T1 802012068 Full text

HUBUNGAN ANTARA LONELINESS DENGAN GAME ADDICTION
PADA REMAJA DI SALATIGA

OLEH :
ALOYSIUS DEAN EZRANANTA
802012068

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIS


Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang
bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Don Esa Aldiano
NIM
: 802012039
Program Studi
: Psikologi
Fakultas
: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
JenisKarya
: Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW
hal bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty freeright) atas karya ilmiah saya
berjudul:
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN KECEMASAN BERBICARA
DI DEPAN UMUM (PUBLIC SPEAKING ANXIETY) PADA MAHASISWA
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan, mengalih
media/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan

mempublikasikan tugasakhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di: Salatiga
Pada tanggal: 30 Agustus 2016
Yang menyatakan,

Don Esa Aldiano

Mengetahui,
Pembimbing

Rudangta Arianti Sembiring, M.Psi

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama


: Don Esa Aldiano

NIM

: 802012039

Program studi : Psikologi
Fakultas

: Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul:
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN KECEMASAN BERBICARA
DI DEPAN UMUM (PUBLIC SPEAKING ANXIETY) PADA MAHASISWA
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Yang dibimbing oleh:
Rudangta Arianti Sembiring, M.Psi
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Di dalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau
gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk

rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya
sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya.

Salatiga, 30 Agustus 2016
Yang memberi pernyataan,

Don Esa Aldiano

LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN KECEMASAN BERBICARA
DI DEPAN UMUM (PUBLIC SPEAKING ANXIETY) PADA MAHASISWA
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
Oleh
Don Esa Aldiano
802012039

TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal 30 Agustus 2016

Oleh
Pembimbing

Rudangta Arianti Sembiring, M.Psi
Diketahui oleh,

Disahkan oleh,

Kaprogdi

Dekan

Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.

Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA.

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016


HUBUNGAN ANTARA LONELINESS DENGAN GAME
ADDICTION PADA REMAJA DI SALATIGA

ALOYSIUS DEAN EZRANANTA

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016

Abstrak
Peneitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Loneliness dan Game Addiction
pada remaja pengguna game online di Salatiga. Desain penelitian menggunakan
penelitian kuantitatif dengan metode

penelitian


korelasional

dan

menggunakan

karakteristik subjek remaja pengguna game online yang berusia 15-23 tahun.
Analisis hasil menggunakan analisi uji hasil dengan uji spearman menunjukan p =
0,879 > 0,005 Hasil uji korelasi tersebut memiliki arti bahwa tidak ada hubungan antara
Loneliness dan Game Addiction pada remaja pengguna game online di Salatiga.

Kata Kunci:Loneliness, Remaja, Game Online.

i

Abstract

This resear h’s o je ti e is to o ser e the relatio ship et ee Lo eli ess a d Ga e Addi tio
among teenage online gamers in Salatiga. The design applied in this research is
quantitative with correlational coefficient method and used teenage online gamers ranged

from age 15-23 as subject characteristic. The result is analyzed using normality test and
spear a

orrelatio test,

hi h does ’t sho

sig ifi a t relatio

et ee Lo eli ess a d

game addiction. Signification score result is p = 0.879, >0.05.The correlation result means there
is no relationship between Loneliness and Game Addiction among teenage online gamers in
Salatiga.

Keyword:Loneliness, Problematic Internet Use, Teenage, Online Game

ii

1


PENDAHULUAN

Masa remaja adalah masa periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak
dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan
sosioemosional (Santrock, 2007). Masa transisi ini terkadang membuat remaja kebingungan
akan situasi yang ia hadapi, apakah harus bertingkah laku seperti kanak-kanak ataukah harus
bertingkah laku seperti orang dewasa. Saat seorang individu memasuki masa remaja, biasanya
individu tersebut rentan akan pengaruh-pengaruh dari luar lingkungannya. Hal ini juga
dikatakan oleh Singgih (2008) bahwa remaja sangat mudah terpengaruh akan dunia luar.
Terlebih di jaman modern seperti sekarang perkembangan dan kecanggihan teknologi sudah
tak dapat dipungkiri.
Salah satu produk teknologi yang setiap waktu digemari dikalangan remaja saat
ini adalah games online. Keberadaan games online sebagai salah satu produk teknologi yang
memiliki manfaat sebagai hiburan tertentu saja tidak asing lagi. Seiring dengan pesatnya
perkembangan teknologi internet, game online juga mengalami perkembangan yang pesat
Game online

adalah game yang berbasis elektronik dan visual


(Rini, 2011). karena

perkembangannya yang pesat di tambah dengan kecanggihan teknologi membuatnya semakin
menarik perhatian oleh orang banyak, khususnya remaja sehingga penggunaan game online
pun meningkat tajam.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dalam risetnya mengenai
pengguna internet di Indonesia pada tahun 2013, menemukan bahwa jumlah pengguna
internet tumbuh signifikan hingga 22% dari 62 juta di tahun 2012 menjadi 74,57 juta di
tahun 2013. Lembaga riset Mark Plus Insight memperkirakan jumlah pengguna Internet di
Indonesia masih akan naik pada tahun 2015 hingga menembus angka 139 juta pengguna
atau naik 50% dari tahun 2012. Pengguna rata-rata menghabiskan waktu lebih dari tiga jam

2

dalam dunia maya, sehingga hal ini cukup potensial bagi berkembangnya industri game online
(www.apjii.or.id). Games online sendiri menempati peringkat ketujuh pada kategori
aplikasi internet yang paling banyak digunakan di

