kreasi nilai bagi

tidak.

stakeholders, pemimpin mampu mengkreasi Kedua , “Dikit menjadi pembasuh banyak mekanisme perbedaan pendapat pemimpin

menjadi musuh ” (sedikit menjadi pembasuh banyak mampu mengambil suatu pemahaman yang

menjadi musuh). Arti dari seloko ini adalah toleran terhadap nilai-nilai lain, pemimpin

segala sesuatu tidak boleh berlebihan. “Dikit

Yudi Armansyah : Kontribusi Seloko Adat Jambi....

menjadi pembasuh ” melambangkan bahwa adat dan demokrasi memiliki relasi yang erat. segala sesuatu apabila

Hubungan tersebut bersifat interdependensi sewajarnya atau sesuai dengan kebutuhan

dipergunakan

tidak dapat dilepaskan satu sama lain, jika akan memberikan manfaat kepada semua

dilepaskan maka ia tidak akan mampu orang (air sedikit dapat dipergunakan untuk

bertahan dalam dinamika kehidupan memenuhi kebutuhan manusia), “banyak

berbangsa dan bernegara. menjadi musuh ” melambangkan bahwa segala

Kontribusi seloko adat dalam rangka sesuatu dikerjakan atau dipergunakan secara

memperkuat demokrasi di tingkat lokal berlebihan akan merugikan diri sendiri dan

Jambi sangat nyata. Melalui penelusuran orang lain (air yang banyak /banjir dapat

prinsip-prinsip bersama yang tersurat antara menjadi musuh manuasia karena tidak bisa

seloko adat dan demokrasi. Setidaknya dikendalikan).

ditemukan ada enam kontribusi seloko adat Melalui seloko ini dapat dipetik

terhadap penguatan demokrasi di tingkat pengajaran bahwa dalam hidup, manusia

lokal Jambi yaitu: prinsip pengambilan harus berbuat secara wajar dan tidak

keputusan dalam pemerintahan; prinsip berlebihan/ sederhana. Sedehana dalam

keadilan; prinsip persamaan; Kebijaksanaan bergaul, sederhana dalam berpakaian,

pemimpin; prinsip musyawarah mufakat; dan sederhana dalam mencari rezeki dan

manajemen dan tata kelola pemerintahan. sebagainya. Hal ini bukannya berarti

Saran

seseorang tidak boleh giat berusaha untuk Sudah saatnya pemerintah menjadikan mendapatkan hasil yang banyak, tetapi dalam

seloko adat Jambi tidak hanya sebagai pemanfaatan apa yang sudah diperoleh

narasi-narasi seremonial haruslah sesuai dengan kebutuhan dan selalu

pelengkap

kebudayaan serta adat istiadat pernikahan. berhati-hati dalam bertindak (tidak tergesa-

Pemerintah harus menjadikan seloko adat gesa dan tidak berlebih-lebihan).

sebagai landasan fundamental dan standar Perlu kesadaran mendalam untuk