M01157

ANALISIS MODEL DENYUT JANTUNG DENGAN
MENGGUNAKAN TEORI BIFURKASI
Herlina
D. Tendean1), Hanna A. Parhusip2), Bambang Susanto2)
1)
Mahasiswa Program Studi Matematika FSM UKSW
2)
Dosen Program Studi Matematika FSM UKSW
Fakultas Sains dan Matematika UKSW
Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711
herlinadwitendean@gmail.com, 2) hannaariniparhusip@yahoo.co.id, 2)
bsusanto5@gmail.com

1)

Abstrak
Model
denyut
jantung
manusia
yang

berbentuk
��1 = −(�1 3 − ��1 + �2 )
dianalisa dengan menggunakan teori
�2 = �1 − �
bifurkasi karena variasi parameter dalam model yang dapat
menyebabkan perubahan sifat kualitatif titik setimbang. Model
tersebut merupakan model tak linier maka model akan dilinierkan
dengan mengunakan linierisasi deret Taylor. Untuk melihat
perbandingan antara model linier dan tak linier yang sesuai dengan
sistem kerja jantung manusia, maka kedua model diselesaikan dengan
menggunakan metode Runge-Kutta orde 4. Model linier tidak sesuai
dengan sistem kerja jantung manusia karena dalam model linier tidak
terjadi proses sistole dan diastole, sehingga model tak linier lebih
valid karena sesuai dengan sistem kerja jantung manusia. Solusi yang
didapatkan dari model tak linier merupakan bifurkasi homoklinik
yang terjadi karena adanya siklus periodik dan sifat stabilitas titik
setimbang cenderung tidak stabil.
Kata kunci : Jantung, Bifurkasi Homoklinik, Titik Setimbang.

Pendahuluan

Pada proses pemompaan darah pada jantung memiliki dua jenis gerakan
yang disebut kontraksi (sistole) dan relaksasi (diastole). Sistole adalah gerakan
jantung pada saat tekanan darah terjadi kontraksi pada otot-otot jantung,
sedangkan diastole adalah gerakan jantung pada saat jantung beristirahat pada saat
pemompaan . Denyut jantung terjadi pada saat jantung berada dalam kondisi
sistole dan diastole yang terjadi berulang-ulang.
Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur denyut jantung
manusia adalah Electrodiagram (ECG). ECG menampilkan grafik yang merekam
aktifitas kelistrikan jantung pada selang waktu tertentu, grafik yang muncul dari
hasil pemeriksaan berupa grafik naik dan turun yang dapat disebut sebagai
gelombang (Shyu dan Weichih, 2007).

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

Model denyut jantung manusia harus memiliki 3 siklus dasar (Jones dan
Sleeman,1983) :

1. Model yang dibuat harus berdasarkan keadaan setimbang dengan laju
perubahan panjang serabut otot dan gelombang aktifitas elektrokimia
sama dengan nol
2. Terdapat ambang batas yang memicu gelombang elektrokimia yang
menyebabkan jantung berkontraksi
3. Model diharapkan dapat cepat kembali dalam keadaan setimbang
Model denyut jantung yang diteliti dalam paper ini berbentuk (Thanom dan
Robert, 2011):
�>0
(1)
��1 = −(�1 3 − ��1 + �2 )
�2 = �1 − �
(2)
dengan
�1
: Panjang serabut otot
�2
: Variabel aktifitas elektrokimia

: Konstanta parameter bernilai positif kecil yang berhubungan dengan

nilai eigen

: Skalar kuantitas yang mewakili panjang serat otot dalam keadaan
diastole

: Ketegangan dalam otot.
Pada literatur nilai parameter yang diketahui adalah � = 0, � = 0.2 dan � = 1.
Persamaan (1) dan (2) merupakan sistem persamaan yang memiliki bentuk
umum




= (�, �), persamaan (1) dan (2) akan dianalisis dengan menggunakan

teori bifurkasi. Model dianalisis dengan menggunakan teori bifurkasi diharapkan
dapat menunjukan sifat sistem kerja jantung apabila parameter berubah-ubah.

Teori Bifurkasi
Bifurkasi adalah perubahan sifat kualitatif titik setimbang dari sistem

persamaan diferensial




= (�, �) yang terjadi karena variasi parameter. Titik

setimbang adalah solusi � = � ∗ yang menyebabkan




= 0. Terdapat 3 jenis

bifurkasi yang dapat digambarkan dari sebuah persamaan diferensial (Golubitsky
dan Dellnitz,1999) :

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan

Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

1. Bifurkasi pelana (saddle node bifurcation) yaitu dimana titik setimbang � ∗
bertabrakan dan menghilang. Bifurkasi pelana diperoleh dengan mendeteksi
:
det⁡
(� )

dengan �

= 0 , (��(� ) ≠ 0)

� ,�

adalah matriks Jacobian dari sistem persamaan diferensial.

