KAJIAN KETIMPANGAN PERMINTAAN INDUSTRI D

KAJIAN KETIMPANGAN PERMINTAAN INDUSTRI DAN PASOKAN
PENDIDIKAN WILAYAH KOTA MAKASAR
Yunia Dwie Nurcahyanie
Rusdiyantoro
Djoko Adi Walujo
abstract
Higher education Indonesia produce thousands of fresh graduate every year, but why
Indonesia's economic development can’t increased gradually in the domestic workforce.
This study aims to identify the needs of the industrial needs in Makassar and suitability
supply of human resources. This research use quantitative and qualitative purposive
random sampling of 40 companies that comprise the total number of workers in 1346 and
converted to worker education at the vocational school, high school, D3, and S1 in
Makassar City Region. The results of this study explained why proportion of the subsector is dominated by the high school and vocational school graduates, and a lot of
positions that should be filled by a minimum S1 or D3 were filled by high school or
vocational school where they come from an educational background is not in suit with
with Indonesian Human Development Index and MP3EI corridor Sulawesi. The number
of certified worker is still less than 30%, it is far short of expectations in 2015 after
Indonesia must certify the entire human resources through the National Professional
Certification.
Keywords: Human Development Index Mapping, Makasar,KKNI, MP3EI
Abstrak

Pendidikan tinggi di Indonesia mencetak ribuan lulusan setiap tahunnya, namun dengan
jumlah sedemikian, mengapa perkembangan ekonomi Indonesia tidak bisa terserap di
tenaga kerja baik dalam negeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan
dunia kerja industri wilayah Kota Makasar dan kesesuaian pasokan SDM di wilayah
Makasar. Peneltitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif, purposif random
sampling 40 perusahaan yang terdiri dengan jumlah pekerja total 1346 pekerja dan di
konversikan dengan pendidikan di tingkat SMK, SMA, D3 dan S1 di Wilayah Kota
Makasar. Hasil dari penelitian ini ternyata, proporsi dari sub sektor ini didominasi oleh
lulusan SMA dan SMK, dan banyak posisi yang seharusnya diisi oleh S1 atau minimal
D3 pun diisi oleh SMA atau SMK dimana mereka berasal dari latar pendidikan yang
tidak sesuai dengan KKNI dan MP3EI wilayah Pulau Sulawesi. Jumlah tenaga yang
disertifikasi masih kurang dari 30%, hal ini jauh dari harapan tahun 2015 Indonesia harus
usai mensertifikasi seluruh SDM melalui Badan Nasional Sertifikasi Profesi.
Kata Kunci : Pemetaan SDM, Perhotelan, Kota Makasar, KKNI, MP3EI
Pendahuluan
Penurunan angka kemiskinan dan angka pengangguran masih menjadi tantangan utama.
Dalam kaitan ini, sejak tahun 2011 Pemerintah telah menyiapkan dua strategi
pembangunan utama sebagai kebijakan kunci, yakni Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan Masterplan Percepatan
dan

Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI), yang dalam
pelaksanaannya diharapkan akan mampu bersinergi. Dicanangkannya program MP3KI
berdampingan dengan MP3EI tersebut diharapkan akan menciptakan sinergi yang kuat
dalam mewujudkan (a) pertumbuhan yang tinggi, inklusif, berkeadilan, dan

berkelanjutan; (b) pembangunan ekonomi yang merata di seluruh tanah air; (c)
peningkatan kesempatan kerja; serta (d) penurunan tingkat kemiskinan.
Program MP3EI menjadi payung semua kegiatan pembangunan infrastruktur di
berbagai wilayah Indonesia, sebagai bentuk langkah-langkah terobosan. Pengembangan
koridor-koridor utama yang menjadi pendorong dan penopang kegiatan ekonomi di
wilayah-wilayah sekitarnya, serta didukung dengan perbaikan konektivitas antar daerah,
diharapkan dapat segera mewujudkan integrasi pasar di wilayah Indonesia, hingga ke
pelosok desa. Dengan strategi tersebut, hasil kegiatan pembangunan dan pertumbuhan
dapat lebih dioptimalkan. Demikian pula, dampaknya pada penyerapan tenaga kerja
diperkirakan akan lebih baik dan merata ke seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan
Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Indonesia dibagi menjadi enam
koridor ekonomi (KE), yaitu KE Sumatra, KE Jawa, KE Kalimantan, KE Sulawesi, KE
Bali-Nusa Tenggara dan KE Papua-Kepulauan Maluku. Dalam setiap koridor ekonomi,
ibukota-ibukota propinsi dijadikan sebagai pusat-pusat ekonomi. Setiap koridor ekonomi
mempunyai tema pembangunan yang berbeda-beda sesuai dengan keunggulan dan

