EFEKTIVITAS PENGATURAN MAKANANAN SELINGAN TERHADAPPENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DM TIPE II Efektivitas Pengaturan Makananan Selingan Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pasien DM Tipe II Di RSUD Kota Salatiga.

EFEKTIVITAS PENGATURAN MAKANANAN SELINGAN TERHADAP
PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DM TIPE II
DI RSUD KOTA SALATIGA

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh :
IDA FITRI
J310111006

PROGRAM STUDI S1 GIZI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

EFEKTIVITAS PENGATURAN MAKANANAN SELINGAN TERHADAP PENURUNAN KADAR
GLUKOSA DARAH PASIEN DM TIPE II DI RSUD KOTA SALATIGA
EFFECTIVENESS OF REGULATORY EATING SNACK REGULARY IN LOWERING BLOOD
GLUCOSE LEVEL TYPE II DIABETIC PATIENS IN RSUD SALATIGA

Nama: Ida Fitri/ NIM: J310 111 006

Program Studi S1 Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
ABSTRACT
Background. : Eating habit in DM patients is very important to control blood glucose in preventing
further complications. The distribution of eating habit that consist of three main meals and three
snack times believes can prevent insulin insufficiency and fluctuations of insulin stability.
Objectives: To determine the effectiveness of on time eating schedule in lowering blood glucose
levels in type II diabetic patients in RSUD Salatiga.
Methods of research: This research is quasi-experimental. Location of the study was in RSUD
Salatiga. Subject was 38 patients with type II DM which divided into two groups: group A was given
twice snack and group B was given three times snack. Perday, The data includes characteristics of
DM patients, fast bloog glucose (FBG) and postprandial blood glucose (PBG) level before and after.
Sampling was using consecutive sampling, while statistical analysis was using independent
sample t-test.
Results:. Characteristics of respondents was 71.9% women, aging 30).
2) Jadwal Makan
Makanan
terhitung

dengan


kalori

komposisi

porsi besar untuk makan pagi
siang

(30%) dan

sore

(25%) serta 2-3 porsi makanan
ringan

(10-15%)

di

antaranya.


Untuk

meningkatkan

kepatuhan

pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan
kebiasaan.

2. Glukosa Darah
a. Glukosa Dalam Metabolisme
Karbohidrat

merupakan

sumber

energi utama bagi tubuh manusia,
yang


menyediakan

4

kalori

(17

kilojoule) energi pangan per gram.
Pemecahan karbohidrat

(misalnya

pati) menghasilkan monosakarida dan
disakarida, terutama glukosa. Melalui
glikolisis,

glukosa


segera

terlibat

dalam produksi ATP, pembawa energi
sel. Di sisi lain, glukosa sangat penting
dalam produksi protein dan dalam

sejumlah

tersebut di atas dibagi dalam 3
(20%),

Tabel 2
Kriteria Pengendalian DM
Terkendali
Baik
Sedang
Buruk
GDP

80-199
110-139
≥140
(mg/dl)
GD2PP
110-159 160-199
≥200
(mg/dl)
HbA1C
4-5,9
6-8
≥8
(%)
Sumber : Perkeni, 2011

sesuai
Untuk

dengan
penyandang


metabolisme lipid. Karena pada sistem
saraf pusat tidak ada metabolisme
lipid, jaringan ini sangat tergantung
pada

glukosa.Glukosa

dalam
saluran

peredaran

darah

pencernaan.

glukosa

ini


menjadi

bahan

diserap

kemudian
bakar

ke

melalui
Sebagian
langsung

sel

otak,


sedangkan yang lainnya menuju hati
dan otot, yang menyimpannya sebagai

glikogen (pati hewan) dan sel lemak,

dikonsumsi serta aktivitas fisik yang

yang menyimpannya sebagai lemak.

dilaksanakan.

