FIKIH MUAMALAH DEFINISI JUAL BELI

FIQIH MU’AMALAH
DEFINISI DAN DASAR HUKUM JUAL BELI
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata kuliah: Fiqih Mu’amalah
Dosen Pengampu :Imam Mustofa, S.H.I., M.SI.

Disusun oleh:
Ulfa Yunita Sari (1502100314)

Kelas C
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) JURAI SIWO METRO
2016

A. PENDAHULUAN

Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan rutinitas yang
dilakukan setiap waktu oleh semua manusia. Tetapi jual beli yang benar
menurut hukum Islam belum tentu semua orang muslim
melaksanakannya. Bahkan ada pula yang tidak tahu sama sekali tentang

ketentutan ketentuan yang di tetapkan oleh hukum Islam dalam hal jual
beli (bisnis).
Di dalam al-Qur’an dan Hadist yang merupakan sumber hukum
Islam banyak memberikan contoh atau mengatur bisnis yang benar
menurut Islam. Bukan hanya untuk penjual saja tetapi juga untuk pembeli.
Sekarang ini lebih banyak penjual yang lebih mengutamakan keuntungan
individu tanpa berpedoman pada ketentuan-ketentuan hukum Islam.
Mereka cuma mencari keuntungan duniawi saja tanpa mengharapkan
barokah kerja dari apa yang sudah dikerjakan.
Jual beli merupakan salah satu aktivitas bisnis yang sudah
berlangsung cuku lama dalam masyarakat. Namun demikian, tidak ada
catatan yang pasti kapan awal mulanya aktivitas bisnis secara formal.
Ketentuan yang jelas ada dalam masyarakat adalah jual beli telah
mengalami perkembangan dari pola tradisional sampai pada pola
modern. Dahulu, masyarakat melakukan aktivitas jual beli dalam bentuk
tukar menukar barang dengan barang lain. Misalnya, padi ditukar dengan
jagung, atau ditukar dengan garam, bawang dan lain-lain. Di daerahdaerah suku terasing atau pedalaman, praktek akvititas bisnis seperti ini
masih berlaku.
Dalam Islam, ada beberapa jenis jual beli yang dibolehkan. Di
antaranya adalah jual beli salam (Bay’ as-Salam). Jual beli ini dilakukan

dengan cara memesan barang lebih dahulu dengan memberikan uang
muka. Pelunasannya dilakukan oleh pembeli setelah barang pesanan
diterima secara penuh sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Bentuk lainnya adalah Bay’ al-Muqayyadah, (barter) yaitu jual beli dengan
cara menukar satu barang dengan barang lain. Misalnya, menukar beras
dengan gandum, atau menukar rotan dengan minyak tanah dan lain-lain.

B. DEFINISI JUAL BELI

Menurut M. Ali Hasan sebagaimana dikutip oleh Syaifullah M.S.,
“Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam”, (Cet. Ke-11; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2003), h.113. Jual beli dalam bahasa Arab berasal
dari kata ( ‫ ) البیع‬yang artinya menjual, mengganti dan menukar (sesuatu
dengan sesuatu yang lain). Kata ( ‫ ) البیع‬dalam bahasa arab terkadang
digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata : ‫ الشراء‬dengan demikian
kata ( ‫ ) البیع‬berarti kata jual dan sekaligus berarti kata “beli”.1 Secara
etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan harta.2
Adapun secara terminologis, maka ia berarti transaksi penukaran
selain dengan fasilitas dan kenikmatan. Sengaja diberi pengecualian
“fasilitas” dan “kenikmatan”, agar tidak termasuk didalamnya penyewaan

dan pernikahan.3 Secara terminologi terdapat beberapa definisi para
ulama diantaranya oleh ulama Hanafiyah memberi pengertian dengan
“saling menukarkan harta dengan harta melalui cara tertentu”, atau
dengan makna tukar menukar sesuatu yang diingini dengan sepadan
melalui cara tertentu yang bermanfaat. Ulama Hanafiyah menjelaskan
bahwa makna khusus pada pengertian pertama tadi adalah ijab dan
kabul, atau juga bisa melalui saling memberikan barang dan menetapkan
harga antara pembeli dan penjual.4
Pengertian jual beli menurut bisnis syariah adalah tukar menukar
barang antara dua orang atau lebih dengan dasar suka sama suka, untuk
saling memiliki. Dengan jual beli, penjual berhak memiliki uang secara
sah. Pihak pembeli berhak memiliki barang yang dia terima dari penjual.
Kepemilikan masingmasing pihak dilindungi oleh hukum.5

1

M. Ali Hasan sebagaimana dikutip oleh Syaifullah M.S.,“Berbagai Macam Transaksi

Dalam Islam”, dalam Jurnal Studi Islamika,Vol.11,No.2,Desember 2014: (371-387) h. 373
2