Indonesia setelah e-mail,


Instant

Messanger, situs jejaring sosial, search engine, berita online dan blog
Menurut Komang Budi Aryasa, Senior Manager Content Aggregation and Incubation
Telkom di Jakarta yang menyatakan bahwa berdasarkan data statistik, sejak tahun 2010
jumlah pemain game online di Indonesia terus mengalami pertumbuhan, bahkan tumbuh
melesat dibandingkan dengan negara-negara lain dengan kenaikan jumlah gamer sebanyak
33% setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri sebanyak 80% pemainnya berusia 15-25 tahun yang
berasal dari lima kota besar yaitu, Jakarta, Depok, Yogyakarta, Surabaya, dan Medan.
Fenomena kecanduan game remaja nekat mencuri sepeda motor di Salatiga, Jawa
Tengah, lantaran ketagihan bermain game online. Bahkan sebelum mencuri motor, mereka
sudah berkali-kali mencuri dan hasilnya selalu habis untuk bermain game. Kapolres Salatiga
AKBP Dwi Tunggal Jaladri, Senin 10 Februari 2014 mengatakan, kedua tersangka itu, RIM dan
GWS, saban hari menghabiskan waktu 6 jam untuk bermain game. Agar mereka tetap bisa
er ai , tak jara g
e uri sepeda

ereka

e uri. Kedua a ak i i telah puluhan kali mencuri, puncaknya

otor, kata Dwi. Dari hasil pe eriksaa , aksi

e uri sepeda

otor i i

berawal saat kedua anak ini melihat motor matik terparkir di depan teras rumah dengan kunci
terti ggal. Mereka pu

la gsu g

e ga

il. Nyaris tak

e gala i kesulita ,

kata ya.

Berhari-hari sepeda motor ini mereka pakai, termasuk untuk bermain game dan mencuri. Aksi
ini baru terbongkar setelah warga curiga terhadap RIM dan GWS yang menawarkan sepeda
motor, padahal mereka masih anak-anak. Karena janggal, warga kemudian melapor ke polisi.
Polisi pun menangkapnya. Dari pengakuan kedua tersangka, selain mencuri sepeda motor,

3

mereka juga pernah mencuri uang, handphone, sepeda onthel, bahkan uang di kotak masjid.
Semua uang ini habis untuk bermain game online.

Survei yang dilakukan oleh media analysis laboratory pada

tahun

1998

mengungkapkan bahwa pengguna online game terbanyak adalah remaja (Syahran, 2015). Hal
ini juga terlihat dari pengunjung rental online game yang didominasi oleh remaja SMP dan
SMA, berdasarkan uraian di atas hal ini didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan peneliti
di beberapa warung internet di BB net, bahwa rata-rata pengunjung yang datang adalah
kebanyakan adalah remaja laki-laki yang bermain game online, dan game online yang paling
banyak dan sering dipermainkan oleh remaja laki-laki adalah DOTA 2. Hal ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Yee (2006) bahwa kebanyakan pelajar yang bermain game
online kebanyakan dilakukan oleh remaja laki-laki. Imanuel dalam Gaol, 2012 mengungkapkan
bahwa sebagian besar responden yang kecanduan game online adalah laki-laki.

Ada banyak hal yang mempengaruhi laki-laki lebih dominan dibandingkan dengan
perempuan. Menurut Chou dan Tsai dalam Ricarda dan Marie (2011) laki-laki lebih banyak
bermain game online dibandingkan dengan perempuan, karena perempuan lebih menyukai
kegiatan lain seperti belanja atau ngobrol, sedangkan laki-laki lebih menyenangi kegiatan yang
agresif. Remaja laki-laki yang datang di warnet tersebut biasanya bermain game online kirakira 2-5 jam. Padahal seorang peneliti dari Tokyo’s Nihon University (2007) melakukan studi
tentang efek video game terhadap aktifitas otak, hasilnya menunjukkan terjadi penurunan
gelombang bheta pada kelompok yang bermain games selama 2-7 jam setiap hari.
Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa game online sangat popular bagi
kalangan remaja saat ini. Maraknya game online akhirnya membuat para remaja ingin terusmenerus memainkannya. Jika permainan game online dimainkan secara terus menerus
tanpa ada self control dari remaja tersebut akan menjadikan remaja kecanduan game

4

online (Dani dan Ngesti, 2014). Kecanduan games online. Kecanduan games online yang
dialami pada masa remaja, dapat mempengaruhi aspek sosial remaja dalam menjalani
kehidupan sehari-hari, karena banyaknya waktu yang dihabiskan di

dunia maya

mengakibatkan remaja kurang berinteraksi dengan orang lain dalam dunia nyata.
Namun, semakin popularnya games online tersebut, maka dampak negatifnya pun
semakin meningkat. Anderson dan Dill (2000), mengatakan bahwa semakin tinggi budaya
internet pada masyarakat di sebuah negara, maka negara tersebut akan menjadi tempat
ya g

su ur

agi pertu

uha kasus-kasus kecanduan yang tentunya akan menimbulkan

dampak negatif. Ada beberapa dampk negative yang ditimbulkan oleh game addiction
menurut Young (2007) yaitu isolasi sosial, kehilangan kontrol atas waktu dan mengalami
kesulitan dalam hal akademis, pendidikan sekolah, relasi sosial, pernikahan, finansial,
tampilan kerja, kesehatan, dan fungsi-fungsi kehidupan sehari-hari yang vital.
Selain dampak negatif yang telah disebutkan diatas, ternyata dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kecanduan game online ternyata telah mengarah ke kasus kriminal yang
dilakukan oleh remaja. Salah satunya yang terjadi di kawasan Sukoharjo dimana polisi
mengamankan empat remaja yang berusia 8-14 tahun yang kecanduan game online dimana
remaja tersebut nekat mencuri handphone untuk bisa bermain game online. Sama halnya yang
terjadi di Surakarta disampaikan langsung oleh Ketua Yayasan Sahabat Kapas, bahwa dalam
enam bulan terakhir ada tujuh anak yang melakukan pencurian agar mereka bisa bermain
game online (Aini, 2014).
Selain kasus pencurian, ternyata kecanduan game online juga menimbulkan
konsekuensi putus sekolah, munculnya permasalahan antar keluarga dan pertemanan (David
& Wiemer-Hasting, 2005).Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada berbagai macam

