Kampanye negatif dan kampanye hitam pemilihan umum 2014 di media sebagai bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa : suatu tinjauan pragmatik.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK
Momang, Handrianus D. 2015. Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam
Pemilihan Umum 2014 di Media Sebagai Bentuk Pelanggaran Prinsip
Kesantunan Berbahasa: Suatu Tinjauan Pragmatik. Skripsi.
Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
Penelitian ini membahas tentang pelanggaran prinsip kesantunan
berbahasa terdapat dalam kampanye negatif dan kampanye hitam. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk medeskripsikan pelanggaran-pelanggaran kesantunan
berbahasa dan mendeskripsikan maksud yang terdapat dalam kampanye negatif
dan kampanye hitam. Subjek penelitian ini adalah para politisi dan partisipan
kampanye yang melakukan kampanye pada masa kampanye pemilihan umum
2014.
Penelitian mengenai pelanggaran kesantunan berbahasa dalam kampanye
negatif dan kampanye hitam ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif

kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran mengenai pelanggaranpelanggaran kesantunan berbahasa yang terdapat dalam tuturan kampanye negatif
dan kampanye hitam yang diperoleh dari berbagai media. Metode pengumpulan
data yang digunakan yaitu, pertama, metode dokumentasi, mencari informasi
(dokumen) baik yang besifat tulisan mapun audiovisual (Video/gambar) dari
objek penelitian untuk menambah informasi bagi proses penelitian. Kedua,
metode penelusuran online, dengan cara melakukan penelusuran data melalui
media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan
fasilitas online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah
mungkin, dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis. Dalam analisis
data, penelitian ini, peneliti menggunakan metode kontekstual, yakni
memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam mengintepretasi data yang telah
berhasil diidentifikasi, dan diklasifikasi. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba
untuk memahami kampanye negatif dan kampanye hitam dari aspek kesantunan
berbahasa..
kesimpulan dari penelitian ini adalah peneliti menemukan 5 bentuk
pelanggaran prinsip kesantuanan berbahasa dalam tuturan kampanye negatif dan
kampanye hitam yaitu (1) maksim kualitas, (2) maksim kuantitas, dan (3) maksim
cara yang dikemukakan Grice (1975) serta (4) maksim pujian dan (5) kerendahan
hati yang dikemukakan oleh Leech (1983). Maksud yang hendak disampaiakan
penutur dalam tuturannya yaitu untuk menyudutkan atau menjatuhkanmitra tutur

dengan cara mengkritik, menyindir, menjelekkan dan memfitnah.

Kata kunci: kesantunan berbahasa, kampanye negatif, kampanye hitam, prinsipprinsip kesantunan berbahasa.

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
Momang, Handrianus D. 2015. Negative Campaign and Black Campaign in
General Election 2014 as a Form of an Infraction of Language Unity
Principle: A Pragmatic Observation. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS,
FKIP, USD.
This study discussed the language unity principle infraction included in
negative campaign and black campaign. The aim of this study was to represent

the infractions of language unity and the intention included in both negative and
black campaigns. The subjects involved in this study were politicians and
campaign participants carrying out the campaign on general election 2014.
This study employed qualitative research since the researcher described
the language unity infraction discovered on various media through this study. To
collect the data, firstly the researcher employed document method, looking up the
information (documents) both written and audiovisual (videos/pictures) from the
research objects to enrich the information for the process of this study.
Afterwards, the researcher carried out online investigation method by
investigating data through online media either internet or other networks
providing online facilities like theories and data. Moreover, the online media was
surely believable. The data analysis used in this study was contextual method. It
focused on context dimensions in interpreting identified and classified data. In
this study, the researcher also tried to understand the negative campaign and
black campaign from the language unity aspects.
From the analysis, the researcher concluded that there were five forms of
principle infraction of language unity involved in negative campaign and black
campaign. They were (1) quality maxim, (2) quantity maxim, (3) maxim based on
Grice (1975), (4) compliment maxim, and (5) humbleness revealed by Leech
(1983). The speaker’s purpose was actually to lower his rival by criticizing,

teasing, spoiling the rivals’ strengths, and slandering.
Key words: language unity, negative campaign, black campaign, the principle of
language unity.

ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KAMPANYE NEGATIF DAN KAMPANYE HITAM
PEMILIHAN UMUM 2014 DI MEDIA SEBAGAI BENTUK
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA:
SUATU TINJAUAN PRAGMATIK
SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh:
Handrianus Dwianot Momang
101224078
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


KAMPANYE NEGATIF DAN KAMPANYE HITAM
PEMILIHAN UMUM 2014 DI MEDIA SEBAGAI BENTUK
PELANGGARAN PRINSIP KESANTUNAN BERBAHASA:
SUATU TINJAUAN PRAGMATIK
SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Disusun oleh:
Handrianus Dwianot Momang
101224078
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
i


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

iii

PLAGIAT

PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria karena telah
membimbing dan menyertai saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Karya ini saya
persembahkan kepada:
Bapak Paulus Not, selaku ayah saya yang sangat luar biasa dalam
membimbing, mendukung, mendoakan dan memotivasi saya setiap saat. Terima
kasih Tuhan atas Ayah hebat yang saya miliki.
Ibu Martha Udur, selaku ibu saya yang selalu mendoakan membimbing,
mendukung, memberi semangat kepada saya dalam menatap masa depan. Terima
kasih atas kasih sayangmu dalam menuntun perjalanan hidup saya.
Margaretha Lega yang selalu mendukung dan membantu selama ini. Puji
syukur dan terima kasih Tuhan untuk orang yang istimewa ini.