Glikogen merupakan sumber energi

(2003)

cadangan

memepengaruhi

yang


akan

dikonversi

Menurut

Faktor

lain

waspaji,dkk
yang

dapat

kenaikan glukosa

kembali menjadi glukosa pada saat


darah adalah : pola makan, makanan

dibutuhkan

energi.

yang kaya akan lemak, jadwal makan

Meskipun lemak simpanan dapat juga

yang tidak teratur, hidrat arang yang

menjadi sumber energi cadangan,

mudah cerna/ karbohidrat sedarhana,

lemak tak pernah secara langsung

stres dan hormon.

lebih

banyak

dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa
dan

galaktosa,

dihasilkan

gula

dari

lain

yang

3. Manfaat

Makanan

Selingan

dan

Kontribusinya

pemecahan

Dalam prinsip 3J (jumlah, jenis dan

karbohidrat, langsung diangkut ke hati,

jadwal makan) telah dijelaskan pembagian

yang

makanan besar 3 kali waktu makan dan

mengkonversinya

menjadi

glukosa.
Kasus

2-3 makanan selingan dalam sehari.
diabetes

yang

banyak

Pembagian

ini diperhitungkan dengan

dijumpai adalah DM tipe 2 yang

adanya jumlah insulin yang dikeluarkan

umumnya mempunyai latar belakang

agar cukup pada porsi makanan tersebut.

kelainan

Menurut Hartono (2003),

yang

diawali

dengan

permasalahan

resistensi insulin. Pada keadaan awal

yang sering terjadi pada diabetisi dan

ini

menimbulkan tingginya glukosa darah

sel beta pankreas masih dapat

menkompensasi

keadaan,

dimana

adalah ketidak cukupan insulin ini.

hiperinsulinemia dan glukosa darah

Pembagian makanan selingan dalam 3

masih diatas sedikit normal. Apabila

kali sehari memberikan kontribusi selang

terjadi ketidak sanggupan sel beta

waktu yang cukup untuk keluarnya insulin

pankreas maka terjadi DM secara

dan jarak antara makan malam dan

klinis.yang ditandai peningkatan kadar

makan pagi tidak terlalu jauh, dimana

glukosa

glukosa darah saat tidur akan lebih rendah

darah

sesuai

kriteria

diagnosis DM.
b. Faktor-Faktor

dibanding saat terjaga dan ini memberikan
Yang

Mempengaruhi

Glukosa Darah

keadaan
.Frekuensi

Kadar glukosa darah dipengaruhi

dengan

glukosa

darah

lebih

stabil

makan

yang

lebih

sering

porsi

yang

lebih

kecil

agar

oleh faktor endogen dan eksogen.

fluktuasi kadar glukosa darah tidak begitu

Endogen

besar (Asdie, 2000).

seperti

hormon

insulin,

glukagon, kortisol, sistem reseptor di

Pada pagi hari pasien akan lebih

otot dan di hati. Faktor eksogen antara

menikmati makanan dengan tidak keburu-

lain jenis dan jumlah makanan yang

buru karena kelaparan. Anjuran powers

dalam Indarti (2004) menyatakan bahwa

dapat

menerima pengeluaran hormon

dengan pengaturan jarak makan 3 sampai

insulin endogen sehingga glukosa darah

5 jam, glukosa darah secara maksimal

bisa terkendali

B. Kerangka Teori
-

Pola makan
Stres
Hormon.

Gula Darah
Tinggi

Gula Darah
Terkontrol

4 Pilar Pengelolaan DM :
- Edukasi
- Latihan jasmani
- Farmakologis
- Terapi gizi medis / 3 J
( Termasuk Tepat Jadwal / 6X Makan )
Gambar 1. Kerangka Teori
Sumber : WHO, 2006 dan Waspadji, 2003
C. Kerangka Konsep
Frekuensi pemberian
makanan selingan 2x dan 3x
pada penderita DM tipe II

Kadar Glukosa Darah

D. Hipotesis
Ada perbedaan glukosa darah antara pasien DM dengan dua kali makanan selingan dan
tiga kali makanan selingan.
METODE PENELITIAN

utama dan 170 Kkal tiap kali makanan

Jenis penelitian adalah experimental

selingan. Lokasi penelitian di RSUD Kota

semu. Variabel penelitian meliputi variabel

Salatiga dengan waktu penelitian mulai 20

tergantung

dan

februari sampai dengan 20 mei 2013 .

variabel bebas adalah frekuensi pemberian

Populasi Adalah semua penderita DM tipe

makanan

II rawat inap di RSU Salatiga. Sedangkan

glukosa
selingan

darah
dengan

puasa

pembagian

kelompok sampel A pada pemberian dua

ketentuan inklusi sebagai berikut:

kali makanan selingan dengan 1400 Kkal

1)

