BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Mas’ud Machfoedz (1999) - PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI STIE PERBANAS SURABAYA TENTANG PROFESIONALISME AKUNTAN PENDIDIK - Perbanas Institutional Repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu Mas’ud Machfoedz (1999)

  Mas’ud Machfoedz (1999), meneliti tentang Studi Persepsi Mahasiswa Terhadap Profesionalisme Dosen Akuntansi Perguruan Tinggi. Hipotesis pertama pada penelitian ini menyimpulkan bahwa dosen yang mengajar di universitas swasta maupun universitas negeri kurang menunjukan tingkat profesionalisme yang memadai. Dengan kata lain bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara profesionalisme para dosen akuntansi yang ada di perguruan tinggi negeri dengan profesionalisme dosen akuntansi yang ada di perguruan tinggi swasta. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis t-test yang bernilai negatif. Pada hasil testing menunjukan bahwa nilai t sebesar 0,465 dengan signifikansi lebih besar dari 0,05.

  Sedangkan hipotesis kedua pada penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh

  IPK, pendidikan orang tua dan penghasilan orang tua terhadap persepsi mahasiswa tentang profesionalisme dosennya. Hal ini di buktikan dengan analisis regresi linier yang bernilai positif. Pada hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa nilai F sebesar 4,366 dengan signifikansi 0,05 atau lebih kecil dari 0,05. Nilai pengaruh tersebut adalah 23 persen atau 0,23. Yang berarti IPK, pendidikan orang tua dan penghasilan orang tua mahasiswa secara bersama-sama menjelaskan dua puluh tiga persen saja persepsi mahasiswa pada profesionalisme.

  Vera Varida (2000)

  Vera Varida meneliti tentang Persepsi Mahasiswa terhadap Profesionalisme Dosen Akuntansi Perguruan Tinggi. Hipotesis pertama pada penelitian ini menyimpulkan bahwa dosen yang mengajar di universitas swasta maupun di universitas negeri kurang memadai untuk menghasilkan akuntan yang profesional. Hipotesis pertama pada penelitian ini menyimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan serta tingkat profesionalisme dosen akuntansi perguruan tinggi negeri dengan perguruan tinggi swasta. Ini dibuktikan dengan uji T-test. Pada hasil uji tersebut di tunjukan dengan mean profesionalisme dosen akuntansi. Mean perguruan tinggi negeri sebesar 3,8667 dan perguruan tinggi swasta sebesar 2,8333 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,001. Sedangkan pada hipotesis kedua pada penelitian ini menyimpulkan bahwa IPK, pendidikan orang tua dan penghasillan orang tua mahasiswa secara bersama-sama mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap profesionalisme dosen. Hal ini dibuktikan dengan analisis regresi linier, nilai pengaruh tersebut adalah 31,7 persen yang berarti bahwa IPK, pendidikan orang tua dan penghasilan orang tua mahasiswa secara bersama-sama menjelaskan tiga puluh satu koma tujuh persen saja persepsi mahasiswa pada profesionalisme.

  IPK dan penghasilan orang tua memiliki tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 sehingga berpengaruh terhadap tingkat profesionalisme dosen. Tetapi jika dilihat dari pendidikan orang tua hal ini tidak mempengaruhi pengaruh yang signifikan karena tingkat signifikansinya lebih besar dari 0,05 yaitu 0,098 yang berarti bahwa pendidikan orang tua tidak berpengaruh dalam pembentukan persepsi tingkat mahasiswa, dan penghasilan orang tua mempunyai pengaruh yang signifikan dalam pembentukan persepsi terhadap profesionalisme dosen, sedangkan pendidikan orang tua tidak berpengaruh secara signifikan, maka penjelas tentang persepsi mahasiswa terhadap profesionalisme dosen lebih banyak dari IPK dan penghasilan orang tua dari pendidikan orang tua.