iv


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

MOTTO

Terus berjuang sampai tidak ada lagi yang mampu menghentikamu meraih
impian”
(Handrianus Dwianot Momang)

“Kesopanan adalah pengaman yang baik bagi keburukan lainnya”
(Cherterfield)

“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak
menyadari betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka
menyerah”

(Thomas Alva Edison)

“Manusia tidak merancang untuk gagal, mereka gagal untuk merancang”
(WilLiam J. Siegel)

v

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Maret 2015

Penulis

Handrianus Dwianot Momang

vi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama

: Handrianus Dwianot Momang

Nomor Mahasiswa

: 101224078

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
KAMPANYE NEGATIF DAN KAMPANYE HITAM PEMILIHAN UMUM
2014 DI MEDIA SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN PRINSIP
KESANTUNAN BERBAHASA: SUATU TINJAUAN PRAGMATIK
Dengan demikian saya menyerahkan kepada Universitas Sanata Dharma
hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelola dalam
bentuk

pangkalan

data,

mendistribusikannya

secara

terbatas

da n

mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis
tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 8 April 2015

Handrianus Dwianot Momang

vii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK
Momang, Handrianus D. 2015. Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam
Pemilihan Umum 2014 di Media Sebagai Bentuk Pelanggaran Prinsip
Kesantunan Berbahasa: Suatu Tinjauan Pragmatik. Skripsi.
Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.
Penelitian ini membahas tentang pelanggaran prinsip kesantunan
berbahasa terdapat dalam kampanye negatif dan kampanye hitam. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk medeskripsikan pelanggaran-pelanggaran kesantunan
berbahasa dan mendeskripsikan maksud yang terdapat dalam kampanye negatif
dan kampanye hitam. Subjek penelitian ini adalah para politisi dan partisipan
kampanye yang melakukan kampanye pada masa kampanye pemilihan umum
2014.
Penelitian mengenai pelanggaran kesantunan berbahasa dalam kampanye
negatif dan kampanye hitam ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif
kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran mengenai pelanggaranpelanggaran kesantunan berbahasa yang terdapat dalam tuturan kampanye negatif
dan kampanye hitam yang diperoleh dari berbagai media. Metode pengumpulan
data yang digunakan yaitu, pertama, metode dokumentasi, mencari informasi
(dokumen) baik yang besifat tulisan mapun audiovisual (Video/gambar) dari
objek penelitian untuk menambah informasi bagi proses penelitian. Kedua,
metode penelusuran online, dengan cara melakukan penelusuran data melalui
media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan
fasilitas online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah
mungkin, dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis. Dalam analisis
data, penelitian ini, peneliti menggunakan metode kontekstual, yakni
memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam mengintepretasi data yang telah
berhasil diidentifikasi, dan diklasifikasi. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba
untuk memahami kampanye negatif dan kampanye hitam dari aspek kesantunan
berbahasa..
kesimpulan dari penelitian ini adalah peneliti menemukan 5 bentuk
pelanggaran prinsip kesantuanan berbahasa dalam tuturan kampanye negatif dan
kampanye hitam yaitu (1) maksim kualitas, (2) maksim kuantitas, dan (3) maksim
cara yang dikemukakan Grice (1975) serta (4) maksim pujian dan (5) kerendahan
hati yang dikemukakan oleh Leech (1983). Maksud yang hendak disampaiakan
penutur dalam tuturannya yaitu untuk menyudutkan atau menjatuhkanmitra tutur
dengan cara mengkritik, menyindir, menjelekkan dan memfitnah.

Kata kunci: kesantunan berbahasa, kampanye negatif, kampanye hitam, prinsipprinsip kesantunan berbahasa.

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT
Momang, Handrianus D. 2015. Negative Campaign and Black Campaign in
General Election 2014 as a Form of an Infraction of Language Unity
Principle: A Pragmatic Observation. Thesis. Yogyakarta: PBSI, JPBS,
FKIP, USD.
This study discussed the language unity principle infraction included in
negative campaign and black campaign. The aim of this study was to represent
the infractions of language unity and the intention included in both negative and
black campaigns. The subjects involved in this study were politicians and
campaign participants carrying out the campaign on general election 2014.
This study employed qualitative research since the researcher described
the language unity infraction discovered on various media through this study. To
collect the data, firstly the researcher employed document method, looking up the
information (documents) both written and audiovisual (videos/pictures) from the
research objects to enrich the information for the process of this study.
Afterwards, the researcher carried out online investigation method by
investigating data through online media either internet or other networks
providing online facilities like theories and data. Moreover, the online media was
surely believable. The data analysis used in this study was contextual method. It
focused on context dimensions in interpreting identified and classified data. In
this study, the researcher also tried to understand the negative campaign and
black campaign from the language unity aspects.
From the analysis, the researcher concluded that there were five forms of
principle infraction of language unity involved in negative campaign and black
campaign. They were (1) quality maxim, (2) quantity maxim, (3) maxim based on
Grice (1975), (4) compliment maxim, and (5) humbleness revealed by Leech
(1983). The speaker’s purpose was actually to lower his rival by criticizing,
teasing, spoiling the rivals’ strengths, and slandering.
Key words: language unity, negative campaign, black campaign, the principle of
language unity.

ix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Yang Maha Kuasa, atas
rahmat, bimbingan dan kuasa-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis
sehingga skripsi yang berjudul “Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam
Pemilihan Umum 2014 sebagai

Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa;