potensi strategis masing-masing wilayah.
Hasil dan Pembahasan
Lebih dari lima tahun terakhir, menunjukkan bahwa institusi pendidikan tinggi
menghadapi isu dan tantangan globalisasi, kompetisi dan ekonomi berbasis pengetahuan
(knowledge economy). Identifikasi cepatnya perubahan pasar kerja lulusan yang
meliputi: (1) berubahnya struktur industri dan bisnis komersial terutama munculnya
kekuatan-kekuatan baru yang kecil-kecil dan organisasi bisnis yang responsif, (2) banyak
lulusan yang bekerja pada organisasi/bisnis kecil, menjadi bekerja sendiri atau kombinasi,
part-time, atau bekerja paruh waktu dengan freelance. (3) adanya reformasi sektor publik
terutama pemerintah yang mendorong untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas.
Derasnya arus perubahan tersebut menuntut adanya transformasi dalam menyiapkan
lulusan. Institusi tidak hanya menghasilkan keterampilan akademis yang secara
tradisional dihasilkan dari mata kuliah pada program studi dan gelar yang dicapai,
melainkan harus lebih eksplisit berusaha mengembangkan apa yang disebut sebagai ‘key’,
core’, ‘transferable’ and/or ‘generic’ skills yang dibutuhkan oleh berbagai bidang dan
tingkat pekerjaan. Agregat dari berbagai keterampilan yang dimiliki lulusan sering
disebut sebagai employability skills.
Dari sudut pandang industri, ‘employability skill’ mengacu pada kesiapan untuk
bekerja (work-readiness), yaitu memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap dan
memahami bisnis yang memungkinkan para lulusan baru memberikan kontribusi

produktif terhadapa tujuan-tujuan organsisasi segera setelah memulai bekerja. Sementara
itu Overtoon (2000) Lisa (2009) dalam mendefinisikan employability skills sebagai
“transferable core skill groups that represent essential functional and enabling
knowledge, skills and attitudes required by the 21st century workplace… necessary for
career success at all levels of employment and for all levels of education”. Yorke (2004)
dalam Lisa (2009) mendefinisikan employability sebagai “A set of achievements – skills,
understandings and personal attributes – that make graduates more likely to gain
employment and be successful in their chosen occupations, which benefits themselves, the
workforce, the community and the economy.”
Dari hasil kajian ini didapatkan bahwa secara umum, employability skill terdiri
atas (1) Keterampilan akademis (2) keterampilan pengembagan diri dan (3) keterampilan
bisnis.
a.
Keterampilan akademis (academic skills): meliputi pengetahuan sepesialis,
kemampuan menerapkan pengatahuan, berpikir logis, analisis secara kritis,
penyelesaian masalah, komunikasi lisan dan tulisan, kemampuan menggunakan
data numerik, literasi komputer dan keterampilan meneliti.

b.


Keterampilan penggembangan diri (personal development skills): meliputi
percaya diri, disiplin diri, keyakinan diri, menyadari kekuatan dan kekurangan
diri, kreativiti, mandiri, pengetahuan atas hubungan internasional, keinginan
untuk belajar, kemampuan refleksi, integritas, jujur dan hormat kepada orang
lain.
c.
Keterampilan bisnis (enterprise or business skills): mencakup keterampilan
entrepreneurial, kemampuan untuk memprioritaskan tugas, manajemen waktu,
keterampilan interpersonal, keterampilan presentasi, kemampuan bekerja dalam
tim, leadership, commercial awareness, fleksibel, inovator, independence dan
risk-taking.
Kesimpulan untuk ketiga bidang di atas, diperlukan oleh industri sebagimana hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa aspek-aspek soft-skill yang diperlukan di industri
hospitaliti dan pariwisata dirinci menurut kepentingannya, komunikasi merupakan unsur
yang sangat penting yang harus dimiliki setiap lulusan.
1.
Namun masalah yang dihadapi Indonesia adalah kesiapan untuk menghadapi
MRA 2015 nanti. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata, sepertinya harus
“berjuang sendirian” menghadapi masalah ini, misalnya dengan mensertifikasi
tenaga kerja profesional, menyediakan assesor dan assesor licensi, namun itu pun

masih jauh dari memadai.
2.
Masalah lain adalah kesadaran stakholder lainnya termasuk industri dan lembaga
pendidikan sebagai penyedia tenaga kerja trampil.
Berdasarkan rencana MP3EI, wilayah Sulawesi termasuk kota Makasar memiliki potensi
untuk pengembangan sektor telematika. Dengan dasar acuan ini, maka evaluasi pemetaan
sisi pasokan akan dipentingkan kepada keempat sektor unggulan wilayah kota Makasar
tersebut

