Uji Variasi Tekanan Nosel Terhadap Karakteristik Semprotan Bahan Bakar Biodiesel.

i

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Teknik Mesin,
Program Pascasarjana Universitas Udayana

! " #$

ii

%& '

($& ) ("*(+ , "

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma

Ir. I Nyoman Budiarsa, MT., Ph.D.


NIP. 19700607 199303 1 001

NIP. 19660222 199103 1 002

Ketua Program Studi Teknik Mesin

Direktur

Program Pascasarjana

Program Pascasarjana

Mengetahui

Universitas Udayana

Universitas Udayana

Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma


Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K)

NIP. 19700607 199303 1 001

NIP. 19590215 198510 2 001

iii

(+%+ "% (- , %#.% / " %"%- %
0-(,
)0*) $
/

"%1%

("*#.% 2 /

+3 + ). "
"** -


"%4()+%1 + / ! "
"# )%

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No.

: 0315/UN14.4/HK/2016

Tanggal

: 15 Januari 2016

Panitia Penguji Tesis adalah :
Ketua

: Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma

Sekretaris


: Ir. I Nyoman Budiarsa, MT., Ph.D.

Anggota

:
1. Dr. Ir. I Gusti Ngurah Nitya Santhiarsa, MT.
2. I Made Widiyarta, ST., MSc., Ph.D.
3. Dr. Ir. I Wayan Bandem Adnyana, M.Erg.

iv

NAMA

:

I WAYAN SUMA WIBAWA

NIM

:


1491961005

PROGRAM STUDI :

PASCASARJANA TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS UDAYANA

JUDUL TESIS

:

UJI VARIASI TEKANAN NOSEL TERHADAP
KARAKTERISTIK SEMPROTAN BAHAN
BAKAR BIODIESEL

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka
saya bersedia menerima sangsi sesuai peraturan mendiknas RI No.17 Tahun 2010
dan peraturan Perundang – undangan yang berlaku


Denpasar, 15 Januari 2016
Yang menyatakan

! " #$

v

%& '

Om Swastiastu,
Atas berkat rahmat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa maka
penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul, Uji variasi tekanan nosel terhadap
karakteristik semprotan bahan bakar biodiesel. Penulisan Tesis ini merupakan salah satu
syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Program Studi Teknik
Mesin Universitas Udayana.
Dalam penulisan Tesis ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar@besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma, selaku Dosen Pembimbing I
dan selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Program Pascasarjana

Universitas Udayana,
2. Bapak Ir. I Nyoman Budiarsa, MT, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing II dan
selaku Dosen Pembimbing Akadedemik,
3. Para Dosen Pengajar serta Pegawai Universitas Udayana, rekan@rekan dan
semua pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian Tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan kritik, sangat penulis harapkan untuk
penyempurnaan di kemudian hari. Akhir kata penulis berharap semoga Tesis ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Om Santhi, santhi, santhi, Om.
Denpasar, 15 Januari 2016
Penulis

vi

ABSTRAK
UJI VARIASI TEKANAN NOSEL TERHADAP KARAKTERISTIK
SEMPROTAN BAHAN BAKAR BIODIESEL
Di tengah nenipisnya ketersediaan bahan bakar fosil, membuat para
peneliti dari berbagai negara sedang gencar mencari sumber energi alternatif yang

dapat diperbaharui, salah satunya ialah biodiesel dari minyak nyamplung.
Penggunaan biodiesel nyamplung pada mesin diesel masih mengalami kendala,
karena viskositas dan densitas lebih tinggi daripada minyak solar hal tersebut
mengakibatkan kinerja dari mesin diesel tidak optimal. Salah satu solusi
mengatasi kendala tersebut diatas ialah dengan menambah tekanan pada injektor
agar pengabutannya lebih halus.
Metode yang digunakan adalah dengan experimental alat (dengan variasi
tekanan nosel 90 bar, 100 bar, 110 bar, 120 bar, dan 130 bar (range tekanan kerja
nosel dari pabrik) dengan menggunakan D 100%, BD 100% dan BD 5 %.)
kemudian hasil pengamatan dengan berbagai kondisi dianalisis dan dilakukan
pendekatan model untuk mengetahui hubungan parameter@parameter utama
penelitian menggunakan 3D non linier aproace.
Hasil yang diperoleh adalah data yang memperlihatkan pengaruh tekanan
nosel terhadap kecepatan, sudut semprotan dan jumlah butiran dimana pada BD
5% + D 95%. tekanan nosel 90 bar kecepatan semprotannya 4,33 m/s, sudut
semprotannya 17,83 deg, jumlah butirannya 3509 butir. Saat tekanan meningkat
kecepatan semprotan terus meningkat, sudut semprotan meningkat sampai titik
tertentu kemudian turun kembali, sedangkan jumlah butiran semakin banyak
sampai titik tertentu kemudian kembali berkurang, hal serupa juga terjadi pada
pengujian BD 100% dan D 100%. Dan dengan pendekatan non linear 3D

(dimensi) ghaussian didapatkan Prediktor/perumusan. Dengan demikian dapat
direkomendasikan BD 5% pada tekanan nosel 120 bar memiliki karakteristik yang
paling mendekati D 100% (solar) atau dapat menggantikan penggunaan solar.

