IZIN TERBIT : No.2426SKDitjen PPGSTT1998 ISSN 1829-5657

2 Apa dan Mengapa

Matematika Begitu Penting?

LIPUTAN TANYA JAWAB

5 Jawaban Masalah

Pengembangan

37 “Peluang” kunjungan MGMP

Alat Peraga Matematika

di PPPPPTK Matematika Matematika Kab. Pekalongan Provinsi Jawa Tengah ke PPPPTK Matematika Yogyakarta Rabu, 23 Juni 2008

24 TIPS DAN TRIK

42 di Google Images

Rangkaian Pre-launching

Mencari Gambar

SEAMEO Centre for QITEP

In Mathematics

WAWASAN

7 Pengubinan

Perlukah Perubahan Nama

44 Unik dengan Transformasi

Istilah Matematika?

11 Lebih Kontekstual Dengan

Nilai Strategis

47 Bentuk Alamiah

Ujian Nasional (UN)

49

Validitas Penilaian Hasil

15 Belajar Matematika SMP

21 Penerapan Pembelajaran

Menggunakan Student Recap untuk Mengaktifkan Siswa

Edisi 23, Agustus 2009

S eorang pemimpin merupakan ujung tombak suatu organisasi. Pemimpin harus memiliki sikap tegas dan menjadi teladan bagi karyawannya. Sebagai Kepala PPPPTK Matematika, Drs. Kasman Sulyono, MM, selalu berupaya membawa lembaga yang

dipimpinnya menuju arah yang lebih baik. Perubahan pola pikir dan wawasan sumber daya manusia menjadi target awal untuk menunjang kemajuan dan memenuhi tantangan masa depan lembaga.

Tidak hanya perubahan pola pikir yang menjadi concern beliau, peningkatan kualitas SDM sangat diperhatikan karena SDM merupakan kunci investasi dalam pengembangan lembaga. Kepala Bagian Umum PPPPTK Matematika, Dra. Ganung Anggraini, M.Pd, mengungkapkan bahwa dalam berbagai kesempatan, Drs. Kasman Sulyono, MM., selalu mendorong dan memberi kesempatan kepada karyawan untuk meningkatkan kompetensi dan kualifikasi melalui pendidikan gelar maupun non gelar seperti pelatihan-pelatihan.

Masalah peningkatan kesejahteraan pegawai juga menjadi titik perhatian Drs. Kasman Sulyono, MM. Hal tersebut diakui oleh para karyawan PPPPTK Matematika. Salah seorang widyaiswara, Dra. Sri Wardhani, M.Pd berkata, “Pak Kasman adalah pribadi yang tegas dan berani mengambil resiko untuk tidak populer. Namun beliau memberi perhatian besar pada kesejahteraan pegawai dan peduli terhadap organisasi-organisasi di PPPPTK Matematika seperti dharma wanita, koperasi dan FUI.

Dalam menjalankan roda kepemimpinannya, Drs. Kasman Sulyono, MM., dikenal memiliki disiplin yang tinggi, apalagi menyangkut kinerja pegawai. Nanang, salah seorang karyawan honorer, berkata,”Pak Kasman orangnya baik dan mengutamakan disiplin. Beliau tidak pernah memandang pegawai tingkat apapun dan selalu memberi dukungan untuk melakukan yang terbaik”. Sikap disiplin yang ditegakkan Beliau bagi sebagian kecil karyawan dinilai cukup keras, namun hal tersebut dilakukan untuk kebaikan karyawan.

Selama menjabat sebagai Kepala PPPPTK Matematika sejak 29 Juni 2005 hingga akhir masa jabatannya pada tanggal 31 Juli 2009, berbagai terobosan telah dilakukan, diantaranya adalah perubahan pola pikir karyawan, peningkatan kualitas SDM, penataan lingkungan dan peningkatan kualitas layanan jasa. Kepada redaksi LIMAS, beliau mengungkapkan apa saja yang menjadi harapan dan cita-citanya untuk kemajuan PPPPTK Matematika. Berikut petikan wawancara yang dilakukan redaksi LIMAS dengan Bapak Drs.Kasman Sulyono, M.M :

Redaksi LIMAS (LIMAS) : Apa yang berkesan bagi Bapak ketika pertama kali datang di PPPPTK Mateamtika?

Drs.Kasman Sulyono,M.M(KS): PPPPTK merupakan lembaga pelatihan guru tingkat nasional yang punya potensi meningkatkan kompetensi guru khususnya matematika. Oleh karena itu kesan pertama bagaimana agar setiap peserta diklat atau tamu yang datang ke PPPPTK Matematika memiliki kesan yang baik. Kesan baik itu nomor satu bagi saya. Maka perlu ditingkatkan kondisi lingkungan, layanan, sumberdaya, dan komunikasi sehingga para tamu punya kesan mendalam terhadap PPPPTK sehingga ingin kembali lagi ke PPPPTK.

WAWANCARA

BIODATA

Nama

Drs. H. Kasman Sulyono, M.M

Tempat dan tanggal lahir

Surakarta, 27 Juli 1949

S2 Magister Managemen

Riwayat Jabatan

 Kasubbag Kepegawaian di Direktorat Pembinaan Kesiswaan Tahun 1990  Kepala Seksi di Direktorat Pembinaan Kesiswaan Tahun 1994  Kepala Bagian Tata Usaha di Direktorat Pembinaan Kesiswaan Tahun 1998  Kepala BPG Yogyakarta Tahun 1999  Kepala LPMP Provinsi DI. Yogyakarta Tahun 2000  Kepala PPPG Matematika Yogyakarta Tahun 2005  Kepala PPPPTK Matematika Yogyakarta Tahun 2007

Penghargaan

 Satya Lencana Karya Satya 20 Tahun tanggal 14 April 1999  Satya Lencana Karya Satya 30 Tahun tanggal 17 Agustus 2001

Drs. Kasman Sulyono, M.M. : Sosok Leader yang Bersahaja

LIMAS : Apa yang menjadi misi Bapak waktu

sekarang 5 orang. Untuk S2 cukup banyak.

pertama kali datang?

Alhamdulillah teman-teman dapat menggunakan KS : Sebagai pimpinan baru, saya harus memberi

peluang ini dengan sebaik-baiknya. Namun kita contoh kepada karyawan mulai dari yang terkecil

harus selektif dalam memilih pendidikan apa yang sampai pada bagaimana upaya mengubah pola pikir

akan ditempuh, tentunya yang menunjang kemajuan dan wawasan ke seluruh SDM yang ada ke arah

lembaga dan memenuhi tantangan masa depan perubahan yang lebih baik.

lembaga.