Suatu Tinjauan Pragmatik” dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan penelitian
dilakukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar kesarjanaan di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma yang turut melancarkan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan dukungan untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Pranowo., M.Pd., dan Dr. B. Widharyanto, M.Pd., selaku dosen
pembimbing yang selama ini bersedia meluangkan waktu dan tenaganya
untuk membimbing, mendorong, dan memberi masukan yang sangat
bermanfaat untuk penyusunan skripsi ini hingga terselesaikan dengan baik.
4. Para Dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan pengetahuan
yang sangat berguna bagi penulis s e l a m a p e r k u l i a h a n m a u p u n d i
luar jam kuliah.
5. Sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran perkuliahan d a n
a k a d e m i k penulis.
6. Bapak dan ibuku yang selalu memberi masukan, dorongan, semangat dan
doa kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Adikku, Nita dan Tesa yang menjadi pengingat dan penyemangatku dalam
menyelesaikan skripsi
8. Pacarku, Ritha Lega yang selalu setia memberikan masukan, dorongan,
motivasi dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

9. Sahabatku, Eko, Agus, Ronald, Nanda, Andin, Willy, Roni, Putu, Andre,
Dwi, Adven, Neo, Kris, Deni, Eng, Fendi, Ricky, Yongky, Erik dan Ari
yang selalu mendukung dan memberi masukan-masukan positif kepada
penulis.
10. Teman-teman PBSI angkatan 2010 yang telah bekerjasama dalam
membina kebersamaan, semangat, motivasi serta berbagi pengalaman
pengetahuan selama perkuliahan
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
memberikan dukungan, semangat dan

bantuan untuk menyelesaikan

skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik sangat diharapkan bagi penyempurnaan skripsi ini. Semoga
skripsi ini dapat menjadi kajian yang bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

Penulis

Handrianus Dwianot Momang

xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………… ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….

iii

HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………..

iv

HALAMAN MOTTO …………………………………………………….. v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………………………………….. vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI …………...

vii

ABSTRAK ………………………………………………………………...

viii

ABSTRACK………………………………………………………………...

ix

KATA PENGANTAR …………………………………………………….

x

DAFTAR ISI ………………………………………………………………

xii

DAFTAR BAGAN…………………………………………………………

xv

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xvi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………

1

1.1 Latar Belakang Masalah………………………………………………...

1

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………. 6
1.3 Tujuan Penelitian ………………………………………………………. 6
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………... 7
1.5 Batasan Istilah ………………………………………………………….. 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………..

11

2.1 Penelitian yang Relevan ………………………………………………..

11

2.2 Kerangka Teori …………………………………………………………

14

2.2.1 Pragmatik ………………………………………………………… 14
2.2.2 Kesantunan Berbahasa

…………………………………………. 17

2.2.2.1 Prinsip Kerja Sama Grice …………………………………

19

2.2.2.2 Prinsip Kesantunan Leech ………………………………...

21

xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2.2.2.3 Konsep Muka Brown dan Levinson ………………………

26

2.2.2.4 Indikator-indikator Kesantunan Berbahasa …….…………

31

2.2.3 Konteks…………………………………………………………… 34
2.2.3 Kampanye ………………………………………………………… 35
2.2.3.1 Kampanye Negatif ……………………………………….

37

2.2.3.2 Kampanye Hitam …...……………………………………

39

2.3 Kerangka Berpikir …………………………………...…………………

41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………….. 45
3.1 Jenis Penelitian …………………………………………………………

45

3.2 Subjek Penelitian ……………………………………………………….

46

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………………………………..

47

3.4 Instrumen Penelitian …………………………………………………....

48

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ……………………………………...

48

3.6 Sajian Analisis Data ……………………………………………………

49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAAN ………………

51

4.1 Deskripsi Data ………………………………………………………….

51

4.2 Analisis Data …………………………………………………………..

52

4.2.1 Analisis Pelanggaran Kesantunan Berbahasa dalam Kampanye
Negatif dan Kampanye Hitam……………………………………

52

4.2.1.1 Analisis Data Tuturan Kampanye Negatif Tipe KritiK …. 52
4.2.1.2 Analisis Data Tuturan Kampanye Negatif Tipe Sindiran

56

4.2.1.3 Analisis Data Tuturan Kampanye Hitam Tipe
Menjelekan ………………………………………………

61

4.2.1.3 Analisis Data Tuturan Kampanye Hitam Tipe Fitnah …... 67
4.2.2 Analisis Maksud Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam …… 72
4.2.2.1 Maksud Kampanye Negatif Tipe Kritik ……………......

72

4.2.2.2 Maksud Kampanye Negatif Tipe Sindiran……………...

75

4.2.2.3 Maksud Kampanye Hitam Tipe Menjelekkan..………… 78
4.2.2.4 Maksud Kampanye Hitam Tipe Fitnah…………………
xiii

80

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

4.3 Pembahasan …………………………………………………………….

83

3.3.1 Pelanggaran Prinsip Kesantunan Berbahasa …………………….

83

3.3.2 Maksud Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam……………… 90
4.3.3 Indikator Kesantunan Berbahasa dalam Berkampanye………...... 92
BAB V PENUTUP ………………………………………………………...

95

5.1 Kesimpulan …………………………………………………...

95

5.1.1 Pelanggaran Kesantunan Berbahasa dalam Kampanye
Negatif Dan Kampanye Hitam…………………………

95

5.1.2 Maksud Kampanye Negatif dan Kampanye Hitam ……

96

5.2 Saran …………………………………………………………

96

5.2.1 Bagi Peneliti Lain………………………………………

97

5.2.2 Bagi Politisi dan Partisipan Kampanye………………...

97

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..

98

LAMPIRAN ……………………………………………………………….

101

BIODATA PENULIS ……………………………………………………..