Penderita DM tipe II yang diberikan

dimana berat nasi 150 gr tiap kali makan

DM

utama dan 170 Kkal tiap makanan selingan

perawatan II dan III di RSUD

dan kelompok B pada tiga kali pemberian

Salatiga.

makanan selingan dengan 1200 Kkal
dimana berat nasi 100 gr tiap kali makan

2)

1700

kalori

dengan

kelas
Kota

Kadar glukosa darah sewaktu 200-400
mg/dl pada awal penelitian

3)

Pemakaian obat OHO jangka pendek

Pengambilan

sampel

secara

seperti glimiperide, metformin atau pun

consecutive Sampling, dengan dibatasi

insulin

oleh

4)

Bersedia ikut serta dalam penelitian

Dengan sampel minimal sesuai dengan

5)

Penderita

perhitungan

1)

dapat

berkomunikasi

yaitu

selama

rumus

tiga

bulan.

Federer.Pengolahan

dengan baik.

data menggunakan uji Independent-t test

Kriteria ekslusi sebagai berikut:

dengan Windows 7

Penderita DM tipe II yang di rawat di
RSU dengan komplikasi nefropaty dan
hepatitis serta tidak dalam keadaan
hipoglikemi.

2)

waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin

Dalam kurun waktu penelitian antara
pengambilan glukosa darah puasa
pertama dan pengambilan glukosa

Karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel
3.

darah puasa kedua pasien tidak patuh
pada diit yang disediakan.
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden
Jenis
n
Kelompok A
Kelompok B
Kelamin
Ʃ
%
Ʃ
%
Ʃ
%
Laki-laki
9
28,1
3
18,8
6
37,5
Perempuan 23
71,9
13
81,2
10
62,5
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat
memiliki peluang peningkatan indeks
bahwa jenis kelamin sampel lebih

masa

banyak perempuan (71,9%) daripada

Sindroma

siklus

laki-laki (28,1%) baik pada kelompok A

(premenstrual

syndrome),

atau pemberian dua kali makanan

menopouse yang membuat distribusi

selingan

lemak

(81,2 %) maupun pada

tubuh

yang

tubuh

lebih

besar.
bulanan
pasca-

menjadi

mudah

kelompok B atau tiga kali pemberian

terakumulasi akibat proses hormonal

makanan selingan (62,5 %). Jenis

tersebut

kelamin

menderita

lebih

banyak

perempuan

seperti pada penelitian Witasari (2009)
bahwa pasien DM tipe II di RSUD dr.
Moewardi

yang

berjenis

kelamin

sehingga
diabetes

wanita

berisiko

mellitus

tipe2

(Irawan, 2010).
2. Umur Responden
Distribusi

frekuensi

umur

perempuan lebih banyak daripada laki-

responden pada penelitian ini dapat

laki dengan persentase sebesar 53,3

dilihat pada Tabel 4.

% perempuan dan 46,7% laki-laki.
Wanita

lebih

berisiko

mengidap

diabetes karena secara fisik wanita

Tabel 4
Distribusi Frekuensi Umur Responden
umur
n
Kelompok A
Kelompok B
Ʃ
%
Ʃ
%
Ʃ
%
69 th
3
9,4
1
6,2
2
12,5
Pada Tabel 4 terlihat bahwa umur
Ketika seseorang mengalami
sampel paling banyak pada kategori

stres, kelenjar adrenal akan dipacu

umur

untuk menghasilkan hormon adrenalin.

< 40 th sebesar 53,1%. Usia

penderita diabetes makin merentang

Hormon tersebut

ke bawah dengan dengan rentang

yang

usia 25 - 45 tahun. Sementara 10

kebutuhan glukosa darah Adrenalin

tahun lalu pasien diabetes rata-rata

yang dipacu secara terus-menerus

mereka

pada saat stres akan meningkatkan

yang

berusia

50

tahun

dapat

mempunyai

memacu

efek

kenaikan

keatas(Info kes,2012). Pada penelitian

kebutuhan

Rianto, dkk (2008) umur penderita DM

stres

tipe II terbanyak usia kurang dari 50 th

lambat

sebanyak 37,2%.Data dari negara-

kelelahan

negara Asia menunjukkan prevalensi

menghasilkan

DM tertinggi pada kelompok umur 30-

produksi insulin justru akan menurun

49 tahun. Ini menunjukkan bahwa DM

dan kadar glukosa dalam darah akan

terjadi pada usia produktif di Asia

naik (Istianto,2009).

