M01858

KOREKSI PEMBELAJARAN BERBASIS SISWA (STUDENT CENTERED
LEARNING) DALAM PENERAPAN METODE KOOPERATIF
TIPE MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR
Slameto
PGSD FKIP UKSW Salatiga slameto@staff.uksw.edu 081325107010
ABSTRAK
Latar belakang penelitian ini berangkat dari penelitian Paul A. Kirschner, John
Sweller, Richard E. Clark (2006) yang menemukan kegagalan pedekatan student
centered dalam pembelajaran; Setelah setengah abad melakukan advokasi, menemukan
banyak kelemahan sehingga student centered tidak efektif; bahkan negatif. Seiring
gencarnya semangat pemerintah menerapkan pembelajaran saintifik berbasis student
centered, penelitian ini menggunakan studi dokumen atas hasil penelitian sebelumnya.
Selama ini rendahnya hasil belajar matematika dikarenakan metode pembelajaran yang
bersifat konvensional. Untuk itu dilakukan penelitian tindakan untuk mengatasi masalah
dengan menerapkan metode kooperatif tipe Make A Match yang bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar matematika. Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan
dengan langkah: perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi yang dilaksanakan
dengan dua siklus. Pada setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan yang dilakukan pada
siswa kelas V SD yang berjumlah 18 siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan tes,
observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
deskriptif komparatif dengan membandingkan hasil belajar siklus I dan siklus II. Hasil

penelitian menunjukkan koreksi penelitian Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E.
Clark (2006) yang mendapatkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Make A Match
(sebagai salah satu bentuk student centered) dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa sebesar 22,22% dalam pembelajaran remedial sekaligus pengayaan.
Kata kunci: Metode Kooperatif Tipe Make A Match, Hasil Belajar.
PENDAHULUAN
Setelah setengah abad melakukan advokasi terkait dengan pembelajaran
menggunakan panduan minimal yang didasari aliran kunstruktif yang student centered,
tampak bahwa banyak kelemahan sehingga tidak efektif; Tidak ada penelitian yang
mendukung efektifitas teknik ini. Sejauh ini tidak ada bukti dari studi yang terkendali,
bahwa bimbingan pembelajaran yang minimal (student centered, berbasis konstruktivistik
bagi siswa pendidikan dasar atau menengah) yang berhasil. Bahkan untuk siswa dengan
pengetahuan awal yang cukup sekalipun, tenyata sama-sama efektif dalam pembelajaran
yang menerapkan bimbingan minimal (student centered) maupun yang dilaksanakan
dengan bimbingan guru lebih banyak (teacher centered). Khusus pembelajaran student
centered, biasanya kurang efektif; bahkan ada juga bukti hasil yang negatif ketika siswa
memperoleh pahaman yang salah, atau tidak lengkap atau tidak teratur pengetahuannya
itu (Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark, 2006).
Banyak siswa yang belum bisa mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) untuk
berbagai mata pelajaran, terutama untuk pelajaran matematika. Fitriyah dan Abu Bakar


1

(2008: 1), mengungkapkan “Matematika merupakan mata pelajaran yang penting bagi
siswa baik secara ilmu maupun secara formal. Secara ilmu kehidupan siswa sehari-hari
tidak terlepas dari penggunaan matematika, seperti dalam menghitung jumlah buku yang
dimiliki. Secara formal matematika merupakan mata pelajaran yang harus dikuasai oleh
semua siswa mulai dari jenjang Taman Kanak-Kanak hingga Perguruan Tinggi”. Tetapi
matematika merupakan momok bagi siswa. Hal tersebut disebabkan oleh pandangan
negatif terhadap matematika dan anggapan bahwa matematika merupakan pelajaran
yang sulit. Ini membuat siswa tidak menyukai bahkan malas untuk belajar matematika.
Berdasarkan observasi sementara di kelas V SD Kanisius Salatiga, pembelajaran
yang dilakukan terkesan kurang efektif. Penyebabnya adalah: seharusnya belajar
matematika menggunakan cara yang kreatif dan menyenangkan mengingat anak-anak
usia SD mempunyai kebutuhan untuk belajar dan bermain yang dapat membawa
kegembiraan, namun, sarana yang menarik untuk belajar masih kurang, guru juga jarang
menggunakan alat peraga benda nyata dalam pembelajaran, dan guru masih
menggunakan model konvensional dalam mengajar (bandingkan dengan Fitriyah dan Abu
Bakar, 2008:2-3).
Matematika adalah ilmu deduktif, asiomatik, formal, hierarkis, dan abstrak (Karso,

