Strategi PHT pada tanaman Helopeltis

TUGAS MAKALAH PHPT
STRATEGI PENGENDALIAN SECARA TERPADU
KEPIK PENGISAP BUAH (Helopeltis spp.) PADA
TANAMAN
KAKAO (Theobroma cacao L.)
OLEH :

ST. KHAIRIYAH
NIM G2A113002

PROGRAM STUDI AGRONOMI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2014

STRATEGI PENGENDALIAN SECARA TERPADU
KEPIK PENGISAP BUAH (Helopeltis spp.) PADA
TANAMAN
KAKAO (Theobroma cacao L.)
ABSTRAK

Helopeltis spp. (Hemiptera; Miridae) merupakan hama pengisap buah kakao dan
menduduki peringkat kedua sebagai hama utama pada budidaya kakao di Indonesia setelah
PBK. Hama ini menyerang tanaman dengan cara menusuk dan menghisap cairan buah
muda sehingga menyebabkan matinya buah tersebut. Serangan pada buah berumur sedang
mengakibatkan terbentuknya buah abnormal. Akibat serangan hama ini daya hasil dan mutu
kakao menurun. Serangan berat Helopeltis spp.dalam satu musim dapat menurunkan daya
hasil rata-rata 42% selama tiga tahun berturut-turut. Selain menyerang buah Helopeltis spp.
juga menyerang tunas-tunas muda atau pucuk. Serangan berat dan berulang-ulang pada
pucuk dapat menekan produksi kakao sekitar 36-75%. Pengendalian Helopeltis spp. secara
terpadu dapat dilakukan dengan cara Fisik dan mekanis, kultur teknis, pengendalian hayati,
penggunaan insektisida kimia dan Insektisida Nabati. Pengendalian hayati mempunyai
prospek yang cukup baik karena aman bagi lingkungan dan potensinya cukup tersedia di
alam.
Kata kunci : Helopeltis spp., Kakao, PHT.

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Helopeltis spp. (Hemiptera; Miridae) merupakan hama pengisap buah kakao dan
menduduki peringkat kedua sebagai hama utama pada budidaya kakao di Indonesia setelah
PBK (Wahyudi et al., 2008). Hama ini menyerang tanaman dengan cara menusuk dan

menghisap cairan buah muda sehingga menyebabkan matinya buah tersebut. Serangan pada
buah berumur sedang mengakibatkan terbentuknya buah abnormal. Akibat serangan hama
ini daya hasil dan mutu kakao menurun. Terdapat lebih dari satu spesies Helopeltis pada
tanaman kakao, antara lain Helopeltis antonii, Helopeltis theivora dan Helopeltis claviver.
Akibat serangan hama ini daya hasil dan mutu kakao menurun.
Serangan berat Helopeltis spp.dalam satu musim dapat menurunkan daya hasil ratarata 42% selama tiga tahun berturut-turut (Wardoyo 1988). Selain menyerang buah
Helopeltis spp. juga menyerang tunas-tunas muda atau pucuk. Serangan berat dan berulangulang pada pucuk dapat menekan produksi kakao sekitar 36-75% (Sulistyowati dan
Sardjono 1988). Populasi dan serangan hama penghisap buah kakao umumnya meningkat
saat musim hujan karena pada musim hujan intensitas penyinaran matahari semakin kecil,
kelembaban udara semakin tinggi, dan kecepatan angin semakin rendah. Kondisi seperti ini
sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan Helopeltis spp. Lebih lanjut dikatakan
bahwa fluktuasi populasi Helopeltis theivora sangat dipengaruhi oleh sumber makanan dan
curah hujan, dimana terdapat korelasi positif antara keduanya (Rita dan Fee, 1992).
1.2. Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengenal kepik pengisap buah (Helopeltis spp.)
dan mengetahui strategi pengendalian secara terpadu kepik pengisap buah (Helopeltis spp.)
di pertanaman kakao

II. PEMBAHASAN
2.1. Biologi Helopeltis spp.

Menurut Borror et al (1992) klasifikasi Helopeltis spp. adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phillum : Arthropoda
Kelas

: Insekta

Ordo

: Hemiptera

Famili

: Miridae

Genus

: Helopeltis

Spesies


: Helopeltis spp.