Gambar 1. Koridor Ekonomi Indonesia Berdsarkan MP3EI Wilayah Sulawesi Termasuk
Kota Makasar
Berdasarkan koridor yang ditetapkan oleh MP3EI bahwa Pulau Sulawesi diposisikan
sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas dan
pertambangan nasional. Sehingga untuk daerah Sulawesi memiliki potensi untuk

pengolahan sektor-sektor tertentu. Tetapi rencana MP3EI yang dicanangkan oleh
pemerintah tidak didukung oleh ketersediaan lembaga pendidikan sebagai penyedia atau
pemasok pekerja pada sektor-sektor tersebut. Ada banyak faktor yang menyebabkan
pasokan dari dunia pendidikan tidak mampu terserap oleh industri lokal diantaranya:
1. Ketidak mampuan dunia pendidikan menyediakan SDM yang sesuai dengan

kriteria yang dibutuhkan industri.
2. Informasi kebutuhan DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) tidak sampai
kepada sekolah untuk dikelola sebagaimana kebutuhan DUDI karena DUDI
merasa tidak memiliki cukup waktu untuk menginformasikan kebutuhan mereka.
3. Informasi dari orang tua kepada anak untuk memilih jurusan tertentu masih
didominasi pemikiran gengsi dan pemikiran trend yang ada di pasaran dalam
artian orang tua melihat kebutuhan saat ini tapi tidak mampu melihat kebutuhan
masa depan.
4. Untuk jurusan-jurusan strategis namun sepi peminat tidak ada dukungan baik
informasi kerja maupun informasi kewirausahaan di bidang-bidang tersebut,
terutama bidang pertanian, peternakan dan perikanan.

Gambar 2. Detail 6 Koridor ekonomi berdasarkan MP3EI

Proyeksi Ekonomi Berdasarkan MP3EI Wilayah Makasar
Berdasarkan keinginan mencapai visi RPJMN 2010–2014, yaitu “Terwujudnya
Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan”, dan dengan melihat capaian
hasil kinerja dan perkiraan hasil kinerja tahun 2012, potensi yang dimiliki, serta
memperhitungkan tantangan dan permasalahan yang sedang dan akan dihadapi, tema
RKP tahun 2013 ditetapkan sebagai berikut: “Memperkuat Perekonomian Domestik


Bagi Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat”. Untuk mendukung pencapaian
tema tersebut, dalam RKP 2013 ditetapkan 11 prioritas nasional dan 3 prioritas lainnya,
yang terdiri atas: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Pendidikan; (3)
Kesehatan; (4) Penanggulangan Kemiskinan; (5) Ketahanan Pangan; (6) Infrastruktur;
(7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; (8) Energi; (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan
Bencana; (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar,
dan Pasca-Konflik; (11)
Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi; (12) Bidang Politik, Hukum, dan
Keamanan lainnya; (13) Bidang Perekonomian lainnya; dan (14) Bidang Kesejahteraan
Rakyat lainnya.
Studi pemetaan dalam dimensi kuantitas, kualitas, lokasi dan waktu yang
dilakukan oleh tim peneliti Universitas PGRI Adi Buana untuk kajian wilayah kota
Makasar, terbatas pada jurusan yang dinilai mendukung PDRB dan sesuai juga dengan
MP3EI. Berdasarkan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) 2011-2025 yang dicanangkan oleh Kementerian Perencanaan.
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Indonesia dibagi
menjadi enam koridor ekonomi (KE), yaitu KE Sumatra, KE Jawa, KE Kalimantan, KE
Sulawesi, KE Bali-Nusa Tenggara dan KE Papua-Kepulauan Maluku. Dalam setiap
koridor ekonomi, ibukota-ibukota propinsi dijadikan sebagai pusat-pusat ekonomi. Setiap