Matriks Jacobian dibentuk dari turunan parsial dari sistem persamaan
diferensial dari
(�, �) terhadap � , dengan = 1, … , � dan = 1, … , �.

Berdasarkan komponennya, � ditulis
� =

� 1

�� 1

� �
�� 1

� 1

�� �




� �
�� �


� ,�

> 0 , (�� �

(3)

.

2. Bifurkasi hopf yaitu berubahnya jenis kestabilan titik setimbang persamaan
diferensial, yang terjadi karena munculnya sepasang nilai eigen dari matriks
Jacobian yang bernilai imajiner. Bifurkasi hopf dapat diperoleh jika sistem
persamaan diferensial memenuhi :
det⁡
(� )

= 0)

Nilai eigen disini adalah nilai skalar � yang memenuhi persamaan
� = ��.
(4)

Matriks A adalah matriks Jacobian dari persamaan diferensial yang dihitung
pada titik setimbangnya. Sehingga nilai eigen pada matriks Jacobian dicari
dengan menyelesaikan (Mahmud, 2009)
det − �Ι = 0
(5)
3. Bifurkasi homoklinik yaitu adanya siklus periodik pada suatu persamaan
diferensial, yang muncul karena sepasang nilai eigen (5) dari matriks
Jacobian tidak sama dengan nol (Maoan dkk, 2012). Bifurkasi homoklinik
dapat dideteksi jika persamaan diferensial memenuhi :
det⁡
(� )

� ,�

> 0 , (�� �

≠ 0)

Untuk menentukan sifat stabilitas titik setimbang maka sistem persamaan
diferensial tak linier perlu diketahui sifat nilai eigen dari matriks Jacobian yaitu

matriks pada persamaan (3).
Menurut (Golubitsky dan Dellnitz,1999) Titik setimbang untuk kasus
bifurkasi dibedakan menjadi 2 bagian :

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

1. Titik setimbang hiperbolik (jika bagian riil pada nilai eigen dari matriks
Jacobian pada titik setimbang tidak nol).
2. Titik setimbang non hiperbolik (jika bagian riil pada nilai eigen dari matriks
Jacobian pada titik setimbang bernilai nol).
Sifat kestabilan untuk titik setimbang hiperbolik dibagi berdasarkan jenis
dan tanda dari nilai eigen. Beberapa sifat kestabilan titik setimbang (Golubitsky
dan Dellnitz,1999) :
1. Jika semua nilai eigen riil dan mempunyai tanda sama, stabil apabila nilai
eigen positif dan tidak stabil apabila nilai eigen negatif.
2. Jika semua nilai eigen riil dan berbeda tanda (positif dan negatif) maka jenis

kestabilan adalah pelana (saddle) dan selalu tak stabil.
3. Jika salah satu nilai eigen riil dan nilai eigen kompleks yang semua nilai
eigen bernilai negatif maka jenis kestabilan adalah stabil, tetapi apabila
semua nilai eigen bertanda positif maka jenis kestabilan adalah tak stabil.
Jenis kestabilan ini disebut fokus titik (focus node).
4. Jika salah satu nilai eigen riil dengan tanda yang berlawanan dari nilai eigen
yang kompleks, maka jenis kestabilannya disebut titik pelana fokus (saddle
focus), titik setimbang ini selalu tidak stabil.
Karena model 1 yang digunakan bersifat tak linier maka sebagai langkah
awal model dilinierkan dengan deret Taylor di sekitar titik setimbang � ∗ .

Linierisasi sistem persamaan tak linier dengan menggunakan Deret Taylor
Linierisasi didasarkan dari fungsi

(�) yang terletak dekat dengan titik

setimbang, dengan
� ∗ = 0 yang kemudian disusun sistem persamaan pada
sekitar titik setimbang � ∗ .