Kata Kunci : Tekanan nosel (p), kecepatan semprotan (v), sudut semprotan (ϴ),
jumlah butiran (n).
vii

ABSTRACT
VARIATION PRESSURE TEST NOZZLE SPRAY CHARACTERISTICS OF
BIODIESEL FUEL
In the middle of the thinness of the availability of fossil fuels, making
researchers from various countries are aggressively seeking alternative energy
sources that can be renewed, one of which is biodiesel from oil
callophyluminophylum. Callophyluminophylum use of biodiesel in diesel engines
still experiencing problems, due to the viscosity and density higher than petroleum
diesel it results in the performance of the diesel engine is not optimal. One
solution to overcome the above problems is to put more pressure on the injector
that sprays more subtle.
The method used is the experimental tool (with a variation of the pressure

nozzle 90 bar, 100 bar, 110 bar, 120 bar and 130 bar (range working pressure
nozzle from the factory) by using D 100%, BD 100% and BD 5%. ) later
observations with various conditions analyzed and made a model approach to
determine the relationship of the main parameters of research using non@linear 3D
aproace.
The result is data showing the effect of pressure on the velocity nozzle,
spray angle and the number of grains which at 5% BD + D 95%. nozzle pressure
of 90 bar the spray velocity of 4.33 m / s, the spray angle of 17.83 deg, the
number of grains 3509 grains. When the pressure increases the speed of the spray
continues to rise, spray angle increases to a certain point and then fell back, while
the number of grains more and more until a certain point and then back is reduced,
it is also common in testing BD 100% and D 100%. And the non@linear approach
to 3D (dimensional) obtained ghaussian Predictors / formulation. Thus it can be
recommended BD 5% at a pressure of 120 bar nozzle has characteristics that most
closely D 100% (solar) or can replace the use of diesel fuel.

Keywords: nozzle pressure (p), spray velocity (v), spray angle (ϴ), the number of
grains (n).

viii


Di tengah nenipisnya ketersediaan bahan bakar fosil, membuat para
peneliti dari berbagai negara sedang gencar mencari sumber energi alternatif yang
dapat diperbaharui, salah satunya ialah biodiesel dari minyak nyamplung.
Penggunaan biodiesel minyak nyamplung pada mesin diesel masih mengalami
kendala, karena viskositas dan densitas lebih tinggi daripada minyak solar hal
tersebut mengakibatkan kinerja dari mesin diesel tidak optimal. Salah satu solusi
mengatasi kendala tersebut diatas ialah dengan menambah tekanan pada injektor
agar pengabutannya lebih halus, maka dilakukan pengujian pengaruh tekanan
injektor/nosel terhadap karakteristik semprotan.
Mengacu pada pemasalahan di atas, hipotesis yang disampaikan dalam
penelitian ini adalah Dengan menaikkan tekanan nosel dapat menghasilkan
karakteristik minyak nyamplung yang dapat menyerupai solar.
Pengujian karakteristik semprotan biodiesel minyak nyamplung dan
perbandingan minyak solar dilakukan dengan berbagai variasi, mulai dari
menggunakan minyak solar (100%), biodisel minyak nyamplung 100% dan
biodisel minyak nyamplung 5 % + solar 95% yang akan diuji pada variasi tekanan
nosel 90 bar, 100 bar, 110 bar, 120 bar, dan 130 bar (range tekanan kerja nosel
dari pabrik).
Data yang di dapat dari pengamatan kamera video pada penelitian adalah
sebagai berikut, kecepatan tip penetrasi (v), sudut semprotan (Ɵ), luas area
semprotan (A), jumlah butiran (n) dan distribusi ukuran diameter dari butiran /
droplet (D) yang terjadi pada semprotan minyak uji. Untuk dapat menemukan

ix

nilai – nilai dari karakter semprotan tersebut di atas, data mentah tersebut
kemudian di ubah dalam format (jpg).
Dari data pengujian didapat semakin besar tekanan pada pada akan
berdampak pada kenaikan kecepatan tip penetrasi, kecepatan tip penetrasi yang
paling kecil terdapat pada minyak biodiesel murni BD 100% dengan tekanan
nosel 90 bar dimana nilai kecepatan tip penetrasinya tersebut hanya sekitar 1,42
m/s jauh lebih kecil dari nilai kecepatan pada minyak solar murni (D 100%)
dengan tekanan nosel 130 bar. Hal tersebut sangat di pengaruhi oleh kekentalan
(viskositas) dari minyak biodiesel yang lebih besar dari pada minyak solar murni
sehingga untuk dapat tercapainya tip penetrasi tersebut membutuhkan waktu yang
lebih lama.
Untuk D 100% pada tekanan nosel 110 bar memiliki sudut paling besar
yaitu 31,57o, sedangkan untuk BD 5% + D 95% pada tekanan nosel 120 bar
memiliki sudut paling besar yaitu 24,51o, dan untuk BD 100% pada tekanan nosel
100 bar memiliki sudut paling besar yaitu 20,05o. Kenaikan tekanan nosel tidak
membuat sudut semprotan terus membesar, tetapi terdapat titik maksimal
kemudian turun kembali, hal ini dikarenakan kekentalan minyak dan kontruksi
nosel itu sendiri. Dengan pendekatan non linear 3D (dimensi) ghaussian
didapatkan hubungan antara tekanan nosel (p), kecepatan semprotan (v) dan sudut
semprotan (ϴ) berupa prediktor/perumusan yang merupakan fungsi p(ϴ,v).
Jumlah butiran yang dihasilkan D 100% pada tekanan nosel 110 bar
memiliki jumlah butiran paling banyak yaitu 4651 butiran, sedangkan untuk BD
5% + D 95% pada tekanan nosel 120 bar memiliki jumlah butiran paling banyak
yaitu 4233 butiran, dan untuk BD 100% pada tekanan nosel 100 bar memiliki
x

jumlah butiran paling banyak yaitu 3162 butiran. Dari data

jumlah butiran,

dengan pendekatan non linear 3D (dimensi) ghaussian juga didapatkan hubungan
antara tekanan nosel (p), jumlah butiran (n) dan luas area semprotan (A) berupa
prediktor/perumusan yang merupakan fungsi p(n,A).
Dengan melihat hasil pengujian tersebut, pada tekanan nosel 120 bar BD
5% + D 95% memiliki karakteristik yang paling mendekati D 100% (solar) baik
dari kecepatan semprotan, sudut semprotan maupun jumlah butirannya.

xi

5
Halaman
SAMPUL DALAM.........................................................................................

i

PRASYARAT GELAR...................................................................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .................................................

v

KATA PENGANTAR........................................................................................

vi

ABSTRAK.........................................................................................................

vii

ABSTRACT........................................................................................ ..............

viii

RINGKASAN........................................................................................ ............

ix

DAFTAR ISI......................................................................................................

xii

DAFTAR TABEL..............................................................................................

xvi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

xvii

DAFTAR ARTI SIMBOL ..............................................................................

xxii

DAFTAR ARTI SINGKATAN ......................................................................

xxiv

1.1. Latar Belakang .........................................................................................

1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................