  Amilia Septi Wulansari (2008)

  Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa IPK, Pendidikan orang tua mahasiswa, dan penghasilan orang tua secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap profesionalisme dosen akuntansi. Hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Hasil tersebut membuktikan bahwa hipotesis tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya. Sementara itu untuk melihat berapa besar pengaruh IPK, pendidikan orang tua mahasiswa, dan penghasilan orang tua mahasiswa terhadap profesionalisme dosen dapat dilihat dari nilai R Square 0,253 hal ini berarti sebesar 25,3% persepsi profesionalisme dosen dipengaruhi oleh IPK, pendidikan orang tua mahasiswa dan penghasilan orang tua mahasiswa.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Teori X Y

  Teori ini dikemukakan oleh Douglas McGregor. Pandangannya mengenai manusia menyimpulkan bahwa manusia memiliki dasar negative yang diberi tanda sebagai teori X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan teori Y. setelah pandangan seorang manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada suatu pengelompokan pengandaian-pengandaian tertentu dan manajer cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahannya menurut pengandaian-pengandaian tersebut.

2.2.2 Persepsi

  Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia. Orang-orang bertindak atas dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah persepsi itu mencerminkan kenyataan sebenarnya. Pada kenyataannya, setiap orang memiliki persepsinya sendiri atas suatu kejadian. Ukuran kenyataan sesorang mungkin jauh berbeda dengan uraian orang lain. Definisi persepsi yang formal adalah proses dimana seseorang memilih, berusaha, dan menginterpretasikan rangsangan kedalam suatu gambaran yang terpadu dan penuh arti (Lubis, 2009).

  Persepsi memberikan makna pada stimuli (sensor stimuli). Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Meskipun demikian, karena persepsi tentang objek atau peristiwa tersebut bergantung pada suatu kerangka ruang dan waktu, maka persepsi akan bersifat subjektif dan situasional. Persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor fungsional. Oleh karena itu, yang menentukan persepsi bukanlah jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons terhadap saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Persepsi dikatakan rumit dan aktif karena walaupun persepsi merupakan pertemuan antara proses kognitif dan kenyataan, persepsi lebih banyak melibatkan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran, dan bahasa. Dengan demikian, persepsi bukanlah cerminan yang tepat dari realitas.

  Pengertian persepsi merupakan proses untuk memahami lingkungannya meliputi objek, orang, dan symbol atau tanda yang melibatkan proses kognitif (pengenalan). Proses kognitif adalah proses dimana individu memberikan arti melalui penafsirannya terhadap rangsangan yang muncul dari objek, orang, dan symbol tertentu. Dengan kata lain, persepsi mencakup penerimaan, pengorganisasian, dan penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Hal ini terjadi karena persepsi melibatkan penafsiran individu pada objek tertentu, maka masing-masing objek akan memiliki persepsi yang berbeda walaupun melihat objek yang sama (Gibson, 1996:134).

  Dalam lingkup yang lebih luas, persepsi merupakan suatu proses yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan sebelumnya dalam memperoleh dan menginterpretasikan stimulus yang dapat di tunjukan melalui panca indra kita Matlin (1998) dalam Wahyudin (2003).

  Robins dalam Wahyudin (2003) secara implisit mengatakan bahwa persepsi satu individu terhadap obyek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu yang lain terhadap obyek yang sama. Fenomena ini menurutnya Persepsi memberikan makna pada stimuli indrawi Rakhmat (1993) dalam Wahyudin (2003), lebih lanjut Rakhmat mengatakan bahwa persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Namun demikian karena persitiwa tentang obyek atau peristiwa tersebut tergantung pada suatu kerangka ruang dan waktu.