(Sekeon,2008). Pergeseran umur ini

insulin.

tersebut
laun

Apabila

kondisi

berlangsung
sel

beta

(exhaustion)
insulin,

lama,

mengalami
dalam
sehingga

3. Diagnosa Responden

terjadi karena pada usia produktif ini

Distribusi frekuensi diagnosa

memiliki kelebihan berat badan dan

responden penelitian ini dapat dilihat

faktor stres yang memicu timbulnya

pada Tabel 5.

DM tipe II(Handayani, 2005).
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Diagnosa Responden
Diagnosa
n
Kelompok A Kelompok B
Ʃ
%
Ʃ
%
Ʃ
%
Abdominal pain
3
9,4
2
12,5
1
6,2
Chest pain
2
6,2
1
6,2
1
6,2
Demam Berdarah
2
6,2
1
6,2
1
6,2
Panas
4
12,6
1
6,2
3
18,8
Hipertensi
6
18,7
5
31,2
1
6,2
Infeksi Saluran Kencing
2
6,2
1
6,2
1
6,2
Stroke
5
15,7
1
6,2
4
25
Typus
2
6,2
1
6,2
1
6,2
Ulkus DM
2
6,2
1
6,2
1
6,2
Vertigo
4
12,6
2
12,5
2
12,5

Diagnosa pasien awal masuk RS
variatif

banyak

Menurut PERKENI, gula darah

hipertensi (HT) sebesar 18,7%. Pada

sewaktu (GDS) normal atau terkontrol

kelompok

kali

untuk pasien DM adalah < 200 mg/dl.

makanan selingan (A) dengan angka

Dalam penelitian ini kriteria inklusi

terbanyak yaitu 31,2%. Obat rerata

pasien dengan GDS antara 200-400

pasien menggunakan glimiperide dan

mg/dl

metformin. Fungsi glimiperide untuk

kelompok A dan B tergolong tidak

meningkatkan sekresi insulin yang

terkontrol

memiliki efek samping meningkatkan

mg/dl.

berat

namun

paling

4. Glukosa Darah Sewaktu (GDS)

pemberian

badan

hipoglikemia

dan

dua

dapat

sampel

dengan

rata-rata

pada
277,1

B. Aktivitas Fisik

metformin

Aktivitas pasien DM di RS meliputi :

untuk menekan produksi glukosa di

bed rest, mobilisasi dan berjalan dengan

hati

sensivitas

frekuensi pada Tabel 6. Melihat dari faktor

terhadap insulin dengan efek samping

yang berpengaruh dalam keberhasilan

diare,

assidosis

pengelolaan DM antara lain pengetahuan,

laktat(Perkeni, 2011). Pada kondisi

keteraturan olah raga atau aktivitas, pola

dirawat dirumah sakit kepatuhan lebih

makan

tinggi dalam minum obat. Tingkat

(PERKENI,

kepatuhan

mempengaruhi

dan

sedangkan

terjadi

sehingga

menambah

dispepsia

dan

minun

menentukan

obat

keberhasilan

juga

dan

kepatuhan
2011),
besarnya

minum

obat

aktivitas

ini

kalori

yaitu

dalam

penambahan 5% bed rest, 10% mobilisasi

pengelolaan DM (Yoga,2011). Dalam

dan 15% aktivitas jalan namun aktivitas

penelitian

dalam

ini

kondisi

kepatuhan

penelitian

ini

tidak

begitu

responden sama namun jenis obat

berpengaruh karena sudah dihitung dalam

yang diberikan memiliki efek dan cara

penentuan kalori pasien yaitu Diit DM

kerja

1700 Kkal bersamaan

dalam

berbeda

sehingga

penelitian

ini

diagnosa

yang

variatif

faktor usia dan

jenis kelamin.

merupakan faktor perancu.
Tabel 6
Akivitas Pasien DM Berdasar Frekuensi Pemberian Makanan Selingan
Aktivitas
Kelompok A
Kelompok B
Frekuensi %
Frekuensi %
Bed rest
2
12,5
5
31,2
Mobilisasai
2
12,5
1
6,2
Jalan
12
75
10
62,5
C. Asupan Makan
dapat digolongkan baik ( 80-100% ),
Pada

asupan

makanan

pasien

berdasarkan recall dan metode comstock.
Menurut

Hardiansyah,

tingkat

asupan

sedang (70-80) dan kurang ( 60-69% )
seperti pada Tabel 7.