= (�) = (� ∗ ) + �

�∗

(� − � ∗ ) +

(6)

Dari persamaan (6) selanjutnya yang lebih tinggi dbuang, sehingga persamaan
menjadi




=

�1


��


=

� 1

�� 1

� �
�� 1




� 1

�� �

� �
�� �

�1 − �1∗

�� − ��∗

(7)

Persamaan (7) merupakan model sistem persamaan linier yang berada di sekitar
titik setimbang � ∗ .
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

Metode Runge-Kutta orde 4 untuk model denyut jantung persamaan (1) dan
(2)
Untuk menyelesaikan sistem persamaan diferensial tak linier pada
persamaan (1) dan (2) dapat digunakan metode Runge-Kutta (Yang dkk, 2005)
dengan tujuan membawa model kedalam fungsi waktu (�). Penyelesaian
(�, �) menurut metode Runge-Kutta Orde 4 adalah

� �+1 = � � + (
6

dengan

1

+2

2

+2

3

+





=

4)

= (� � , � � )
1
1
= (� � + ℎ 1 , � � + ℎ)
2
2
1
1
= (� � + ℎ 2 , � � + ℎ)
2
2


4 = (� + ℎ 3 , � )
1

2

3

Persamaan (1) dan (2) merupakan sistem persamaan tak linier dan akan dibawa
kedalam fungsi waktu (�) dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4,
persamaan (1) dan (2) mempunyai penyelesaian

� �+1 = � � + (
6

dengan

1

2

3

=


1
− ((�1 � +
2

=
1

− ((�1 � +

2
=
4

=

1

+2

2

+2

3

+

4)

1
− ( �1 � 3 − ��1 � + �2 � )
= 11

12

�1 − �



3
+ (�2 � +
11 ) − � �1 +
2 11
2


(�1 + 11 ) + �
2




3
21 ) − � �1 +
21 + (�2 +
2
2


)+�
(�1 +
2 21

1
− ( �1 � + ℎ


31

3

− � �1 � + ℎ


�1 + ℎ

31

31

+�

+ (�2 � + ℎ

12 ))

=

21
22

22 ))

=

31
32

32 ))

=

41
42

Pembahasan
Analisa model denyut jantung manusia
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

Dalam penilitian ini persamaan (1) dan (2) akan dicari nilai titik
setimbangnya untuk mengetahui sifat stabilitas titik setimbang � ∗ . Secara analitik
didapatkan nilai titik setimbang
�1 ∗ = �
1
�2 ∗ = − (� − � )

1

Sehingga titik setimbang �1 , �2 ∗ adalah (� , − � (�

− �� )). Titik

3

setimbang tergantung pada parameter �, � dan � . Berdasarkan titik setimbang
pada persamaan (1) dan (2) merupakan bifurkasi homoklinik karena siklus
periodik dapat muncul dan menghilang jika parameter divariasi. Pada gambar 1
� divariasi −0.5

0.5, jika � > 0.5 dan � < −0.5 maka tidak akan
terjadi siklus periodik.
xd = - 0.5

E = 0.2
T=1

xd = 0

x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E

E = 0.2
T=1

2

2

2

1

1

1

x1

3

0

0

-1

-1

-2

-2

-2

-3

-3
-2

-1

0
x2

1

2

3

E = 0.2
T=1

0

-1

-3

xd = 0.5

x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E

3

x1

x1

x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E

3

-3
-3

-2

-1

0
x2

1

2

3

-3

-2

-1

0
x2

1

2

3

Gambar 1. Siklus periodik yang terjadi untuk � = −0.5 (kiri), � = 0 (tengah) dan
� = 0.5 (kanan).

Menentukan sifat stabilitas titik setimbang berdasarkan variansi parameter
Untuk menentukan sifat stabilitas titik setimbang persamaan (1) dan (2)
maka dicari nilai eigen dengan membentuk matriks Jacobian sesuai dengan
persamaan (3)
� 1
��1
� =
� 2
��1

�1
1
1
2
��2
= − � (3�1 − �) − �
� 2
1
0
��2

Nilai eigen � dengan parameter yang telah diketahui �1 = 3.62 dan

�2 = 1.38, jadi sifat kestabilan titik setimbang adalah tidak stabil karena nilai
eigennya real dan bertanda positif dengan tipe titik setimbang hiperbolik.
Sifat kestabilan berdasarkan nilai eigen dengan memvariasi parameter �, � dan �
ditunjukan pada table 1.
1. Parameter � yang divariasi

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

3

4

5

� = 0.25
�=1
� =0

� = 0.256
�=1
� =0
� = 0.3
�=1
� =0

Matriks Jacobian

−5.2632
0

x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E

1

0

-1

-2

-3

20
20

20
1

−20
0

(pelana)

