T1 802010126 Full text

HUBUNGAN ANTARA KEBERMAKNAAN HIDUP DENGAN
PSYCHOLOGICAL WELL-BEING (PWB) PADA SISWA SMA
NEGERI 5 HALMAHERA UTARA

OLEH
EFA SARI A. HIBORANG
80 2010 126

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014

ABSTRACT
The type of this research is a correlational research which aims to know the

significance of the relationship between the meaningfulness of life with the
psychological well-being of high school student state 5 Northern Halmahera. Far this
research, 70 students were taken as sample that was done using random sampling
technique. The research method used in data collection that the meaningfulness of life
scale compiled by the authors based on the categories that were dictated by Frankl, to
the measure the meaningfulness of life perceived by he student and the scale of
psychological well-being (PWB) drafted by (Ryff, 1995). Based on dimension and then
I use as a gauge to measure the psychological well-being of students, The research also
used product moment correlation coefficient (r) 0,512 with P 0,05. Variabel kebermaknaan hidup memiliki
nilai K-S-Z sebesar 1,195 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar
0,115 (p > 0.05). Oleh karena nilai signifikansi p>0,05, maka distribusi data
kebermaknaan hidup berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel
psychological well-being(PWB) yang memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,704
dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,704. Dengan demikian data
kebermaknaan hidup juga berdistribusi normal.

Uji Linearitas

Tabel 4.7: Hasil Uji Linearitas Kebermaknaan Hidup dengan Psychological
well-being(PWB)

(Combined)
Linearity

ANOVA Table
Sum of Squares
3386.469

Df
Mean Square
30
112.882

F
3.006

Sig.
.001

1269.893 33.815


.000

1269.893

1

2116.576

29

72.985

Within Groups

1464.617

39

37.554


Total

4851.086

69

Between Groups
Deviation from
Linearity

1.943

Dari hasil uji linieritas, maka diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,1943 (p >
0,05) dengan sig 0,127 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antara
kebermaknaan hidup dengan psychological well-being (PWB) adalah linier
(lampiran F).
Analisis Korelasi
Tabel 4.8:. Hasil Uji Korelasi antara Kebermaknaan Hidup dengan
Psychologial well-being (PWB)


Pearson Correlation
PWB

Kebermaknaan Hidup

Sig. (1-tailed)
N
Pearson Correlation

MIL

Correlations
Psychological wellbeing
1

Sig. (1-tailed)

**

.512


.000
70
**
.512

70
1

.000

N
70
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

70

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasii diperoleh koefisien korelasi
antara kebermaknaan hidup dengan psychological well-being(PWB) sebesar
0,512 dengan sig. = 0,000 (p < 0.05) yang berarti ada hubungan yang positif

dan signifikan antara kebermaknaan hidup dengan psychological wellbeing(PWB)). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kebermaknaan
hidup, maka semakin tinggi pula psychological well-being(PWB).

.127

PEMBAHASAN
Dari perhitungan uji korelasi antara variabel kebermaknaan hidup dengan
psychological well-being(PWB) siswa, didapatkan hubungan positif

dan

signifikan antara kedua variabel tersebut dengan besar korelasi 0,512. Artinya,
semakin tinggi makna hidup siswa, semakin tinggi pula psychological wellbeing (PWB), begitu pula sebaliknya semakin tinggi psychological well-being
(PWB), maka semakin tinggi makna hidupnya. Dengan begitu kebermaknaan
hidup mempunyai peran terhadap munculnya psychological well-being(PWB)
siswa. Hal ini menunjukan bahwa kebermaknaan hidup dalam kategori tinggi
mempengaruhi psychological well-being(PWB) pada siswa SMA Negeri 5
Halmahera Utara. Dengan memberikan kontribusi terhadap psychological wellbeing(PWB) sebesar 26,21% dan sisanya sebesar 73,8% yang dipengaruhi oleh
faktor lain di luar kebermaknaan hidup yang dapat berpengaruh pada
psychological well-being(PWB).

Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa faktor yang mungkin
menyebabkan kebermaknaan hidup memiliki hubungan positif dengan
psychological

well-being

(PWB).