LIMAS: Selama Bapak menjadi kepala PPPPTK LIMAS: Selama kepemimpinan Bapak, adakah Matematika, apakah Bapak sudah merasa

perubahan signifikan terhadap kinerja lembaga ini optimal menjalankan tugasnya dalam

pegawai?

pengembangan dan pemberdayaan PTK

KS : Khususnya yang menerima pola pikir saya, tentu

ada progress. Tapi bagi yang sulit menerima pola KS: Apabila dicermati tentu masih bisa ditingkatkan

matematika?

pikir saya mungkin justru menjadi beban. Hal inilah karena potensi di PPPPTK Matematika sangat

yg menjadi PR ke depan bagi lembaga kita, banyak, dan masih bisa dikembangkan atas dasar

bagaimana mengubah beban itu agar berubah kebutuhan dan kondisi pasar khususnya matematika.

menjadi bekal untuk lebih maju lagi. Tidak hanya guru matematika, tetapi kepada semua tenaga kependidikan matematika dan bila perlu

LIMAS: Terkait dengan supporting unit, seperti

sampai kepada semua siswa karena memang

kita ketahui belum semua supporting unit

PPPPTK didukung berbagai sumber daya.

diberdayakan. Apa saran Bapak?

KS: Asrama perlu ditingkatkan, setidaknya setara

LIMAS: Hal apa yang perlu ditingkatkan untuk

hotel bintang 2. Kemudian untuk unit akademik

kemajuan PPPPK Matematika?

seperti alat peraga bagaimana supaya bisa KS: Pertama adalah SDM, karena SDM merupakan

ditingkatkan. Diperlukan tenaga yang bisa menjual kunci investasi dalam pengembangan lembaga baik

produk-produk PPPPTK Matematika. Saran saya, untuk saat ini maupun di masa depan. Oleh karena itu,

perlu direkrut tenaga manajemen diawal kehadiran, saya berusaha melakukan

pemasaran/marketing untuk menjual produk-produk perubahan pola pikir terhadap setiap SDM yang ada

kita dan perlu melakukan kerja sama dengan lembaga di PPPPTK Matematika, yakni perubahan yang lebih

yang terkait produk-produk pendidikan sesuai baik dan mengedepan. Selain itu, perlu ditingkatkan

ketentuan berlaku. Selain itu, turut menentukan juga pula kondisi supporting unit, kondisi perkantoran,

seksi informasi dan komunikasi yang ada di lembaga kondisi sarana penunjang akademik dan tenaga

ini.

pelayanan yang sangat menunjang kesan terhadap PPPPTK Matematika.

LIMAS: Inovasi atau terobosan apa saja yang sudah Bapak lakukan selama memimpin di

LIMAS: Terkait SDM, menurut Bapak

PPPPTK Matematika?

bagaimana kinerja SDM di lingkungan PPPPTK

KS: Setidaknya terjadi perubahan pola pikir,

Matematika?

khususnya para pejabat. Saya selalu katakan sebagai KS: Pada saat awal, saya melihat SDM kita perlu

leader tidak mudah, karena leader adalah tantangan dimotivasi karena terbiasa mengerjakan sesuatu

dan tanggungjawab. Leader mempunyai kewajiban seakan-akan hanya sebagai rutinitas. Sehingga untuk

memajukan lingkungan kepemimpinannya sendiri. meningkatkan layanan sekaligus memenuhi

Dan saya memahami mengubah pola pikir itu tidak tantangan masa depan, SDM harus ditingkatkan

mudah dilakukan, apalagi saya relatif hanya 3 melalui pola pikir positif, ikhlas bekerja, tanpa

sampai 4 tahun.

dikomando dan melakukan pekerjaan yang menantang. Itu yang harus ditanamkan ke generasi

LIMAS: Apa kendala yang Bapak hadapi dalam

muda sekarang. Upaya mengubah pola pikir ini

mengubah pola pikir?

antara lain melalui pendidikan. Oleh karena itu saya KS: Karena memang kebiasaan lama kita bekerja mendorong adanya peningkatan kesempatan

santai, tenang, dan tidak ada tekanan. Sedangkan melanjutkan pendidikan bagi mereka yang ingin

untuk ke depan kita dihadapkan pada tantangan, maju. Pada saat saya datang jumlah S3 hanya 1 orang,

tuntutan dan peluang. Sehingga sedapat mungkin kita

Edisi 23, Agustus 2009 Edisi 23, Agustus 2009

serahkan ke lembaga yang memiliki tugas demikian, PPPPTK Matematika terlihat gersang dan kurang

yakni koperasi karyawan. Kita berusaha terpelihara. Pada awal saya datang, saya membawa

menggerakkan koperasi agar lebih maju dan bisa bunga dan saya tanam. Saya ingin tahu bagaimana

memberikan kesejahteraan karyawan yang bermuara perhatian teman-teman. Ternyata gedung yang bagus,

pada peningkatan kinerja. Saat ini peran koperasi bersih dan diberi hiasan tanaman menambah

sangat tepat untuk ditingkatkan, dan itu sah-sah saja. kesejukan dan keindahan sehingga memberikan

Selain berbadan hukum dan sesuai ketentuan yang kesan baik bagi seluruh tamu.

berlaku, keuntungan koperasi dapat ditujukan bagi seluruh anggota koperasi.

LIMAS: Ketika Bapak berupaya mengubah pola pikir, ada beberapa yang tidak siap menerima

LIMAS: Pernahkah terbersit oleh Bapak akan perubahan. Bagaimana Bapak menyikapi hal itu? memimpin 200-an pegawai PPPPTK

KS: Kita terus menerus mulai dari yang termudah.

Matematika?

Setiap akan melakukan pekerjaan, kita cek mulai dari KS: Sama sekali tidak. Saya hanya mengerjakan di bawah saya hingga di lapangan, sejauh mana

dengan baik apa yang saya hadapi. Semua berjalan keterlaksanaan itu dan mereka kita ajak untuk melihat

dengan baik karena saya membiasakan membagi apa saja yang perlu menjadi perhatian bersama

waktu. Sejak kecil saya dibiasakan untuk bekerja sehingga lama kelamaan mereka akan mau walaupun

dengan ikhlas, “Kerjakan dan lakukan, Tuhan tidak saya tidak tahu apakah mereka terpaksa atau tidak.

tidur”. Waktu kecil saya sering menonton wayang Yang jelas kita ajak mereka ke lapangan melihat

kulit, dan percakapan para satria menginspirasi saya kegiatan, menyikapi, melakukan supervisi mulai dari

untuk tahan menghadapi cobaan. Apabila kita tahan pekerjaan administrasi hingga pekerjaan lapangan.

menghadapi cobaan Tuhan akan memberikan wahyu.