3

1.3. Batasan Masalah .....................................................................................

3

1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................................

4

1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................................

4

2.1. Biodiesel .................................................................................................

5

xii

2.1.1. Density (Kerapatan Massa) ...........................................................

6

2.1.2. Viskositas/kekentalan ...................................................................

7

2.1.3. Titik Nyala (flash Point) ...............................................................

7

2.1.4. Specific Gravity ............................................................................

7

2.1.5. Nilai Kalor ....................................................................................

8

2.2. Minyak Solar ...........................................................................................

8

2.3. Motor Diesel ............................................................................................

11

2.4. Prinsip Kerja Motor Diesel Empat Langkah .............................................

12

2.5. Siklus Motor Diesel .................................................................................

14

2.6. Komponen Bahan Bakar Motor Diesel .....................................................

15

2.6.1. Tangki Bahan bakar ......................................................................

17

2.6.2. Filter Bahan Bakar ........................................................................

17

2.6.3. Pompa Injeksi ...............................................................................

18

2.6.4. Injektor /Nosel ..............................................................................

18

2.7. Penyemprotan (Spray) .............................................................................

19

2.7.1. Pengabutan Udara .........................................................................

20

2.7.2. Pengabutan tekan ..........................................................................

20

2.7.3. Pengabutan gas .............................................................................

20

2.8. Camera.....................................................................................................

25

6

3.1. Kerangka Berpikir ...................................................................................

26

3.2. Konsep Penelitian ...................................................................................

26

3.3. Hipotesis Penelitian..................................................................................

27

xiii

4.1. Metode Penelitian .......................................................................................

28

4.1.1. Spesifikasi Ruang Bakar .................................................................

30

4.1.2. Spesifikasi Injektor/ Nosel ..............................................................

31

4.1.3. Spesifikasi Kamera .........................................................................

31

4.1.4. Spesifikasi Tester Injeksi/Nosel ......................................................

32

4.1.5. Spesifikasi Kompresor ....................................................................

32

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................

33

4.2.1. Lokasi Penelitian ............................................................................

33

4.2.2. Waktu Penelitian ............................................................................

33

4.3. Ruang Lingkup Penelitian...........................................................................

33

4.4. Variabel Penelitian ....................................................................................

34

4.5. Bahan dan Instrumen Penelitian .................................................................

35

4.6. Diagram Alir Pengujian ..............................................................................

36

5.1 Data Penelitian ...........................................................................................

37

5.2 Pengolahan Data ..........................................................................................

37

5.2.1. Data kecepatan dan sudut semprotan...............................................

37

5.2.2. Data Distribusi Butiran (Droplet) ....................................................

51

6.1 Analisis kecepatan dan sudut semprotan ......................................................

71

6.2 Analisa Hubungan Antara Tekanan, Kecepatan dan Sudut Semprotan .........

74

6.3 Analisis Distribusi Diameter Butiran ...........................................................

75

xiv

6.4 Analisa Hubungan Antara Tekanan, Jumlah Butiran dan Luas Area
Semprotan ..................................................................................................... 76

7.1 Kesimpulan .................................................................................................

77

7.2 Saran ...........................................................................................................

79

5
7

xv

5
Halaman
Tabel 2.1. Specific gravity of various fuel ..............................................................

8

Tabel 2.2. Spesifikasi bahan bakar solar .................................................................

9

Tabel 4.1. Waktu Penelitian ...................................................................................

33

Tabel 5.1 Data hubungan antara waktu semprotan dengan kecepatan saat panjang
penetrasi (L) 160 mm (0,16 m) untuk masing – masing minyak uji. .......
Tabel 5.2

Perbedaan panjang tip penetrasi hasil pengujian dengan hasil

perhitungan teoritis untuk minyak uji solar murni (D 100%).. ................
Tabel 5.3

47

Perbedaan panjang tip penetrasi hasil pengujian dengan hasil

perhitungan teoritis untuk minyak uji campuran BD 5% dan D 95%.. ....
Tabel 5.4

45

47

Perbedaan panjang tip penetrasi hasil pengujian dengan hasil

perhitungan teoritis untuk minyak uji BD 100%.. ...................................

48

Tabel 5.5 Data hubungan antara tekanan nosel dengan sudut terbesar semprotan
untuk masing – masing minyak uji... ......................................................

49

Tabel 5.6. Data distribusi butiran semprotan pada BD 5% + D 95% pada tekanan
120 bar...................................................................................................

52

Tabel 5.7. Data total distribusi butiran minyak solar murni ( D 100%) ...................

53

Tabel 5.8. Data total distribusi butiran minyak campuran DB 5% + D 95%............

54

Tabel 5.9. Data total distribusi butiran minyak DB 100% .......................................

54

xvi

5
Halaman
Gambar 2.1. Biji dan minyak Nyamplung .............................................................

5

Gambar 2.2. Proses Transesterifikasi secara kimia .................................................

6

Gambar 2.3. Motor Diesel Injeksi Langsung/ Injeksi Tidak Langsung....................

12

Gambar 2.4. Prinsip kerja motor diesel 4 langkah. .................................................

13

Gambar 2.5. Siklus diesel digram P@V dan T@S .....................................................

14

Gambar 2.6. Komponen Bahan bakar Motor diesel ................................................

15

Gambar 2.7. Pompa Injektor ..................................................................................