207

xiv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Kerangka Berpikir ………………………………….. ……………... 44

xv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel pengelompokan kampanye negatif dan kampanye hitam

101

Lampiran 2. Transkrip video talkshow Mata Najwa, Metro Tv, “Jokowi
atau Prabowo”………………………………………………… 113
Lampiran 3. Transkrip video talkshow Primetime News, Metro Tv,
“Mengapa Jokowi, Mengapa Prabowo”? …………………….. 138
Lampiran 4. Transkrip video talkshow Debat, Tv One, “Timses Bicara
Debat Capres”…………………………………………………

150

Lampiran 5. Transkrip video talkshow, Debat, Tv One, “Nyanyian SBY
untuk Jokowi”…………………………………………………

163

Lampiran 6. Transkrip video berita, REDAKSI, Trans 7…………………... 167
Lampiran 7. Sumber data dari media sosial “Twitter”……………………...

169

Lampiran 8. Sumber data dari media cetak “Majalah Mingguan Tempo…..

172

xvi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hampir setiap manusia berkomunikasi dan berinteraksi untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Sarana atau alat yang paling sering digunakan dalam
berkomunikasi itu adalah bahasa. Menurut Josep dalam bukunya Rahasia di Balik
Kata-Kata (2009:28), bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang
mempergunakan simbol-simbol vokal.

Fungsi utama bahasa adalah untuk

berkomunikasi, tetapi selain untuk berkomunikasi, bahasa juga berfungsi sebagai
sarana penyampaian pesan atau maksud kepada mitra tutur.
Seiring perkembangan jaman, Bahasa Indonesia dari waktu ke waktu
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak penelitian terkait Bahasa
Indonesia mulai bermunculan, kemudian melahirkan dalil-dalil, kegunaannya,
serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Perkembangan Bahasa Indonesia
dalam berbagai bidang seharusnya sejalan dalam praktek sehari-hari masyarakat
Indonesia. Namun, hal ini masih sangat jauh dari kenyataan. Berbagai kasus
penyimpangan dalam berbahasa selalu terjadi tanpa disadari oleh masyarakat
Indonesia.
Bahasa Indonesia memiliki nilai-nilai luhur di dalamnya, salah satunya
adalah dengan menggunakan bahasa yang santun. Dengan berbahasa secara
santun, seseorang mampu menjaga harkat dan martabat dirinya dan menghormati
orang lain. Menjaga harkat dan martabat merupakan substansi dari kesantunan,
sedangkan menghormati orang lain bersifat perlokusif (Pranowo, 2012:1).
1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2

Penggunaan bahasa yang santun sering kali masih membingungkan
sebagian besar para pengguna bahasa karena

sering kali apa yang menurut

mereka sudah santun belum tentu bagi orang lain terasa santun. Kenyataan ini
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya karena keanekaragaman suku,
budaya, dan agama orang Indonesia, penutur kurang memperhatikan situasi saat
berkomunikasi, cara yang digunakan untuk menyampaikan maksud dan lain
sebagainya yang membuat bahasa itu dapat terasa santun atau tidak.
Penutur sering kali mengungkapkan maksud dan pesan di hadapan
seseorang atau publik tanpa menggunakan bahasa yang santun sehingga
menimbulkan efek yang merugikan bagi dirinya dan mitra tutur. Oleh kerena itu
berbahasa tidak hanya sekedar baik dan benar saja, melainkan juga harus santun
agar dapat menciptakan situasi komunikasi yang kondusif dan menyenangkan,
baik bagi mitra tutur maupun bagi penutur itu sendiri. Agar bahasa lebih santun
penutur harus selalu mempertimbangkan konteks dan situasi komunikasi yang
terjadi, baik bagi penutur, mitra tutur, maupun orang ketiga (secara tidak langsung
ikut dalam kegiatan berbahasa).
Komponen-kompenen tersebut harus diperhatikan dengan baik agar suatu
komunikasi dapat dikatakan santun atau tidak. Pertimbangan-pertimbangan itu
kerap tidak diperhatikan dalam komunikasi sehingga menimbukan efek yang
kurang baik dari sebuah tuturan. Akibatnya, mitra tutur sering merasa tidak
dianggap dan direndahkan oleh penutur karena bahasa yang digunakan penutur
cendrung menyudutkan, dan menjatuhkan martabat mitra tutur. Situasi ini
akhirnya membuat kegiatan komunikasi menjadi buruk dan maksud penyampaian

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

3

pesan tidak dapat diwujudkan karena mitra tutur sudah tidak tertarik lagi dengan
apa yang disampaikan oleh mitra tutur.
Berbahasa secara santun tidak hanya dalam konteks situasi yang resmi
saja, tetapi dalam percakapan santai sehari-hari juga harus diterapkan. Ini
merupakan salah satu bentuk manusia untuk menciptakan suasana yang harmonis
lahir dan batin dan menunjang agar penyampaian maksud dan pesan dapat
diterima oleh mitra tutur. Dengan begitu mitra tutur dapat menempatkan posisinya
sebagai pendengar yang baik dan lawan bicara yang saling melengkapi dalam
berbagi informasi. Penutur dapat dikatakan orang yang bermartabat apabila
mampu mengendalikan situasi komunikasi secara baik dan bertindak bijaksana
dalam kegiatan komunikasi itu sehingga maksud komunikasi dapat tersampaikan
secara kondusif.
Dalam bidang politik, tentunya kita semua pastinya pernah mendengar
tuturan yang diungkapkan oleh para politisi negara ini. Mereka mengungkapkan
tuturan itu demi mewujudkan tujuan komunikasi mereka kepada rakyat dan
pemerintah. Dalam hal ini, mereka terkadang kurang memperhatikan kesantunan
berbahasa pada saat mengutarakan pendapat, karena mereka lebih terfokus pada
tujuan kominikasi yang dihendak mereka sampaikan sehingga tuturan yang
digunakan seringkali menjatuhkan atau menyudutkan pihak lain.
Penyampaian maksud dan pesan itu seharusnya selalu diiringi dengan
penggunaan bahasa yang santun. Akan tetapi, hal itu kurang diperhatikan oleh
para politisi itu, misalnya pada saat berkampanye menjelang Pemilihan Umum.
Tuturan kampanye tersebut ada yang bertujuan untuk membangun, memberi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