Abdullah Al-Mushlih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,(Jakarta: Darul Haq,2004) hal 87
Ibid, h. 88
4
M. Ali Hasan sebagaimana dikutip oleh Syaifullah, ”Berbagai Macam..., h.373
5
Siti Mujiatun.“Jual Beli Dalam Perspektif Islam”, dalam Jurnal Riset Akuntasi Dan Bisnis
Vol 13 No . 2 September 2013: (202-216) h.204
3

Menurut Wahbah al-Zuhaili sebagaimana dikutip oleh Syaifullah
M.S.,”al-Fiqh al-Islām wa Adillatuh”, Jilid IV, (Beirut: Dāral-Fikr, 1989), h.
345. Sedangkan pada pengertian kedua menjelaskan bahwa harta yang
diperjualbelikan itu harus bermanfaat bagi manusia, seperti menjual
bangkai, minuman keras dan darah tidak dibenarkan.6
Sayid Sabiq mendefinisikan jual beli dengan arti saling menukar
harta dengan harta atas dasar suka sama suka. Sementara Imam alNawāwī menjelaskan bahwa jual beli adalah saling menukar harta
dengan harta dalam bentuk pemindahan milik. Defenisi ini tidak jauh
berbeda dengan apa yang didefinisikan oleh Abū Qudāmah yaitu saling
menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan

pemilikan. Sementara menurut Hasbi ash-Shiddieqy jual beli adalah akad
yang terdiri atas penukaran harta dengan harta lain, maka terjadilah
penukaran dengan milik tetap.7
Sedangkan menurut istilah yang dimaksud jual beli atau bisnis
adalah:
a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang denga
jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain ataas
dasar saling merelakan (Idris, 1986 :5).
b. Menurut Syekh Muhammad ibn Qâsim al-Ghazzi, “Menurut syara,
pengertian jual beli yang paling tepat ialah memiliki sesuatu harta
(uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar izin syara, sekedar
memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara untuk selamanya
yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang berupa
uang” (al- Ghazzi, t.th:30).
c.

Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al- Akhyar
“Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf)
dengan ijab qobul, dengan cara yang sesuai dengan syara”.
(Taqiyuddin, t.th:329).


d.

Syeikh Zakaria al Anshari dalam kitabnya fath Al- Wahab
“Tukar-menukar benda lain dengan cara yang khusus (dibolehkan)”.
(Zakariya, t.th:157).

6
7

Wahbah al-Zuhaili sebagaimana dikutip oleh Syaifullah,” al-Fiqh al-Islām...,h.373
Ibid, h.373

e.

Menurut Sayyid Sabiq dalam Kitabnya Fiqh Sunnah “Penukaran
benda dengan benda lain dengan jalan saling atau memindahkan hak
milik dengan ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan”.

f.


Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang jual beli
(bisnis), diantaranya; ulamak Hanafiyah “ Jual beli adalah pertukaran
harta dengan harta (benda) berdasarkan cara khusus (yang di
bolehkan) syara’ yang disepakati”. Menurut Imam nawawi dalam al
majmu’ mengatakan “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
untuk kepemilikan”. Menukar barang dengan barang atau barang
dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik atas dasar saling
merelakan.8
Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa jual beli ialah
suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai
nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima
benda-benda dann pihak yang lain menerimanya sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan
disepakati.
Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan
mengandun hal-hal antara lain :
1) Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling
melakukan tukar menukar.
2) Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu

yang dihukumi seperti barang, yakni kemanfaatan dar
kedua belah pihak.
3) Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang
dihukumi sepertinya tidak sah untuk diperjualbelikan.
4) Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni
kedua belah pihak memiliki sesuatu yang diserahkan
kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli dengan
kepemilikan abadi.9

Shobirin,”Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, dalam Jurnal Jual Beli Dalam Pandangan
Islam Bisnis, Vol. 3, No. 2, Desember 2015,(241-261), h. 241-242
9
Nizarudin, Fiqih Muamalah,(Yogyakarta: Idea press,2013), h.90-91
8

C. DASAR HUKUM JUAL BELI
Hukum asal bai' adalah mubah, namun terkadang hukumnya bisa
berubah menjadi wajib, haram, sunat dan makruh tergantung situasi dan
kondis berdasarkan asas maslahat. 10
a. Dasar dalam Al-quran

Dasar hukum yang berasal dari Al-Quran antara lain adalah
sebagai berikut:
“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(Al-Baqarah: 275)
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu”. (Al-Baqarah:198)
“Hai

orang-orang

yang

beriman,janganlah

kamu

saling

mengharamkan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka

antara kamu”(an-Nisaa’:29)
“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli,”(Al-Baqarah: 282)
b. Dasar dalam Al sunnah
Dasar hukum yang berasal dari Al-Sunnah antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Hadis Rasulullah Saw. Yang diriwayatkan Rifa’ah bin Rafi al
Bazar dan Hakim:
“Rasulullah Saw. Bersabda ketika ditanya salah seorang
sahabat mengenai pekerjaan yang paling baik: Rasulullah
ketika itu menjawab: pekerjaan yang dilakukan dengan tangan
Yusuf Al Subaily,”Pengantar Fiqih Muamalat dan Aplikasinya Dalam Ekonomi Modern”,
dalam jurnal materi Fiqh Perbankan Syariah, hal 4
10

seseorang sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (jual beli
yang jujur tanpa diiringi kecurangan)”.
2. Rasulullah Saw. Bersabda:
“Rasulullah Saw. bersabda: sesungguhnya jual beli itu harus
atas dasar saling merelakan”
3. Hadis Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Sufyan dari Abu