2007: 14). Anak usia SD sedang berada pada tahap berpikir operasional konkrit
membutuhkan hal yang konkrit sebagai media belajar. Kondisi ini menuntut guru untuk
mempunyai kemampuan khusus untuk menjembatani antara dunia anak yang belum
berpikir secara deduktif agar dapat mengerti dunia matematika yang bersifat deduktif. Hal
ini membuat siswa kurang tertarik dengan pelajaran matematika yang pada akhirnya nilai
pelajaran matematika siswa kelas V SD Kanisius Cungkup Salatiga rendah atau berada di
bawah KKM.
Solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut?, guru harus mampu menjadikan
pelajaran yang sebelumnya tidak menarik menjadi menarik, yang dirasakan sulit menjadi
mudah, yang tadinya tidak berarti menjadi bermakna. Salah satunya dengan
menggunakan model PAIKEM yang bisa meningkatkan semangat siswa untuk belajar dan
dapat meningkatkan hasil belajar (Sugiyanto, 2009:1-2). Disini penulis menerapkan
metode kooperatif tipe make a match dimana metode ini diharapkan dapat membuat anak
terangsang untuk senang belajar.
Dalam metode kooperatif tipe make a match ini siswa dibagi ke dalam dua kelompok,
kelompok pertama memegang kartu soal dan kelompok dua memegang kartu jawaban.
Siswa akan melakukan interaksi untuk mencocokkan kartu soal dan jawaban dengan
benar. Make a match mempunyai karakteristik yang dapat membangkitkan kerjasama dan

2


keingintahuan di antara siswa. Siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang terdapat
di dalam kartu yang dipegang dan menjelaskan dengan sederhana secara bersama-sama
dengan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Make a match menuntut siswa untuk
berpikir secara mandiri terhadap masalah yang ditemukannya sehingga dapat
merangsang keinginan siswa untuk belajar (Sugiyanto, 2010: 37-44). Hal ini sesuai
dengan tuntutan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, yang
menyebutkan siswa SD harus memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif. Untuk
itu guru harus dapat menciptakan pembelajaran yang aktif kreatif efektif dan
menyenangkan

serta

mampu

memanfaatkan

media

pembelajaran


agar

dapat

meningkatkan hasil belajar siswa (Fitriyah dan Abu Bakar, 2008: 1).
Make a match merupakan bagian dari metode kooperatif yang menekankan usaha
berorientasi tujuan dari tiap individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota
lainnya, dimana pembelajaran ini mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan
dan menimbulkan interaksi yang positif antar setiap anggota. Metode ini dirancang untuk
mempengaruhi pola-pola interaksi siswa, untuk meningkatkan penguasaan isi akademik
dan mengajarkan keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 37-44). Dengan penerapan
metode kooperatif tipe make a match, siswa dapat mengidentifikasi permasalahan yang
terdapat di dalam kartu yang dipegang dan menjelaskan dengan sederhana secara
bersama-sama dengan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Make a match dapat
merangsang keinginan siswa untuk belajar. Siswa akan merasa senang dan semangat
dalam belajar yang nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa; hal ini terjadi karena
make a match merupakan metode yang mempunyai langkah-langkah pembelajaran yang
menarik.
Langkah-langkah pembelajaran make a match menurut standar proses yang

dikembangkan dari Miftahul Huda (2013: 251) yaitu:
Tahap Awal
a. Guru menyiapkan beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review.
b. Guru menyiapkan kertas karton yang berbeda warna untuk membuat kartu soal dan
jawaban.
c. Kartu soal dan jawaban dipotong berbentuk segi empat.
d. Guru menuliskan pertanyaan pada kartu soal dan jawaban pada kartu jawaban.
e. Kartu soal dan kartu jawaban dibuat dalam jumlah yang sama agar dapat dipasangkan.
Tahap Inti
a. Siswa dibagi menjadi dua kelompok, satu kelompok mendapat kartu soal dan
kelompok lainnya mendapatkan kartu jawaban.
b. Setiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.