LIMAS: Adakah cita-cita Bapak yang belum LIMAS: Adakah tokoh wayang yang menjadi terwujud di PPPPTK Matematika?

favorit Bapak?

KS: Inginnya PPPPTK setara dengan lembaga KS: Tentu ada, Bima. Tokoh wayang ini apa yang training internasional lain.

dikatakannya sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Hal lain dari perwayangan yang saya pelajari adalah

LIMAS : Walaupun sekarang sudah ada QITEP?

sikap sebagai ksatria, yakni harus dapat KS: Itu kan milik lembaga lain. Cita-cita saya dahulu

membedakan mana yang baik dan buruk serta tahan bagaimana supaya PPPPTK Matematika sendiri

menghadapi cobaan.

memiliki International Training Division, dan ini belum terlaksana. Walaupun ada QITEP, ini hal yang

LIMAS : Apa aktivitas Bapak sehari-hari setelah

berbeda. Karena pasar PPPPTK Matematika seluruh

purna tugas?

Indonesia sedangkan QITEP untuk Asia Tenggara. KS: Saya ingin menikmati kemerdekaan, ha..ha..ha! Karena yang sangat diperlukan Indonesia adalah

Selama 38 tahun saya bekerja, dapat dihitung jumlah bagaimana matematika memberikan layanan

cuti yang saya ambil. Pagi hari olahraga mengitari pengembangan pendidikan matematika khususnya

Candi Prambanan. Juga meningkatkan ibadah, SD dan SMP, yang dapat digunakan sekolah bertaraf

momong anak cucu. Saya juga mengerjakan internasional. Kita belum memiliki bahan, dosen,

pekerjaan rumah, saya tidak pernah menolak lisensi sehingga inilah yang saya katakan PPPPTK

pekerjaan yang menurut saya bisa saya kerjakan. Matematika terlambat mengimbangi sekolah-sekolah bertaraf internasional.

Saat ini Drs. Kasman Sulyono, M.M., sudah tidak lagi menjadi Kepala PPPPTK Matematika, namun apa

LIMAS: Hal apa yang membuat Bapak bangga

yang telah dirintis dan dilakukan beliau untuk

terhadap PPPPTK Matematika?

kemajuan lembaga ini sebaiknya dijadikan pedoman KS: Saya katakan sekian persen saya dapat mengubah

dan diteruskan oleh kepemimpinan yang baru. pola pikir khususnya pejabat dan generasi muda.

(Rina Kusumayanti)

Siapa pun yang datang ke sini, kesannya cukup baik, bersih, rapi, teratur dan cukup komunikatif. Dan banyak perubahan lain, termasuk kesejahteraan.

LIPUTAN

Edisi 23, Agustus 2009

atematika selama ini selalu menjadi pelajaran yang dianggap tidak menarik bagi sebagian besar

siswa. Padahal sebenarnya matematika bisa menjadi pelajaran yang menyenangkan dan mengasyikkan bagi siswa jika guru tahu cara mengajarkannya dengan benar. Salah satu cara menjadikan pembelajaran matematika menjadi menarik adalah dengan menggunakan alat peraga untuk membantu siswa memahami suatu konsep tertentu, misalnya menghitung hasil operasi dengan menggunakan blok pecahan.

Alat peraga matematika sudah banyak beredar di pasaran, namun masih terbatas baik dari segi jenis maupun kualitasnya. Berangkat dari hal tersebut, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah meluncurkan MEQIP (Mathematics Education Quality Improvement Programme) atau program peningkatan mutu pembelajaran matematika. Tujuan yang ingin dicapai melalui program ini adalah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika melalui pemanfaatan alat peraga matematika sehingga siswa tidak hanya menghafal tetapi memahami konsep, bernalar dan berkomunikasi. Diharapkan melalui program ini mutu pendidikan matematika kedepan akan lebih baik lagi.

Pada awalnya MEQIP merupakan adaptasi dari program sejenis yaitu SEQIP (Science Education Quality Improvement Project), yang menghasilkan alat peraga IPA. MEQIP diluncurkan untuk menghasilkan alat peraga matematika yang sesuai

dengan kriteria yang diharapkan dari kurikulum pendidikan matematika di Indonesia. Jika SEQIP menggunakan konsultan dari Jerman, maka untuk MEQIP pihak Direktorat Pembinaan TK dan SD meminta PPPPTK Matematika (dahulu PPPG) sebagai leading sector untuk pengembangan alat peraga matematika sesuai dengan salah satu tugas yang dimiliki PPPPTK Matematika yaitu melakukan pengembangan dan pengkajian alat peraga.

Berkaitan dengan media atau alat peraga matematika, PPPPTK Matematika sudah menghasilkan banyak pengembangan alat peraga, baik hasil desain widyaiswara/matematikawan maupun guru yang melaksanakan diklat di PPPPTK Matematika. Unit yang bertanggung jawab terhadap pengembangan media/alat peraga adalah unit/laboratorium alat peraga dan unit workshop. Pada unit-unit tersebut tersimpan hasil pengembangan media/alat peraga yang dikembangkan oleh guru dan widyaiswara/matematikawan PPPPTK Matematika. Selain mengembangkan media/alat peraga, PPPPTK Matematika juga menjadi rujukan bagi guru atau pengembang alat peraga matematika untuk penilaian kelayakan alat bila digunakan di sekolah, contoh: alat peraga yang didesain oleh Sirajudin, guru SD dari Mataram NTB.

Program MEQIP sendiri telah dirintis sejak tahun 2004 dengan diadakannya workshop oleh Direktorat Pembinaan TK dan SD yang dihadiri sekitar 60 orang, terdiri dari guru dan kepala SD, widyaiswara PPPPTK Matematika dan LPMP, dosen perguruan

Pengembangan

Alat Peraga Matematika

di PPPPTK Matematika

*)

Rina Kusumayanti

tinggi antara lain UNES, UNY, UPI, dan UGM. Workshop ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan inventarisasi alat peraga matematika (kebanyakan sudah ada di PPPPTK Matematika meskipun dengan bahan sederhana dan dibutuhkan di SD/MI). Hasil kegiatan workshop tersebut digunakan sebagai acuan dalam pembuatan prototype alat peraga matematika.