Hamzah dari Hasan dari Abi S’aid:
“Dari Sufyan dari Abu Hamzah dari Hasan dari Abi S’aid dari
Nabi Saw. Bersabda: pedagang yang jujur dan terpercaya itu
sejajar (tempatnya di surga) dengan para Nabi, shiddiqin dan
syuhada.” 11
c. Dasar dalam Ijma’
Kaum muslimin telah sepakat dari dahulu sampai sekarang
tentang kebolehan hukum jual beli. Oleh karena itu, hal ini
merupakan bentuk ijma’ umat, karena tidak ada seorangpun yang
menantangnya. 12
Sementara legitimasi dari ijma’ adalah ijma’ ulama dari
berbagai kalangan mazhab telah bersepakat akan disyariatkannya
dan dihalalkannya jual beli. Jual beli sebagai mu’amalah melalui
sistem barter telah ada sejak zaman dahulu. Islam datang
memberi legitimasi dam memberi batasan dan aturan agar dalam
pelaksanaannya tidak terjadi kezaliman atau tindakan yang dapat
merugikan salah satu pihak. Selain itu, dalam konteks Indonesia
juga ada legitimasi dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
(KHES) Pasal 56-115.13
Dari Su’aib ar Rumi r.a., bahwa Rasulullah bersabda: “Tiga
perkara yang didalamnya terdapat keberkatan yaitu; jual beli
secara tangguh, muqaradhah (nama lain dari mudharabah), dan

Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer,(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016), hal
27
12
Enang Hidayat, Fiqih Jual Beli,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), hal 15
13
Imam Mustofa, fiqih Mu’amalah...,h. 25
11

mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk jual beli. (HR. Ibnu Majjah)
Dalam firman Allah dan hadis tersebuut jelas bahwa jual beli itu
dihalalkan dan tidak perlu diragukan lagi asalkan transaksi jual beli
yang dilakukan tidak ada unsur pemaksaan, sementara riba itu juga
jelas diharamkan.14

Jual beli merupakan usaha yang baik untuk mencari rizki. Jual beli
menurut bahasa artinya : memberikan sesuatu karena ada pemberian
(imbalan yang tertentu). Menurut istilah artinya : pemberian harta
karena menerima harta dengan penyerahan dan penerimaan (ijab
qabul) dengan cara yang sesuai (baik), dan diterima kedua pihak.
Jual beli sah jika memenuhi rukunnya yakni :
1. Orang yang menjual
2. Orang yang membeli
3. Serah-terima (Ijab – Qabul)
4. Ada barangnya.
Jual beli dengan memenuhi rukun jual beli diatas memang
dianggap

sah,

tapi

bagaimana

jual

beli

yang

merugikan

konsumennya dikarenakan pedagang (penjual) telah melakukan
kecurangan terhadap barang yang dijualnya.15

14

Ismail, Perbankan Syariah,(Jakarta: Kencana, 2011), hal 136
Darmawati, “Perilaku Jual Beli Di Kalangan Pedagang Kaki Lima Dalam Perspektif
Etika Bisnis Islam” dalam Jurnal Fenomena Vol. IV No. 2, 2012,(127-138), h.131
15

DAFTAR PUSTAKA

Al Subaily Yusuf, ”Pengantar Fiqih Muamalat dan Aplikasinya Dalam Ekonomi
Modern”, dalam jurnal materi Fiqh Perbankan Syariah
Al-Mushlih Abdullah, Fikih Ekonomi Keuangan Islam,(Jakarta: Darul Haq,2004)
Darmawati, “Perilaku Jual Beli Di Kalangan Pedagang Kaki Lima Dalam
Perspektif Etika Bisnis Islam” dalam Jurnal Fenomena Vol. IV No. 2, 2012.
Hidayat Enang, Fiqih Jual Beli,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015)
Ismail, Perbankan Syariah,(Jakarta: Kencana, 2011)
M. Ali Hasan sebagaimana dikutip oleh Syaifullah M.S.,“Berbagai Macam
Transaksi Dalam Islam”, dalam Jurnal Studi Islamika,Vol.11,No.2,Desember
2014
Mujiatun Siti.“Jual Beli Dalam Perspektif Islam”, dalam Jurnal Jurnal Riset
Akuntasi Dan Bisnis Vol 13 No . 2 September 2013
Mustofa Imam, Fiqih Mu’amalah Kontemporer,(Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2016)

Nizarudin, Fiqih Muamalah,(Yogyakarta: Idea press,2013)
Shobirin,”Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, dalam Jurnal Jual Beli Dalam
Pandangan Islam Bisnis, Vol. 3, No. 2, Desember 2015