5

dampak negatife yang ditimbulkan oleh kecanduan game online yaitu, pencurian, konsekuensi
putus sekolah, permasalah antar keluarga dan pertemanan dan lain-lain.
Menurut Tokunaga dan Rains (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kecanduan game (game addiction) yaitu ; kecemasan sosial, loneliness, dan depression. Salah
satu factor yang disebutkan di atas yaitu loneliness atau kesepian.Kesepian adalah
ketidaknyamanan subjektif ketika hubungan menjadi kurang berpengaruh (Peplau, Sears and
Taylor, 1998). Sedangkan menurut Weiss (1979, dalam Cacioppo dan Hawkley, 2008)
mengatakan bahwa kesepian tidak disebabkan oleh kesendirian, namun disebabkan karena
tidak terpenuhinya kebutuhan akan hubungan atau rangkaian hubungan yang pasti, atau
karena tidak adanya tersedianya hubungan yang dibutuhkan oleh individu. Jadi, kesepian
adalah suatu kondisi dimana individu merasa tidak nyaman namun, bukan karena disebabkan
oleh kesendirian, namun tidak terpenuhinya suatu hubungan yang diharapkan atau tidak
adanya suatu hubungan dalam individu tersebut.
Kesepian yang dirasakan oleh remaja akhirnya membuat remaja mengatasi dan
mengalihkan kesepiannya dengan cara bermain game online. Penelitian yang dilakukan oleh
Prabowo (2012) menemukan bahwa semakin remaja yang bermain game online
mempersepsikan dirinya tidak diterima teman sebaya dan diikuti dengan perasaan
kesepian, maka semakin tinggi tingkat

kecanduannya

pada

game

online.

Hal ini

mempertegas bahwa fenomena kesepian dan kecanduan internet memang terjadi pada
remaja Indonesia. Hipotesis ada hubungan positif antara loneliness dengan game addiction.
Pengertian Game Addiction
Game adalah suatu program virtual yang dimainkan dengan peraturan di mana pemain
memiliki konflik buatan yang harus diselesaikan (Dogan, 2014). Berdasarkan Kamus InggrisIndonesia, kata addiction diterjemahkan sebagai kecanduan atau ketagihan (Salim, 1983). Dari

6

kedua pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa game addiction adalah ketagihan
memainkan program virtual dengan tujuan menyelesaikan konflik yang diberikan. Adapun
definisi gaming addiction dari Lemmens, Valkenburg, & Peter (2011a, p. 38), dalam Burnborg
(2013), adalah ketidakmampuan yang persisten dalam mengontrol perilaku bermain game
yang menyebabkan masalah masalah sosial dan masalah emosional bagi pelaku.
Ciri – ciri remaja yang games addiction
Berdasarkan sumber dari center for internet addiction recover, aqila smart (2010 : 23 –
30) mengemukakan bahwa anak yang kecanduan games online memiliki ciri – ciri sebagai
berikut:
1. Merasa terikat dengan game online (memikirkan mengenai aktivitas online pada saat
sedang offline atau mengharapkan sesi online berikutnya.
2. Memainkan game online dengan lama waktu lebih dari 14 jam perminggu dan hanya
memainkan satu jenis/tipe game saja. Bahkan lebih dari satu bulan masih tetap fokus
memainkan atau menggeluti game yang sama serta masih terus bermain meskipun
sudah tidak menikmati lagi.
3. Merasa kebutuhan bermain game online dengan jumlah waktu yang terus meningkat
untuk mencapai sebuah kegembiraan yang diharapkan.
4. Merasa gelisah, murung, depresi dan lekas marah ketika mencoba untuk mengurangi
atau menghentikan bermain game online.
5. Berbohong kepada anggota keluarga, terapis atau orang lain untuk menyembunyikan
seberapa jauh terlibat dengan game online.
6. Bermain game online adalah suatu cara untuk melarikan diri dari masalah – masalah
atau untuk mengurangi suatu kondisi perasaan yang menyusahkan (misal perasaan –

7

perasaan tidak beradaya, bersalah, cemas, depresi dan stres). Faktor yang
Mempengaruhi Remaja Kecanduan Game Online.
Indikator Game Addiction
Menurut Young (2009), ada beberapa tanda yang dapat dijadikan indikasi ketika
seseorang sudah kecanduan bermain game, yaitu :
1. Keasyikan bermain game. Seorang gamerakan terus memikirkan dan berfantasi
tentang game-nya meskipun ia sedang melakukan aktivitas lain. Ia seringkali
mengabaikan tugas sekolah atau kantor dan menjadikan aktivitas gaming sebagai
prioritasnya.
2. Menyembunyikan kegiatan gaming-nya. Maksudnya, seorang gamer addict akan rela
berbohong kepada orangtuanya ketika ia ditanya apa yang sedang dilakukan dengan
komputernya. Ia mengaku mengerjakan tugas tetapi sebenarnya sedang bermain
game.
3. Menarik diri dari keluarga dan teman-teman. Seorang gamer akan mengalami
perubahan kepribadian ketika ia semakin merasa ketagihan dengan game-nya. Ia lebih
memilih game sebagai hal yang lebih penting daripada menjalin hubungan dengan
orang-orang di sekitarnya.