  Menurut Walgito dalam Farid dan Suranta (2006) agar individu dapat menyadari dan dapat membuat persepsi, maka ada beberapa syarat yang harus di penuhi, yaitu berikut ini:

  a. Adanya objek yang dipersepsikan (fisik)

  b. Adanya alat indera/reseptor untuk menerima stimulus (fisiologis)

  c. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama dalam mengadakan persepsi (psikologis) Dari definisi di atas maka pengertian persepsi dalam penelitian ini adalah merupakan pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Dalam kata lain, persepsi adalah memberikan makna pada stimuli indrawi (sensory stimuli) Rakhmat dalam Farid dan Suranta (2006)

2.2.3 Faktor-Faktor Pembentukan Persepsi

  Persepsi sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat membentuk persepsi dan kadangkala membiaskan persepsi. Faktor-faktor tersebut dapat terletak pada orang yang mempersepsikannya, obyek atau sasaran yang pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu dan harapan (Robbins, 2002 : 52)

  Faktor pada Pemersepsi

  1. Hal baru

  Menurut Sofyandi dan Garniwa (2007 : 59), proses persepsi dimulai dari

Gambar 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

  6. Kedekatan Sumber : Lubis (2009 ; 94)

  5. Latar Belakang

  4. Ukuran

  3. Bunyi

  2. Gerakan

  Faktor pada Target

  1. Sikap

  3. Keadaan Sosial

  2. Keadaan/Tempat Kerja

  1. Waktu

  Faktor dalam situasi

  5. Pengharapan

  4. Pengalaman

  3. Kepentingan

  2. Motif

  Persepsi faktor didalam manusia itu sendiri, kemudian menimbulkan proses seleksi dan proses menutupi kekurangan seleksi informasi. Faktor- faktor yang mempengaruhi persepsi yaitu : a.

  Faktor pada pelaku persepsi (karakteristik pribadi), meliputi sikap, motif, kepentingan, pengalaman, dan pengharapan.

  b.

  Faktor pada target, yaitu karakteristik-karakteristik pada target yang akan diamati, meliputi hal baru, gerakan, bunyi, ukuran, latar belakang, dan kedekatan.

  c.

  Faktor dalam situasi, yaitu konteks dimana kita melihat objek-objek atau peristiwa-peristiwa, meliputi waktu, keadaan/tempat kerja, dan keadaan social. Menurut Yeni dalam Bayuangga (2008), menyatakan bahwa persepsi adalah bagaimana individu melihat dan menafsirkan kejadian atau objek. Individu akan bertindak berdasarkan persepsi mereka tanpa memperhatikan apakah persepsi tersebut menggambarkan realita yang sebenarnya. Proses persepsi dimulai dari panca indra, yaitu proses diterimanya stimulus melalui alat reseptornya, kemudian diteruskan ke pusat susunan saraf yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang dialaminya, dan ini dikatakan ia mengalami persepsi.

  Dari beberapa definisi persepsi diatas, dapat disimpulkan bahwa persepsi setiap individu mengenai suatu objek atau peristiwa sangat tergantung pada kerangka ruang dan waktu yang berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh dua stimulus visual). Secara implisit, Robins (1996) dalam Lubis (2009;94) mengatakan bahwa persepsi suatu individu terhadap objek sangat mungkin memiliki perbedaan dengan persepsi individu lain terhadap objek yang sama.

2.2.4 Profesionalisme

  Profesional merupakan sikap seseorang dalam menjalankan suatu profesi Herawaty dan Susanto (2009). Kata proesional berasal dari profesi yang artinya menurut Syafruddin (2002) dalam Botung (2008), diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk di implementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat.

  Novin dan Tucker dalam Machfoedz (1999) mengidentifikasikan profesionalisme sebagai penguasaan di bidang : pengetahuan (knowledge), ketrampilan (skill), dan karakteristik (Ethics). lebih jauh Novin dan Tucker memberikan suatu gambaran bahwa untuk menjadikan akuntan, akademisi maupun praktisi, mencapai tingkat profesionalisme yang memadai, maka mereka harus menguasai tiga hal tersebut. Oleh karena itu mata kuliah yang tepat tentang knowledge, skill, dan ethics harus diakomodasikan secukupnya dalam kurikulum akuntansi. Secara rinci kedua pakar tersebut memberikan gambaran tentang kualifikasi profesionalisme untuk lulusan akuntansi adalah meliputi hal-hal seperti berikut :

  Tabel 2.1

  Daftar Variabel Yang Membentuk Profesionalisme Skill KNOWLEDGE CHARACTERISTICS 1.