3

c. Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya.
d. Pasangan siswa yang sudah dapat mencocokkan kartunya, kemudian saling duduk
berdekatan.
e. Siswa yang belum dapat mencocokkan kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat
menemukan kartu soal atau kartu jawaban), berkumpul dalam kelompok sendiri.

f. Guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran pasangan kartu-kartu tersebut.
g. Pasangan siswa mempresentasikan topik yang diperolehnya, dan ditanggapi oleh
siswa lain.
h. Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda
dari sebelumnya, demikian seterusnya.
Tahap Akhir
a. Siswa bersama-sama dengan guru membuat kesimpulan materi pembelajaran.
b. Siswa yang kurang memahami materi pembelajaran diberi kesempatan untuk
bertanya.
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikapsikap, apresiasi dan ketrampilan. Menunjuk pada pemikiran Gagne (dalam Agus
Suprijono, 2009: 5). Hasil belajar adalah sikap atau tingkah laku yang merupakan
perubahan yang relatif bersifat tetap sebagai akibat dari proses belajar. Salah satu hasil
belajar adalah ranah kognitif, dimana disini adalah hasil belajar siswa. Siswa yang telah
belajar akan mendapatkan pengetahuan yang lebih banyak yang dapat digunakan untuk
meningkatkan hasil belajarnya. Hasil belajar tersebut menunjukkan perubahan yang
positif yaitu menuju ke arah yang lebih baik yang bisa meningkatkan prestasi belajar dari
siswa.
Sekalipun memiliki beberapa keterbatasan, hasil penelitian Endah Setyowati (2015)
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar matematika pada siswa setelah
mengikuti pembelajaran make a match. Penerapan pembelajaran make a match mampu

mengantarkan peserta didik semakin baik hasil belajarnya karena mudah, tidak
menyulitkan dan menyenangkan dalam permainan dan tidak membosankan peserta didik,
sehingga mereka dapat merespon materi pembelajaran dengan baik dan akhirnya dapat
memenuhi tujuan pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan studi dokumen atas hasil penelitian Annisa (2015).
Penelitian Tania dilakukan di kelas V SD Kanisius Cungkup Salatiga Semester 2 Tahun
Pelajaran 2013/2014. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V yang berjumlah 18 siswa,
yang terdiri dari 7 siswa perempuan dan 11 siswa laki-laki. Guru kolaborator dalam

4

penelitian ini adalah guru kelas V yang sekaligus menjabat sebagai kepala sekolah.
Pengumpulan data Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dengan 2 siklus yang
masing-masing siklus terdiri dari tiga tahapan, yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan
dan observasi, (3) refleksi. Setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan, pada pertemuan ke-3
dilakukan evaluasi dan refleksi. Instrumen pengumpulan data untuk variabel tindakan
adalah lembar observasi. Lembar observasi ini digunakan untuk mengukur aktivitas guru
dalam menerapkan metode kooperatif tipe make a match dalam pembelajaran dan respon
siswa dalam menerima pembelajaran.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar adalah tes yang terdiri dari
lembar soal, kunci jawaban, pedoman penilaian dan rubrik penilaian. Untuk mengetahui
validitas, instrumen terlebih dahulu diuji cobakan di kelas uji coba yaitu kelas VI SD
Kanisius Cungkup Salatiga. Dalam penentuan layak atau tidaknya suatu soal yang
digunakan dilakukan uji validitas dengan batasan minimal diperoleh skor korelasi
Cronbach’s Alpha 0,20; signifikansi koefisien reliabilitasnya minimal 0,70. Penelitian
tindakan kelas ini dikatakan berhasil apabila 80% atau lebih metode kooperatif tipe make
a match telah diterapkan pada kegiatan pembelajaran 80% atau lebih siswa berhasil
dengan KKM pada setiap siklus 70.
PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
Penelitian Tania adalah PTK 2 siklus. Siklus I terdiri dari tiga pertemuan. Pertemuan
pertama membahas materi penjumlahan pecahan. Pertemuan kedua membahas materi
pengurangan pecahan. Pertemuan ketiga dilakukan evaluasi. Pada setiap pertemuan
dilakukan pembelajaran make a match. Siswa dibagi menjadi dua kelompok (kelompok
soal dan kelompok jawaban). Siswa mencocokkan kartu dan mempresentasikan kartu.
Guru mengulang pembelajaran make a match sebanyak tiga babak agar siswa mendapat
kartu yang berbeda. Setelah babak ketiga selesai, guru memberi konfirmasi dan
memberikan penguatan kepada siswa. Kegiatan akhir guru dan siswa melakukan refleksi.
Siklus II terdiri dari tiga pertemuan. Pertemuan pertama membahas materi perkalian
pecahan. Pertemuan kedua membahas materi pembagian pecahan. Pertemuan ketiga