0
x2

1

2

3

xd = 0

E = 0.05
T=1

2

1

0

-1

-2

-3

4
4

4
1

−4
0

-2

-1

0
x2

1

2

3

xd = 0

x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E

E = 0.25
T=1

3

2

1

0

-1

-2

-3

3.9063
3.9063

3.9063
1

− 3.9063
0

-2

-1

0
x2

1

x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E

2

xd = 0

3

E = 0.256
T=1

3

2

1

0

-1

-2

(pelana)

�1 = 1.67 + 0.75i
�2 = 1.67 − 0.75i

-1

3

-3

�1 = 1.96 + 0.29i
�2 = 1.96 − 0.29i

-2

x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E

-3

�1 = 2
�2 = 2

E = 0.19
T=1

2

-3

�1 = 18.9443
�2 = 1.0557

xd = 0

3

x1

5.2632
1

Gambar pplane7

x1

� = 0.05
�=1
� =0

�1 = 3.9208
�2 = 1.3424

Det
/Trace
5.2632
5.2632

x1

2

Nilai Eigen

x1

`1

Nilai
Parameter
� = 0.19
�=1
� =0

-3
-3

3.3333
3.3333

3.3333
1

−3.3333
0

-2

-1

0
x2

1

x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E

2

xd = 0

3

E = 0.3
T=1

3

2

1

x1

No

Tabel 1. Nilai eige, determinan dan trace dari matriks Jacobian untuk
beberapa variasi parameter �

0

-1

-2

-3
-3

-2

-1

0
x2

1

2

Setelah memvariasi parameter � dapat terlihat nilai eigen selalu positif dan
sifat kestabilan titik setimbang akan terjadi tidak stabil apabila � 0.25 dan
sifat kestabilan pelana fokus terjadi apabila nilai � > 0.25. Dapat dikatakan
bahwa sifat titik setimbang dengan memvariasi parameter � adalah pelana
fokus dan tidak stabil.
2. Apabila parameter −0.5 � < 0 atau 0.5 � > 0 maka sifat kestabilan
titik setimbang tidak stabil dan pelana fokus dan apabila � = 0 sifat
kestabilan titik setimbang tidak stabil.
3. Parameter � divariansi � 1 maka sifat kestabilan titik setimbang tidak
stabil
Setelah melakukan variansi parameter �, � dan � persamaan(1) dan (2)
merupakan bifurkasi homoklinik karena persamaan (1) dan (2) memiliki siklus
periodik. Dengan menggunakan bantuan pplane7 maka akan terlihat siklus yang
terjadi pada persamaan (1) dan (2) dalam bidang fase.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

3

T=1

x2 ' = x1 - xd
x1 ' = - (x13 - T x1 + x2)/E

E = 0.2
xd = 0

3

A

2

x1(panjang seraut otot)

B
1

0

-1

D
C

-2

-3
-3

-2

-1
0
1
x2 (variabel aktifitas elektrokimia)

2

3

Gambar 2. �1 = panjang serat otot, �2 = Variabel aktifitas elektrokimia dimana � = 0, � = 0.2
dan � = 1.

Gambar 2 menunjukan bahwa medan vektor dalam garis AB dan BC
berjalan menuju garis B dan C yang membentuk siklus. Titik-titik AB dan BC
merupakan titik setimbang yang stabil sedangkan titik yang berada disekitar garis
BC merupakan titik setimbang yang tidak stabil disebabkan pada garis B dan C
merupakan ambang batas yang menyebabkan jantung berkontraksi (Thanom dan
Robert, 2011). Titik setimbang dikatakan tidak stabil karena jantung merupakan
organ tubuh yang tidak berhenti beraktifitas sehingga dapat dikatakan bahwa
jantung tidak pernah berada pada kondisi yang stabil.
Linierisasi sistem persamaan tak linier
Melinierkan sistem persamaan tak linier diharapkan persamaan yang linier
lebih mendekati sistem kerja jantung. Pada persamaan (1) dan (2) akan disusun
persamaan disekitar titik setimbang �1 ∗ dan �2 ∗
�1
=

�2
=


1

2

�1 , �2 =

�1 , �2 =

1

2

�1 ∗ , �2 ∗ + �

�1 ∗ , �2 ∗ + �

(� 1 ∗ ,� 2 ∗ )
� 1 ∗ ,� 2 ∗ )

�1 − �1 ∗ + �

�1 − �1 ∗ + �

(� 1 ∗ ,� 2 ∗ )

(� 1 ∗ ,� 2 ∗ )