4

harapan, ataupun memberi semangat. Tetapi ada juga tuturan kampanye yang
bertujuan menjatuhkan, menghina bahkan menyudutkan seseorang atau pihak
tertentu. Semuannya itu semata hanya untuk menghimpun dan menarik dukungan
publik.
Tuturan kampanye yang bersifat menyudutkan dan menjatuhkan martabat
seseorang atau pihak tertentu itu dianggap melanggar pemakaian bahasa yang
santun. Hal ini menunjukan bahwa bahasa hanya dianggap sebagai sarana
penyampaian maksud, ide, dan gagasan tanpa mengindahkan efek atau akibat
yang akan ditimbulkan dari pemakaian bahasa tersebut. Jenis kampanye yang
sifatnya buruk dan terkesan kurang santun itu adalah kampanye negatif dan
kampanye hitam.
Pengamat

politik

dari

Universitas

Indonesia,

Agung

Supriono,

menjelaskan perbedaan antara kampanye hitam (black campaign) dengan
kampanye negatif (negative campaign). Ia menjelaskan kampanye hitam biasanya
hanya tuduhan tidak berdasarkan fakta dan merupakan fitnah. Kampanye hitam
biasanya tidak memiliki dasar dan fakta, fitnah dan tidak relevan diungkapkan
terkait parpol maupun tokoh. Sementara kampanye negatif, adalah pengungkapan
fakta kekurangan mengenai suatu calon atau partai. Kampanye negatif biasanya
berisi pengungkapan fakta yang disampaikan secara jujur dan relevan menyangkut
kekurangan suatu calon atau partai. Sedangkan kampanye hitam berisi tuduhan
dan cenderung merusak demokrasi," ujar Agung, (Republika, Senin 7 April 2014).
Salah satu contoh konkrit yang saya dapatkan mengenai kampanye yang
sifatnya menyudutkan ini seperti pada iklan partai Golkar

dalam salah satu

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

5

stasiun televisi swasta Indonesia. Kampanye tersebut berbunyi “ Biarlah langit
tetap membiru, tetapi lihatlah padi disawah sudah mulai menguning sampai ke
pelosok desa”. Dalam iklan kampanye tersebut, Aburizal Bakrie yang menjabat
sebagai ketua umum partai Golkar menjadi aktor utama yang menyampaikan
kampanye partai politiknya.
Secara kasamata iklan tersebut terlihat dan terdengar hanya untuk
mempublikasi Aburizal Bakrie dan Golkar, tetapi jika ditelaah kembali, iklan
tersebut memiliki pesan atau maksud tertentu, misalnya ungkapan “Biarlah langit
tetap membiru” yang dimaksudkan untuk menyinggung partai Demokrat. Apa
yang ingin dikemukakan oleh ketua partai Golkar ini sengaja menggunakan
ungkapan agar tidak terkesan menyudutkan pihak lain.
Bahasa bukan hanya sekedar alat komunikasi tetapi ternyata memiliki
pengaruh atau efek yang besar bagi siapapun, termasuk bagi seseorang sedang
melakukan kampanye. Kekuatan bahasa itu sendiri dapat membuat orang lain
terpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung dari pemakaian bahasa itu
sendiri, meskipun informasi yang disampaikan tidak sesuai dengan fakta yang
ada. Bahasa juga sebagai media utama untuk mengajak semua orang dalam
melaksanakan maksud dan tujuan seseorang atau pihak-pihak tertentu.
Berdasarkan penemuan itu, saya merasa tertarik untuk mengkaji dan
menemukan bukti-bukti mengenai pelanggaran kesantunan berbahasa dalam
tuturan kampanye khususnya dalam bidang politik. Bentuk-bentuk pemakaian
bahasa yang kurang santun dalam kampanye negatif dan kampanye hitam ini
dapat menimbulkan efek bagi pihak tertentu, sehingga penggunaan bahasa

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

6

Indonesia itu sendiri, tidak dapat dimanfaatkan dengan baik sesuai fungsi dan
tujuannya. Penelitian yang akan

diteliti ini berjudul “Kampanye negatif dan

kampanye hitam pemilihan umum 2014 di media sebagai bentuk pelanggaran
prinsip kesantunan berbahasa” dan peneliti sangat mengharapkan bagi siapa saja
yang membaca penelitian ini untuk menggunakan bahasa yang lebih santun saat
menyampaikan maksud dan tujuan pembicaraan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan rumusan
masalah penelitian ini, yaitu:
1. Apa sajakah pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam kampanye
negatif dan kampanye hitam?
2. Apa maksud dari kampanye negatif dan kampanye hitam yang dipandang
sebagai bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa?

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam
kampanye negatif dan kampanye hitam
2. Mendeskripsikan maksud yang terkandung dalam kampanye negatif
dan kampanye hitam.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

7

1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai kampanye negatif dan kampanye hitam sebagai
bentuk pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa diharapkan memiliki manfaat
bagi yang membutuhkan. Oleh kerena itu, ada dua manfaat yang dapat diperoleh
dari penelitian ini, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan ilmu
pragmatik khususnya mengenai kesantunan berbahasa yang dilakukakan
oleh tokoh-tokoh publik saat berkampanye di depan publik. Dengan
memahami teori-teori yang terdapat dalam penelitian ini dapat diharapakan
sebagai referesi untuk menciptakan situasi komunikasi yang harmonis baik
bagi penutur maupun lawan tutur.