Pengertian loneliness

8

Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith & Woodward,
1998) sebagai perasaan dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan dari kesenjangan
antara hubungan sosial yang diinginkan dan hubungan sosial yang dimiliki. Deaux, Dane &
Wrightsman (1993) menyimpulkan bahwa ada tiga elemen dari defenisi loneliness yang
dikemukakan oleh Peplau & Perlman, yaitu :
A. merupakan pengalaman subyektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi
sederhana.
B. Loneliness merupakan perasaan yang tidak menyenangkan.
C. secara umum merupakan hasil dari kurangnya/terhambatnya hubungan sosial.
Menurut Robert Weiss (dalam Santrock, 2003), loneliness merupakan reaksi dari
ketiadaan jenis-jenis tertentu dari hubungan. Loneliness terjadi ketika adanya ketidaksesuaian
antara apa yang diharapkan seseorang dan kenyataan dari kehidupan interpersonalnya,
sehingga seseorang menjadi sendiri dan kesepian (Burger, 1995). Selanjutnya, loneliness akan
disertai oleh berbagai macam emosi negatif seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan,
ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri (Anderson, 1994) dan malu (Jones, Carpenter
&Quintana, 1985). suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh adanya
perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain (Bruno, 2000).
Menurut Brehm & Kassin, loneliness adalah perasaan kurang memiliki hubungan sosial yang
diakibatkan ketidakpuasan dengan hubungan sosial yang ada (dalam Dayakisni & Hudaniah,
2003). Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loneliness
merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan disebabkan adanya ketidaksesuaian
antara hubungan sosial yang diharapkan dengan kenyataan kehidupan interpersonalnya akibat
terhambat atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki seseorang.
Jenis-jenis Loneliness

9

Weiss (dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk loneliness yang
berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda, yaitu
A. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk loneliness yang muncul
ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang dewasa yang
lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering mengalami lonelinessjenis
ini.
B. Isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk loneliness yang muncul ketika
seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya; tidak ikut
berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan,
minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peran-peran yang berarti; suatu bentuk
lonelinessyang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan, dan cemas.
Menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) loneliness dapat dibagi menjadi dua
bentuk berdasarkan durasi loneliness yang dialaminya, yaitu:
A. Transient loneliness yakni perasaan loneliness yang singkat dan muncul sesekali, yang
banyak dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup layak. Transient
loneliness menghabiskan waktu yang pendek dan fase, seperti ketika mendengarkan
sebuah lagu atau ekspresi yang mengingatkan pada seseorang yang dicintai yang telah
pergi jauh (Meer dalam Newman & Newman, 2006).
B. Transitional loneliness yakni ketika individu yang sebelumnya sudah merasa puas
dengan kehidupan sosialnya menjadi loneliness setelah mengalami gangguan dalam
jaringan sosialnya tersebut (misalnya meninggalnya orang yang dicintai, bercerai atau
pindah ke tempat baru).
C. Chronic loneliness adalah kondisi ketika individu merasa tidak dapat memiliki
kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka waktu tertentu.

10

Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan tidak dapat dihubungkan
dengan stressor yang spesifik. Orang yang mengalami chronic loneliness bisa saja
berada dalam kontak sosial namun tidak memperoleh tingkat intimasi dalam interaksi
tersebut dengan orang lain (Berg & Peplau, 1982). Sebaliknya, individu yang memiliki
kemampuan sosial tinggi, yaitu meliputi mampu bersahabat, kemampuan komunikasi,
kesesuaian perilaku nonverbal dan respon terhadap orang lain, memiliki sistem
dukungan sosial yang lebih baik dan tingkat kesepian yang rendah (Rokach, Bacanli &
Ramberan, 2000).
Penyebab Loneliness Menurut Brehm et al (2002) terdapat empat hal yang dapat
menyebabkan seseorang mengalami loneliness, yaitu :
A. Ketidakdekatan dalam hubungan yang dimiliki seseorang Menurut Brehm et al (2002)
hubungan seseorang yang tidak dekat akan menyebabkan seseorang tidak puas akan
hubungan yang dimiliki. Ada banyak alasan seseorang merasa tidak puas dengan
hubungan yang tidak dekat. Rubenstein dan Shaver (1982) menyimpulkan beberapa
alasan yang banyak dikemukakan oleh orang yang loneliness, yaitu sebagai berikut :
1. Being unattached; tidak memiliki pasangan, tidak memiliki partner seksual, berpisah
dengan pasangannya atau pacarnya.
2. Alienation; merasa berbeda, merasa tidak dimengerti, tidak dibutuhkan dan tidak
memiliki teman dekat.
3. Being Alone; pulang ke rumah tanpa ada yang menyambut, selalu sendiri.
4. Forced isolation; dikurung di dalam rumah, dirawat inap di rumah sakit, tidak bisa
kemana-mana.
5. Dislocation; jauh dari rumah (merantau), memulai pekerjaan atau sekolah baru, sering
pindah rumah, sering melakukan perjalanan (dalam Brehm et al, 2002). Dua kategori