Bentuk Helopeltis spp. dewasa mirip walang sangit dengan panjang tubuh sekitar 10
mm. Bagian tengah tubuhnya berwarna jingga dan bagian belakang berwarna hitam atau
kehijauan bercorak garis-garis putih. Pada bagian tengah tubuhnya terdapat embelan tegak
lurus berbentuk jarum pentul. Telur Helopeltis spp. lonjong berwarna putih yang diletakkan
di dalam jaringan kulit buah atau tunas. Pada salah satu ujungnya terdapat dua embelan
berbentuk benang dengan panjang sekitar 0,5 mm yang menyembul ke luar jaringan. Lama
periode bertelur adalah 6-7 hari. Nimfa Helopeltis spp., bentuknya menyerupai Helopeltis
spp. dewasa, tetapi tidak bersayap dan tidak terdapat embelan tegak lurus berbentuk jarum
pentul. Gerakan nimfa lamban, dan jarang meninggalkan buah tempat mereka makan.
Nimfa mengalami lima kali pergantian kulit . Nimfa kurang menyukai cahaya matahari
langsung. Untuk itu mereka cenderung bersembunyi di bagian-bagian buah dan tunas yang
terlindung dan gelap. Lama periode nimfa adalah 10-11 hari. Perkembangan dari telur
hingga menjadi serangga dewasa memerlukan waktu antara 30-48 hari. Seekor serangga
betina dewasa selama hidupnya dapat meletakkan telur hingga 200 butir.
2.2. Gejala Serangan dan Kerusakan
Serangga muda (nimfa) dan imago Helopeltis spp. dapat menimbulkan kerusakan
terhadap tanaman kakao dengan cara menusukkan alat mulutnya (stylet) ke dalam jaringan

tanaman untuk mengisap cairan sel-sel di dalamnya. Bersamaan dengan tusukan stylet itu,
Helopeltis spp. akan mengeluarkan cairan yang bersifat racun dari dalam mulutnya yang

dapat mematikan jaringan disekitar tusukan.

Akibatnya, timbul bercak-bercak cekung

berwarna coklat kehitaman.
Serangan pada buah muda dapat menyebabkan buah mati. Bercak pada buah yang
terserang berat akan menyatu, sehingga jika buah dapat berkembang terus, permukaan kult
buah menjadi retak dan terjadi perubahan bentuk (malformasi) yang dapat menghambat
perkembangan biji di dalam buah.
Serangan Helopeltis spp. pada pucuk/ranting menyebabkan bercak-bercak cekung di
tunas ranting.

Bercak mula-mula bulat dan berwarna coklat kehitaman, kemudian

memanjang seiring pertumbuhan tunas itu sendiri. Akibatnya, ranting tanaman akan layu,
kering dan mati. Pada serangan yang berat, daun-daun akan gugur dan ranting tanaman
akan seperti lidi. Sasaran serangan Helopeltis spp. terutama adalah buah. Pucuk atau

ranting tanaman biasanya diserang jika hanya terdapat sedikit buah di pohon. Serangan
hama ini dapat menurunkan produksi sebesar 50-60%. Oleh karena itu, serangan yang
terjadi berulang kali setiap tahunnya dapat menimbulkan kerugian yang sangat besar karena
tanaman tidak sempat tumbuh secara normal (Wahyudi et al, 2008).
2.3. Strategi Pengendalian kepik pengisap buah (Helopeltis spp.) Secara Terpadu
Pengendalian Helopeltis spp. dapat menggunakan beberapa komponen pengendalian
yang dikenal dengan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian ini meliputi :
pengendalian secara mekanis, kultur teknis, hayati (penggunaan musuh alami) dan dengan
pestisida.
1. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanis
Pengendalian Helopeltis spp. secara fisik dan mekanis dapat dilakukan dengan
menangkap serangga dengan tangan atau dengan menggunakan alat bantu berupa bambu
yang diberi perekat (getah) pada ujungnya. Penyelubungan buah dengan kantong plastik
dapat dilakukan pada buah yang berukuran 8-12 cm dan salah satu ujung lainnya dibiarkan
terbuka (Atmadja, 2012).
2. Pengendalian Secara Kultur Tehnis
2.1. Pemupukan yang tepat dan teratur
Pemberian pupuk secara tepat dan teratur dapat mengendalikan Helopeltis spp.
karena akan meningkatkan pertumbuhan serta ketahanan tanaman. Pemberian pupuk