2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan

bagi para

tokoh publik ataupun para calon tokoh publik untuk untuk memperhatikan
tata cara berbahasa secara santun ketika mengungkapkan pesan, maksud,
dan informasi kepada masyarakat demi menunjang situasi komunikasi yang
harmonis dan terkendali. Penelitian ini juga diharapkan memberi tambahan
masukan dalam dunia pendidikan khususnya bagi para pengajar bahasa
maupun ilmu lainya untuk selalu aktif berbagi ilmu mengenai kesantunan
berbahasa agar kelak para pembelajar mampu menggunakan bahasa secara
santun dimanapun mereka berada.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

8

1.5 Batasan Istilah
Batasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini tidak lepas dari teori
kesantunan berbahasa yang dikaji dalam pragmatik dan teori mengenai kampanye
maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut:
1. Pragmatik
Pragmatik

merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan

mendalami apa saja yang termasuk dalam struktur bahasa sebagai alat
komunikasi dan interaksi antar si penutur dan mitra tutur serta sebagai
pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguyistik atau luar
bahasa (Rahardi, 2003:10).
2. Prinsip Kerja Sama
Prinsip yang memberikan kontribusi bagi penutur dalam percakapan sesuai
dengan kebutuhan, pada tingkat dimana percakapan tersebut berlangsung,
sesuai dengan maksud dan tujuan dimana penutur terlibat (Nadar, 2009:
24)
3. Prinsip Kesantunan Berbahasa
Prinsip yang dapat menjawab pertanyaan mengapa dalam suatu pertuturan,
peserta tutur cendrung menggunakan cara yang tidak langsung untuk
menyataka apa yang mereka maksudkan (Nadar, 2009: 28)

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

9

4. Muka Positif
Kebutuhan untuk dapat diterima, jika mungkin disukai orang lain
diperlakukan sebagai anggota dari kelompok yang sama dan mengetahui
bahwa keinginannya dimiliki bersama dengan lainnya (Yule, 2006: 107)
5. Muka Negatif
Kebutuhan untuk merdeka, memiliki kebebasan bertindak dan tidak
tertekan oleh orang lain (Yule, 2006: 107).
6. Konteks
situasi lingkungan dalam arti luas yang memungkinkan peserta pertuturan
untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat
dipahami (Mey 1993:38)
7. Kampanye
Serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk
menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan
secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu (Venus, 2004:7)
8. Kampanye Negatif
Kampanye melalui peyampaian pesan dengan menjelek-jelekan
lawan,

sering

disebut

colloquially

atau

mengolok-olok

lawan

(mudslinging). Untuk memenangkan kampanye, para pihak kampanye
menghindari hal-hal positif dari lawan lalu mengungkapkan hal-hal negatif
seperti mengkritik kebijakan atau program-program lawan bahkan
menyerang pribadi atau kelompok lawan yang diungkapkan secara
mengolok-olok (Liliweri, 2011:716)

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

10

9. Kampanye hitam
Kampanye dengan cara menjelek-jelekkan lawan Politik (Kamus Besar
bahasa Indonesia Edisi Keempat, 2008)

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Bab ini akan menguraikan tentang (1) penelitian yang relevan (2) kerangka
teori dan (3) kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi penelitianpenelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Kerangka teori akan diuraikan
mengenai beberapa teori yang mendukung penelitian, antara lain teori bahasa,
teori pragmatik mengenai kesantunan berbahasa, teori politik, teori kampanye
dan teori propaganda. Kerangka berpikir berisi uraian peneliti dalam mengkaji
penelitian ini.

1.1 Penelitian yang Relevan
Penelitian mengenai kampanye hitam sebagai pelanggaran kesantunan
berbahasa diranah pendidikan yang diketahui oleh peneliti, belum pernah
dilakukan. Namun, terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian
ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh M.T. Oktaviani Pratiwi (2010), Yosephin
Rani Hapsari (2011) dan A.S. Joko Sukoco (2002)
Penelitian M.T. Oktaviani Pratiwi yang berjudul “Kesantunan Berbahasa
Elit Politik Dalam Tayangan Di Metro TV: Today’s Dialog and Save Nation”
mempunyai rumusan masalah sebagai berikut : (1) Bagaimana bentuk
pelanggaran prinsip kesantunan berbahasa dalam tuturan elit politik di Metro TV
pada acara “Today’s Dialog and Save Nation”?, (2) Bagaiman bentuk tuturan
yang tidak santun yang dilakukan elit politik di Metro TV pada acara “Today’s

11

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

12

Dialog and Save Nation”?, (3) Bagaiman bentuk tuturan yang santun yang
dilakukan elit politik di Metro TV pada acara “Today’s Dialog and Save
Nation”?, (4) Bagaimana indicator tuturan yang santun pada tuturan elit politik di
Metro TV pada acara “Today’s Dialog and Save Nation”?, (5) bagaimana kaidah
kesantunan berbahasa yang dilakukan oleh elit politik di Metro TV pada acara
“Today’s Dialog and Save Nation”?, (6) Bagaimanakan kesantunan berbahasa
elit politik ketika berbicara di televisi ?
Penelitian tersebut memiliki kesimpulan bahwa kesantunan berbahasa
seseorang tidak ditentukan oleh jabatan ataupun kedudukan. Kesimpulan
penelitian ini juga bertentang dengan penapat Brown dan Levinson yang
menyatakan bahwa semakin tinggi jabatan seseorang atau kedudukan seseorang,
maka semakin santunlah bahasanya. Penelitian ini melihat bahwa sebagian elit
politik masih menggunakan bahasa yang tidak santun.
Penelitian relevan yang kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh
Yosephin Rani Hapsari yang berjudul “Maksud dan Informasi dalam Wacana
Poster Kampanye Calon Legislatif Di Jalan Lingkar Utara, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta”. Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini
adalah (1) Bagaimana pengungkapan maksud yang terkandung dalam wacana
poster kampanye calon legislatif

di Jalan Lingkar Utara, Sleman, Daerah

Istimewa Yogyakarta pada bulan februari sampai maret 2009?, dan (2)
Bagaimana pengungkapan informasi

yang terkandung dalam wacana poster

kampanye calon legislatif di Jalan Lingkar Utara, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta pada bulan februari sampai maret 2009?.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