18

Gambar 2.8. Injektor/Nosel ....................................................................................

18

Gambar 2.9. Sistem peyemprotan ( spray)..............................................................

21

Gambar 2.10. Penyemprotan tip Penetrasi ..............................................................

21

Gambar 2.11. Tip Penetrasi ....................................................................................

23

Gambar 4.1. Foto alat semprotan yang digunakan pada pengujian ..........................

28

Gambar 4.2. Foto bahan bakar yang akan diuji .......................................................

29

Gambar 4.3. Rancangan ruang bakar pengujian ......................................................

30

Gambar 4.4. Nosel pengujian .................................................................................

31

Gambar 4.5. Kamera pengujian ..............................................................................

31

Gambar 4.6. Tester injeksi/nosel ............................................................................

32

Gambar 4.7. Kompresor .........................................................................................

32

Gambar 4.8. Skema / diagram alir penelitian yang akan dilakukan .........................

36

Gambar 5.1. Pengolahan data awal semprotan dengan program image J................

37

Gambar 5.2 Pengukuran sudut dan panjang semprotan D 100% pada tekanan
nosel 90 bar .......................................................................................
xvii

38

Gambar 5.3 Pengukuran sudut dan panjang semprotan D 100% pada tekanan
nosel 100 bar .....................................................................................

38

Gambar 5.4 Pengukuran sudut dan panjang semprotan D 100% pada tekanan
nosel 110 bar .....................................................................................

39

Gambar 5.5 Pengukuran sudut dan panjang semprotan D 100% pada tekanan
nosel 120 bar .....................................................................................

39

Gambar 5.6 Pengukuran sudut dan panjang semprotan D 100% pada tekanan
nosel 130 bar .....................................................................................

40

Gambar 5.7 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 90 bar ..........................................................................

40

Gambar 5.8 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 100 bar ........................................................................

41

Gambar 5.9 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 110 bar ........................................................................

41

Gambar 5.10 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 120 bar ......................................................................

42

Gambar 5.11 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 130 bar ......................................................................

42

Gambar 5.12 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
nosel 90 bar.....................................................................................

43

Gambar 5.13 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
nosel 100 bar ...................................................................................

43

Gambar 5.14 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
nosel 110 bar ...................................................................................
xviii

44

Gambar 5.15 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
nosel 120 bar ...................................................................................

44

Gambar 5.16 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
nosel 130 bar ...................................................................................

45

Gambar 5.17 Grafik pengaruh variasi tekanan nosel terhadap kecepatan
semprotan nosel ..............................................................................

50

Gambar 5.18 Grafik Pengaruh variasi tekanan nosel terhadap sudut semprotan
nosel ........................................................................................... 51
Gambar 5.19 Hasil olah data dengan menggunakan program Image J ...................

52

Gambar 5.20 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
95% pada tekanan 90 bar.................................................................

55

Gambar 5.21 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 % + D 95% pada tekanan
90 bar ..............................................................................................

56

Gambar 5.22 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
95% pada tekanan 100 bar...............................................................

56

Gambar 5.23 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 %+ D 95% pada tekanan
100 bar ............................................................................................

57

Gambar 5.24 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
95% pada tekanan 110 bar...............................................................

57

Gambar 5.25 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 % + D 95% pada tekanan
110 bar ............................................................................................

58

Gambar 5.26 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
95% pada tekanan 120 bar...............................................................

xix

58

Gambar 5.27 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 % + D 95% pada tekanan
120 bar ............................................................................................

59

Gambar 5.28 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
95% pada tekanan 130 bar...............................................................

59

Gambar 5.29 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 % + D 95% pada tekanan
130 bar ............................................................................................

60

Gambar 5.30 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
tekanan 90 bar .................................................................................

60

Gambar 5.31 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 90 bar.

61

Gambar 5.32 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
tekanan 100 bar ...............................................................................

61

Gambar 5.33 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 100
bar............................................................................................... 62
Gambar 5.34 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
tekanan 110 bar ...............................................................................

62

Gambar 5.35 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 110
bar............................................................................................... 63
Gambar 5.36 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
tekanan 120 bar ...............................................................................

63

Gambar 5.37 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 120
bar............................................................................................... 64
Gambar 5.38 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
tekanan 130 bar ...............................................................................

xx

64

Gambar 5.39 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 130
bar............................................................................................... 65
Gambar 5.40 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 90 bar .................................................................................

65

Gambar 5.41 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 90 bar ...

66

Gambar 5.42 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 100 bar ...............................................................................

66

Gambar 5.43 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 100 bar .

67

Gambar 5.44 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 110 bar ...............................................................................

67

Gambar 5.45 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 110 bar .

68

Gambar 5.46 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 120 bar ...............................................................................

68

Gambar 5.47 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 120 bar .

69

Gambar 5.48 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 130 bar ...............................................................................

69

Gambar 5.49 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 130 bar .

70

Gambar 6.1 Hubungan non linier 3D Ghaussian antara tekanan nosel (p),
kecepatan semprotan (v), dan sudut semprotan (ϴ) pada pengujian
BD 5% + D 95% .............................................................................