  1.

  1. Thinking Skill General Knowledge Common Sense 2.

  2.

  2. Probem solving skill Accounting Education Ethics 3.

  3.

  3. Listening skill Business Education Motivation

  4. Knowledge 4.

  Writing skill Profesional Attitude 5.

  5. Microcomputer skill Plesant Personality 6.

  6. Quantitative skill Assertiveness 7.

  7. Speaking skill Leadership 8. Research skill 9.

  Interpersonal skill Profesionalisme merupakan suatu keharusan yang dilakukan untuk bisa tetap survive di masa yang akan datang. Persaingan yang sangat tajam di segala bidang, termasuk pendidikan, mengharuskan suatu persiapan yang cukup. Salah satu persiapan tersebut adalah peningkatan profesionalisme dosen perguruan tinggi (Machfoedz, 1999)

1. General knowledge

  Seorang dosen yang professional harus memiliki pengetahuan umum yang luas. Sehingga seorang dosen tidak hanya menguasai satu jalur pengetahuan yang sesuai dengan jurusan atau peminatannya. Pengetahuan umum yang harus dimiliki oleh dosen akuntansi seperti pengetahuan mengenai kondisi perekonomian Negara, berita politik, dan pengetahuan umum lainnya yang dapat menunggung proses pengajaran.

  2. Business education knowledge

  Pengetahuan bisnis hendaknya dapat diberikan kepada mahasiswa, hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat memahami dan mengimplementasikan pengetahuan bisnis yang dapat memberikan penciptaan nilai bagi perusahaan. Pengetahuan bisnis sangat diperlukan bagi seorang dosen akuntans. Pengetahuan bisnis yang diperlukan bagi dosen akuntansi seperti pengetahuan tentang indeks harga saham, isu-isu terbaru dalam pasar modal, dan tentang pengetahuan dunia bisnis lainnya.

  3. Accounting knowledge Pengetahuan akuntansi bagi seorang dosen bagi seorang dosen yang professional adalah dosen harus harus mampu menjelaskan perkembangan standar akuntansi, perkembangan teori akuntansi, menjelaskan hubungan perkembangan model perusahaan, menguraikan akuntansi kontemporer, menyisipkan kasus-kasus dalam dunia bisnis yang melibatkan peran akuntan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dalam setiap pengajaran hendaknya dosen juga harus memberikan pengetahuan tentang bidang akuntansi secara luas.

  4. Thinking Skill

  Thinking skill yang diperlukan bagi dosen yang professional adalah dosen harus mengetahui tentang persaingan pada pasar tenaga kerja baik itu harus tahu dalam perkembangan yang terjadi pada dunia bisnis tersebut. dalam memberikan mata kuliah dosen tidak hanya sekedar menerangkan saja, tetapi juga harus diikuti dengan diskusi kelas agar mahasiswa menjadi lebih aktif. Thinking skill seperti ini sangat diperlukan bagi dosen untuk mengetahui seberapa jauh mahasiswanya dapat mencerna berita-berita ekonomi global saat ini sehingga antara dosen dengan mahasiswa dapat saling bertukar pikiran dan pendapat.

  5. Problem-Solving Skill

  Problem-solving skill dalam meningkatkan profesionalisme dosen misalnya, dosen memberikan kasus-kasus yang berhubugan dengan kuliah yang diberikan, dosen memberikan pekerjaan rumah kepada mahasiswanya, memberikan kuis secara rutin untuk melatih mahasiswanya, meminta mahasiswa untuk maju ke depan dalam memecahkan masalah dalam diskusi, dan lain sebagainya.

  6. Listening Skill

  Listening skill dilakukan dengan cara dosen menguji pemahaman mahasiswanya misalnya dengan member sebuah pertanyaan yang berhubungan dengan mata kuliah yang diberikan dan memberikan kesempatan bertanya kepada mahasiswa dalam setiap perkuliahan.