11

pertama dapat dibedakan menurut tipe loneliness dari Weiss yaitu isolasi emosional
(being unattached) dan isolasi sosial (alienation). Kelima kategori ini juga dapat
dibedakan berdasarkan penyebabnya yaitu Utarabeing unattached, alienation dan
being alone disebabkan oleh karakteristik individu yang loneliness, sedangkanforced
isolation dan dislocation disebabkan oleh karakteristik orang-orang yang berada di
sekitar lingkungan individu yang merasa loneliness.
B. Terjadi perubahan terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan
Menurut Brehm et al (2002) loneliness juga dapat muncul karena terjadi perubahan
terhadap apa yang diinginkan seseorang dari suatu hubungan. Pada saat tertentu
hubungan sosial yang dimiliki seseorang cukup memuaskan. Sehingga orang tersebut
tidak mengalami loneliness. Tetapi di saat lain hubungan tersebut tidak lagi
memuaskan karena orang itu telah merubah apa yang diinginkannya dari hubungan
tersebut. Menurut Peplau (dalam Brehm et al, 2002), perubahan itu dapat munculdari
beberapa sumber yaitu :
1. Perubahan mood seseorang. Jenis hubungan yang diinginkan seseorang ketika sedang
senang berbeda dengan jenis hubungan yang diinginkan ketika sedang sedih. Bagi
beberapa orang akan cenderung membutuhkan orang tuanya ketika sedang senang
dan akan cenderung membutuhkan teman-temannya ketika sedang sedih.
2. Usia. Seiring dengan bertambahnya usia, perkembangan seseorang membawa
berbagai perubahan yang akan mempengaruhi harapan atau keinginan orang itu
terhadap suatu hubungan. Jenis persahabatan yang cukup memuaskan ketika
seseorang berusia 15 tahun mungkin tidak akan memuaskan orang tersebut saat
berusia 25 tahun.
3. Perubahan situasi. Banyak orang tidak mau menjalin hubungan emosional yang dekat
dengan orang lain ketika sedang membina karir. Namun, ketika karir sudah mapan

12

orang tersebut akan dihadapkan pada kebutuhan yang besar akan suatu hubungan
yang memiliki komitmen secara emosional. Brehm et al (2002) menyimpulkan bahwa
pemikiran, harapan dan keinginan seseorang terhadap hubungan yang dimiliki dapat
berubah. Jika hubungan yang dimiliki orang tersebut tidak ikut berubah sesuai dengan
pemikiran, harapan dan keinginannya maka orang itu akan mengalami loneliness.
C. Self-esteem Loneliness berhubungan dengan self-esteemyang rendah. Orang yang
memiliki self-esteem yang rendah cenderung merasa tidak nyaman pada situasi yang
beresiko secara sosial (misalnya berbicara didepan umum dan berada di kerumunan
orang yang tidak dikenal). Dalam keadaan seperti ini orang tersebut akan menghindari
kontak-kontak sosial tertentu secara terus menerus akibatnya akan mengalami
loneliness.
D. Perilaku interpersonal Perilaku interpersonal akan menentukan keberhasilan individu
dalam membangun hubungan yang diharapkan. Dibandingkan dengan orang yang
tidak mengalami loneliness, orang yang mengalami loneliness akan menilai orang lain
secara negatif, tidak begitu menyukai orang lain, tidak mempercayai orang lain,
menginterpretasikan tindakan dan intensi (kecenderungan untuk berperilaku) orang
lain secara negatif, dan cenderung memegang sikap-sikap yang bermusuhan. Orang
yang mengalami

loneliness cenderung terhambat dalam keterampilan sosial,

cenderung pasif bila dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami loneliness dan
ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat di depan umum. Orang yang mengalami
loneliness cenderung tidak responsif dan tidak sensitif secara sosial. Orang yang
mengalami loneliness juga cenderung lambat dalam membangun keintiman dalam
hubungan yang dimilikinya dengan orang lain. Perilaku ini akan membatasi
kesempatan orang itu untuk bersama dengan orang lain dan memiliki kontribusi

13

terhadap pola interaksi yang tidak memuaskan (Peplau & Perlman, Saks & Krupart,
dalam Brehm et al, 2002).
E. Atribusi penyebab Menurut pandangan Peplau dan Perlman (dalam Brehm et al, 2002)
perasaan loneliness muncul sebagai kombinasi dari adanya kesenjangan hubungan
sosial pada individu ditambahdengan atribusi penyebab. Atribusi penyebab dibagi atas
komponen internal-eksternal dan stabil-tidak stabil.
Dalam penelitian ini, aspek kesepian yang digunakan peneliti adalah aspek yang
dikemukakan oleh Russel (1996), yaitu: personality, social desirability, dan depression.
Adapun alasan peneliti menggunakan aspek- aspek tersebut karena aspek-aspek ini sering
digunakan oleh para peneliti untuk mengukur tingkat

kesepian

dalam

penelitian-

penelitian yang terkait dengan loneliness. Selain itu, aspek-aspek tersebut sejak tahun
1980 sampai tahun 1996 terus dikembangkan oleh para peneliti, dan menghasilkan alat
ukur kesepian yang memiliki konsistensi yang sangat bagus dengan nilai reliabilitas 0,96
(UCLA Version 3).
A. Kepribadian (Personality)
Karakteristik pada individu yang muncul dari sistem-sistem psikofisik yang
menentukan perilaku dan berpikir pada lingkungan sekitar. Dalam hal ini, individu
yang kesepian

dapat

dikarakteristikan

sesuai

dengan perilaku dan perasaan

kesehariannya.
B. Kepatutan sosial (Social desirability) Adanya keinginan sosial yang diharapkan
individu pada kehidupan di lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, individu ingin
mendapatkan penerimaan yang pada akhirnya berujung pada keinginan untuk
memperoleh pengakuan dari masyarakat sekitar.