74

Gambar 6.2 Hubungan non linier 3D Ghaussian antara tekanan nosel (p), jumlah
butiran (n), dan luas area semprotan (A) pada pengujian BD 5% +
D 95%. ............................................................................................

xxi

76

5
α

= sudut (deg)

C

= carbon

cm

= Centi meter (cm)

CO

= karbon monoksida

CO2

= Karbondioksida

d

= diameter (m)

F

= fraksi koofisien

g

= gravitasi

H

= hidrogen

HC

= hidrocarbon

k

= konstanta

kg

= kilo gram (kg)

l

= panjang (m)

m

= meter (m)

ml

= mili liter (ml)

NK

= Nilai kalor

O

= oksida

P

= tekanan

r

= jari@jari

re

= renault number

S

= penetrasi tip penyemprotan

T

= waktu (s)

ν

= kecepatan (m/s)
xxii

V

= volume (m3)
= efisiensi (%)
= Sudut kerucut semprotan (deg)

ρ

= massa jenis (kg/m3)

L

= perubahan kondisi

%

= Persentase (%)

0

=

Ø

= diameter butiran (Nm)

Derajat

xxiii

5

AFR

= Air flow ratio

API

= American petroleum institute

BD

= biodiesel

BMN = Bahan minyak nabati
D

= diesel

HD

= hight divination

HHV = Higher heating value
HS

= hight speed

LDO = Light diesel oil
LHV = Low heating value
LSHS = Low sulphur heavy stock
TMA = Titik mati atas
TMB = titik mati bawah

xxiv

!"
#

$%

&

%

'

$

&

#

#
$
#

'
(

1

&)

#
*

!& )

+" ,-.

)

/

&

*
-& 0
%

*

+&
1.

%
#
2
#
2

#

2

#

2

#
%
$ "".&

"".

1.3
"

""

"

1.

!"

#
-"

%

$

#

&
!

"
%
$ "".&
1.3

"".
1.

#
4

!

%

4
!

"

'
(
)
2
! )
5

6

$ 56&*

3

*

- 2

#

#
%

"

""

"

!"

-"

*

+ 0

*

1 2
*
# $

%%

)

%
$ "".&
"".

1.3

1.

#
*
! )
%

!

&

%%

7
$ "".&
"".

1.3

! 7

1.
%

4

Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diformulasikan khusus untuk
mesin diesel yang terbuat dari minyak nabati (bio oil). Proses pembuatan
biodiesel adalah proses transesterifikasi antara minyak nabati dengan methanol
dan katalis pada suhu 60oC. Biodiesel memiliki keuntungan antara lain tidak
diperlukan modifikasi mesin, memiliki cetane number tinggi, ramah lingkungan,
memiliki daya pelumasan yang tinggi, aman dan tidak beracun.
Biodiesel juga merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah
terbarukan (renewable) yang terbuat bukan dari minyak bumi. Biodiesel tersusun
dari berbagai macam ester asam lemak yang dapat diproduksi dari minyak
minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil), minyak kelapa, minyak jarak
pagar, minyak biji kapuk randu, minyak kemiri, minyak nyamplung dan masih
ada lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan
sumber energi bentuk cair ini

dan dalam penelitian ini bahan bakar nabati

berasal dari minyak nyamplung.

Gambar. 2.1.
Biji dan minyak nyamplung

5

Hasil pengujian menunjukkan, setelah mengalami beberapa proses seperti
ektraksi, transesterifikasi diperoleh metil ester (biodiesel) yang memiliki sifat sifat
fisika mendekati sama dengan solar, pemakaian biodiesel mengurangi pemakaian
bahan bakar solar serta mengurangi pemanasan global dan pencemaran udara,
karena biodiesel ramah lingkungan

.

Secara kimia, transesterifikasi berarti mengambil molekul asam lemak
kompleks dari minyak nabati atau hewani, menetralkan asam lemak tak jenuh
minyak nabati atau hewani dan menghasilkan alcohol ester. Karena komposisi
asam lemak tak jenuh pada minyak nyamplung sudah berkurang secara drastis,
maka pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak nyamplung diperkirakan
akan terjadi dengan lebih cepat. Prinsip proses transesterifikasi dapat dilihat pada
Gambar 2.2 berikut ini:

+ C2H5OH
" #

Gambar. 2.2.
Proses transesterifikasi secara kimia
!
Adalah perbandingan antara massa bahan bakar dengan volume bahan
bakar. Density bahan bakar dipengaruhi oleh temperatur, dimana semakin tinggi
temperatur, maka density semakin turun dan sebaliknya.

6

$" "
Kekentalan suatu bahan bakar menunjukkan sifat menghambat terhadap
aliran, dan menunjukkan sifat pelumasannya pada permukaan benda yang
dilumasi. Kekentalan bisa didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk
menggerakkan suatu bidang dengan luas tertentu pada jarak tertentu dan dalam
waktu yang tertentu pula. Viskositas bahan bakar mempunyai pengaruh yang besar
terhadap bentuk semprotan bahan bakar. Dimana untuk bahan bakar dengan
viskositas yang terlalu tinggi akan memberikan atomisasi yang rendah sehingga
mengakibatkan mesin sulit di start. Selain itu, gas buang yang dihasilkan juga
akan menjadi hitam dengan smoke density yang cukup tinggi. Jika viskositas
bahan bakar terlalu rendah maka akan terjadi kebocoran pada pompa bahan
bakarnya dan mempercepat keausan pada komponen pompa dan injektor bahan
bakar.

%

" &

!

Flash point adalah temperatur pada keadaan dimana uap di atas
permukaan bahan bakar (biodiesel) akan terbakar dengan cepat (meledak). Flash
point menunjukan kemudahan bahan bakar untuk terbakar. Makin tinggi flash
point, maka bahan bakar semakin sulit terbakar. Makin mudah bahan bakar untuk
terbakar maka flash point nya menurun dan bahan bakar lebih effisien.

Berat bahan bakar atau specific gravity memegang peranan yang sangat
penting dalam hal nilai kalor bahan bakar, flash point, dan sifat pelumasan pada

7

mesin. Makin tinggi specific gravity berarti bahan bakar akan semakin berat, dan
nilai kalor yang dihasilkan tiap volume akan semakin besar pula. Specific gravity
yang lebih tinggi juga menunjukkan sifat pelumasan yang lebih baik. Tetapi
specific gravity yang terlalu tinggi akan menyebabkan viskositas yang terlalu
tinggi, dan flash point yang terlalu tinggi.