dilakukan evaluasi. Pada setiap pertemuan dilakukan pembelajaran make a match. Siswa
dibagi menjadi dua kelompok (kelompok soal dan kelompok jawaban). Siswa
mencocokkan kartu dan mempresentasikan kartu. Guru mengulang pembelajaran make a
match sebanyak tiga babak agar siswa mendapat kartu yang berbeda. Setelah babak
ketiga selesai, guru memberi konfirmasi dan memberikan penguatan kepada siswa.
Kegiatan akhir guru dan siswa melakukan refleksi.

5

Hasil Observasi Siswa
No.

Indikator

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.
8.

Menanggapi apersepsi yang dilakukan guru
Mengikuti motivasi belajar
Menyimak tujuan pembelajaran
Menyimak materi pembelajaran
Menyimak langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan
metode kooperatif tipe make a match
Mengikuti pembagian kelompok
Memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang
Mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban

9.

Siswa yang sudah menemukan pasangan kartu berdiri berdekatan

10.
11.
12.
13.
14.
15.

Siswa yang belum dapat mencocokkan kartu berkumpul
Mempresentasikan topik yang diperoleh
Melakukan babak selanjutnya
Menyimak konfirmasi yang dilakukan guru
Menyimak umpan balik dan penguatan yang diberikan oleh guru
Melakukan refleksi
Total Skor
Persentase

Siklus I
P-1
P-2
3
3
3
3
1
2
2
2

Siklus II
P-1
P-2
3
3
3
3
2
3
3
3

3
3
2
3

3
3
2
3

3
4
3
4

3
4
4
4

2

2

3

3

2
2
3
1
2
2
34
57%

2
2
3
2
2
3
37
62%

3
3
3
2
2
3
44
73%

3
3
4
3
3
3
49
82%

Hasil observasi siswa pada siklus I pertemuan 1 menunjukkan persentase 57%
(cukup baik), pada pertemuan 2 menunjukkan persentase 62% (cukup baik). Pada siklus
II, pertemuan 1 menunjukkan persentase 73 % (baik), pada pertemuan 2 menunjukkan
persentase 82 % (baik).
Hasil Observasi Guru
No.

Indikator

1.
2.
3.
4.
5.

11.
12.
13.
14.

Melakukan apersepsi sebelum penyampaian materi
Memberi motivasi belajar
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Menjelaskan materi pembelajaran
Menjelaskan langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan
metode kooperatif tipe make a match
Membagi siswa menjadi dua kelompok
Mengarahkan siswa untuk memikirkan jawaban atau soal dari kartu
yang dipegang
Membimbing siswa dalam mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban
Mengarahkan siswa yang sudah menemukan pasangan kartu untuk
berdiri berdekatan
Mengarahkan siswa yang belum dapat mencocokkan kartu untuk
berkumpul
Membimbing siswa dalam mempresentasikan topik yang diperoleh
Melakukan babak selanjutnya
Memberikan konfirmasi mengenai kegiatan yang sudah dilakukan siswa
Memberi umpan balik dan penguatan terhadap kerja siswa

15.

Melakukan refleksi

6.
7.
8.
9.
10.

Total Skor
Persentase

6

Siklus I
P-1
P-2
3
3
1
2
3
3
3
3

Siklus II
P-1
P-2
3
4
3
3
3
3
3
3

3
2

4
3

4
3

4
4

4
3

4
3

4
4

4
4

2

2

3

3

2
3
3
2

2
3
3
3

3
3
3
3

3
3
4
4

1
3
38
63%

2
3
43
72%

3
3
48
80%

3
3
52
87%

Hasil observasi guru pada siklus I pertemuan 1 menunjukkan persentase 63%
(cukup baik), pada pertemuan 2 menunjukkan persentase 72 % (baik). Pada siklus II,
pertemuan 1 menunjukkan persentase 80% (baik), pertemuan 2 menunjukkan persentase
87% (baik sekali).
Hasil Belajar Matematika Siswa
Pra-Siklus
No.

