PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LELAKON KARYA LAN FANG SUATU PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

  

PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA

DALAM NOVEL LELAKON KARYA LAN FANG

SUATU PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

  Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

  Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia

  Oleh Ermie Dyah Paramita R. NIM: 044114021

  PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

  

HALAMAN PERSEMBAHAN

Ku persembahkan skripsi ini untuk BAPAK dan IBUku yang senantiasa memberikan

tenaga, waktu, dan materinya hanya agar anaknya bisa menjadi seseorang yang

berhasil.......

Kupersembahkan juga untuk KAKAK-KAKAKku yang senantiasa membimbingku dan

mendukungku demi terselesaikannya skripsi ini......

  

Terkhusus ku persembahkan untuk PAPACHAY yang dengan kesabarannya

menantikan skripsi ini selesai.......

  

HALAMAN MOTTO

TAK ADA YANG TAK AKAN BISA KAU LAKUKAN

JIKA SEMUA ITU

KAU LAKUKAN DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH DAN SUKA CITA

PERNYATAAN KEASLIAAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagiamana layaknya karya ilmiah.

  

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta: Nama : Ermie Dyah Paramita R.

  Nomor Mahasiswa : 044114021 demi mengembangkan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

  

PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LELAKON

KARYA LAN FANG SUATU PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA

  Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

  Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 26 Januari 2010 Yang menyatakan,

  ABSTRAK

  Paramita R., Ermie Dyah. 2009. Pembentukan Identitas Diri Tokoh Utama dalam

  Novel Lelakon Karya Lan Fang Suatu Pendekatan Psikologi Sastra . Skripsi. Program Studi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra

  Indonesia, Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

  Penelitian ini mengkaji pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel Lelakon karya Lan Fang dengan pendekatan Psikologi Sastra. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dan mendeskripsikan pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra dalam memaparkan pembentukan identitas diri tokoh utamanya. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dan hasil penelitian adalah metode deskriptif. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut: pertama, menganalisis tokoh dan penokohan tokoh utama; kedua, menganalisis dan mendeskripsikan proses pembentukan identitas diri tokoh utama.

  Tokoh utama dalam novel Lelakon adalah Mon dan Bulan. Tokoh Mon dan Bulan dalam novel Lelakon memiliki ruang penceritaan yang besar dan memiliki intensitas lebih banyak dalam proses pembentukan identitas dirinya. Tokoh Mon digambarkan sebagai seorang wanita yang pekerja keras, tidak serakah, memiliki harga diri yang tinggi, tetapi memiliki rasa iri dan dengki. Karakter tokoh Mon tersebut berubah menjadi karakter yang mudah menyerah, putus asa, mudah gelisah, dan menjadi polos dan lugu dalam mewujudkan keinginannya tanpa memakai hati nurani. Tokoh Bulan digambarkan sebagai seorang wanita yang sempurna, baik secara fisik, intelektual, keluarga, dan materi. Tokoh Bulan juga digambarkan sebagai seorang yang ringan tangan dan ringan hati, penuh perhitungan, tetapi tidak diperhatikan suaminya. Namun karakter Bulan tersebut berubah menjadi seseorang yang sadar akan memiliki kekurangan, sadar bahwa hidupnya tidak selalu berada diatas, sadar bahwa seseorang itu membutuhkan orang lain, sadar bahwa seseorang itu dilihat bukan dari fisiknya saja, dan memiliki sifat legawa atau berpasrah diri.

  Pembentukan identitas diri tokoh utamanya dapat dilihat dari proses pembentukan kepribadian melalui faktor lingkungan dan faktor diri. Pembentukan identitas diri tokoh Mon adalah menjadi seorang yang lebih mempunyai keyakinan bahwa hidup ini harus dijalankan dengan rasa syukur, legawa atau berpasrah diri, dan meyakini hidupnya bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang lain. Sedangkan pembentukan identitas diri tokoh Bulan adalah menjadi seorang yang memiliki pandangan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari keseimbangan antara kebahagiaan duniawi dengan kebahagiaan rohani.