  7. Writing Skill

  Writing skill bagi dosen yang professional misalnya dengan memberikan tugas makalah dalam mata kuliah yang diajarkan, karena pemberian tugas dalam bentuk makalah akan dapat melatih mahasiswa dalam keahlian menulis.

  8. Computer Skill

  Computer skill yang dibutuhkan bagi dosen yang professional adalah dosen harus mampu menjelaskan dan menggunakan program-program komputer yang terbaru, dan juga dalam setiap memberikan tugas dosen mewajibkan mahasiswanya untuk menggunakan komputer.

  9. Interpersonal Skill

  Profesionalisme dosen disini dapat diketahui dengan cara melihat apakah dosen dapat menjaga keserasian penampilannya setiap berada di lingkungan kampus, selain itu apakah dosen dapat memisahkan antara masalah pribadi dengan masalah pekerjaan. Tidak hanya itu dalam pengelolaan waktu dosen juga dituntut untuk dapat mengelola waktu dengan baik.

  10. Ethics

  Etika kerja merupakan bagian dari profesionalisme, karena pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan etika memungkinkan untuk mencapai hasil yang lebih baik. Tanpa etika, profesionalisme tidak ada, sebab perilaku kerja telah menyimpang dengan kode etik dari profesi yang bersangkutan.

  Dalam pengertian umum, seseorang dikatakan professional jika memenuhi tiga kriteria, yaitu mempunyai keahlian untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidangnya, melaksanakan suatu tugas atau profesi dengan menetapkan standar dengan mematuhi etika profesi yang telah di tetapkan Herawati dan Susanto (2009). Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual seperti yang di kemukakan oleh Lekatompessy (2003) dalam Herawaty dan Susanto (2009). Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memnuhi beeberapa kriteria, sedangkan proefesionalisme merupakan suatu atribut individual yang penting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Seorang akuntan public yang professional harus memenuhi tanggung jawabnya terhadap masyarakat, klien termasuk rekan seprofesi untuk berperilaku semestinya Herawaty dan Susanto (2009)

  Kepercayaan masyarakat terhadap kualitas akuntan publik professional meningkat jika menetapkan standar kerja dan perilaku yang dapat mengimplementasikan praktik bisnis yang efektif dan tetap menggunakan profesionalisme yang tinggi. Konsep profesionalisme modern dalam melakukan suatu pekerjaan seperti dikemukakan Lekatompessy (2003) dalam Herawaty dan Susanto (2009), berkaitan dengan dua aspek penting, yaitu aspek structural dan aspek sikap. Aspek structural karakteristiknya merupakan bagian dari pembentukan asosiasi professional dan pembentukan kode etik. Sedangkan aspek sikap berkaitan dengan jiwa profesionalisme.

  Keraf dalam Supriyati (2006) menyatakan bahwa profesi dapat dikatakan sebagai pekerjaan yang dilakukan untuk mencari nafkah hidup dan memiliki keterampilan tinggi dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Profesi merupakan kombinasi antara keahlian, hak dan kewajiban dari nilai tingkat pendidikan formal maupun tidak formal yang secara rata-rata dimiliki oleh individu, sehingga setiap setiap professional mempunyai nilai personal yang mencakup kejujuran, integritas, obyektivitas, bijaksana, keberanian mengikuti keyakinan dan kekuatan karakter untuk menolak kesempatan yang lebih mengutamakan kepentingan sendiri daripada klien (Supriyati, 2006).

  Menurut Hall (1968) dalam Benny dan Yuskar (2006) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu : a.

  Pengabdian pada profesi Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini adalah ekspresi dari pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan.

  Pekerjaan didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi, sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah kepuasan rohani, baru kemudian materi.

  b.

  Kewajiban sosial Kewajiban social adalah pandangan tentang pentingnya peranan profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun professional karena adanya pekerjaan tersebut.

  c.

  Kemandirian Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seseorang yang pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan anggota profesi). Setiap ada campur tangan dari luar dianggap sebagai hambatan kemandirian secara professional.

  d.

  Keyakinan terhadap peraturan profesi Keyakinan terhadap profesi adalah suatu keyakinan bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan professional adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

  e.