Tabel 7
Asupan Kalori Berdasar Frekuensi Pemberian Makanan Selingan
Asupan
Kelompok A
Kelompok B
Frekuensi
%
Frekuensi
%
Baik
15
93,8
15
93,8
Sedang
1
6,2
1
6,2
Kurang
Terlihat pada Tabel 7 asupan kalori
rumah sakit. Pola makan yang baik ini
sampel , pasien kelas II dan III di RSU

menurut

Salatiga kelompok A dan B, pasien patuh

peluang keberhasilan empat kali dalam

terhadap diit RS. Rata-rata dalam kategori

pengelolaan DM.

baik dimana 93,8% pasien mengkonsumsi

Yoga

(2011)

memberikan

D. Glukosa Darah Awal Sampel

makanan dengan menu DM 1700 KKal

Kadar glukosa darah puasa awal

yang disajikan RS. Hasil recall, sampel

(GDP1 dan GD2Jam PP1) terlihat pada

tidak mengkonsumsi makanan dari luar

Tabel 8.

Tabel 8
Glukosa Darah Awal Sampel Berdasar Frekuensi Makan
Pemberian Dua
Pemberian Tiga
Kali Makanan
Kali Makanan
Selingan (A)
Selingan (B)
Jumlah Responden
16
16
Minimum
GDP1
179
187
2JPP1
205
143
Maksimum
GDP1
398
399
2JPP1
400
382
Mean ± SD
GDP1
286,31± 70,9
297,12±64,943
2JPP1
295,94± 62,054
276,62± 81,442
Terlihat pada awal penelitian GDP
prandial (2JPP1)
rata-rata dua kali
terendah 179 mg/dl dan tertinggi 399

pemberian makanan selingan 295,94

mg/dl. Menurut PERKENI GDP yang

ml/dl dan tiga kali makanan selingan

terkontrol adalah kurang dari 126 mg/dl.

276,62 mg/dl. Terlihat bahwa pada awal

Dalam penelitian awal ini seluruh sampel

penelitian kadar 2JPP seluruh responden

tergolong

tergolong kategori buruk (≥ 200mg/dl).

kategori

GDP

yang

tidak

terkontrol (100 % buruk). Rata–rata GDP
awal

dengan

kali

Keadaan glukosa darah puasa akhir

makanan selingan menunjukkan angka

penelitian (GDP2 dan GD2PP2) dapat

286,31

dilihat pada Tabel 9.

mg/dl

pemberian
sedangkan

dua

E. Glukosa Darah Akhir Sampel

tiga

kali

makanan selingan adalah 297,12 mg/dl.
Pada pemeriksaan awal 2 jam post

Tabel 9.
Glukosa Darah Akhir Sampel Berdasar Frekuensi Makan
Pemberian Dua
Pemberian Tiga
Kali Makanan
Kali Makanan
Selingan (A)
Selingan (B)
Jumlah Responden
16
16
Minimum
GDP2
125
86
2JPP2
180
398
Maksimum
GDP2
365
316
2JPP2
376
230
Mean ± SD
GDP2
259,88±67,837
212,75±56,883
2JPP2
264,81±65,957
175±31,016
Pada akhir penelitian GDP terendah

jam post prandial (GD2PP2), rata-rata

86 mg/dl dan tertinggi 365 mg/dl dengan

264,81 mg/dl pada 2x makanan selingan

rata-rata kelompok A 259,88 mg/dl dan

dan 175 mg/dl pada kelompok pemberian

kelompok B 212,76 mg/dl. Kategori GDP

3x makanan selingan.

akhir (pada Tabel 10). Menunjukkan

kategori 2JPP menunjukkan peningkatan

peningkatan baik kelompok A maupun

pada kedua kelompok.