yang berlebih.Pemberian unsur hara yang tidak seimbang akan mempengaruhi kondisi
tanaman. Pemupukan N yang berlebihan mengakibatkan jaringan tanaman menjadi
lunak dan mengandung asam amino yang tinggi sehingga disenangi oleh Helopeltis spp..
Tanaman yang memperoleh unsur P dalam jumlah cukup lebih tahan terhadap serangan
hama dan penyakit karena unsur P akan mempertinggi daya regenerasi tanaman dari
kerusakan. Unsur K berperan penting pada proses asimilasi dan bertindak sebagai
katalisator. Fungsi lain dari unsur K yaitu untuk memperkuat jaringan tanaman
(Atmadja, 2012).
2.2. Pemangkasan
Pada tanaman kakao, pemangkasan dilakukan dengan cara membuang tunas air
(wiwilan) yang tumbuh di sekitar perempatan dan cabang-cabang utama, karena tunas
air akan mengganggu pertumbuhan tanaman karena dapat menjadi pesaing dalam
pengambilan zat hara dan air. Helopeltis spp. meletakkan telurnya pada jaringan
tanaman yang lunak termasuk tunas air, maka pembuangan tunas secara teratur setiap 2
minggu, akan mengurangi populasi Helopeltis spp. karena telur pada tunas air terbuang.
2.3. Sanitasi Tanaman Inang
Tanaman-tanaman yang sering dijadikan inang oleh kepik pengisap buah di
antaranya adalah Teh (Camellia sinensis), Kina (Cinchona sp.), Kapok (Ceiba
petandra), Kayu manis (Cinnamomum burmanni), Rambutan (Nephellium lappaceum),
Tephrosia spp dan Jambu Mete (Anacardium occidentale). Untuk menghindari serangan

Helopeltis spp. maka tanaman inang tersebut harus ditiadakan dari areal perkebunan.
3. Pengendalian Secara Hayati
Pengendalian Helopeltis spp. pada tanaman kakao dengan menggunakan semut hitam
cukup prospektif (Hutauruk, 1988), terutama jenis Dolichoderus thoraxicus pada tanaman
kakao secara hayati (Bakri et al. 1986). Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus) merupakan
salah satu musuh alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan Helopeltis spp. Jenis
semut hitam ini merupakan bagian dari agroekosistem perkebunan kakao di Indonesia yang
sudah dikenal sejak lebih dari 80 tahun yang lalu sebagai musuh alami Helopeltis spp., D.
thoracicus selalu hidup bersama atau bersimbiosis dengan kutu putih (Planococcus spp.)
karena sekresi yang dikeluarkan oleh kutu putih tersebut rasanya manis sehingga sangat
disukai semut hitam, sedangkan semut hitam secara sengaja atau tidak sengaja turut

membantu menyebarkan nimfa kutu putih.

Aktivitas semut hitam yang selalu berada

dipermukaan buah menyebabkan Helopeltis spp. tidak sempat menusukkan stiletnya atau
bertelur di atas buah kakao sehingga buah pun terbebas dari serangan Helopeltis spp.
Wiryadiputra (2007) mengatakan Metode pemapanan semut hitam menggunakan
sarang daun kelapa yang dikombinasi dengan inokulasi kutu putih menggunakan sayatan

kulit buah kakao yang mengandung kutu putih dan perlakuan kutu putih yang diletakkan
dalam kantong daun kakao adalah yang paling baik dan paling cepat untuk pengembangan
semut dan kutu putih.
Penelitian Karmawati et al. (1999) di Wonogiri telah menemukan beberapa jenis
predator Helopeltis spp., yaitu Coccinella sp., semut hitam, dan semut rangrang. Namun,
populasi semut hitam dan semut rangrang lebih dominan. Keefektifan predator dalam
mengendalikan Helopeltis spp. membutuhkan waktu sekitar dua tahun. Peran predator
dalam mengendalikan Helopeltis spp. telah diteliti di beberapa negara. Di Malaysia. Jenis
semut yang dominan adalah Dolichoderus thoracicus (Khoo dan Ho 1992), di Australia
jenis semut rangrang yang dominan adalah Oecophyla smaragdina. Di India, selain jenis
semut, musuh alami yang banyak ditemukan di lapang adalah parasitoid Telenomus sp. dan
Chaetricha (Sundararaju 1992).
Wijngaarden (2005) menyatakan bahwa Persentase kerusakan buah akibat serangan
Helopeltis spp. dengan keberadaan semut yang melimpah di pohon kakao secara signifikan
lebih rendah dibandingkan dengan pohon-pohon tanpa semut Oecophylla longinoda. jumlah
buah yang rusak adalah sekitar 50 % lebih rendah dibandingkan dengan pohon tanpa semut
O. longinoda.