Specific gravity terhadap air =

Fuel oil type

....……...…2.1

Tabel 2.1.
Specific gravity of various fuel '
LDO (Light diesel oil)
Furnace oil

LSHS (Low sulphur
heavy stock)

Specific gravity

0,85 – 0,87

0,89 – 0,95

0,88 – 0,98

(
Nilai kalor dari bahan bakar diesel diukur dengan oksigen bomb
kalorimeter. Untuk memperoleh perkiraan nilai kalornya, bisa dipakai rumus
empiris di bawah ini:
NK = 18,650 + 40 (API – 10) BTU/lb ................................................................2.2
API = API Gravity pada 60 oF = (141,5/specific gravity) – 131,5 .............. ….2.3
Untuk menghitung lower heating volue (LHV) dan higher heating value
digunakan persamaan sebagai berikut:
……………………………………………..………2.4

LHV= HHV
& "

Bahan bakar solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak
bumi mentah dengan warna kuning coklat yang jernih. Penggunaan solar pada

8

umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan
putaran tinggi (1000 rpm), yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pada
pembakaran langsung dalam dapur dapur kecil yang terutama diinginkan
pembakaran yang bersih ' .
Tabel 2.2.
Spesifikasi bahan bakar solar ' .

Air Fuel Ratio ( AFR)
Air fuel ratio adalah perbandingan antara udara dan bahan bakar (proses
pencampuran udara dan bahan bakar), bahan bakar yang hendak dimasukkan ke
dalam ruang bakar haruslah dalam keadaan mudah terbakar, hal tersebut agar
didapatkan effisiensi tenaga motor yang maksimal. Campuran bahan bakar yang
belum sempurna akan sulit dibakar oleh percikan bunga api di dalam ruang bakar,
bahan bakar tidak dapat terbakar tanpa adanya udara (O2), tentunya dalam
keadaan yang homogen. Bahan bakar yang di gunakan dalam pembakaran sesuai
dengan ketentuan sebab bahan bakar yang melimpah pada ruang bakar justru tidak
meningkatkan tenaga dari motor tersebut, semakin banyak bahan bakar yang tidak
terbakar pada ruang bakar akan mengakibatkan filament pada dinding silinder.

9

Air fuel ratio adalah factor yang mempengaruhi kesempurnaan proses
pembakaran didalam ruang bakar. Merupakan komposisi campuran bahan bakar
dan udara idealnya AFR bernilai 14,7 (1 bahan bakar : 14,7 udara) stoichiometry,
berikut pengaruh AFR pada kinerja mesin:
AFR Terlalu kurus :
Tenaga mesin menjadi sangat lemah
Sering menimbulkan detonasi
Mesin cepat panas
Dapat membuat kerusakan pada sillinder ruang bakar
AFR Kurus :
Tenaga mesin berkurang
Terkadang terjadi detonasi
Konsumsi bahan bakar irit
AFR Ideal :
Kondisi paling ideal
AFR Kaya :
Bensin agak boros
Tidak terjadi detonasi
Mesin lebih bertenaga
AFR Terlalu kaya :
Bensin sangat boros
Asap knalpot berwarna hitam
Menimbulkan filament pada gesekan dinding sillinder dengan ring piston

10

).

Perbandingan jumlah udara dengan bahan bakar disebut dengan Air Fuel
Ratio (AFR). Perbandingan ini dapat dibandingkan baik dalam jumlah massa
ataupun dalam jumlah volume.
=

:

=

:

……………………………………..………2.5

Besarnya AFR dapat diketahui dari uji coba reaksi pembakaran yang
benar benar terjadi, nilai ini disebut AFR aktual. Sedangkan AFR lainnya adalah
AFR stoikiometri, merupakan AFR yang diperoleh dari persamaan reaksi
pembakaran. Dari perbandingan nilai AFR tersebut dapat diketahui nilai Rasio
Ekuivalen ( ) :
=

…………………………………..………………..………2.6

:

Untuk dapat mengetahui nilai AFR , maka harus dihitung jumlah
keseimbangan atom C, H dan O dalam suatu reaksi pembakaran. Adapun rumus
umum reaksi pembakaran yang menggunakan oksigen adalah :
C55H104O6+78 O2→55 CO2+52 H2O…………………………………...………2.7

%

*
Motor diesel ditemukan oleh seorang insinyur Jerman benama Rudolf

Diesel pada tahun 1897 sebagai salah satu jenis motor pembakaran dalam
(Internal Combustion Engine). Konsep dari mesin ini adalah mesin dengan
pembakaran

sendiri

yaitu

tanpa

bantuan

percikan

api,

dimana

udara

dikompresikan dengan tekanan tinggi sehingga suhu dari udara ini tinggi dan
diakhir langkah kompresi bahan bakar diinjeksikan keruang bakar, bahan bakar
lalu bercampur dengan udara yang sudah panas dan akhirnya bahan bakar terbakar
dengan sendirinya.

11

Tipe Tipe Motor Diesel :
Tipe Motor Diesel Injeksi Langsung (Direct Injection Type)
Bahan bakar disemprotkan langsung ke ruang bakar utama, letak
ruang bakar utama ada di antara piston & silinder head bagian atas
piston dibuatkan ruang dengan desain khusus.
Tipe Injeksi Tidak Langsung ( Indirect Injection Type)
Pada ruang bakar motor diesel injeksi tidak langsung, bahan bakar
disemprotkan ke dalam ruang bakar pendahuluan (pre chamber) yang
telah dipanaskan dan disinilah awal pembakaran terjadi untuk
mendapatkan campuran yang baik kemudian dilanjukan dengan
pembakaran utama diruang bakar utama

.

Gambar 2.3.
Motor diesel injeksi langsung/ injeksi tidak langsung
+

*

,-

.

.

/" #

Pada motor diesel empat langkah, katup masuk dan katup buang digunakan
untuk mengontrol proses pemasukan udara murni dan pembuangan gas sisa
pembakaran dengan membuka dan menutup saluran masuk dan saluran buang.

12

Gambar 2.4.
Prinsip kerja motor diesel 4 langkah

.