Kriteria
Tuntas

Siklus I

Siklus II

Jumlah
Siswa

%

Jumlah
Siswa

%

Jumlah
siswa

%

1.

Tuntas

7

38,89%

12

66,67%

16

88,89%

2.

Belum Tuntas

11

61,11%

6

33,33%

2

11,11%

Rata-rata

60,83

69,17

79,12

Nilai Tertinggi

85

85

95,2

Nilai Terendah

35

45

61,9

Perbandingan hasil belajar pra siklus, siklus I dan siklus II kelas V SD Kanisius
Cungkup Salatiga menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa tiap siklus. Ketuntasan
belajar siswa mengalami peningkatan. Terbukti dengan pengklasifikasian ketuntasan,
setelah dilaksanakan tindakan dengan menerapkan metode kooperatif tipe make a match
pada siklus I, siswa yang tuntas belajar 12 (66,67%),

pada siklus II sebanyak 16

(88,89%) siswa yang tuntas atau memenuhi KKM (70). Peningkatan hasil belajar siswa
juga ditunjukkan dengan perubahan nilai tertinggi pada siklus I sebesar 85 dan siklus II
menjadi 95,2. Sedangkan nilai terendah yang semula pada siklus I 45 dan pada siklus II
menjadi 61,9. Selain itu peningkatan hasil belajar siswa juga ditunjukkan dengan
perubahan nilai rata-rata siswa yang semula pada siklus I 69,17, pada siklus II menjadi
79,17.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Metode kooperatif tipe make a match yang diterapkan Annisa (2015) dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai tipe make a match menuntut siswa untuk
aktif dan berinteraksi dengan siswa lain dalam mencocokkan kartu yang dipegang
masing-masing, sampai menemukan pasangan yang cocok antara kartu soal dan kartu
jawaban.

Pembelajaran

make

a

match

dapat

membangkitkan kerjasama

dan

keingintahuan di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang menyenangkan.
Make a match menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang
ditemukannya. Pembelajaran yang PAIKEM seperti ini dapat merangsang keinginan
siswa untuk belajar. Siswa akan merasa senang dan semangat dalam belajar yang
nantinya akan meningkatkan hasil belajar siswa.

7

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Endah Setyowati
(2015) yang menunjukkan bahwa melalui metode kooperatif tipe make a match dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan demikian penelitian ini sejalan dan sesuai
dengan pendapat Sugiyanto (2010: 37-44) bahwa make a match merupakan bagian dari
metode kooperatif yang menekankan usaha berorientasi tujuan, tiap individu memberi
kontribusi pada pencapaian tujuan anggota lainnya, dimana pembelajaran ini mendorong
agar siswa merasa saling membutuhkan dan menimbulkan interaksi yang positif antar
setiap anggota.
Kelebihan-kelebihan penerapan metode kooperatif tipe make a match ini
berorientasi pada pembelajaran berbasis siswa: siswa menjadi termotivasi dalam proses
pembelajaran; langkah-langkah pembelajaran yang menarik sehingga siswa terlibat aktif,
pembelajaran menjadi menyenangkan. Pembelajaran make a match dapat membangkitkan kerjasama dan keingintahuan di antara siswa serta mampu menciptakan kondisi yang
menyenangkan dan semangat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan
penerapan metode kooperatif tipe make a match, siswa dapat mengidentifikasi
permasalahan yang terdapat di dalam kartu yang dipegang dan menjelaskan dengan
sederhana secara bersama-sama dengan pasangan dari kartu yang dipegangnya. Make
a match menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang
ditemukannya.
Penelitian ini menyanggah temuan Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E.
Clark, (2006); penelitian mereka telah menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
konstruktif yang student Centered mengalami kegagalan sehingga tidak efektif. Metode
Make a match sebagai pembelajaran yang berpusat pada siswa ini bisa berhasil pada
pembelajaran pendalaman materi/review karena siswa sudah menguasai pengetahuan
awal yang diprasyaratkan serta materi pelajaran terkait yang akan direview, siswa
memahami dengan benar langkah-langkah yang harus diterapkan dalam make a match,
dengan disertai pengawasan guru secara bijak, sehingga setiap siswa melaksanakan
tugas belajar dengan baik sesuai perannya masing-masing. Sehingga wajar jika terjadi
peningkatan 22,22%. Dengan kata lain metode make a match tepat dan berhasil untuk
mencapai tujuan dalam pembelajaran remedial yang sekaligus pengayaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut: penerapan metode kooperatif tipe make a match dapat meningkatkan hasil
belajar matematika siswa kelas V SD sebesar 22,22%. Penerapan metode make a match
yang terbukti dapat meningkatkan hasil belajar dilaksanakan sesuai dengan langkah-