Ada 50 item yang telah dibuat dan diujicobakan (dengan dikoordinir oleh UNES) untuk 6 provinsi, yaitu: Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTB, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Uji coba tersebut dilakukan selama tahun 2004 hingga 2005. Berdasarkan kajian terhadap hasil uji coba tersebut, pada tahap pertama PPPPTK Matematika memberikan Rekomendasi Spesifikasi Prototype Alat Peraga Matematika SD sebanyak 30 item kepada Direktorat Pembinaan TK dan SD pada tanggal 2 Mei 2006. Selain rekomendasi, PPPPTK Matematika juga mengharapkan tindak lanjut dari kegiatan tersebut melalui beberapa tahapan kegiatan lanjutan, yaitu:

1. Surat Penetapan Direktur Pembinaan TK dan SD tentang spesifikasi prototype alat peraga matematika SD

2. penyusunan petunjuk penggunaan alat peraga matematika dan finalisasinya

3. pelatihan-pelatihan dan sosialisasi penggunaan alat peraga matematika

4. monitoring evaluasi di lapangan setelah alat

peraga matematika didistribusikan ke sekolah Berdasarkan surat rekomendasi tersebut, pihak

Direktorat Pembinaan TK dan SD, menetapkan Alat Peraga Matematika melalui Surat Penetapan Nomor: 1190.a/C2.1/LL/2006, pada tanggal 1 Juni 2006. Dalam surat penetapan tersebut Direktur Pembinaan TK dan SD menetapkan 30 Alat Peraga Matematika Sekolah Dasar beserta spesifikasinya.

Selanjutnya pada tahap kedua, PPPPTK Matematika mengeluarkan revisi terhadap spesifikasi Prototype Alat Peraga Matematika SD, yang semula ada 30 item disempurnakan menjadi 46 item. Revisi tersebut dilakukan setelah melalui rangkaian evaluasi terhadap hasil uji coba terdahulu. Hasil revisi tersebut kemudian direkomendasikan ke Direktorat Pembinaan TK dan SD yang diharapkan dapat ditindaklanjuti untuk dikembangkan secara luas ke khalayak. Untuk kedua kalinya Direktorat Pembinaan TK dan SD menetapkan revisi mengenai Alat Peraga Matematika melalui Surat Penetapan Nomor: 0920/C2.1/LK/2007, tanggal 6 Maret 2007.

Dalam surat tersebut ditetapkan sebanyak 46 item Alat Peraga Matematika Sekolah Dasar beserta spesifikasinya.

Kerjasama yang dilakukan antara PPPPTK Matematika dan Direktorat Pembinaan TK dan SD dalam dalam hal peningkatan kualitas pembelajaran matematika untuk jenjang SD/MI melalui pemberdayaan alat peraga matematika ini dituangkan secara resmi dalam nota kesepahaman. Nota kesepahaman tersebut ditandatangani tanggal 23 September 2006 di PPPPTK Matematika. Di dalam nota kesepahaman tersebut disebutkan bahwa bidang kegiatan kerjasama meliputi 6 aspek, yaitu:

1. peningkatan uji coba dan pengembangan media pembelajaran matematika khususnya alat peraga

2. produksi contoh model (prototype) alat peraga matematika Sekolah Dasar yang akan dikembangkan

3. pengembangan sistem dan bahan pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan

4. peningkatan pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan dan pembinaan program tindak lanjut paska pelatihan

5. pemberdayaan manajemen peningkatan mutu pembelajaran matematika sekolah dasar

6. penyelenggaraan sistem monitoring dan evaluasi terhadap peningkatan mutu pembelajaran matematika sekolah dasar

Sesuai dengan salah satu fungsi PPPPTK Matematika yaitu memberikan fasilitasi bagi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan matematika, maka pengembangan alat peraga adalah salah satu implementasi dari bentuk fasilitasi tersebut. Peran PPPPTK Matematika dalam pengembangan alat peraga matematika SD melalui MEQIP adalah sampai kepada pelaksanaan uji coba dan rekomendasi terhadap spesifikasi dan prototype alat peraga matematika. Dalam penggandaan dan distribusi alat peraga matematika tersebut, diberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pihak-pihak yang mempunyai kewenangan untuk menggandakan dan memasarkan sesuai dengan aturan-aturan dan ketentuan yang berlaku.

Simbol Simbol aljabar

Matematika

Verbal

Simbol auditori

ada kurikulum 1975, terdapat nama “jajaran genjang”, lalu nama “jajar genjang” atau “jajargenjang” pada kurikulum berikutnya.

P Maksud penggantian ini, konon karena istilah

“jajaran genjang” tidak sesuai kaidah Bahasa Indonesia. Nama “bujursangkar” pada kurikulum 1987 diganti “persegi” (dimulai pada kurikulum 1994). Alasannya, nama “bujursangkar” diyakini mengacu bentuk dasar (alas) sangkar burung, namun sekarang bentuk dasar sangkar telah bervariasi. Alasan lain bahwa nama “persegi” lebih tepat karena satuan luas juga menggunakan nama “persegi”, misalnya “meter persegi”. Tetapi benarkah perubahan-perubahan itu diperlukan? Apakah kosakata matematika harus selalu selaras dengan kaidah bahasa (Indonesia)? Apakah untuk kebutuhan pendidikan (sekolah), perlu perubahan kosakata matematika di sekolah?

Nama Istilah Matematika: Bagian dari Simbol Matematika

Nama istilah matematika, seperti “segitiga”, “luas”, “bilangan”, “simetri” atau dalam bahasa Inggris: triangle, area, numbers, symmetry, merupakan simbol dalam matematika. Skemp (1971: 94-113) membedakan dua macam simbol matematika, yaitu: simbol visual dan simbol verbal. Simbol visual adalah simbol yang mewakili konsep matematika melalui gambar, diagram, kurva, dan bentuk piktorial (gambar) lainnya. Sementara simbol verbal adalah

simbol yang mewakili konsep matematika melalui simbol aljabar (notasi matematika) atau simbol auditori (nama istilah matematika), baik yang ditulis (written) maupun yang diucapkan (spoken).