  

ABSTRACT

  Paramita R., Ermie Dyah, 2009. Self Identity Formation of Major Character in Lelakon by Lan Fang, A Literature Psychology Approach. Thesis.

  Department of Indonesian Letters, Faculty of Letters, Sanata Darma University. Yogyakarta. This research studies about self identity formation of major characters in

  

Lelakon by Lan Fang using literature psychological approach. This research aims

to analyze and describe self identity formation of major characters in this novel.

  This research uses literature psychological approach in describing the major characters’ self identity formation. The method used to get the data and research result is descriptive method. Then, these are the steps taken: First, analyze the characters and characterize the major characters; second, analyze and describe the process of self identity formation of major characters.

  The major characters in Lelakon are Mon and Bulan. Those characters have big space of narration and more intensity in the process of self identity formation. Mon character is described as a hard-working woman, moderate, has high self-esteem, but she has jealousy. However, Mon’s characteristics change into easily give up, nervous, and plain in making her dreams come true without inner self. Bulan character is described as a perfect woman seeing from her physic, intellectuality, family, and material. Bulan is also described as a helpful, patient, thoughtful, but ignored by her husband. On the other hand, Bulan finally realizes that life keeps moving, so people are not always on a high position. She also realizes that as a human being, we always need one another, we should not only judge a person physically and have “legawa”or try to accept the fate.

  The character building of the main character can be seen from the process of the character building through the environment and self factor. Mon’s self identity formation is becoming a person who has a conviction that people should be thankful to God, legawa or try to accept the fate, and believe that her life is not merely for herself but also for the others. However, Bulan’s self identity formation is becoming a person who has a view that the truly happiness is from the balance between secular and spiritual happiness.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan berkat bimbingan, bantuan, dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat kepada pihak-pihak yang penulis sebutkan sebagai berikut ini.

  1. Ibu S. E. Peni Adjie, S.S, M. Hum selaku pembimbing I yang sudah membimbing penulisan skripsi ini dan dengan penuh kesabaran menanti penulis menyelesaikan skripsi ini.

  2. Ibu Dra. Fr. Tjandrasih Adji, M. Hum selaku pembimbing II yang membantu penulis dalam memberikan masukan.

  3. Serta segenap dosen Prodi Sastra Indonesia, Drs. B. Rahmanto, M. Hum, Drs. Hery Antono, M. Hum, Dr. I. Praptomo Baryadi, M. Hum, Drs. P.

  Ary Subagyo, M. Hum, Drs. Yosef Yapi Taum, M. Hum, dan Drs. F.X. Santoso, M. S. yang telah membagikan ilmu-ilmunya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya.

  4. Mbak Ros, Mas Tri, dan segenap karyawan perpustakan USD yang turut membantu penulis dalam memberikan pelayanan atas apa yang dibutuhkan penulis.

  5. Bapak YF. Mudji Rahardjo dan Ibu Sri Purwani, terima kasih atas kesabaran, dukungan, dan cintanya yang tulus.

  6. Mbak Ernie Setyorini dan Mas Agt. Erlie Guritno, terima kasih atas motivasi yang tak lelah kalian ucapkan.

  7. Adimas Oktavianto, terima kasih atas kesabaran dan motivasi yang kau berikan agar penulis senantiasa bisa menyelesaikan skripsi ini.

  8. Adimas Satrio Laksono, Matheus Nastiti Nurcahyo Wijaya dan Dewi Rachmawati yang selalu menjadi penuntun penulis untuk selalu semangat, serta seluruh teman-teman Sastra Indonesia 2004 dan teman-teman diberbagai jurusan di Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kenangan-kenangan indah, lucu, dan konyol saat-saat masih berkuliah.