13

Dari hasil penelitian tersebut, Yosephin Rani Hapsari mendapat
kesimpulan bahwa pengungkapan maksud yang terkandung dalam wacana poster
kampanye calon legislatif di Jalan Lingkar Utara, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta pada bulan Februari sampai Maret 2009 meliputi maksud tuturan
mengingatkan, mengajak, memperingatkan, menyindir, memohon, membuktikan,
dan meyakinkan publik. Kedelapan maksud tersebut berpusat pada maksud yang
sama yaitu mempengaruhi khalayak umum untuk mencontreng calon legislatif
yang mereka pilih. Sedangkan pengungkapan informasi sebenarnya mengenai
calon legislatif itu sendiri yakni berupa identitas calon legislatif dan identitas
partai calon legislatif.
Penelitian relevan yang ketiga adalah penelitian yang berjudul “Penanda
Lingual Kesantunan Berbahasa Indonesia dalam bentuk Tuturan Imperatif” yang
ditulis oleh A.S. Joko Sukoco. Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan dan
mengidentifikasi cirri-ciri setiap jenis penanda lingual bentuk tuturan imperiatif
dalam bahasa Indonesia dan (2) mendeskripsikan tingkat kesantunan pemakaian
tuturan imperiatif dalam bahasa Indonesia.
Dari hasil penelitian, Joko Sukoco mendapatkan hasil bahwa, Pertama
tuturan imperiatif berdasarkan makna komunikasinya terbagi menjadi tuturan
imperiatif larangan, tuturan imperiatif permintaan dan tuturan imperiatif ajakan.
Tuturan tersebut ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Kedua unsureunsur seperti panjang pendeknya tuturan, urutan tuturan , intonasi tuturan dan
isyarat kinestik berperan dalam menentukan

kesantunan berbahasa. Ketiga

kesantunan berbahasa dalam bentuk tuturan imperiatif dapat diwujudkan melalui

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

14

pemakaian penanda lingual. Keempat pemakaian tuturan imperiatif yang santun
berimplikasi pada terbentuknya tutur kata dan perilaku peserta tuturan yang baik
sehingga dapat menjadi manusia yang berbudi luhur dan humanis.
Dari ketiga penelitian tersebut, terdapat persamaan dan perbedaan.
Persamaanya yaitu, penelitian yang dilakukan oleh Oktaviani Pratiwi dan Joko
Sukoco meneliti tentang kesantunan berbahasa dari para elit politik disebuah
acara televisi dan kesantunan berbahasa dalam bentuk tuturan imperiatif.
Begitupula dengan penelitian Yosephin Rani Hapsari yang meneliti maksud dari
poster kampanye pemilu calon legislatif. Akan tetapi ketiga penelitian tersebut
memiliki perbedaan dengan penelitian ini yaitu, rumusan masalah penelitian
yakni untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk kampanye hitam yang melanggar
kesantunan berbahasa.

1.2 Kerangka Teori
2.2.1 Pragmatik
Pragmatik

merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari dan

mendalami apa saja yang termasuk dalam struktur bahasa sebagai alat
komunikasi dan interaksi antar si penutur dan mitra tutur serta sebagai pengacuan
tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa (Rahardi,
2003:10).

Leech (1981) menyatakan bahwa fonologi, sintaksi dan semantik

merupakan bagian dari tata bahasa atau gramatika, sedangkan pragmatik pada
hakikatnya merupakan bagian atau penggunaan tata bahasa atau gramtika itu
dalam aktivitas komunikasi yang sesungguhnya (language use). Selain Leech,

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

15

Levinson (1983) mendefinisikan sosok pragmatik sebagai studi perihal ilmu
bahasa yang mempelajari relasi-relasi antar bahasa dengan konteks tuturannya.
Kontek tuturan yang dimaksud telah tergramatisasi dan terkondifikasikan
sedemikian rupa sehingga sama sekali tidak dapat dilepaskan begitu saja dari
struktur kebahasaannya.
Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Pendekatan ini perlu
menyelidiki bagaimana cara pendengar dapat menyimpulkan tentang apa yang
dituturkan agar dapat sampai pada suatu interpretasi makna yang dimaksudkan
oleh penutur. Tipe studi ini mengali betapa banyak sesuatu yang tidak dikatakan,
ternyata menjadi bagian yang disampaikan. Kita boleh mengatakan bahwa studi
ini adalah studi pencarian makna tersamar. Jadi, pragmatik adalah studi tentang
bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada yang dituturkan (Yule,
2006:4). Manfaat belajar dari pragmatik ialah bahwa seseorang dapat bertutur
ka t a

tentang makna yang dimaksudkan orang, asumsi mereka, maksud dan

tujuan mereka, dan jenis-jenis tindakan (misalnya: permohonan) yang mereka
perlihatkan ketika mereka sedang berbicara. Definisi mengenai pragmatik,
hampir

semua bermuara pada pendapat bahwa pragmatik mengkaji bahasa

sebagaimana digunakan dalam konteks tertentu.
Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik yang telah
disepakati, yaitu (1), praanggapan (presupposition) (2) tindak tutur, (3)
implikatur, dan (4) dieksis. Levinson (dikutif Nababan, 1987:48) memberikan
konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai
suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