Pada Tabel 12

kelompok B. Pada akhir pemeriksaan 2
Tabel 10
Kategori Glukosa Akhir Responden
Kategori
Kelompok A
Kelompok B
GDP
2JPP
GDP
2JPP
Baik
1(6,2%)
4(25%)
Sedang
1(6,2%)
3(18,8%)
9(56,2%)
Buruk
15(93,8%)
13(81,2%)
15(93,8%)
3(18,8%)
F. Penurunan Glukosa Darah Responden
Penurunan glukosa darah responden meliputi GDP dan 2JPP seperti pada Tabel 11
Tabel 11
Penurunan Glukosa Darah Berdasar Frekuensi Makanan Selingan
Penurunan

Pemberian Dua
Pemberian Tiga
Kali Makanan
Kali Makanan
Selingan (A)
Selingan (B)
Jumlah Responden
16
16
Mean
GDP
27,062
84,375
2JPP
34,188
101,625
SD
GDP
75,464
59,067
2JPP
69,506
65,536
Penurunan GDP responden pada
makanan selingan sebanyak 34,13 mg/dl
pemberian dua kali makanan selingan

dan pada pemberian tiga kali makanan

sebesar 27,062 mg/dl sedangkan pada

selingan adalah 101,63 mg/dl.

pemberian tiga kali makanan selingan

G. Analisis Bivariat

adalah 84,375 mg/dl. Penurunan 2JPP

Hasil uji Kolmogorof pada 2x dan 3x

responden pada pemberian dua kali

makanan selingan menunjukkan nilai p

(0,20) > 0,05 maka data berdistribusi

insulin yang kurang maka glukosa masih

normal, dilanjutkan Independent sample

banyak yang beredar dalam tubuh atau

t-test (Tabel 12).

ada sisa glukosa yang berarti kadar

Tabel 12

glukosa darah tinggi . Pada

Nilai P Berdasar Uji T Independent

makan berikutnya glukosa darah yang
masih tinggi

p
0,041
0,000
0,023
0,008

GDP
2JPP
Penurunan GDP
Penurunan 2JPP

jadwal

ditambah glukosa baru

sehingga kadar glukosa darah pada dua
kali makanan selingan masih tetap tinggi.
Berbeda dengan pemberian tiga kali

nilai GDP

makanan selingan porsi yang cukup atau

akhir dengan p 0,041 < 0,05 (bermakna)

lebih kecil memberikan glukosa yang

maka

dihasilkan

Pada Tabel 12 terlihat
H0

ditolak

yang

berarti

ada

tubuh

dapat

habis

perbedaan Glukosa darah pasien DM

dimetabolisme atau disimpan oleh insulin

yang diberikan makanan selingan dua

dan

kali dan tiga kali, begitupun pada 2JPP,

glukosa yang ada mendapatkan proses

penurunan GDP dan 2JPP yang bernilai

yang sama dan tak tersisa sehingga

bermakna.

menghasilkan kondisi glukosa darah yang

pada

jadwal

makan

berikutnya

Penelitian ini membuktikan bahwa

lebih stabil (Sherwood, 2011). Pengidap

porsi makan yang lebih kecil dengan

diabetes dianjurkan untuk makan dalam

frekuensi lebih sering atau pemberian tiga

jumlah kecil namun sering agar asupan

kali

sesuai

makanan tidak meningkatkan kadar gula

dimana makanan yang masuk ke dalam

darah secara drastis, sebaliknya pada

tubuh diubah oleh insulin dengan jumlah

tenggang antara waktu makan tidak

yang cukup (Hartono, 2006).

Kadar

terjadi penurunan drastis kadar gula

glukosa darah penderita DM yang tinggi

darah. Frekuensi makan kecil sering dan

karena makanan yang ada tidak bisa

teratur ini dimaksudkan agar fluktuasi

diubah oleh insulin menjadi glukosa atau

kadar glukosa darah tidak begitu besar

adanya insulin namun tidak mencukupi

(Infokes ,2004 dan Asdie AH,2000).

jumlahnya.