  Hubungan dengan sesama profesi Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan kelompok kolega informal sebagai ide utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para professional membangun kesadaran professional.

2.2.5 Akuntan Profesional

  Profesi akuntan merupakan suatu profesi yang bertujuan memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi dengan orientasi kepada kepentingan publik (kode etik Ikatan Akuntan Indonesia, 2010).

  Profesi Akuntan juga memiliki kode etik yang di gunakan sebagai pedoman untuk mengatur perilaku dari profesi tersebut. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia (2010) Terdiri dari tiga bagian yaitu prinsip etika. Aturan etika, dan interpretasi etika. Prinsip etika terdiri dari :

  Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

  2. Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.

  3. Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memnuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.

  4. Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga, obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.

  5. Kompetensi dan kehati-hatian professional Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dalam bentuk kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan professional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa professional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.

  6. Kerahasiaan Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa professional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum untuk mengungkapkannya.

  7. Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

  8. Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesinya sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas. Seorang akuntan dapat dikatakan professional apabila telah menaati standar yang telah ditetapkan oleh IAI, yaitu prinsip etika, atiran etika, dan interpretasi aturan etika.

2.2.6 Akuntan Pendidik

  Akuntan Pendidik merupakan sebuah profesi akuntansi yang biasa bertugas atau bekerja di lembaga-lembaga pendidikan, seperti pada sebuah perguruan tinggi, atau lembaga pendidikan lainnya. Akuntan pendidik bertugas memberikan pengajaran tentang akuntansi kepada berbagai pihak yang membutuhkan, dan yang pendidik, seperti dosen, guru, dan lain sebagainya. Menurut undang-undang No. 14 Tahun 2005, yang dimaksud dosen adalah pendidik professional dan ilmuwan yang memiliki tugas untuk mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam pendidikan, penelitian serta pengabdian kepada masyarakat.

  Akuntan pendidik adalah profesi akuntan yang memberikan jasa berupa pelayanan pendidikan akuntansi kepada masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan yang ada, guna melahirkan akuntan-akuntan yang terampil dan professional. profesi akuntan pendidik sangat dibutuhkan bagi kemajuan profesi akuntansi itu sendiri, karena ditangan merekalah para calon-calon akuntan dididik. Akuntan pendidik harus dapat melakukan transfer of knowledge kepada mahasiswanya, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi dan menguasai pengetahuan bisnis dan akuntansi, teknologi informasi dan mampu mengembangkan pengetahuannya melalui penelitian.

2.2.7 Hubungan Persepsi dengan Profesionalisme

  Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia (Lubis 2009). Dalam hal ini setiap orang akan memiliki persepsi yang berbeda-beda berdasarkan objek yang dilihatnya. Dalam penelitian ini mahasiswa akan melihat sejauh mana profesioanlisme akuntan pendidik berdasarkan apa yang telah mereka lihat dan alami. Novin dan Tucker (1993) mengidentifikasikan profesioanalisme sebagai penguasaan di dalam beberapa bidang : pengetahuan (knowledge), Ketrampilan (skill), dan etika (ethics). profesionalisme akuntan pendidik, dimana mahasiswa nantinya akan memberikan persepsinya tentang profesionalisme dosennya.

  

2.2.8 Hubungan IPK mahasiswa dengan persepsi tentang profesionalisme

akuntan pendidik

  Indeks prestasi komulatif yaitu indeks prestasi yang dihitung pada akhir suatu program pendidikan atau dihitung mulai semester dua dan setersusnya yang merupakan hasil seluruh mata kuliah yang di ambil dengan rentangan angka 0,00- 4,00. Menurut Nurman dalam Siregar (2008) mutu out put dari suatu jenjang pendidikan dapat dilihat dari prestasi belajar. Menurut Machfoeds (1999) mahasiswa yang memperoleh IPK tinggi akan lebih concern bagaimana dosennya mengajar. Pada jenis mahasiswa kelompok seperti ini memberikan lebih banyak kontribusi kepada mahasiswa.