14

C. Depresi (Depression) Suatu bentuk tekanan dalam diri yang mengakibatkan adanya
perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan yang disertai perasaan sedih,
kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada
meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata dan berkurangnya aktivitas.
METODOLOGI PENELITIAN
Variabel Penelitian
Variabel Terikat : Loneliness
Variabel Bebas : Game addiction

Partisipan
Subjek penelitian adalah remaja laki-laki dengan usia 15-23). Jumlah yang harus
dipenuhi sebagai sampel adalah minimal 30 orang subyek. Hal ini didasarkan pada
pendapat Roscoe (dalam Sugiyono, 2010) tentang penentuan ukuran sampel dalam
suatu penelitian Dari kriteria tersebut, penulis memutuskan untuk mengambil subjek
sebanyak 30 orang. Dan dalam sehari rata rata bermain game online > 3 jam
Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dimana dalam

penelitian

kuantitatif terdapat tiga tipe penelitian yaitu: eskperimen, analisis konten, dan survei
(Neuman,

2007) yang dilakukan di warung internet BBnet Turen. Peneliti

menggunakan tipe penelitian survei dengan tujuan ingin mengetahui hubungan antara
kesepian dengan kecenderungan kecanduan game online pada remaja. Dengan metode
survei ini peneliti memberikan kuisioner kepada subjek secara

tertulis. Dengan

demikian teknik yang signifikan adalah teknik non random sampling yaitu dengan
incidental sampling. Sampel

pada penelitian ini adalah 30 remaja yang memiliki

15

karakteristik sebagai berikut: berusia 15-23 tahun dan pernah mengakses games
online.

Instrumen Penelitian
Skala Loneliness
Menggunakan UCLA Loneliness Scale Version 3 yang dikembangkan oleh
Russel(1996). Alat ukur ini berbentuk skala likert dengan 4 alternatif jawaban, yaitu:
“tidak pernah”, “jarang”, “kadang-kadang”, dan “sering”. Terdapat 20 item yang
terdiri dari 9 aitem positif dan 11 aitem negatif (Chronbach’s alpha =0,778).
Tabel 1
Blueprint Skala Loneliness

NO

Aspek-Aspek

Favourable

Unfavourable

Jumlah

1.

Kepribadian

4,13,17

6,9

5

2.

Keinginan Sosial

8,7,18

1,5,10,15,19

8

3.

Depresion

2,14,11,3,12

16,20

7

Jumlah

11

9

20

Skala Game Addiction
Skala perilaku kecanduan game-online dalam penelitian ini menggunakan
adaptasi skala yang dikemukakan oleh Lemmens (2009). Skala ini memiliki
konsistensi alat ukur yang sangat bagus dengan nilai reliabilitas 0,94. Skala ini
disusun berdasarkan tujuh aspek, yaitu salience, tolerance, mood modification,
withdrawal, relapse, conflict, problems . Skala perilaku kecanduan game-online ini

terdiri atas 21 pertanyaan. Metode scoring pada alat ukur ini menggunakan skala

16

Likert dengan rentang pilihan jawaban dari 1 hingga 5 yaitu dari “Never ” hingga
“Very Often”. Tidak ada aitem unfavourable untuk alat ukur ini.

Tabel 2
Blue Print Skala Game Addiction

NO ASPEK-ASPEK

Nomer item

Jumlah

1.

Ciri Khas (salience)

1,8,5

3

2.

Toleransi (Tolerance)

11,2,15

3

3.

Modifikasi

Perilaku

(Mood 17,21,14

3

Modification)

4.

Penarikan (Withdrawal)

19,12,6

3

5.

Pengulangan (Relapse )

3,9,13

3

6.

Konflik (Conflict)

10,16,20

3

7.

Masalah (Problem)

18,7,4

3

Jumlah

21

HASIL
Tabel 3
Hasil skor loneliness pada responden

Range

Kategori

F

≤X≤

Rendah

6

≤X≤

Sedang

32

≤X≤

Tinggi

3

Mean

%
14,63%

34,88

78,05%
7.32%

17

Berdasarkan tabel 3 didapatkan mean dari rentang skor loneliness responden yaitu 34,88
sehingga diperoleh hasil responden dengan level loneliness rendah sebanyak 14,63% (6) dan
pada level sedang sebanyak 78,05% (32). Dan pada level tinggi sebanyak 7.32% (3)
Tabel 4
Hasil skor game addiction pada responden

Range

Kategori

F

≤X≤

Rendah

2

≤X≤

Sedang

24

≤X≤

Tinggi

15

Mean

%
4,88%

43,46

58,54%
36,58%

Berdasarkan tabel 4 didapatkan mean dari rentang skor game addiction responden yaitu
43,46 sehingga diperoleh hasil responden dengan level game addiction rendah sebanyak
4,88% (2) dan pada level sedang sebanyak 58,54% (24). Dan pada level tinggi sebanyak 16,58%
(15)
Uji Asumsi
Penelitian ini adalah penelitian korelasional yang digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya korelasi antara loneliness dan game addiction dalam pada Remaja di salatiga. Namun
sebelum dilakukan uji korelasi, peneliti harus melakukan uji asumsi terlebih dahulu untuk
menentukan jenis statistik parametik atau non-parametik yang akan digunakan untuk uji
korelasi.
1. Uji Normalitas

18

Uji Normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan skala
Lonliness (K-S-Z = 0,832, p = 0,493, p > 0,05) dan skala Game Addiction (K-S-Z = 0,592,
p = 0,874, p > 0,05). Hasil ini menunjukkan data Loneliness dan Game Addiction
berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Hasil uji linearitas menunjukkan adanya hubungan yang linear antara Loneliness
dengan Game Addiction dengan deviation from linearity sebesar F = 0, 839 dan p =
0,651 (p > 0,05).
3. Uji korelasi
Dari hasil analisis diperoleh nilai r sebesar -0,025 dengan nilai p= 0,879>0,05. Hal ini
menunjukan tidak terdapat korelasi antara loneliness dengan game addiction pada
remaja Salatiga.