9. Media Saptarina, Nami Yuanasti Sembiring, dan Bill Ishak Franklin

  Kalalo yang telah memberikan waktunya untuk berbagi keluh kesah di saat penulis mengalami kebuntuan dalam menyelesaikan skripsi ini.

  10. Dan segenap pihak yang telah membantu dan mendukung kelancaran penulisan skripsi ini. Tidak ada kata yang mampu mengungkapkan syukur ini selain ucapan terima kasih yang tulus dari dalam hati. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang telah diberikannya. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan penulis. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga mengharapkan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan kesusastraan Indonesia dan pembaca pada khusunya.

  Penulis

  DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ...............................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................ii HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................iii HALAMAN PERSEMBAHAN .....................................................................iv HALAMAN MOTTO ..................................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................................vi ABSTRAK .......................................................................................................vii

  ABSTRACT ......................................................................................................viii

  KATA PENGANTAR .................................................................................ix DAFTAR ISI .........................................................................................................xi

  BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1

  1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................................1 1.2 ..................................................................................5

  Rumusan Masalah

  1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................5 1.4 ..................................................................................6

  Manfaat Penelitian

  1.5 Tinjauan Pustaka ..............................................................................................6

  1.6 Landasan Teori ..............................................................................................7 1.6.1 ..................................................................................7

  Teori Struktural

  1.6.1.1 Tokoh ..............................................................................................8

  1.6.1.2 Penokohan ..................................................................................9 1.6.2 ..................................................................................9

  Psikologi Sastra

  1.6.3 Identitas Diri ............................................................................................10

  2.2 Tokoh dan Penokohan Bulan ....................................................................33

  3.1.2.1 Faktor Lingkungan ....................................................................60

  3.1.2 Pembentukan Kepribadian Bulan ........................................................60

  3.1.1.2 Faktor Diri ................................................................................54

  3.1.1.1 Faktor Lingkungan ....................................................................46

  3.1.1 Pembentukan Kepribadian Mon ........................................................46

  3.1 Pembentukan Kepribadian ....................................................................45

  BAB III PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LELAKON ....................................................................43

  2.3 Kesimpulan ............................................................................................41

  2.1 Tokoh dan Penokohan Mon ....................................................................17

  1.7 Metode Penelitian ................................................................................13

  BAB II ANALISIS UNSUR TOKOH DAN PENOKOHAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LELAKON ........................................................16

  1.8 Sistematika Penyajian ................................................................................14

  1.7.4.2 Sumber Data Sekunder ........................................................14

  1.7.4.1 Sumber Data Primer ....................................................................14

  1.7.4 Sumber Data ................................................................................14

  1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................14

  1.7.2 Metode penelitian ................................................................................13

  1.7.1 Pendekatan ............................................................................................13

  3.1.2.2 Faktor Diri ................................................................................63

  3.2 Pembentukan Identitas Diri ....................................................................70

  3.2.1 Pembentukan Identitas Diri Mon ........................................................70

  3.2.2 Pembentukan Identitas Diri Bulan ........................................................74 3.3 kesimpulan ............................................................................................78

  BAB IV PENUTUP ............................................................................................81

  4.1 Kesimpulan ............................................................................................81

  4.2 Saran ........................................................................................................85 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................86

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Lelakon merupakan novel yang memiliki karakter yang unik. Novel

Lelakon ini mencampurkan antara realitas dan imajinasi liar yang diungkapkan

  oleh Lan Fang. Menurut Dian (2007) melalui resensi buku yang dimuat di surat kabar Jawa Pos mengungkapkan bahwa Lelakon adalah novel yang menceritakan pencarian jati diri para tokoh-tokohnya. Hal ini yang melatarbelakangi penulis untuk mengembangkan pandangan Dian dalam bentuk tulisan ilmiah dengan topik yang berbeda.