8

langkah untuk kepentingan review materi pelajaran yang sudah pernah disampaikan guru
sebelumnya. Tidak seperti halnya temuan Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E.
Clark (2006), kerena penerapan pembelajaran konstruktif yang student Centered ini
berhasil dengan tingkat efektifitas 22,22%. Metode Make a match sebagai pembelajaran
yang berpusat pada siswa ini berhasil pada pembelajaran pendalaman materi/review
karena siswa sudah menguasai pengetahuan awal yang diprasyaratkan serta materi
pelajaran terkait yang akan direview, siswa memahami dengan benar langkah-langkah
yang harus diterapkan dalam make a match, dengan disertai pengawasan guru secara
bijak, sehingga setiap siswa melaksanakan tugas belajar dengan baik sesuai perannya
masing-masing. Dengan kata lain metode make a match tepat dan berhasil untuk
mencapai tujuan dalam pembelajaran remedial yang sekaligus pengayaan. Keberhasilan
metode ini karena sesuai karakteristiknya yang dapat membangkitkan kerjasama dan
keingintahuan siswa, merangsang keinginan siswa untuk aktif belajar dan berinteraksi
dengan siswa lain, menuntut siswa untuk berpikir secara mandiri terhadap masalah yang
ditemukannya.
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran bagi guru: hendaknya dapat
menerapkan metode kooperatif tipe make a match digunakan sebagai pembelajaran
remedial sekaligus pengayaan; hendaknya siswa menguasai pengetahuan/materi awal
dan pemahaman yang benar tentang langkah-langkah make a match; pantaulah selama
proses pembelajaran berlangsung, dan segera bimbing siswa yang mengalami kesulitan.
Untuk keberlanjutannya, kedua hal diatas hendaknya menjadi fokus kepala sekolah dan
pengawas sekolah menjadi strategi supervisi akademik demi peningkatan kualitas
pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, Tania Chandra. 2015. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penerapan
Metode Kooperatif Tipe Make A Match pada Pelajaran Matematika Kelas V Sd
Kanisius Cungkup Salatiga Semester 2 Tahun Pelajaran 2013/2014. Skripsi.
PGSD FKIP Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Jakarta: Depdiknas.
Endah Setyowati, 2015. Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Materi Nilai Tempat
Fitriyah dan Abu Bakar. 2008. Cara Asyik Belajar Matematika. Semarang: Ghyas Putra.
Heruman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Bandung: Remaja
Rodakarya.

9

Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning: Metode, Teknik, Struktur dan Model
Penerapan, Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Karso, dkk. 2007. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Depdiknas.
Paul A. Kirschner, John Sweller, Richard E. Clark, 2006. Why Minimal Guidance During
Instruction Does Not Work: An Analysis of the Failure of Constructivist, Discovery,
Problem-Based, Experiential, and Inquiry-Based Teaching. Educational
Psychologist, 41(2), 75–86
Priyatno, Dwi. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian dengan
SPSS. Yogyakarta: Gava Media.
Putro. 2011. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Ratusan, Puluhan Dan Satuan Melalui Model Make A Match Pada Siswa Kelas II MI
Taufiqiyyah Tegalkangkung Semarang 2014/2015. Skripsi. Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang
Sarwono, Jonathan. 2006. Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13. Yogyakarta:
Andi.
Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sudjana. 2010. Penilaian Hasil Belajar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

10

Dokumen yang terkait