Dari penjelasan Skemp di atas, dapat dibagankan klasifikasi simbol matematika, sebagai berikut:

Nama istilah matematika juga merupakan simbol, dipertegas oleh Gardner et al tahun 1974 (dalam Wittrock, 1986: 467) menyatakan bahwa: “A symbol is anything that can be used in a referential way, and that can be organized into systems”. Secara lebih teknis, Brumfiel, Eicholz, & Shank (1962: 3) menyatakan: “A symbol is a mark, an object, a sign, or a word that represents another object or an idea”. Pengertian yang serupa dikemukakan pula oleh Resnick & Ford (1981: 113), “A symbol is a word or mark that stands for something but in no way resembles that things. It is completely abstract. … .Symbols are invented by people to refer to certain objects, events, and ideas,

WAWASAN

Edisi 23, Agustus 2009 Edisi 23, Agustus 2009

Oleh karena bagian dari simbol, maka nama istilah matematika sesungguhnya bebas (independent) dari pengaruh makna bahasa, termasuk dalam Bahasa Indonesia. Simbol adalah simbol. Rubenstein & Thompson menyatakan, “symbolism is a form of mathematical language that is compact, abstract, specific, and formal. …” (2000: 268).

Konsep Lebih Penting dari Nama Konsep

Usiskin dalam “Mathematics as Language” menyatakan: “Mathematical symbols are the means by which we write mathematics and communicate mathematical meaning”. (Rubenstein & Thompson, 2001). Sharp, juga membedakan antara konsep matematika dan simbol matematika, “sharp distinctions are made between the concept of mathematics, which are ideas that we think about, and the symbols of mathematics, which are marks that we write in order to communicate with one another”. (Brumfiel, Eicholz, & Shanks, 1962: v).

Kita harus dapat membedakan mana yang merupakan simbol dan mana konsep atau ide matematika yang diwakilinya. Seperti yang dinyatakan oleh Brumfiel, Eicholz, & Shanks (1962: 4): “In using a symbol we must be sure that we know what it stands for. That is, we must know the object, or idea, which it represents.” Di banding simbol-simbol matematika, maka konsep yang diwakilinya jauh lebih penting. Oleh karena itu, pemahaman simbol dan istilah matematika haruslah ditekankan pada pemahaman konsep-konsep matematika yang diwakilinya, bukan pada pemahaman simbol itu sendiri sebagai sebuah kata Bahasa Indonesia. Oleh karena itu, Brumfiel, Eicholz, & Shanks menegaskan: “Doing mathematics consists of thinking about concepts rather than arranging symbols upon paper.” (1962: v). Jika kita berbicara tentang “garis singgung” maka haruslah dipahami sebagai sebuah konsep matematika. Karena konsep dalam matematika berbeda dengan pengertian kata “singgung” dalam percakapan Bahasa Indonesia sehari-hari. Begitu pula dengan nama istilah “tinggi”, “alas”, dan lain-lain.

Menyinggung kasus penggantian “bujursangkar” dengan “persegi”, banyak yang dapat dipertanyakan lebih lanjut. Jika memang karena masalah perubahan sosial budaya (jenis sangkar burung) memaksa ide perubahan tersebut, mengapa nama istilah “layang-

layang” juga tidak diganti dengan nama lain? Bukankah sekarang juga telah amat beragam bentuk dari layang-layang? Lagi, jika kita membandingkan bangun “persegi” dengan “persegipanjang”, maka secara bahasa tampak ada sesuatu yang janggal. Kata “persegipanjang” secara bahasa dapat berarti “persegi yang panjang”. Bukankah ini bertentangan dengan konsep “persegi” itu sendiri?

Jadi, sekali lagi nama istilah matematika adalah suatu simbol. Tidak selalu pengertian atau konsep matematika yang dimaksudkan dapat terbaca eksplisit dari arti kata (ethimologi). Oleh karena itu, tidak cukup hanya mengenal nama istilah matematika, yang terpenting sesungguhnya memahami konsep yang diwakili oleh nama istilah matematika tersebut. Cooper, F.M (1980: 136) menyatakan, “however, it is not enough to teach word recognition, there is a whole other factor, the understanding behind the symbol”. Munro (1980: 231) menegaskan, “many students fail in mathematics learning because they are unable to comprehend the meanings of symbols used”.

Rubenstein & Thompson (2000: 268-270) juga menyatakan,

In general, teachers must be aware of the difficulties that symbolism creates for students. Symbolism is a form of mathematical language that is compact, abstract, specific, and formal. … . Often a difficulty in learning mathematical symbolism is that students record the symbols used in class, but the words that give meaning to those symbols are not recorded. Consequently, students miss the essential sense-making links.

Makna Ethimologis Tidak Harus Sama dengan Makna Terminologisnya

Banyak simbol matematika yang secara bahasa berbeda dengan konsep yang diwakilinya. Contohnya notasi bilangan = 3,1415926… , hasil bagi keliling sebarang lingkaran dengan jari-jarinya. Tetapi secara bahasa, huruf ini berasal dari kata Yunani atau “perimetros” yang berarti keliling. Jadi, secara logika mestinya lambang bukan untuk 3,1415926… tetapi untuk “keliling lingkaran”.

Contoh lain adalah nama istilah “tinggi” (atau dalam nama istilah bahasa Inggrisnya, high). Konsep “tinggi” suatu bangun datar dalam geometri berbeda dengan konsep “tinggi” dalam ilmu fisika atau pada kehidupan sehari-hari. Tinggi suatu segitiga tidak diukur dari “atas” ke “bawah”, tetapi dari “titik puncak segitiga” tegak lurus ke “alas segitiga”; tidak peduli kita menggambar segitiga tersebut dalam posisi apapun. Untuk menyebut beberapa contoh lainnya yang dapat berbeda dengan arti bahasa sehari-hari, antara lain: “bersinggungan”, “himpunan”, “alas”, “titik puncak”, “irasional”, “sisi miring”, “pangkat”, “akar”, “bersilangan”, “geometri”, “keliling”.

Jika memang ide perubahan nama istilah yang diselaraskan dengan makna bahasa menjadi perlu, maka dapat terjadi banyak istilah penting matematika yang harus diganti namanya. Adda (dalam Benjafield, 1992: 317) menegaskan, “like physics concepts, mathematical symbols often have a technical meaning that is different from the ordinary meaning of the same symbol.”