koridor ekonomi mempunyai tema pembangunan yang berbeda-beda sesuai dengan
keunggulan dan potensi strategis masing-masing wilayah.
Pada koridor Sulawesi, pembangunan dipusatkan pada produksi dan pengolahan
hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas dan pertambangan nasional.
Pengembangan industri di Sulawesi pada produksi dan pengolahan hasil pertanian,
perkebunan, perikanan juga sesuai dengan program pengembangan enam kelompok
industry prioritas oleh Kementerian Perindustrian. Industri agro disebut-sebut sebagai
industri andalan masa depan dengan potensi produksi diperkirakan dapat mencapai 20
juta ton CPO, 0,65 juta ton kakao dan 2.5 juta ton karet. Dengan mengembangkan
industri-industri strategis tersebut, ternyata penyerapan tenaga kerja khususnya tenaga
kerja lokal tidak sesuai dengan. Salah satu lokasi pengembangan klaster industri agro
adalah propinsi Sulawesi Selatan dengan fokus pada industri kakao (Jessica Hanafi dkk,
2011).
SIMPULAN
1. Penerimaan daerah Wilayah Kota Makasar dan Kota Sekitarnya tidak sama
dengan PDRB Propinsi, dimana untuk PDRB Makasar industri yang menyerap
banyak tenaga kerja adalah industri Jasa , hotel dan pariwisata, sendangkan
PDRB Sulawesi Selatan terbesar adalah Industri Pertanian.
2. Penentuan Klaster Ekonomi dan Proyeksi Keterserapan antara MP3EI, MP3KI,
KER Bank Indonesia, BPS masing-masing memiliki tolok ukur yang berbeda,

namun ada satu kesamaan antara MP3EI dan KER Bank Indonesia, Untuk
Wilayah Sulawesi Selatan Potensi Ekonomi terbesar adalah faktor pertanian (di
MP3EI tersebutkan Wilayah Makasar), kenyataannya untuk jurusan pertanian
baik pada level SMK maupun perguruan tinggi sepi peminat bahkan ditutup.
3. Penentuan jurusan SMK termasuk jurusan pertanian untuk mendukung MP3EI
maupun KER BI, tidak dibarengi dengan pengetahuan yang cukup baik bagi
calon siswa SMK maupun orang tua siswa, sehingga jurusan favorit hanya yang
‘disukai siswa’ dan ‘kelihatannya mudah cari kerja’, tetapi tidak dibutuhkan
(berdasar proyeksi ekonomi daerah).
4. Prosedur/sistem seleksi untuk peminatan siswa SMK masih perlu perbaikan
khususnya Pemerintah Kota Makassar sehubungan memberi kewenangan
kepada sekolah untuk melaksanakan tes wawancara. Tes wawancara ini perlu
menjadi persyaratan kelulusan, dan melibatkan industri dalam seleksi calon
siswa sehingga dari awal sudah dapat memberi gambaran profil siswa yang

5.

6.

7.


8.

9.

10.
11.

12.

13.

14.
15.