OHO

Hasil wawancara dengan sampel, pasien

DM

dengan 3x makanan selingan merasa

memberikan efek glukosa dapat masuk

tidak terlalu lapar dibanding biasanya jika

ke dalam sel darah yang akan digunakan

mengkonsumsi hanya dua kali makanan

untuk metabolisme atau untuk disimpan.

selingan ini dikarenakan jarak waktu

makanan

ataupun

selingan

Pemberian
insulin

pada

lebih

obat
pasien

Pada pemberian dua kali makanan

makan pada tiga kali makanan selingan

selingan karena porsi makanan yang

antara

lebih banyak maka menghasilkan glukosa

makan utama pagi tidak terlalu jauh.

dalam jumlah banyak

Menurut

namun keadaan

makan

selingan

malam

dan

Anjuran Powers dalam Indarti

(2004)

menyatakan

bahwa

dengan

3. Rata-rata GDP akhir pasien dengan

pengaturan jarak makan 4 sampai 5 jam,

dua

glukosa darah secara maksimal dapat

selingan 259,4 mg/dl dan 212,7

menerima pengeluaran hormon insulin

mg/dl

endogen sehingga glukosa darah bisa

makanan selingan. Rata-rata 2JPP

terkendali.

264,81mg/dl

H. Keterbatasan Penelitian

kali

pemberian

pada

tiga

kali

pada

makanan
pemberian
dua

kali

pemberian makanan selingan dan

1. Dalam penelitian ini perlakuan yang
diberikan terhadap sampel kurang

175 mg/dl pada tiga kali pemberian
makanan selingan

lama hanya tiga hari karena rata-rata

4. Penurunan

pasien rawat inap di RSU Salatiga

pemberian

empat sampai dengan satu minggu.

sebesar 26,43 mg/dl dan 84,37 pada

2. Homogenitas diagnosa pasien kurang

tiga

GDP

kali

pada

makanan
mkanan

karena mempengaruhi penggunaan

Penurunan 2JPP

obat penyerta

mg/dl

dua

kali

selingan
seiingan.

sebanyak 31,13

pada dua kali makanan

selingan dan 101,62 mg/dl pada
pemberian

KESIMPULAN DAN SARAN

homogen

sampel

dilihat

dari

penelitian
rata-rata

kategori umur < 40 tahun, jenis
kelamin perempuan, aktivitas jalan,
asupan 1700 Kkal kategori baik dan
GDS kategori tidak terkontrol namun
masih

variaifnya

diagnosa

awal

masuk pasien.
2. GDP awal pasien rata-rata 286,31
mg/dl

pada

pemberian

dua

kali

makanan selingan dan 297,12 mg/dl
pada pemberian tiga kali makanan
selingan. Rata-rata 2JPP pada dua
kali pemberian makanan selingan
295,94 mg/dl dan pada pemberian
tiga kali makanan selingan adalah
276,62 mg/dl.

kali

makanan

selingan.

A. Kesimpulan
1. Karakteristik

tiga

5. Uji T Independent menunjukkan ada
perbedan bermakna GDP akhir dan
2JPP

akhir

penelitian

pemberian dua kali

antara

dan tiga kali

makanan selingan.
A. SARAN
1. Perlu diinformasikan kepada pasien
DM dan keluarga tentang efektivitas
pengaturan makan penderita DM
dimana asupan makanan tiga kali
makanan selingan lebih efektif dalam
menurunkan kadar glukosa darah
penderita DM.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut
dengan waktu perlakuan yang lebih
lama sehingga efek pemberian tiga
kali makanan selingan lebih jelas
dalam peningkatan kategori GDP
dan adanya homogenitas dalam hal

diagnosa

pasien,

sehingga

obat

penyerta dan faktor stres pasien
akan sama, serta pre test setelah
konseling
sehingga

gizi

tentang

diet

mengetahui

DM

Istayanto,Reza.2009..Hubungan Faktor yang
menimbulkan DM. FK UI
Kongres
ADA
ke
71
di
Sandiego.http://indonesia.asiaprnews.co
m/2011-06-27/200548.html

tingkat

pengetahuan pasien dimana akan

Moehji,S. 2003.
sinawati. Jakarta.

Ilmu Gizi 2.papas Sinar

sama pengetahuan dan kepatuhan
Perkeni. 2011. Revisi Konsensus pengelolaan
Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia.

diet.
3. Perlu

adanya

kebijakan

kepada

pasien DM di RSUD Salatiga yaitu
pemberian

tiga

kali

Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan
Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia.