1. Langkah isap, yaitu waktu torak bergerak dari TMA ke TMB. Katup isap
terbuka dan katup buangmenutup, udara murni diisap melalui katup isap.
2. Langkah kompresi, yaitu torak bergerak dari TMB ke TMA dengan
memampatkan udara murni yang diisap, karena kedua katup isap dan katup
buang tertutup, sehingga tekanan dan suhu udara dalam silinder tersebut akan
naik.
3. Langkah usaha, katup isap dan katup buang tertutup, sebelum torak mencapai
titik mati atas bahan bakar disemprotkan keruang bakar kemudian bercampur
dengan udara dengan temperatur tinggi, sehingga terjadi pembakaran dengan
sendirinya. Pada langkah ini torak mulai bergerak dari TMA ke TMB karena
pembakaran berlangsung bertahap.
4. Langkah buang, katup isap tertutup dan katup buang terbuka, torak bergerak
dari TMB ke TMA sehingga gas bekas pembakaran terdorong keluar melewati
katup buang.

13

(

"0

*

Siklus diesel adalah siklus teoritis untuk Compression Ignition Engine atau
motor diesel. Perbadaan siklus diesel dengan siklus otto adalah: pada motor diesel
penambahan panas terjadi pada tekanan tetap

.

Gambar: 2.5.
Siklus diesel digram P V dan T S

.

Prosesnya:
1 2 Kompresi isentropik (Reversibel Adiabatik)
2 3 Pembakaran isobarik
3 4 Ekspansi Isentropik (Reversibel Adiabatik)
4 1 Pembakaran kalor isochoric
Efisiensi teoritis siklus diesel :
=1-

………………………..……………………………....……………………2.8

Efisiensi teoritis siklus dual:
……………………………………………………….….2.9

= 1Dimana:

P3/P2 (Perbandingan tekanan pada volume konstan)
V4/V2 (Cut off ratio/ perbandingan pemancuan)
K = 1,40
r= V1/V2

14

1

-

#

"

*

Gambar 2.6.
Komponen bahan bakar motor diesel

.

Adapun fungsi – fungsi komponen tersebut :
1. Fuel tank berfungsi untuk menyimpan bahan bakar sementara yang
akan digunakan dalam penyaluran bahan bakar yang dibutuhkan oleh
mesin;
2. Feed pump atau pompa penyalur berfungsi untuk mengalirkan bahan
bakar dengan cara memompa bahan bakar dari tangki dan
mengalirkannya ke pompa injeksi. Didalam feed pump juga terpasang
komponen yang bernama priming pump, yang berfungsi untuk
mengeluarkan udara palsu dari sistem bahan bakar;
3. Fuel filter biasanya terdapat 2 (dua) yaitu pada bagian sebelum feed
pump yang dilengkapi pula dengan water sedimenter yang berfungsi
untuk memisahkan air dalam sistem bahan bakar dan fuel filter
(saringan bahan bakar) yang berfungsi untuk menyaring kotoran

15

kotoran yang terdapat pada bahan bakar untuk menjaga kualitas bahan
bakar agar selalu bersih dan tidak menghambat aliran bahan bakar;
4. Injection pump yang berfungsi untuk menaikkan tekanan sehingga
bahan bakar solar dapat mudah dikabutkan oleh nosel. Didalam pompa
injeksi ada komponen yang bernama automatic timer dan governor
yang fungsinya ada dibawah ini ;
5. Automatic timer yang terpaang pada bagian depan pompa injeksi yang
berhubungan dengan timing gear berfungsi untuk memajukan saat
injeksi sesuai dengan putaran motor;
6. Governor terpasang pada bagian belakang pompa injeksi yang
berfungsi sebagai pengatur jumlah injeksi bahan bakar sesuai dengan
pembebanan motor;
7. Pengabut (nosel) berfungsi untuk mengabutkan bahan bakar agar
mudah bercampur dengan oksigen sehingga mudah terbakar dalam
silinder;
8. Pipa tekanan tinggi terbuat dari bahan baja yang berfungsi untuk
mengalirkan bahan bakar bertekanan tinggi dari pompa injeksi ke
masing masing pengabut;
9. Busi pijar atau busi pemanas (glow plug) berfungsi untuk memanaskan
ruangan pre chamber pada saat mulai start. Dengan merubah energi
listrik dari battery menjadi energi panas;

16

10. Battery (aki) berfungsi sebagai sumber energi listrik yang mensuplai
energi yang dibutuhkan oleh busi pijar untuk memanaskan ruangan pre
chamber;
11. Kunci kontak (ignition switch) berfungsi sebagai saklar utama pada
sistem kelistrikan kendaraan;
12. Relay yang berfungsi sebagai pengaman dan pengatur saat pemanasan
ruang pre chamber.

1

/"

#

2 "

Tangki bahan bakar terbuat dari bahan yang tidak korosi atau terbuat dari
baja tipis yang bagian dalamnya dilapisi bahan anti karat. Tangki bahan bakar
harus bebas dari kebocoran dan tahan terhadap tekanan minimal 0 3 bar, serta
tahan terhadap getaran mekanis yang ditimbulkan pada saat motor beroperasi,
dalam tangki bahan bakar terdapat fuel sender gauge yang berfungsi untuk
menujukan jumlah bahan bakar yang ada didalam tangki.

1

#

"

Umur komponen sistem aliran bahan bakar motor diesel sangat ditentukan oleh
mutu saringan/ filter serta perawantan berkala sistem bahan bakar. Tekanan bahan
bakar dapat dibangkitkan oleh pompa injektor melalui plunyer, barel serta nosel.
Hal ini mengharuskan bahan bakar yang selalu bersih dan tidak terkontaminasi
oleh material lain sebelum masuk ke pompa injektor dan nosel.

17

1%

-

+ "

Berfungsi memberikan tekanan pada solar yang akan diinjeksikan /
disemprotkan oleh nosel.