Correlations

loneliness

Pearson Correlation

loneliness

Gameaddiction

1

-.025

Sig. (2-tailed)

gameaddiction

.879

N

41

41

Pearson Correlation

-.025

1

Sig. (2-tailed)

.879

19

Correlations

loneliness

Pearson Correlation

loneliness

Gameaddiction

1

-.025

Sig. (2-tailed)

gameaddiction

.879

N

41

41

Pearson Correlation

-.025

1

Sig. (2-tailed)

.879

N

41

41

Pengujian Hipotesis. Peneliti juga melakukan uji korelasi antara loneliness dengan
game addiction diperoleh hasil signifikansi dua variabel sebesar p= 0,879 > 0,05 dengan
nilai korelasi r= -0,025 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara
loneliness dan game addiction.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara loneliness dengan game addiction
pada remaja di salatiga menunjukan tidak ada korelasi (r = 0,879 dan p > 0.05). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa antara loneliness dan game addiction tidak berhubungan secara
signifikan.
Ada peneltian yang mengatakan bahwa Kecanduan game online sebagai gangguan
psikis yang sering tidak diakui keberadaannya yang mempengaruhi kemampuan penggunanya
yang dapat menyebabkan masalah relasional, pekerjaan, dan sosial dimana telah membuat
remaja mulai kehilangan batas waktu penting dalam kehidupannya, menghabiskan lebih
sedikit waktu dengan keluarga, dan perlahan lahan menarik diri dari rutinitas kehidupan
normal.

Remaja mengabaikan hubungan sosial dengan teman-temannya dan akhirnya

kehidupannya jadi tidak terkendali karena internet termasuk game online telah mengambil
alih pikirannya (Young, 2007).

20

Dan juga faktor- faktor lain penyebab kecanduan game karena hobi dari remaja itu
sendiri, dia mendapatkan kesenangan dalam bermain game online. Dan memiliki keinginan
untuk berinteraksi dengan sesama pemain game online, ada juga faktor lain karena Dalam
keluarga, subyek memiliki fasilitas game yang dibutuhkan seorang gamers. Hal ini menjadi
salah satu faktor pendukung seorang gamers memainkan perannya dalam menghibur diri
dan

untuk kesenangannya.

Fakta

yang

terjadi

pada

kedua subyek

berawal

dari

tersedianya fasilitas game di rumah dan pergaulan sosial dengan temanteman serta
keinginan yang kuat untuk menguasai game tersebut dengan berbagai cara seperti
mencari tahu lewat internet, browsing atau bertanya dengan temannya di dunia maya Jadi
ini bertolak belakang dengan hipotesis yang diajukan penulis, remaja yang kecanduan game itu
bukan disebabkan karena rasa kesepian (loneliness) sehingga mereka menjadi bermain game,
tetapi justru dari awal mencoba-coba bermain game online mereka menjadi kecanduan dan
justru mereka yang meninggalkan atau mengabaikan kehidupan sosial mereka di dunia nyata
Kebiasaan berkomunikasi secara langsung face to face menjadi tergantikan oleh interaksi yang
hanya terjadi di dunia maya. Ini adalah efek karena terlalu seringnya bermain game online
sehingga melupakan kehidupan nyatanya.
Dmitri Williams (2006: 885), bahwa game online telah menjadi sebuah media sosial yang
di a aka

Third Places . Me urut mereka, selain sebagai tempat untuk interaksi sosial

secara formal antara orang dengan orang dengan kegemaran yang sama, game online juga
dapat menjadi jembatan komunikasi untuk berbagai pandangan mengenai dunia dari orang
yang berbeda pandangan dengan anda.
Hal ini disebabkan karena kebutuhan seseorang yang kesepian itu bisa bermacammacam menurut Tokunaga dan Rains (2010) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kecanduan game (game addiction) yaitu ; kecemasan sosial, loneliness, dan depression. Salah