dikehendaki oleh industri baik dilihat dari pengetahuan, keterampilan maupun
sikapnya.
Kurikulum pendidikan sistem ganda dikembangkan berdasarkan kebutuhan
industri melalui sinkronisasi atau maping kurikulum. Pengembangan Kurikulum
ini dilakukan dengan berpedoman pada kurikulum nasional, menelaah Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Namun nampaknya masih
kurang efektif dilihat dari keterserapan alumni kurang dari 80% lulusan SMK
terserap di DUDI.
Walaupun kebanyakan industri yang ditempati siswa praktek kerja belum
memiliki naskah kerjasama tetapi industri tetap berpartisipasi aktif menerima
siswa program keahlian usaha jasa pariwisata untuk praktek kerja. Kebanyakan
pengalaman industri (institusi pasangan) menerima praktek kerja siswa SMKN
Wilayah Makassar lebih dari empat tahun dan sudah terjalin hubungan yang
baik antara sekolah dengan industri.
SMK perlu meningkatkan kerjasama dengan DUDI dengan fasilitasi Dinas
Pendidikan Kabupaten Kota atau Propinsi Sulawesi Selatan Pihak DUDI
disarankan untuk merajut kerjasama secara komprehensif dengan SMK dengan
cara membuat nota kesepakatan untuk magang, praktek kerja industri atau
prakerin, dan memberikan bantuan peralatan kepada SMK
SMK diharapkan bisa memfasilitasi alumni untuk berwirausaha termasuk untuk
memberikan pembiayaan modal bekerjasama dengan bank atau penanam modal
mandiri, dilihat dari data valid cukup banyak alumni SMK yang memutuskan
untuk berwirausaha.
SMK selalu melakukan komunikasi efektif dengan alumni dengan konensitas
BKK di SMK perlu diaktifkan, agar lulusan bisa disalurkan BKK dan tidak
mencari pekerjaan sendiri, dengan demikian SMK yang akan mengirim siswa
untuk memperhatikan kesiapan mental siswa agar DUDI bisa memberikan
apresiasi kepada siswa yang dikirim dan memberikan pekerjaan.
Perusahaan-perusahaan diharapkan bersedia menyerap alumni dari daerah
setempat dan mengurangi pekerja dari lokasi lain. Untuk Level kementrian
negara sudah dimulai di beberapa kementrian diantaranya KOMINFO.
Proses praktek kerja siswa di industri (institusi pasangan), mencakup; pekerjan
yang dilatihkan berdasarkan kompetensi, waktu pelaksanaan praktek kerja
minimal 4 bulan, penggunaan alat/ bahan praktek, pengisian jurnal oleh siswa
dari pekerjaan yang dilatihkan lengkap. Seharusnya, penilaian praktek kerja
dilakukan sepenuhnya oleh
industri bukan oleh sekolah berdasarkan
penggabungan antara nilai industri dengan nilai seminar sehingga siswa SMK
benar-benar memahami kekurangan mereka selama melaksanakan proses
Prakerin dan memungkinkan kerjasama dilanjutkan dengan mengangkat siswa
prakerin menjadi karyawan di tempat magangnya.
Untuk Lembaga Kursus dan Pelatihan, ternyata memiliki tingkat keterapan pada
DUDI lebih baik daripada SMK. Hal ini disebabkan lulusan kursus lebih banyak
memilih membuka wirausaha dari ilmu kursus yang dimiliki atau bekerja pada
industri yang sesuai dengan bidang kursusnya.
Peserta lembaga kursus umumnya adalah para profesioanal, ibu rumah tangga,
alumni SMA dan SMK (lebih banyak alumni SMA) bahkan beberapa diantaranya
masih SMP, bahkan ada peserta kursus yang sudah menempuh pendidikan S1 dan
S2, dan bekerja di perusahaan mapan, mengikuti kursus ketrampilan untuk
mencoba berwirausaha.
Program KPP (Kursus untuk Para Profesional) dibutuhkan untuk memberikan
ketrampilan bagi alumni seluruh level pendidikan.
Target program kursus adalah 90% siswa mengikuti kursus dengan lengkap dan
80% siswa kursus bisa berwirausaha sesuai bidang atau bekerja sesuai bidang

16.
17.
18.
19.

(setera dengan indeks kesesuaian /AI 0,8) dan sebagaian besar kursus bisa
mencapainya.
Untuk program sarjana pada kajian ini tim menentukan sampling PGSD, dari
kebutuhan di Wilayah Sulawesi Selatan Guru SD masih memiliki peluang,
namun bukan menjadi guru PNS.
Tingkat kesesuaian kelulusan atau allignment index 0,66 masih dibawah target
keterserapan jurusan yang ditentukan oleh Diknas yaitu 80% lulusan bekerja di
bidang yang sesuai.
Dari 66% keterserapan lulusan, sebagaian besar masih menjadi guru honorer
dengan penghasilan minim, oleh sebab itu lulusan PGSD UNM juga berminat
untuk menekuni bidang lain.
Lulusan S1 PGSD UNM yang berpenghasilan lebih dari 1,5 juta rupiah adalah
lulusan yang memiliki kemampuan profesional didukung dengan adanya
sertifikat profesional dari lembaga kursus.