16

tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna. George Yule (2006:43)
menyatakan bahwa praanggapan adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur
sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan.
Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak tutur (speech act)
adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara
diketahui pendengar (Kridalaksana, 1984:154). Menurut pendapat Austin
(dikutip Chaer dan Leonie Agustina, 1995:68-69) merumuskan adanya tiga jenis
tindak tutur, yaitu tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Tindak tutur
juga diklasifikasikan menjadi 5 jenis fungsi umum, yaitu deklaratif, representatif,
ekspresif, direktif, dan komisif (Yule, 2006:92–94)
Makna tersirat (implied meaning) atau implikatur adalah makna atau pesan
yang tersirat dalam ungkapan lisan dan atau wacana tulis. Kata lain implikatur
adalah ungkapan secara tidak langsung yakni makna ungkapan tidak tercermin
dalam kosa kata secara literal (Ihsan, 2011:93). Didalam implikatur, hubungan
antara tuturan yang sesungguhnya dengan maksud tertentu yang tidak dituturkan
bersifat tidak mutlak (unnecessary consequence). Jadi, di dalam sosok implikatur
hubungan proposisi dengan tuturan-tuturan yang mengimplikasikannya itu tidak
bersifat mutlak harus ada (Rahardi, 2003:85).
Deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal
yang mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukan’
melalui bahasa.

Bentuk linguistik

yang dipakai untuk menyelesaikan

‘penunjukan’ disebut ungkapan deiksis. Ketika Anda menunjuk objek asing dan
bertanya, “Apa itu?”, maka Anda menggunakan ungkapan deiksis “itu” untuk

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

17

menunjuk sesuatu dalam suatu konteks secara tiba-tiba (Yule, 2006:13). Terdapat
tiga jenis dieksis, yakni dieksis persona, dieksis tempat, dan dieksis waktu.

2.2.2 Kesantunan Berbahasa
Setiap orang seharusnya berbahasa dengan santun. Dengan berbahasa
secara santun, seseorang mampu menjaga harkat dan martabat dirinya dan
menghormati orang lain. Menjaga harkat dan martabat diri adalah substantsi dari
kesantunan sedangkan menghormati orang lain bersifat perlokutif (Pranowo,
2012; 1). Berbahasa dan berprilaku secara santun bukan sekedar kewajiban
tetapi merupakan kebutuhan setiap orang. Seseorang berbahasa dan berprilaku
santun sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi diri. Berbahasa
dan berprilaku secara santun dapat juga untuk menjaga kehormatan dan
martabat diri sendiri dengan maksud agar orang lain juga mau menghargainya.
Brown dan Levinson (1987) mengungkapkan bahwa kesantunan berbahasa
merupakan ekspresi penutur untuk mengurangi ancaman muka pada mitra tutur.
Cara berbahasa yang santun dapat dilihat dari pemakaian bahasa dan
setidaknya terdiri dari dua hal, yaitu diksi (pilihan kata) dan gaya bahasa.
Pilihan kata seseorang dapat menjadi penentu santun-tidaknya bahasa yang
digunakan seseorang. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian
kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga
dapat efek tertentu pada mitra tutur. Setiap kata, disamping memiliki makna
tertentu juga memiliki daya (kekuatan). Selain itu, kesanggupan menggunakan
gaya

bahasa,

seorang

dapat

terlihat

tingkat

kesantunannya

dalam

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

18

berkomunikasi. Gaya bahasa bukan sekedar mengefektifkan maksud pemakaian
bahasa, tetapi juga memperlihatkan keindahan tuturan dan kehalusan budi
bahasa penutur.
Kebiasaan berkomunikasi yang baik, benar, dan santun dalam lingkungan
kehidupan seseorang akan menghasilkan prilaku berbahasa yang baik, benar dan
santun pada diri seseorang ketika ia mengekspresikan gagasan dan perasaannya.
Misalnya seorang anak yang sudah terbiasa dididik dengan menggunakan
bahasa yang santun, halus, dan baik. Ketika ia berkomunikasi dengan orang lain
di luar rumah, ia juga akan berbahasa santun, halus, dan baik. Sebaliknya,
kebiasaan berkomunikasi yang buruk dan tidak sopan akan menghasilkan
prilaku berbahasa yang buruk pula dalam diri seseorang. Misalnya jika
seseorang sudah terbiasa mendapatkan pajanan bahasa yang buruk, ketika
mengekspresikan gagasan dan perasaannya pun juga buruk dan tidak santun.
Kebiasaan menggunakan bahasa keras, kasar, dan tidak santun ternyata
tidak hanya digunakan dengan bahasa verbal, melainkan juga menggunakan
bahasa non-verbal. Ketidaksantunan berbahasa secara non-verbal dapat dilihat
dalam bentuk prilaku seseorang. Kesantunan berbahasa Indonesia bukan hanya
dapat menghaluskan pemakaian BI, tetapi juga dapat menghaluskan budi dan
prilaku pemakainya. Semakain santun pemakaian bahasa seseorang, akan
semakin halus watak dan kepribadian seseorang.

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

19

2.2.2.1 Prinsip Kerja sama Grice
Dalam berkomunikasi, Grice (1975) mengajukan empat kaidah agar tuturan
menjadi lebih santun yaitu: (1) maksim kuantitas, (2) maksim kualitas, (3)
m