Faktor-faktor

tersebut

antara

lain:

kebermaknaan hidup adalah sebagai keadaan yang menunjukan sejauhmana
seseorang telah mengalami dan menghayati kepentingan keberadaan hidupnya
menurut sudut pandang dirinya sendiri. (Frankl, 2003).
Hal ini mungkin mengacu siswa untuk berkarya, bekerja, mencipta serta

melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung
jawab. Melalui karya dan kerja kita dapat menemukan arti hidup dan menghayati
kehidupan secara bermakna. Memberi pedoman dan arah terhadap kegiatan

kegiatan yang dilakukan sehingga kebermaknaan hidup seakan-akan menantang
dan mengundang seseorang untuk memenuhinya. Begitu kebermaknaan hidup
ditemukan dan tujuan hidup ditentukan, maka seseorang seakan-akan terpanggil
untuk melaksanakan dan memenuhinya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya
pun menjadi lebih terarah.
Faktor kedua, makna hidup yaitu Keyakinan dan penghayatan akan nilainilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan serta cinta
kasih. Menghayati dan meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti
hidupnya. Cinta kasih dapat menjadikan pula seseorang menghayati perasaan
berarti dalam hidupnya. Dengan mencintai dan merasa dicintai, seseorang akan
merasakan hidupnya penuh dengan pengalaman hidup yang membahagiakan.
Faktor ketiga, yaitu Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan
keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti
sakit yang tidak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah
segala upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal.
Kebermaknaan hidup itu spesifik dan konkrit kebermaknaan hidup dapat
ditemukan dalam pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari dan tidak harus

selalu dikaitkan dengan tujuan-tujuan idealistis, prestasi-prestasi akademis yang
tinggi, atau hasil-hasil renungan filosofis yang kreatif. Hal ini memungkinkan
psychological well-being (PWB) siswa tinggi. Hal ini menunjukan bahwa siswa
memiliki sikap positif untuk mengenali dan menerimah berbagai aspek dalam
dirinya, baik yang positif maupun yang negatif, serta memliki perasaan positif
terhadap kehidupan masa lalunya, sehingga ia bisa menjadi mandiri, yang dapat
menentukan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dan lebih suka untuk

mengevaluasi dirinya sendiri daripada meminta persetujuan dari orang lain
untuk mendukung apa yang ia lakukan. Siswa yang memiliki penguasaan
lingkungan adalah orang yang memiliki kemampuan dan kompetensi untuk
mengatur lingkungannya. (Ryff, 1995).
Berikut ini adalah beberapa hasil-hasil penelitian yang mendukung penelitian
ini, yaitu (Shek, 1992) melalukan sebuah penelitian terhadap siswa sekolah
menengah di Cina menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara kebermaknaan hidup dengan psychological well-being (PWB). (Zika
Chamberlain, 1997, Recker Peock & Wong 1987), juga menunjukan hasil yang
sama saat meneliti tentang kebermaknaan hidup dengan psychological wellbeing (PWB) pada siswa remaja yaitu mempunyai hubungan yang positif
signifikan antara makna hidup dengan psychological well-being (PWB. Dari
hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kebermaknaan

hidup maka semakin tinggi pula psychological well-being (PWB.)
Berdasarkan kategorisasi data empirik variabel kebermaknaan hidup, dengan
mean 74,01 dan standar deviasi sebesar 9.168 diketahui bahwa terdapat 43 siswa
memiliki tingkat kategori kebermaknaan hidup yang sangat tinggi dengan
persentase 61,43%, 20 siswa memiliki tingkat kategori tinggi dengan persentase
28,57%, 6 siswa memiliki tingkat kategori sedang dengan persentase 8,57%, 1
siswa memiliki tingkat kategori rendah dengan persentase 1,43% dan tidak ada
siswa yang memiliki kebermaknaan hidup dalam kategori sangat rendah.
Sedangkan berdasarkan kategorisasi data empiric, variabel psychological wellbeing (PWB) mean 67,01 dan standar deviasi sebesar 8,385 diketahui bahwa
terdapat ada 10 siswa yang memiliki kategori sangat tinggi dengan persentase

14,29%, 44 siswa memiliki tingkat kategori tinggi dengan persentase 62,85%,
15 siswa dalam kategori sedang dengan persentase 21,43%, 1 siswa dalam
kategori rendah dengan persentase 1,43%, dan tidak ada siswa yang berada
dalam kategori sangat rendah.
Dari hasil kajian penelitian di atas menunjukkan bahwa sebagian besar
siswa-siswa di SMA Negeri 5 Halmahera Utara memiliki kebermaknaan hidup
yang tinggi sehingga psychological well-being (PWB) juga tinggi. Hal tersebut
menunjukkan bahwa makna hidup dengan psychological well-being (PWB)
memiliki hubungan yang positif signifikan.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat
ditarik suatu kesimpulan sebagi berikut:
1. Ada hubungan positif dan signifikan antara variabel makna hidup dengan
psychological well-being (PWB) di SMA Negeri 5 Halmahera Utara. Makna
hidup memberikan kontribusi pada psychological well-being (PWB) sebesar
26,21% dan sisanya sebesar 73,8% yang dipengaruhi oleh faktor lain.
2.