Menurut


Nanopriatno (1978), semut hitam jenis Dolichoderus

bituberculatus mempunyai kemampuan untuk mengusir Helopeltis spp. dari tanaman kakao.
Predator tersebut pernah diteliti pada tahun 1904 di perkebunan Silowuk Sawangan dan
pada tahun 1938 di Kediri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat serangan Helopeltis
spp. pada buah kakao yang sering dikunjungi semut hitam lebih rendah dari pada yang tidak
dikunjungi semut. Namun, jenis semut ini tidak dapat bersaing dengan jenis lainnya pada
habitat baru. Oleh karena itu, sebelum diintroduksikan lokasi baru perlu dibebaskan dari
jenis semut lain.
Pengendalian biologis Helopeltis spp. juga dapat dilakukan dengan penyemprotan
agen hayati berupa jamur entomopatogen, Beauveria bassiana.

Helopeltis spp. yang

disemprot akan terinfeksi B. bassiana dan mati setelah 2-5 hari dilakukan penyemprotan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa B. bassiana isolate Bby-725 dengan dosis 25-50gram
spora/ha cukup efektif untuk mengendalikan Helopeltis spp. Penyemprotan pada imago
Helopeltis spp. mampu menyebabkan mortalitas 100 %, tetapi penyemprotan pada nimfa
menyebabkan mortalitas yang rendah (70 %). Hal ini dikarenakan nimfa mengalami ganti

kulit. Spora yang mengenai tubuh nimfa Helopeltis spp. akan berkecambah dan melakukan
penetrasi. Proses perkecambahan spora tersebut berlangsung cukup lama, yaitu sekitar 12
jam.

Apabila proses ganti kulit nimfa berlangsung kurang dari 12 jam setelah

penyemprotan, jamur yang telah berkecambah dan menembus kutikula akan terlepas
bersama dengan kulit yang lama sehingga jamur tersebut tidak dapat mematikan nimfa
(Wahyudi, 2008).
Beberapa jenis parasitoid dilaporkan juga berpotensi dalam membunuh serangga
Helopeltis spp. Parasitoid telur Erythemelus helopeltidis rata-rata dapat memarasit telur
Helopeltis spp. sebesar 13 %.

Parasitoid nimfa, Leiophoran (=Euphorus) helopeltidis

merupakan parasitoid penting pada Helopeltis spp. yang menyerang kakao dan teh. Tingkat
parasitisme L. helopeltidis naik dari 30 – 40 % (pada akhir musim hujan) menjadi 50 – 60 %
(pada musim kemarau). Hasil Penelitian Bhat dan Kumar (2013) melaporkan ditemukan dua
jenis prasitoid telur yang menyerang telur Helopeltis theivora Waterhouse

yaitu

Telenomous sp. dengan tingkat parasitisme 3,2 % dan Chaetostricha sp. menunjukkan
tingkat parasitasi 0,8 %
4. Pengendalian Secara Kimiawi Berdasarkan Sistem Peringatan Dini
Berdasarkan hasil pengamatan secara dini, sampai saat ini pengendalian hama
Helopeltis spp. menggunakan insektisida pada areal yang terbatas merupakan cara yang
umum digunakan karena dianggap paling efektif, hemat dan dapat mengurangi
kemungkinan timbulnya pengaruh sampingan yang tidak menguntungkan.
Prinsip kerja dari system peringatan dini (SPD) atau early warning system (EWS)
adalah setiap 7 hari semua pohon dalam pertanaman yang luasnya kurang lebih 3 hektra
diamati. Tujuannya adalah untuk menetapkan ada tidaknya serangga atau ada tidaknya
gejala serangan baru pada buah. Setiap kali ditemukan serangga atau terjadi serangan baru
pada buah, semua buah pada pohon yang bersangkutan dan 4 pohon disekelilingnya segera
disemprot dengan insektisida. Apabila jumlah pohon kakao yang terserang hama lebih dari
15 %, penyemprotan dilakukan menyeluruh pada areal tersebut.