SARAN
Dari kajian PPDK Wilayah Makasar tahun 2012 ini kami mencoba untuk
memberikan saran berupa model sederhana untuk pemecahan masalah
keterserapan lulusan SMK, Kursus dan Perguruan Tinggi pada Dunia Usaha dan
Dunia Industri yang sesuai dengan latar pendidikan formal/informal.
Perlu adanya kebijakan pendidikan yang diupayakan oleh Dikmenjur dan
Kemendikbud yang sesuai dengan kebutuhan dan proyeksi ekonomi baik yang
dibuat oleh Kementrian Keuangan melalui MP3EI dan MP3KI, Analisis Investasi
berupa KER Bank Indonesia, dan proyeksi statistik dari BPS. Sehingga jika
dibidang ekonomi proyeksi terbesar di Wilayah Sulawesi Selatan adalah industri
pertanian, sedangkan supply untuk sumber daya manusia di bidang pertanian baik
dari level SMK maupun S1 masih sangat minim peminat, bisa diperbaiki dengan
cara adanya ikatan dinas khusus untuk industri-industri strategis di bidang
ekonomi khususnya industri pertanian, perikanan wilayah makasar dan sulawesi
selatan. Karena jika tidak ada ikatan dinas dan lulusan diminta untuk mencari
pekerjaan sendiri dimana BKK di semua wilayah Indonesia tidak bekerja
optimal, maka dibukanya SMK dan S1 jurusan pertanian tanpa ikatan dinas
hanya akan menambah pengangguran terbuka.
Untuk lembaga kursus dari tingkat keserapan alumni sudah baik dan dari
tingkat pendapatan alumni justru diatas lulusan SMK dan bahkan lulusan S1,
namun kekurangan dari lembaga kursus adalah sebaiknya seluruh lembaga kursus
menginventaris kebutuhan SDM di wilayahnya dan memperbaiki administrasi
khususnya administrasi data siswa dan data alumni. Lembaga kursus bahkan LPK
yang ditunjuk menjadi TUK adalah lembaga yang sekaligus menjadi pelaku
usaha di bidangnya. Sehingga untuk administrasi kesiswaan dan kesiapan
pendataan masih kurang baik. Tutor di lembaga kursus seringkali tidak memiliki
latar pendidikan formal yang tinggi namun dengan masa kerja dan pengalaman
serta mengikuti berbagai pelatihan-pelatihan di tingkat nasional dan internasional
mereka bisa dipilih menjadi tutor dan menjadi asesor untuk uji kompetensi.
Untuk level pendidikan S1 sebaiknya diikuti dengan pendidikan softskill
berupa ketrampilan untuk meningkatkan kualitas individu lulusan. Hal ini
dibuktikan dengan pekerjaan dan penghasilan yang diperoleh oleh alumni S1
lebih baik alumni yang memiliki sertifikasi profesi (dibidang apapun)
dibandingkan dengan alumni yang tidak memiliki sertifikasi profesi meskipun
sertifikasi bukan terstandar BNSP atau sertifikasi lokal.

Penentuan Jurusan

Eliminasi kesenjangan, adanya ikatan dinas

PENDIDIKAN KURSUS

PELATIHAN / SOFTSKILL

PENDIDIKAN TINGGI
(S1)

PENDIDIKAN LEVEL
MENENGAH

wirausah
a

wirausaha

DU/DI

DU/DI

KESESUAIAN KEAHLIAN
PENDIDIKAN FORMAL DENGAN
BIDANG Jurusan
KERJA
Penentuan

Analisis
Kesenjangan

Rekomendasi
Kebijakan

Eliminasi kesenjangan, adanya ikatan dinas

Gambar 3. Model Eliminasi Kesenjangan Lulusan Pendidikan Menengah, Pendidikan Nonformal dan Pendidikan Tinggi dengan Kebutuhan
DUDI dan dukungan untuk membuka WIRAUSAHA

Pustaka
Fitroh hanrahmawan (2010), Revitalisasi Manajemen Pelatihan Tenaga Kerja (Studi
Kasus Pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar), Jurnal Administrasi Publik,
Volume 1 No. 1 Thn. 2010
Jessica Hanafi dkk (2011), Laporan Kajian Ppdk Wilayah Makasar
Katalog BPS, (2010), Makasar Dalam Angka
Lisa Rokhmani (2009), analisis Human Development Index Indonesia , (investasi
pendidikan sebagai daya saing bangsa) , JPE-Volume 2, nomor 1, 2009, hal 13-22
Nurcahyanie D, Yunia (2011), Laporan Kajian Ppdk Wilayah Surabaya Direktorat
Jendral Paudni Wilayah Kajian Industri Pariwisata Kota Surabaya.
Nurcahyanie D, Yunia (2012), Laporan Kajian Ppdk Wilayah Kajian Kota Makasar
Berdasarkan Pasokan Lembaga Pendidikan.
Tim Bappenas (2008), Penyusunan Indikator Tipologi Dan Indikator Kinerja
Pengembangan Kawasan Strategis Nasional Bidang Ekonomi Di Indonesia, Jakarta