Notasi dan Nama Istilah Matematika adalah Konvensi Secara Kultural

Berbeda dengan sains atau IPA, notasi dan nama istilah dalam matematika diterima luas masyarakat matematika bukan karena peraturan resmi. Jika pada sains ada badan resmi bertaraf internasional yang mengatur tentang nomenklatur, tidak demikian halnya pada matematika. Simbol matematika termasuk istilah matematika merupakan konvensi (kesepakatan) yang dipergunakan setelah melewati kurun waktu yang lama. Jadi, konvensi simbol matematika tidak terjadi di ruang pertemuan, tidak pula oleh suatu aturan perundang-undangan yang mengikat, dan yang jelas juga tidak terjadi dalam kurun waktu yang singkat. Dalam kasus Bahasa Inggris, Wilder (1981: 8) menegaskan: “But most of the names that we use are not invented by us; they were assigned to their designatees long before we were born.” Lebih lanjut, Raymond L. Wilder menegaskan: For us, they are sign, and they are most important; how could we exist as a society if we continually exercised our symbolic faculties to give new names to things from one generation to another, for instance? To be sure, over the long term, names and all words change, but they do so very gradually so that a given generation does not notice the change.” (Wilder, 1981: 8)

Selain itu, beberapa nama istilah matematika terutama yang teorema (dalil) atau metode (algoritma) menggunakan nama orang atau matematikawan. Sebagian besar berdasarkan asumsi bahwa teorema atau algoritma tersebut pertama kali ditemukan oleh orang atau matematikawan tersebut. Contohnya “Segitiga Pascal” atau “Teorema Pythagoras”. Tetapi, Wilder menyatakan, “the custom of naming theorems, methods, concepts and the like for their supposed originators many of whom, later historical research shows, were preceded by earlier creators.” (Wilder: h.146). Jadi, misalnya konsep “Teorema Pythagoras” telah ditemukan oleh bangsa Babilonia atau Mesir Kuno, jauh sebelum jaman Pythagoras. Juga, sebelum Pascal, konsep “Segitiga Pascal” telah ditemukan oleh matematikawan India yang mereka sebut “kuttaka”, atau oleh al-Kasyi yang mengulasnya dengan lebih detil. Walaupun demikian, tidak ada perubahan terhadap nama konsep-konsep matematika tersebut yang sudah terlanjur dikenal luas.

Edisi 23, Agustus 2009

Dalam Pembelajaran Matematika, Makna Lebih

Bahan Bacaan

Dikedepankan Dibanding Simbol

Ada juga yang memberi alasan perlunya perubahan Benjafield, John. G. 1992. Cognition. New Jersey: nama istilah, karena untuk memudahkan siswa dalam

Prentice-Hall, Inc.

mempelajari matematika. Bila siswa telah Brumfiel, C.F., Eicholz, R.E., & Shanks, M.E. 1962. dihadapkan pada nama istilah yang “rancu”,

Fundamental Concepts of Elementary bagaimana mungkin ia dapat memperoleh

Mathematics Bab Symbols and Numeral. pemahaman yang benar? Sekarang, mari kita melihat

Massachusetts: Addison-Wesley Publishing kasus pembelajaran “persegipanjang”. Secara

Company, Inc.

pedagogik (ilmu pendidikan), tidaklah disarankan Cooper, F. M. 1980. “Reading in Mathematics” bahwa siswa dihadapkan pada nama istilah

dalam Learning To Love Mathematics. Editor: “persegipanjang” lebih dulu, lalu mencari contoh-

Phil Williamson. Mathematics Association of contoh bentuk persegipanjang. Untuk pembelajaran

Victoria Seventeenth Annual Conference. yang bermakna (meaningful learning), siswa

Victoria: The Mathematical Association of seharusnya diajak berkolaborasi dengan berbagai

Victoria.

contoh bentuk geometris (datar) untuk diarahkan Orton, Anthony. 1992. Learning Mathematics: pada kelompok bentuk bujursangkar. Setelah siswa

Issues, Theory and Classroom Practice. mencermati dan memahami karakteristik bentuk

Norfolk: Fakenham Phnoneting Ltd. tersebut, barulah sebuah nama “persegipanjang”

Munro, J. 1980. “Language and Mathematics diperkenalkan. Jadi, pembelajaran yang bermakna,

Learning” dalam Mathematics Theory to selalu dimulai dari pengertian baru kemudian

Practice. Penyunting Doug William. penamaan. Arah yang lebih tegas, dapat dilihat pada

Australian Association of Mathematics model pembelajaran matematika realistik yang lebih

Teachers. Eighth Biennial Conference,

mendahulukan emergent model (pada taraf th January 14 18 1980. Canberra: The matematisasi horizontal). Jadi, begitu siswa

th

Canberra Mathematical Association. memahami konsep maka notasi atau nama konsep

Resnick, Lauren B. & Ford, Wendy W. 1981. The bukanlah suatu penghalang lagi.

Psychology of Mathematics for Instruction. Hillsdale, New Jersey: Lawrence Erlbaum

Ketika siswa telah lancar menyampaikan ide yang

Associates Publishers.

sesuai dengan konsepnya maka barulah dihubungkan Rubenstein, Rheta N. & Thompson, Denisse R. 2001. dengan simbol-simbol matematikanya. “Delaying

“Learning Mathematical Symbolism: the introduction of symbolism until these children

Challenges and Instructional Strategies” were verbally “ready” proved to be beneficial in

dalam Mathematics Teacher Volume 94 connecting ideas with symbol” Hamrick (1979)

Number 4 (April 2001): 265 271. Reston, dalam Van De Walle (1990). Selain itu, pengenalan

Virginia (VA): NCTM

simbol matematika yang terlalu cepat juga dapat Skemp, Richard R. 1971. The Psychology of memunculkan miskonsepsi, “the introduction of

Learning Mathematics. NY: Penguin Books. mathematical symbol too soon, without an adequate

Van De Walle, John A. (1990), Elementary School understanding of the deep structure, is a major cause

Mathematics, teaching developmentally. 1990. of alienation”, demikian yang dinyatakan Orton

New York: Longman.

(1992: 137). Istilah deep structure menunjukkan Wilder, Raymond L. 1981. Mathematics as A konsep yang diwakili simbol.

Cultural System. NY: Pergamon Press Wittrock, Merlin C. 1986. Handbook of Research on

Penutup

Teaching. The American Educational Berdasar pembahasan di atas, maka dapat

Research Association. New York. Macmillan disimpulkan bahwa ide perubahan nama istilah

Publishing Company.

matematika yang telah dikenal menjadi tidak perlu dan tidak penting, termasuk dengan alasan penyelarasan arti bahasa (ethimologi).

*)Sumardyono, M.Pd.