21

satu faktor yang disebutkan di atas yaitu loneliness atau kesepian. Kesepian adalah
ketidaknyamanan subjektif ketika hubungan menjadi kurang berpengaruh (Peplau, Sears and
Taylor, 1998). Sedangkan menurut Weiss (1979, dalam Cacioppo dan Hawkley, 2008)
mengatakan bahwa kesepian tidak disebabkan oleh kesendirian, namun disebabkan karena
tidak terpenuhinya kebutuhan akan hubungan atau rangkaian hubungan yang pasti, atau
karena tidak adanya tersedianya hubungan yang dibutuhkan oleh individu. Jadi, kesepian
adalah suatu kondisi dimana individu merasa tidak nyaman namun, bukan karena disebabkan
oleh kesendirian, namun tidak terpenuhinya suatu hubungan yang diharapkan atau tidak
adanya suatu hubungan dalam individu tersebut.
Kesepian (loneliness) itu bukan terjadi karena kesendirian melainkan karena adanya
suatu hubungan yang tidak terpenuhi. Jadi dapat dikatakan bermain game online adalah suatu
kebutuhan yang diharapkan dan terpenuhi karena adanya suatu hubungan antara sesama
pemain game dalam permainan game online tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan antara Loneliness dengan Game
Addiction pada Remaja di salatiga, diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang
berkorelasi. Hal tersebut berarti bahwa kedua variabel tidak memiliki hubungan. Rerata remaja
di salatiga memiliki tingkat Loneliness pada kategori sedang dan memiliki tingkat Game
Addiction pada kategori sedang.
SARAN
Perlu dipertimbangkan konsep tentang kesepian dikalangan pemain game online
dan batasan tentang Game Addiction di kalangan pemain game online. Saran ini diberikan
untuk peneliti yang ingin meneliti penelitian serupa di masa depan. Disarankan untuk

22

jenis game online dapat diganti dengan jenis mobile game dengan melihat bahwa saat ini
perkembangan teknologi gadget semakin meluas. Walaupun hasil pada penelitian ini
tidak ada hubungan antara loneliness dan Game Addiction pada remaja pengguna game
online tetapi terdapat remaja yang memiliki level loneliness tinggi dan level Game
Addiction tinggi. Artinya terdapat remaja yang mengalami loneliness dan mengalami Game
Addiction. Berdasarkan hasil level tersebut disarankan juga untuk para orang tua dan
lembaga pendidikan untuk lebih mengawasi kegiatan remaja pada saat bermain game
online serta ikut mengontrol penggunaan

game

online mereka. Orang tua dapat

membatasi waktu penggunaan remaja untuk bermain game online. Untuk lembaga
pendidikan dapat mengajak remaja untuk lebih aktif dikegiatan sekolahnya, seperti
membuat kegiatan tambahan yang menarik agar dapat membantu mengembangkan minat
dan bakat para remaja.

DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. (2009). Psikologi Perkembangan : Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep
Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja.Bandung: Refika Aditama.
Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja : Petunjuk Bagi Guru dan Orangtua. Bandung : CV.
Pustaka Setia.
Anderson & Dill, K. E. (2000). Video games and aggressive thoughts, feelings, and behavior in
the laboratory and life.Journal of Personality and Social Psychology, 78, 772–90.
Aqila,S. 2012. Presentasi Maha Dahsyat. Yogyakarta: Mitra Pelajar.
Brehm, S. et al (2002).Intimate Relationship. Newyork: Mc Graw Hill.
BRIAN D. NG, M.S. and PETER WIEMER-HASTINGS, 2005 Ph.D., M.S. School of Computer
Science, Telecommunications, and Information Systems DePaul University 468 West
28"' PL Chicago, IL 60616
Brunborg GS, Mentzoni RA, Froyland LR. Is video gaming, or video game addiction, associated
with depression,academic achievement, heavy episodic drinking, or conduct problems?
Behavioral Addictions. 2013

23

Cacioppo, J. T., & Hawkley, L. C. (2008). Loneliness.Chicago Center for Cognitive &
Neuroscience University of Chicago.
Dogan, A., 2014. Prevention and Treatments of Games Addiction: NonPharmacological
Approaches for Game Addiction. In S. Gunuc, ed. Epidemiology of Game Addiction.
California: OMICS Group. Available at:
http://esciencecentral.org/ebooks/epidemiology/prevention-and-treatmentsof-gamesaddiction-nonpharmacological-approaches-for-gameaddiction.php
Gunarsa, S, 2008. Psikologi perkembangan anak dan remaja, Jakarta penerbit bpk gunung milia
Hamburger, Y. A., & Ben-Artzi, E. (2003). Loneliness and Internet Use. Computers in Human
Behavior 19, 71-80.
Lemmens JS, Valkenburg P, Peter J. Development and validation of a game addiction scale
foradolescents.MediaPsychology.2011;12:77–95.doi:10.1080/15213260802669458.
[Cross Ref]
Maulana, Dani. 2014. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Lampung : LPMP
Prabowo, Alfian Agung, 2012, Pelaksanaan Penjatuhan Pidana Penjara Dengan Perintah
Rehabilitasi Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus Di Rumah Sakit
Jiwa Surakarta), Surakarta, Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Santrock, John W. (1999). Life-span Development (7thedition). USA: McGraw Hill.
Santrock, J.W. (2007). Remaja. Edisi ke sebelas, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Soetjipto.2007. Berbagai Macam Adiksi dan Pelaksanaannya. Anima: Indonesian. Psychological
Journal,23, 84-90.
Tokunaga R. S., Rains S. A. AN Evaluation of Two Characterizations of the Relationships
Between Problematic Internet Use, Time Spent Using the Internet, and Psychosocial
Problems. Human Communication Research, 2010;36((4)):512–545.
Weiten, W. & Llyod, M. (2006). Psychology to Modern Life, Adjustment in The 21st Century 8th
Ed. Canada: Thomson Learning, Inc
Williams, D. (2006). Groups and Goblins: The Social and Civic Impact of Online Gaming. Journal
of Broadcasting and Electronic Media. 50(4), p. 651-670.
Yee, N. (2006). The Demographics, Motivations and Derived Experiences of Users of MassivelyMultiuser Online Graphical Environments. PRESENCE: Teleoperators and Virtual
Environments, 15, 309-329.
Young J.L., Libby P. 2007. Atherosclerosis. In: Lilly L.S. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed.
Philadelphia: P. 118-140.
.