Secara ekonomi,

penggunaan insektisida relatif mahal dan beresiko tinggi untuk digunakan, baik terhadap

tenaga pelaksana maupun terhadap agroekosistemnya. Oleh karena itu, penggunaannya
harus bijaksana, yaitu harus tepat jenis, tepat dosis, tepat cara dan tepat waktu. Sebaiknya
penggunaan insektisida hendaknya menjadi alternatif terakhir dan dilakukan bila ambang
kendali telah dilampaui.
5. Penggunaan Insektisida Nabati untuk Helopeltis spp.
Pemanfaatan pestisida nabati juga sudah mulai dikembangkan untuk mengendalikan
Helopeltis spp., antara lain penggunaan minyak biji mimba, ekstrak biji srikaya, Minyak
cengkeh, ekstrak minyak selasih dan limbah tembakau. Hasil penelitian Handoko dan
Sundhari (2005) mengatakan bahwa konsentrasi 300ml/liter cairan daun tembakau yang
disemprotkan pada pagi hari dapat mematikan Helopeltis antonii

sebesar 85 % pada

tanaman kakao.
Penelitian insektisida nabati yang lainnya dilakukan di laboratorium kelti Hama dan
Penyakit Balittro terhadap H antonii adalah jahe merah, pala dan minyak masoyi. Minyak
jahe merah dan minyak pala diaplikasikan pada serangga dan pada inang alternatif (buah
mentimun) sedangkan minyak masoyi diaplikasikan pada serangga. Hasil Penelitian
menunjukkan, minyak pala konsentrasi masing-masing 6% efektif terhadap H. antonii
dengan tingkat kematian masing-masing 86,7 dan 86,7%; aplikasi pada serangga 96,7 dan
83,3% aplikasi pada inang alternatif, sedang minyak masoy konsentrasi 1 dan 2 % efektif
terhadap H. antonii dengan tingkat kematian masing-masing 87,5 dan 90 % (Atmadja,
2008).

III. PENUTUP
Helopeltis spp. (Hemiptera; Miridae) merupakan hama pengisap buah kakao dan
menduduki peringkat kedua sebagai hama utama pada budidaya kakao di Indonesia setelah
PBK (Wahyudi et al., 2008). Hama ini menyerang tanaman dengan cara merusak dan
menghisap cairan buah muda sehingga menyebabkan matinya buah tersebut. Serangan pada
buah berumur sedang mengakibatkan terbentuknya buah abnormal. Akibat serangan hama
ini daya hasil dan mutu kakao menurun. Terdapat lebih dari satu spesies Helopeltis pada
tanaman kakao, antara lain Helopeltis antonii, Helopeltis theivora dan Helopeltis claviver.
Siklus hidup Helopeltis spp. antara 30-48 hari, dan selama hidupnya mengalami lima
kali pergantian kulit. Helopeltis spp. merusak tanaman kakao dengan menyerang buah
kakao dan pucuk atau ranting.
Serangan pada buah muda dapat menyebabkan buah mati. Bercak pada buah yang
terserang berat akan menyatu, sehingga jika buah dapat berkembang terus, permukaan kult
buah menjadi retak dan terjadi perubahan bentuk (malformasi) yang dapat menghambat
perkembangan biji di dalam buah. Serangan Helopeltis spp. pada pucuk/ranting
menyebabkan bercak-bercak cekung di tunas ranting.

Bercak mula-mula bulat dan

berwarna coklat kehitaman, kemudian memanjang seiring pertumbuhan tunas itu sendiri.
Akibatnya, ranting tanaman akan layu, kering dan mati. Pada serangan yang berat, daundaun akan gugur dan ranting tanaman akan seperti lidi. Sasaran serangan Helopeltis spp.
terutama adalah buah. Pucuk atau ranting tanaman biasanya diserang jika hanya terdapat
sedikit buah di pohon.
Pengendalian Helopeltis spp. secara terpadu dapat dilakukan dengan cara mekanis,
kultur teknis, pengendalian hayati, penggunaan insektisida kimia dan Insektisida Nabati.
Pengendalian hayati mempunyai prospek yang cukup baik karena aman bagi lingkungan dan
potensinya cukup tersedia di alam.