Kepala Unit Riset dan Pengembangan PPPPTK Matematika

WAWASAN

Nilai Strategis

Ujian Nasional (UN)

Kusaeri Pada akhir bulan Juni 2009, media masa (elektronik maupun cetak) gencar memberitakan tentang ujian

nasional (UN), mulai dari isu bocornya kunci jawaban, beragam kecurangan baik yang dilakukan oleh siswa ataupun oknum guru, beberapa protes yang menentang pelaksanaan UN, dan pro-kontra pelaksanaan UN pengganti. Pertanyaan yang muncul: “Mengapa pemerintah bergeming dengan berbagai kritik dan sorotan media serta tetap melaksanakan UN?” Terkait dengan kebijakan UN tersebut, maka tulisan ini mencoba menganalisis dari sudut “teori pengukuran dan penilaian” dan sebuah tawaran solutif agar UN di masa yang akan datang tidak lagi kisruh dengan berbagai kecurangan seperti yang terjadi belakangan ini.

Mengapa UN Penting?

Sistem penilaian yang baik bergantung pada jenis penilaian yang sesuai dan informasinya dapat dengan mudah dipahami oleh orang yang membutuhkan. Di samping itu, keputusan hasil penilaian dapat digunakan untuk memaksimalkan potensi siswa dalam pembelajaran. Drake (2007) membagi jenis penilaian ke dalam 3 kelompok, yakni Assessment for Learning (AFL), Assessment of Learning (AOL), dan Assessment as Learning (AAL). Namun, AAL tidak banyak literature yang membahas. Oleh karena itu, hanya akan dibahas peran dan perbedaan antara AFL dan AOL.

AFL bertujuan untuk memberikan informasi kepada siswa, guru, dan orang tua. Dalam hal ini guru harus tahu target pembelajaran di kelas, karena AFL berbasis pada classroom assessment (Mansyur, 2009). Fungsi AFL sebagai quality assurance. Di sisi lain, AOL bertujuan untuk mengetahui seberapa banyak siswa sudah belajar dalam waktu tertentu, dan AOL berfungsi sebagai quality control (Swediaty, 2009). Perbedaan antara AFL dan AOL dapat dijelaskan sebagaimana Tabel 1.

No. Overview Assessment of Learning Assessment for Learning

1. Alasan

Laporan status prestasi

Membantu untuk belajar lebih banyak

2. Menginformasi- Kepada orang lain tentang Kepada siswa sendiri kan

siswa

3. Fokus

Prestasi standar

Target -target prestasi turunan standar

4. Contoh

Ujian Nasional (UN),

Penilaian yang mendiagnosis

UASBN, tes prestasi belajar,

atau membentuk siswa

TIMSS, PIRL

5. Waktu

Sesudah belajar jangka

Dalam proses belajar

panjang

Sumber: Swediati (2009)

Edisi 23, Agustus 2009

Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa UN/UASBN memiliki peran dan fungsi berbeda dengan penilaian yang seharusnya dilakukan oleh guru. Bila dicermati Undang-undang Sisdiknas No.

20 th. 2003 terkait peran evaluasi, pasal 57 menyebutkan bahwa evaluasi dilaksanakan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaran pendidikan kepada pihak-pihak berkepentingan. Hal ini diperkuat dengan Permendiknas No 78 th. 2008 pasal 2 yang menyebutkan UN bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dengan demikian, wajarlah bila pemerintah masih menyelenggarakan UN karena untuk mengukur sejauh mana tingkat pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) bagi satuan pendidikan yang bersangkutan. UN perlu dilakukan sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. UN juga perlu dilakukan mengingat perbedaan kualitas sekolah yang satu dengan yang lain amat beragam (Widdiarto dan Kusaeri, 2009).

Di sisi lain, munculnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sejak tahun 2006 telah memunculkan pemahaman yang beragam dan banyak orang mengatakan ”Apakah dengan diberlakukannya KTSP maka UN masih diperlukan?” Jawaban sederhana dari pertanyaan tersebut adalah bila dalam KTSP masing-masing sekolah diberikan kebebasan mengembangkan soal ujian untuk siswanya, maka sangatlah logis apabila mereka akan menyusun soal yang membuat siswanya semua lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. SMA “X” misalnya, yang berada di pinggiran kota

dengan banyak siswa hanya 12 orang dan oleh masyarakat dikenal hampir “sekarat” berhasil dengan tingkat kelulusan 97% dengan nilai rata-rata 87,50, sementara SMA “Y” yang cukup dikenal sebagai sekolah favorit, berhasil dengan tingkat kelulusan 90% dengan nilai rata-rata 86,00. Apakah kita bisa mengatakan bahwa SMA “X” lebih bagus dari pada SMA “Y”, yang secara nyata instrumen untuk mengukurnya berbeda?

Disinilah urgensinya UN sebagai alat ukur yang bisa digunakan sebagai benchmarking tatkala marginalitas kemampuan antara sekolah yang beragam antara satu sekolah dengan yang lain. Pada level nasional, hasil UN setidaknya akan dapat digunakan sebagai alat untuk memetakan bagaimana capaian siswa, sekolah, atau daerah tertentu pada standar nasional yang dipersyaratkan. Bukan tidak mungkin ketika semua sekolah sudah siap, ke depan bukan tidak mungkin UN akan ditiadakan dan sekolah dipersilakan melaksanakan ujian sendiri- sendiri.

Meminimalisir Kecurangan dalam UN: Sebuah Tantangan

Target Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menjadikan hasil UN SMA dan Madrasah Aliyah sebagai bahan pertimbangan seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri (PTN) pada 2012 tampaknya tidak akan mudah. Pasalnya, PTN menilai pelaksanaan UN masih butuh pembenahan serius agar lebih kredibel. Kecurangan dan ketidakjujuran yang dilakukan kepala sekolah dan guru, kebocoran soal, beredarnya kunci jawaban dan berbagai jenis tindakan tidak terpuji lainnya masih seringkali terungkap setiap kali dalam pelaksanaan UN. Bahkan 33 sekolah di Indonesia diidentifikasi melakukan kecurangan secara sistematik dan masif sehingga kepada mereka harus dilakukan UN pengganti.

Mengapa hal itu bisa terjadi? Bila ditelusuri ternyata penentuan stándar kelulusan yang digunakan dan setiap tahun dinaikan cenderung memicu terjadi beragam kecurangan dan masif secara sistematik tersebut. Bukankah hasil UN seringkali dijadikan indikator keberhasilan (gengsi) sekolah? Bahkan para pemangku kepentingan pun (Dinas Pendidikan dan pemerintah daerah) ikut-ikutan menganggap keberhasilan UN merupakan indikator keberhasilannya.