  

2.2.9 Hubungan Penghasilan orang tua dengan persepsi tentang

profesionalisme akuntan pendidik

  Penghasilan orang tua merupakan salah faktor pendukung dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa. Dalam hal ini mahasiswa dengan penghasilan orang tua dengan tingkat ekonomi tertentu mempunyai keinginan untuk memperoleh pengajar yang professional. Menurut Machfoeds (1999) mahasiswa dengan penghasilan orang tua yang tinggi akan mempengaruhi persepsinya terhadap profesionalisme akuntan pendidik.

  

2.2.10 Hubungan Pendidikan orang tua dengan persepsi tentang

profesionalisme akuntan pendidik

  Orang tua dengan pendidikan tertentu akan mempengaruhi persepsi mahasiswa dalam memandang profesionalisme dosennya. Selain itu mahasiswa dari keluarga yang memiliki pendidikan tertentu biasanya memiliki keinginan untuk mendapatkan pengajar yang profesional. Menurut Machfoeds (1999) mahasiswa yang orang tuanya memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung akan memberikan persepsi yang baik tentang profesionalisme akuntan pendidik.

2.3 Kerangka Pemikiran

  Tujuan penelitian kali ini adalah untuk mengetahui bagaimana persepsi mahasiswa S1 Akuntansi STIE Perbanas Surabaya tentang profesionalisme akuntan pendidik yang di tinjau dari komponen general knowledge, business knowledge, accounting knowledge, thinking skill, problem solving, listening, writing, computer skill, interpersonal skill, ethics. untuk menjelaskan garis besar tujuan dari penelitian ini, maka peneliti meringkasnya dalam bentuk desain sebagai berikut :

  Profesionalisme Akuntan Pendidik 1.

  General Knowledge 2. Business Knowledge

  IPK Mahasiswa 3.

  Accounting Knowledge

  Penghasilan Persepsi 4.

  Thinking Skill Orang tua 5.

  Problem Solving Tingkat 6.

  Listening pendidikan orang tua 7.

  Writing 8. Computer skill 9. Interpersonal skill 10.

  Ethics

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

2.4 Hipotesis Penelitian

  H : Ada perbedaan persepsi tentang profesionalisme akuntan pendidik

  11 berdasarkan IPK Mahasiswa.

  H : Ada perbedaan persepsi tentang profesionalisme akuntan pendidik

  12

  berdasarkan tingkat pendidikan orang tua mahasiswa H : Ada perbedaan persepsi tentang profesionalisme akuntan pendidik

  13 berdasarkan tingkat penghasilan orang tua mahasiswa.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - PENGARUH PENGENALAN DIRI, PENGENDALIAN DIRI, MOTIVASI, EMPATI DAN KETERAMPILAN SOSIAL TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI PADA MAHASISWA AKUNTANSI STIE PERBANAS SURABAYA - Perbanas Institutional Reposito

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI DAN MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI TERHADAP KODE ETIK PROFESI AKUNTAN PUBLIK - Perbanas Institutional Repository

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Yuliana Gunawan (2004) - ANALISIS FAKTOR ATAS PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAHASISWA UNTUK MEMILIH JURUSAN AKUNTANSI DI STIE PERBANAS SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - PERSEPSI MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI TENTANG FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN KARIR SEBAGAI AKUNTAN PENDIDIK BERDASARKAN GENDER - Perbanas Institutional Repository

0 1 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP ATRIBUT KETERAMPILAN PROFESIONAL LULUSAN AKUNTANSI DI STIE PERBANAS SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 14

PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP FRAUD DI STIE PERBANAS SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 1 21

PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP FRAUD DI STIE PERBANAS SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP FRAUD DI STIE PERBANAS SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 0 22

BAB V PENUTUP - PERBEDAAN PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP FRAUD DI STIE PERBANAS SURABAYA - Perbanas Institutional Repository

0 1 8

PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI STIE PERBANAS SURABAYA TENTANG PROFESIONALISME AKUNTAN PENDIDIK - Perbanas Institutional Repository

0 0 17