DAFTAR PUSTAKA
Atmadja, W.R., 2012 Pengendalian Helopeltis Secara Terpadu Pada Tanaman Perkebunan.
Unit Penerbitan dan Publikasi Balittro. Bogor.
Bakri, A.H., P. Sembiring. dan M.J. Red.show. 1986. Pengendalian Helopeltis spp. secara
terpadu dengan menggunakan semut hitam dan bahan kimia pada tanaman coklat di
Sumatera Utara. Temu Ilmiah Entomologi Perkebunan Indonesia di Medan. Hlm.
5360.
Borror, D.J., A.T. Charles dan F.J. Norman, 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gajah
Mada University Press. Yogyakarta.
Bhat, P.S. dan K.K. Srikumar, 2013. Record of egg parasitoids Telenomus sp. laricis group
(Hymenoptera: Platygastridae) and Chaetostricha sp. (Hym: Trichogrammatidae)
from Helopeltis theivora Waterhouse (Heteroptera: Miridae) infesting cocoa.
International Journal of Agricultural Sciences ISSN: 2167-0447 Vol. 3 (5), pp. 510512, June, 2013 International Journal of Agricultural Sciences ISSN: 2167-0447 Vol.
3 (5), pp. 510-512, June, 2013.
Hutauruk, C.H. 1988 Penggunaan semut hitam Dolichoderus bituberculatus Mays
(Hymenoptera;Formicidae) untuk mengendalikan hama pengisap buah Helopeltis
antonii Signoret (Hemiptera; Miridae) pada kakao Linduk (Theobrcona cacao L.).
Prosiding Komunikasi Teknis Kakao 1988. Balai Penelitian Kopi dan Kakao Jember.
him.188211.
Handoko, B dan Sundhari, 2009. Potensi Nikotin Tembakau Sebagai Pestisida Nabati untuk
Pengendalian Helopeltis antonii pada Tanaman Kakao. Jurnal TPI, Mei 2009, Vol I
(1-5).
Khoo, K.C. and C.T. Ho. 1992. The influence of Dolichoderus thoracucus
(Hymenoptera:Formicidae) on lesses due to Helopeltis antonii (Heteroptera; Miridae)
blackpod diseases and mamalian pests in cocoa in Malaysia. Bull. Entomol. Res
28(4): 485-491.
Karmawati, E., T.H. Savitri, R.A. Warsi, dan T.E. Wahyono. 2001. Pengendalian hama
terpadu Helopeltis antonii pada tanaman jambu mete. Jurnal Penelitian Tanaman
Industri VII(I): 1-5.
Rita, M dan C.G. Fee, 1993. The Relationship between Population Fluctuations of

Helopeltis theivora Waterhouse, Availability of Cocoa Pods and Rainfall
Pattern. Pertanika J. Trap. Agric. Sci. 16(2): 81-86(1993) ISS : 0126-6128.
Universiti Pertanian Malaysia Press.
Sulistyowati, F. dan Sardjono. 1988. Pengendalian kimiawi hama pengisap hama (Helopeltis
antonii Signoret) dan ulat kilan (Hyposidra talaca Walk.) pada kakao. Prosiding
Komunikasi Teknis Kakao 1988 hlm. 212-222.

Sundararaju, D. 1992. Biological control of tea mosquito bug and other sucking pest of
cashew. Annual Report, National Research Centre for Cashew, India. p. 40-44.
Wardoyo, S. 1988. Strategi penanggulangan hama kakao. Prosiding Komunikasi Teknis
Kakao. 1988. him. 176-187.
Wahyudi, T., T.R. Panggabean dan Pujiyanto, 2008. Panduan Lengkap Kakao : Manajemen
Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Wijngaarden, P.M.V., M.V. Kessel dan A.V. Huis., 2007.
Oecophylla longinoda
(Hymenoptera:Formicidae) as a biological control agent for cocoa capsids
(Hemiptera: Miridae). Proc. Neth. Entomol. Soc. Meet. - Volume 18 – 2007.
Wiryadiputra, S., 2007. Pemapanan Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus) Pada
Perkebunan Kakao dan Pengaruhnya Terhadap Serangan Hama Helopeltis spp. Pelita
Perkebunan 2007, 23(1), 57 —71

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22