Sebagian besar siswa memiliki kebermaknaan hidup dengan kriteria tinggi
dengan persentase 62,85%, dan tinggi pada psychological well-being (PWB)
dengan persentase sebesar 28,57%.

B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang ada, maka peneliti mengajukan saran
kepada beberapa pihak, sebagai berikut:

1. Orang Tua
a. Hubungan makna hidup dengan psychological well-being (PWB) siswa
memiliki nilai yang positif dan signifikan dalam penelitian ini. Dengan
demikian, diharapakan orang tua diminta untuk lebih memperhatikan lagi
makna hidup anak sehingga dapat membantu anak mencapai tujuan yang
diinginkan.
b. Hubungan antara kebermaknaan hidup dengan psychological well-being
(PWB) dalam penelitian terbukti memiliki hubungan yang positif signifikan.
Selanjutnya

orang

memperhatikan

tua

anak

diharapkan

supaya

anak

untuk
akan

dapat
lebih

mempertahankan
baik

dan

dapat

bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.
2. Peneliti selanjutnya
a. Penelitian ini diharpakan dapat dikembangkan, sehingga tidak hanya
variabel kebermaknaan hidup yang memengaruhi psychological well-being
(PWB). Akan tetapi, hendaknya dapat dikembangkan ke variabel-variabel
lainya. Dengan demikian dapat ditemukan dan dibuktikan variabel lain yang
mempengaruhi psychological well-being (PWB)
b. Diharapkan

pada

penelitian

selanjutnya

populasi

dapat

diperluas.

Selanjutnya, dapat juga melakukan subjek penelitian yang lain atau sekolah
yang berbeda tetapi variabel yang sama. Dengan demikian, dapat diketahui
sejauh mana psychological well-being (PWB) yang di miliki oleh sekolah
lain. Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat
kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis seperti penentuan
sampel yang tidak maksimal, karena dalam wawancara awal yang dilakukan

penulis dengan pihak sekolah, yang dimana didapati bahwa psychological
well-being (PWB) siswa itu kurang secara keseluruhan dari kelas X sampai
kelas XII, sehingga penentuan sampelnya diwakilkan hanya kelas XI dan
kelas XII, sehingga nampak keterlibatan kelas X dalam penelitian ini tidak
ada.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. (edisi revisi).
Jakarta: Rineka Cipta
Anggriani, N. (2006). Motif sosial dan kebermaknaan hidup remaja pangaralam.
Psikologika, jurnal pemikiran dan penelitian psikologi
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bastman, H. D. (1995). Integrasi Psikologi dengan islam. Yogyakrta : Asin Sedar.
-------, (1996). Meraih Hidup Bermakna, kisah pribadi dengan Pengalaman Tragis.
Jakarta: Paramadina
-------, (2007). Logoterapi: Psikologi untuk menemukan makna hidup dan meraih hidup
bermakna. Jakarta: PT. Raja grafindo persada.
Cozby, P. C. (2009). Methods in behavioral research. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Diener, E. (2000) . Subjevtive well being: The science of happiness and a proposal for a
national indeks. American Psychologist. 55, 34-43.
Edwards, S. (2006). Physical exercise and psychological well-being. South African
Journal of Psychology, 36(2). 357- 373.
Frankl, V. E. (2003). Logoterapi: Terapi psikologi melalui pemaknaan eksistensi.
Penerjemah : Murtadlo. Yogyakarta.
Grossi, E., Blessi, G. T., Sacoo, P. L., & Buscema, M. (2012). The interaction between
culture, health and psychological well-being: Data mining from the Italian
culture and well-being project. J Happiness Study, 13. 129- 148, doi: 10.
1007/s10902-011-9254-x.
Hadi, S. (2004). Metodologi research. Yogyakarta: Andi Ofset.

Nurgiyantoro, Gunawan, & Marzuki. (2009). Statistik terapan: untuk penelitian ilmuilmu sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Ryff, C. D. (1989) Happiness is everything, or is it? Eksploration on the meaning of
psychological well-being. Journal of personality and social psychology, 57 (6),
1069-1081.
-------, & Keyes, C. L. M. (1995). The structure of psychological well- being revised.
Jounal of personality and social psychology 69 (4), 719-727
Santrock, J.W. (2007) Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama.
Santrock, J. (2002). Life-Span development Perkembangan Masa Hidup (Jilid 1). Alih
bahasa Juda Damanik Jakarta: Erlangga
Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif, kualitatif,
dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Syek, D. (1992) Meaning in life and psychological well being: an empirical study
using the Chinese version of the purpose in life questionnaire. Journal of
Genetic psychology, 158, 147-479.