Gambar.2.7.
Pompa injector
1

+ "

.

$

Injektor/nosel adalah alat untuk memisahkan fluida atau minyak menjadi
tetesan kecil yang membutuhkan energi tertentu, energi yang diberikan melalui
pompa yang memiliki tekanan tinggi. Dengan pompa bertekanan tinggi akan
memecahkan minyak atau fluida dengan kecepatan tertentu, tekanan dan
kecepatan yang diberikan mencapai 100 psi sehingga memaksa fluida atau minyak
melalui lubang nosel.

Gambar 2.8.
Injektor/nosel

18

.

Macam macam injektor seperti disebutkan diatas dengan sifat
pengabutan dan karakteristik yang berbeda maka pemilihan untuk fungsi
pemakaiannya juga berbeda yang bergantung pada proses pembakarannya dan
proses pembakaran ini ditentukan oleh bentuk ruang bakarnya, untuk sifat sifat
injector ini antara lain adalah seperti berikut:
a.

Injector berlubang satu (Single Hole) proses pengabutannya sangat baik
akan tetapi mememrlkukan tekanan injektion pump yang tinggi.

b.

Demikian halnya dengan Injektor berlubang banyak (Multi Hole)
pengabutannya sangat baik. Injector ini sangat tepat digunakan pada
direct injection (Injeksi Langsung).

3

Injektor dengan model pin, injektor model pin ini model trotle
maupun model pintle lebih tepat digunakan pada motor diesel dengan
ruang bakar yang memiliki combustion chamber, kamar muka maupun
kamar pusar (Turbulen).
Pada umunyan injector/Nozel yang digunakan dalam pengujian ini adalah

Injektor/Nozel mesin diesel tipe Broch,Injektor/Nozel dihubungkan dengan
Tester Injektor/nozel untuk memberi tekana berdasarkan kecepatan aliran
atau semprotan serta pengabutan yang diingginkan.

& -

!

Penyemprotan atau spray adalah aliran udara/gas yang mengandung droplet
atau droplet yang bergerak dalam aliran udara/gas, oleh karena itu dalam proses
pengabutan ini pada dasarnya adalah mencampur bahan bakar dengan oksigen,

19

untuk itu proses pengabutan untuk memperoleh gas bahan bakar yang sempurna
pada injektor dapat dilakukan dengan tiga sistem pengabutan yaitu:

/ 20
Proses pengabutan udara terjadi pada saat bahan bakar yang bertekanan 60
sampai 85 kg/cm² mengakibatkan tekanan pada rumah pengabut sebesar 60
kg/cm² yang selalu berhubungan langsung dengan tabung udara dengan tekanan
bahan bakar dari pompa mencapai 70 kg/cm² pada volume tertentu akan
tertampung pada cincin pembagi dari pengabut tersebut.

/ 20

"

Pada proses pengabut tekan ini saluran bahan bakar dan ruangan dalam
rumah pengabut harus selalu terisi penuh oleh bahan bakar, dengan jarum
pengabut yang tertekan oleh pegas sehingga saluran akan tertutup. Namun ketika
bahan bakar dari injection pump yang beterkanan 250 kg/Cm² mengalir kebagian
takikan jarum pengabut, pengabut akan tertekan keatas sehingga saluran akan
terbuka. Dengan demikian, bahan bakar akan terdesak melalui celah di antara
jarum pengabut dalam bentuk gas.

%

/ 20

/

Pengabut ini dikonstruksi dengan komponen komponen yang terdiri atas
rumah pengabut, katup dan bak pengabut yang ditempatkan di bagian bawah dari
pengabut dan berada di dalam ruang bakar. Dalam proses pengabutan ini bahan

20

bakar telah berada dalam keadaan bertekanan tinggi dan katup injeksi sudah
terbuka sejak langkah pengisapan oleh torak dan pada kondisi demikan ini
sebagian bahan bakar telah menetes ke bak pengabut yang di bagian sisinya
terdapat lubang lubang kecil

Gambar 2.9.
Sistem peyemprotan ( spray)
Untuk mesin diesel, penetrasi ujung semprot terlalu lama disebabkan oleh
injeksi tekanan tinggi juga memiliki efek yang merugikan pada kontrol akurasi
campuran dan kinerja emisi karena penguapan

(

Berdasarkan pembahasan diatas sehingga untuk dapat mengetahui tingkat
penyemprotan dengan tekana atomisasi, dan dapat diukur sudut kerucut
berdasarkan jarak semprotan digunakan persamaan empirical dimana
jarak penetrasi L

14

Gambar 2.10.
Penyemprotan tip penetrasi

21

1.

,

………………………………………………2.10
…………………..…………………………………………2.11
Dimana :

L = jarak penetrasi (m);
= tekanan injeksi (bar);
= lubang nosel (m);
= break up time;(s)
= densitas udara lingkungan (kg/m3);
= diameter nosel (m).
Diameter semprotan merupakan hasil rata – rata dari panjang
semprotan di sumbu vertikal dan sumbu horizontal. Berdasarkan data
diameter hasil semprotan, besarnya sudut semprotan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus

1 :

……………………………………………. 2.12
Dimana :
Ɵ = Sudut semprotan (deg)
2p = Tekanan injector (bar)
= Diameter semprotan (Hm)
= Velocity (m/s)

Panjang semprotan penetrasi ditentukan dengan mencari arah axial
semprotan yang terjauh dari nosel, sudut yang meliputi struktur semprotan dari
nosel hingga 1/3 dari penetrasi. Garis linear digunakan untuk mengukur sudut
yang dekat dan garis singgung kontur yang ada sampai ujung semprotan

22

.

.l

Gambar 2.11.
Tip Penetrasi
.
Untuk menganalisis sifat penetrasi seprotan diatas digunakan persamaan Hiroyasu
:
……………………………………...…..….……2.13
……………………………..…………2.14
………………………………….……..