�2 − �2 ∗

�2 − �2 ∗

Linierisasi persamaan (1) dan (2) disekitar titik setimbang �1 ∗ dan �2 ∗
�1
−3�1 2 + �
� =

�2
1


1 � −� ∗
−3�1 2 + �
1
1
� �2 − �2 ∗ =

0
1



�1 − �
1
3
+ �� )
(−�
� �2 −

0



Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

�1


�2

−3� 1 2 +�

=





1

�1 − � + �2 −

�1 − �

(−� 3 +�� )

(8)



Persamaan (8) adalah hasil linierisasi persamaan (1) dan (2).
Metode Runge-Kutta orde 4
Hasil Metode Runge-Kutta orde 4 akan diaplikasikan pada persaman (1)
dan (2) dengan dibantu Matlab R2009a, dengan titik awal yang dipilih adalah 0.35 dan 0.35.
2

x1

1
0
-1
-2

0

5

10

0

5

10

15

20

25

15

20

25

1

x2

0.5
0
-0.5
-1

t

Gambar 3. Gambar dari persamaan (1) dan (2) dengan � = 0.2, � = 1 dan � = 0

Gambar 3 merupakan gambar pada persamaan (1) dan (2) yang dibawa dalam
fungsi � dengan titik awal yang dipilih adalah pada saat �1 � = −0.35 dan
�2 � = 0.35, titik awal dipilih berdasarkan perpotongan antara AB dan BC pada
gambar 2. Pada gambar 3 menjelaskan �1 adalah panjang serabut otot dan �2
adalah variabel aktifitas elektrokimia, pada saat �1 = 5 dan �2 = 5 terlihat pada
garis putus-putus yaitu pada saat jantung dalam keadaan diastole maka panjang
serabut otot semakin melebar dan aktifitas elektrokimia akan semakin mengecil
karena tidak terjadi kontraksi pada otot jantung, tetapi pada garis yang tidak
putus-putus yaitu pada saat jantung dalam keadaan sistole maka panjang serabut
otot akan semakin mengecil dan variabel aktifitas elektrokimia semakin membesar
karena terjadi kontraksi dalam jantung yang dapat menghasilkan listrik didalam
jantung.
Dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4 persamaan (8) disusun
seperti persamaan yang tak linier dan dibawa ke dalam fungsi waktu (�) untuk

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

melihat kedekatan antara model yang linier dengan sistem kerja jantung. Dengan
menggunakan bantuan Matlab R2009a maka persamaan (1),(2) dan (8)
diaplikasikan dengan menggunakan metode Runge-Kutta orde 4 yang ditunjukan
pada gambar 4.
4
Linier
x1

2
0
-2

Tak linier
0

5

10

15

20

25

15

20

25

60

x2

40
Linier

20
0

Tak Linier
-20

0

5

10
t

Gambar 4. Gambar dari persamaan (1), (2) dan (8)

Pada gambar 4 terlihat bahwa sistem persamaan yang telah dilinierkan tidak
sesuai dengan keadaan jantung manusia, karena keadaan panjang serabut otot dan
variabel aktifitas elektrokimia semakin meningkat dan terlihat bahwa jantung
tidak mengalami proses sistole dan diastole.
Dimensi Analisis untuk Persamaan (1) dan (2)
Model pada persamaan (1) dan (2) merupakan model yang tak berdimensi
sehingga pada kasus ini akan dilakukan analisis untuk menjadikan model yang tak
berdimensi menjadi berdimensi.
Misalkan berdasarkan dari literatur diberikan dimensi pada setiap variabel :
�1 = panjang serabut otot (meter)
�2 = aktivitas variabel elektrokimia (tegangan listrik = Volt)
� = Tegangan (Pascal atau Newton/meter2 )
� = Skalar kuantitas yang mewakili panjang serat otot dalam keadaan diastole
(meter)
� = waktu (detik)
Untuk mendapatkan informasi tentang satuan pada parameter pada
persamaan (1) dan (2) tersebut maka perlu dilakukan terlebih dahulu analisa
dimensi sebagaimana ditunjukkan berikut ini. Model ditulis dalam bentuk
�1 = − �1 3 + ��1 − �2
(9)
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

�2 = (�1 − � ),

Penyekalaan umum yang dapat digunakan adalah
�1 =

�1

, �2 =

�2




,�= .