makananan

selingan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim Infokes. 2004. Penderita Diabetes
perlu Makan Teratur, 31 Agustus 09:25:41
Anonim.Infokes.Republika.2012.http://tehkese
hatan.com/index.phpaction=news.detail&i
d_news=21
Asdie AH. 2000. Patogenesis dan Terapi
Diabetes Mellitus Tipe 2. , Yogyakarta:
Medika Fakultas Kedokteran UGM
Depkes RI .2006.Pedoman Pelayanan Gizi
RS .Jakarta.
Handayani .2005. Modifikasi gaya hidup dan
intervensi Farmakologis. Media Gizi
Masyarakat
Indonesia,
Vol.1,No.2,
Februari 2012 : 65-70
Hartono,A. 2006. Terapi Gizi dan Diet RS.ed

Prayugo. 2012. Pola diit tepat jumlah, jadwal
dan jenis terhadap kadar gula darah
pasien diabetes mellitus tipe II. Jurnal
STIKES
Rekam Medis. 2011. RSU Salatiga.
Rianto, NA, Sunarto, Fidianingsih, Ika. 2008.
Hubungan antara sikap perilaku dan
pertisipasi keluarga terhadap kadar gula
darah penderia DM Tipe II PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi.
Fakultas
kedokteran
UII.
http://kuliahfery.files.wordpress.com/2010
/06/dm.pdf
Sastrosupadi, A .1977.Ekspermen Design.
Malang
:
Badan
Penelitian
Pengembangan Pertanian, Lembaga
Penelitian Tanaman Industri, Departemen
Pertanian.
Sherwood,laurence. 2011. Fisiologi Manusia
dari sel ke sistem ECG. Jakarta 776-778.

th

2

cetakan 1

Indarti. 2004. Perbedaan kadar glukosa darah
pada
penderita
DM
berdasarkan
pengaturan makanan. Skripsi. Program
Studi Ilmu Gizi S1 Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.Semarang.
Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor
Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data
Sekunder Riskesdas 2007). Thesis
Universitas Indonesia

Soegondo S,Soewondo P,Subekti I. 1995.
Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes
Melitus Terkini.Balai Penerbit FKUI
Suyono,S.
1999.
Kecanderungan
Peningkatan Jumlah Pasien Diabetes,
Penatalaksanaan
Diabetes
Melitus
Terpadu, Pusat Diabetes Dan Lipid
RSUP
Nasional
Dr.
Cipto
Mangunkusumo, FK-UI, Jakarta, cetakan
Pertama.
Sekeon, S.A.S. 2008. The Epidemyologi and
Control of Type 2 Diabetes Mellitus in

NorthSulawesi
Province,
Indonesia
.Thesis. VrijeIniversiteit Amsterdam.
Shahab,A.2006.Diagnosa
dan
penatalaksanaan DM (disarikan dari
Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia
Perkeni 2006).www alawiah.com-kencing
manis.html
Tony suhartono,Tjokro GD Pemayun, K.Heri
Nugroho. 2010.
Naskah lengkap
simposium “Medical Nutrition Therapy
Update In Diabetes Mellitus”.UNDIP.
Waspadji Sarwono. 2003. Diabetes Mellitus:
Mekanisme Dasar Dan Pengelolaannya
Yang Rasional , Balai Penerbit FK UI.
Jakarta
Witasari, U., S. Rahmawati, S. Zulaekah.
2009.
Hubungan
Tingkat
Pengetahuan, Asupan Karbohidrat
dan Serat Dengan Pengendalian
Kadar Glukosa Darah Pada Penderita
Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal
Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10,
No. 2, 2009: 130 - 138
World Health Organization. 2006. Definition
and diagnosis of diabetes mellitus and
intermediate hyperglycemia. Amerika
Serikat;.
Tersedia
pada:
URL:
http://www.idf.org/webdata/docs/WHO_ID
F_definition_diagnosis_of_diabetes.pdf
[diakses 7 Februari 2012].
Yoga, A. 2011. Hubungan Antara 4 Pilar
Pengelolaan Diabetes Melitus Dengan
Keberhasilan
Pengelolaan
Diabetes
Melitus Tipe II. skripsi. Fakultas
Kedokteran
UNDIP.
http://eprints.undip.ac.id/32797/1/Acmad_
Yoga.pdf
Yola. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Upaya Pencegahan Komplikasi
DM Oleh Pasien DM Di Poliklinik Khusus
Penyakit Dalam Rsup Dr M.Djamil
Padang. Skripsi. Program Studi Ilmu
Keperawatan
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Andalas.
http://repository.unand.ac.id/16788/1/skri
psi.pdf