Keberhasilan lulus UN 100% seringkali menjadi target kepala daerah dan hal ini berdampak dengan cara menekan para guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan. Bila mereka tidak dapat memenuhi target itu, guru, kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan diancam dimutasi atau bahkan di nonjob kan. Akibatnya, berbagai cara dilakukan oleh guru, kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan agar dapat memenuhi ambisi kepala daerah.

Mencermati fenomena itu, maka sudah waktunya ke depan pola kebijakan UN dapat meniru pola UASBN yang sudah berjalan 3 tahun. Artinya, hasil UN tidak dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa tetapi lebih merupakan pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan. Dengan demikian, beragam kecurangan dalam UN yang seringkali terjadi dapat diminimalisir seperti halnya sepinya kecurangan yang terjadi pada UASBN yang tidak pernah kita dengar.

Dengan demikian, UN akan semakin kredibel di mata pimpinan PTN sehingga keinginan hasil UN menjadi dasar seleksi masuk jenjang PTN segera terwujud. Dengan mengubah pola kebijakan UN meniru UASBN maka hasil UN semakin dapat dijadikan dasar pembinaan serta pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Dari sini, akan terlihat dengan jelas mutu pendidikan kita di seluruh Indonesia. Dari hasil itu pula akan tampak, mana satuan pendidikan yang perlu dibantu agar mutunya bisa ditingkatkan (www. un.snmptn.or.id, 2009-a).

Karena itu, tidak boleh ada pemaksaan atau penyeragaman kriteria kelulusan UN yang tidak sesuai dengan keputusan sekolah. Berapapun nilai minimal yang sudah ditentukan oleh sekolah, maka hal itu harus diterima oleh pemerintah daerah. Nah, dengan pemberian kewenangan kriteria kelulusan kepada masing-masing sekolah inilah, upaya untuk

mendapatkan pemetaan sebagaimana yang diinginkan dari hasil UN menjadi akan terpenuhi. Sebab dengan cara itulah kondisi sebenarnya dari masing-masing sekolah akan terlihat.

Refleksi

Fenomena kecurangan dan ketidakjujuran dalam UN menarik untuk dicermati. Mengapa? Karena dengan masih suburnya kecurangan dan ketidakjujuran UN maka semakin tipislah harapan Depdiknas meyakinkan pimpinan PTN agar hasil UN menjadi dasar seleksi masuk PTN pada tahun 2012. Semua pihak juga harus menyadari, dengan adanya kecurangan dan ketidakjujuran pada UN inilah para siswa diajari dan dikenalkan cara-cara yang busuk, menghalalkan segala cara, yang jelas-jelas melanggar aturan main yang bisa menimbulkan friksi-friksi tidak sehat. Bagi kita yang berkecimpung di dunia pendidikan, tentu ini meracuni dan akan merugikan kepentingan generasi penerus bangsa dalam jangka panjang. Inilah proses pembusukan karakter yang sistematik dan masif.

Dalam konteks inilah kita perlu merenung dan melakukan refleksi. Dengan cara-cara itu, tujuan dicapai dengan menghalalkan segala cara. Generasi penerus bangsa diajari untuk berbangga pada hasil, walaupun proses untuk mendapatkannya penuh kecurangan dan ketidakjujuran. Hal penting yang tertancap abadi di benak mereka adalah ketidakjujuran yang dilegalkan bukanlah perbuatan melanggar norma hukum.

Legalitas terhadap ketidakjujuran itu lambat laun menjadi etos kerja, yang tercermin melalui komitmen pribadi. Mereka mendefinisikan pengertian profesional sebagai usaha untuk hidup layak dengan berbagai cara yang dilegalkan. Semakin permisif sikap suatu bangsa terhadap hal tersebut, maka

Edisi 23, Agustus 2009

Referensi

Drake, Susan M., 2007. Creating Standards-Based Integrated Curriculum (Aligning Curriculum, Content, Assessment, and Instruction). California: A Sage Publication Company.

Mansyur, 2009. Pengembangan Model Assessment for Learning pada Pembelajaran

seolah-olah karakter itulah yang dianggap paling Matematika di SMP. Ringkasan Disertasi benar. Kaum terdidik hanya memerlukan keahlian

tidak dipublikasikan. Yogyakarta: PPs atau keterampilan saja. Komitmen moral boleh

Universitas Negeri Yogyakarta. dinomor duakan (www.un.snmptn.or.id, 2009-b).

Nilai Sebuah Kejujuran dalam Ujian Nasional, 2009-

b. Dalam http://un.snmptn.or.id/nilai- Padahal apa pun profesinya diperlukan komitmen

sebuah-kejujuran-dalam-ujian-nasional/ . moral yang tinggi. Tanpa landasan itu, keahlian atau

Diakses tanggal 15 Juli 2009. jabatan seseorang mudah disalahgunakan. Mereka

Peraturan Menteri, 2008. Peraturan Menteri masuk ke dalam ranah penuh dengan perilaku mafia.

Pendidikan Nasional, Nomor 78 Tahun Mafia pendidikan, mafia pengadilan, mafia

2008 tentang Ujian Nasional Sekolah pertanahan, mafia perizinan, mafia pelayanan, dan

Menengah Pertama/Madrasah sebagainya. Kalau terjadi, seahli-ahlinya mafia, tidak

Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama dapat dianggap profesional dalam pengertian

Luar Biasa (SMP/MTs/SMPLB), Sekolah sebenarnya. Apa untungnya jika pendidikan di proses

Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) dan ala mafia? Yang pasti, usaha untuk melakukan

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Tahun pemetaan kwalitas pendidikan berdasarkan hasil UN

Pelajaran 2008/2009. menjadi lebih bersifat semu. Sekolah jelek mutunya

UASBN Sebagai Pemetaan Mutu dan Pengawasan dianggap bagus. Gambar bagus tidak mencerminkan

Pendidikan, 2009-a. Dalam keadaan sebenarnya. Lembah digambar gunung.

http://un.snmptn.or.id/uasbn-sebagai- Comberan dikatakan danau jernih. Semak belukar

pemetaan-mutu-dan-pengawasan- dianggap sawah siap panen.

pendidikan/. Diakses tanggal 15 Juli 2009. Undang-Undang, 2003. Undang-undang Nomor 20

Begitulah kira-kira hasil kinerja para mafia yang ahli Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan membuat wajah berseri-seri, untuk menutupi realita

Nasional.