, , , ,� > 0

(10)
(11)

dengan A, B dan � merupakan skala referensi untuk panjang serabut otot,
tegangan listrik dan waktu. Skala referensi adalah nilai-nilai panjang serabut otot,
tegangan listrik dan waktu yang biasa digunakan pada saat pengukuran jantung.
Misalkan A adalah panjang serabut otot jantung dalam keadaan normal bagi orang
sehat ketika jantung berkontraksi dalam satuan meter, B adalah tegangan listrik
yang terjadi dalam jantung pada saat berkontranksi dalam satuan volt dan � adalah
waktu yang digunakan pada saat jantung mengalami sistole dan diastole dalam
satuan detik. Dengan menggunakan penyekalaan umum (11) pada persamaan (9)
dan (10) diperoleh




�1 = −
�2 =

3



�2

(�1 − � )

selanjutnya perlu dicari , ,
dengan
�=

�1 3 + � �1 −

(13)

dan

, sehingga � =
3



(12)

�1 = −

=

�1 3 + ��1 −

=
�2

adalah � pada persamaan (1) yang sehingga dapat menjadi � =
2

. Selanjutnya

= 1 jadi



= 1 sehingga menyebabkan

dapat disederhanakan menjadi
=

1

=

=

3

.Ekspresi
2

=

jadi

.

Jadi model pada persamaan (1) dan (2) setelah dilakukan penyekalaan akan
menjadi
��1 = −�1 3 + ��1 − �2
(14)
�2 = �1 − �
(15)
Persamaan (14) dan (15) merupakan persamaan yang muncul pada persamaan (1)
dan (2), dengan menghilangkan notasi tilda maka persamaan (14) dan (15) dapat
digunakan dengan dimensi yang dapat dihubungkan jika muncul pada pengukuran
denyut jantung. Hal ini akan digunakan pada penelitian yang lebih lanjut.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

Kesimpulan
Berdasarkan analisis model denyut jantung yang dilakukan terlihat bahwa
teori bifurkasi telah digunakan untuk menganalisis suatu persamaan diferensial
yang mempunyai perubahan sifat kualitatif pada titik setimbang yang dikarenakan
perubahan parameter. Persamaan tak linier yang sudah ada juga telah memenuhi
sistem kerja jantung pada saat sistole dan diastole. Pada persamaan (1) dan (2)
merupakan jenis bifurkasi homoklinik yang timbul karena adanya siklus periodik
dengan sifat titik setimbang yang cenderung tidak stabil. Sifat titik setimbang
adalah tidak stabil yang berarti bahwa jantung sedang berada pada kondisi sistole
dan diastole yang berulang-ulang pada nilai parameter � 0.25 dan � 0.25,
−0.5 �
0.5 dan � 1.
Ucapan Terima Kasih :
Terima kasih kepada Bapak Dr. Suryasatriya Trihandaru, M. Sc yang telah
berkontribusi pada analisis dimensi model yang akan digunakan untuk penelitian
lebih lanjut.

Daftar Pustaka
[1]. Golubitsky, M and Dellnitz, M. (1999). Liniear Algebra and
Differential Equation Using Matlab. Brooks/Cole Publishing Company.
[2]. Imrona, Mahmud. (2009). Aljabar Linier Dasar. Jakarta : Erlangga.
[3]. Jones, D.S and Sleeman, B. D. (1983). Differential Equations And
Mathematical Biology. Departement of Mathematical Sciences,
University of Dundee. London.
[4]. Maoan Han, Junmin Yang and Dongmei Xiao. (2012). Limit Cycle
Bifurcation Near a Double Homoclinic Loop with a Nilpotent Saddle.
International Journal of Bifurcation and Chaos.
[5]. Pangase, Yulin. (2013). Penyelesaian Untuk Model Reaktor Reaksi
Kimia (Continuous Flow Stirred Chemical Tank Reactor (Cstr))
Dengan Menggunakan Teori Bifurkasi. Fakultas Ilmu Alam dan
Teknologi Rekayasa Universitas Halmahera.
[6]. Thanom, Witt and Loh, Robert N. K. (2011). Nonlinier Control Of
Heartbeat Models. Departement of Electrical and Computer

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

[7].

Engineering Center for Robotics and Advanced Automation Oakland
University Rochester. USA.
Yang WY, Cao W, Chung TS and Morris J. (2005). Applied Numerical
Methods Using Matlab. United State of America : Willey-Interscience.

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika LSM XXI pada tanggal 22

Februari 2014 yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan
Pendidikan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta., ISBN, 978 – 979 – 17763 – 7 – 0,hal.65-73.

Dokumen yang terkait