  Karya sastra dianggap sebagai hasil aktivitas penulis, yang sering dikaitkan dengan gejala-gejala kejiwaan, seperti obsesi, kontemplasi, sublimasi, bahkan sebagai neurosis. Oleh karena itulah karya sastra disebut sebagai salah satu gejala (penyakit) kejiwaan (Ratna, 2004: 62). Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung. Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, misalnya masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan psike (Ratna, 2004: 342). Hal inilah yang menjadi dasar penulis beranggapan bahwa dalam menuliskan novel Lelakon tersebut, Lan Fang bertolak pada pemikiran seperti yang diungkapkan oleh Ratna di atas.

  Berdasarkan judulnya, novel Lelakon ini menceritakan bagaimana proses pembentukan tokoh utama dalam menemukan identitas dirinya. Tokoh utama dalam novel Lelakon adalah Mon dan Bunga. Mon digambarkan sebagai seorang wanita yang hidup dengan sederhana, memiliki keteguhan hati, pekerja keras, dan berkeinginan kuat demi mendapatkan keinginannya untuk menjadi seorang yang kaya. Akan tetapi dalam mewujudkan keinginannya Mon harus menghadapi berbagai kendala dan melakukan berbagai usaha-usaha berat. Karena tidak mendapatkan hasil dari kerja kerasnya, Mon menyerah dan berserah dalam menghadapi hidup yang apa adanya. Hal ini dilakukannya setelah melihat bagaimana kehidupan sekumpulan orang di sebuah terminal yang menjalankan hidupnya dengan sikap yang legawa atau pasrah.

  Mon kemudian berkenalan dengan Tongki yang mengajarkannya tentang hidup kaya tanpa usaha keras. Karena itulah, Mon kembali tertarik dan berusaha untuk belajar dan melakukan apa yang diajarkan padanya. Namun lama-kelamaan Mon menyadari bahwa apa yang diajarkannya tidaklah sesuai dengan hati nuraninya.

  Tokoh Bulan digambarkan sebagai wanita yang sempurna baik secara fisik, intelektual, ekonomi, maupun rumah tangganya. Bulan selalu mengatur rumah tangganya sesempurna mungkin dan bisa membuat semua orang berdecak kagum dan iri terhadapnya. Karena hal inilah, Bulan menjadi seseorang yang mandiri yang sudah mengetahui apa yang terbaik untuk keluarganya. Untuk itulah, Bulan tidak pernah memerlukan bantuan orang lain.

  Namun, segala kesempurnaan yang diagung-agungkan oleh Bulan tidak berangsur lama. Bulan merasa ada sesuatu yang hilang di dalam dirinya sesuatu yang selama ini sudah dilupakannya. Bulan melupakan bahwa dalam setiap kesempurnaan pasti ada kekurangan. Bulan pun rela meninggalkan kehidupannya yang sempurna demi mencari dan mempelajari apa saja kekurangan yang telah Bulan lupakan dalam hidupnya. Awalnya Bulan sulit untuk menerima kenyataan bahwa Bulan telah meninggalkan kesempurnaan yang dibangunnya selama ini.

  Namun, lama-kelamaannya Bulan bisa menerimanya dan mulai menemukan jawaban yang dicarinya.

  Pengalaman-pengalaman yang dialami Mon dan Bulan merupakan sebuah proses bagaimana identitas diri yang mereka cari terbentuk. Menurut Salim (1991: 548), identitas diri adalah ciri khas atau kekhasan seseorang. Manusia mencari identitasnya untuk menentukan siapakah atau apakah manusia itu pada masa mendatang. Setelah itu manusia baru bisa memiliki suatu pandangan jelas tentang diri mereka dan tidak akan meragukan tentang identitas batinnya sendiri serta mengenal perannya dalam masyarakat. Hal tersebut akan terjadi apabila ia sadar akan ciri-ciri khas pribadinya, seperti kesukaan dan ketidaksukaannya, aspirasinya, tujuan masa depan yang diantisipasi dan perasaan bahwa manusia itu dapat dan harus mengatur orientasi hidupnya sendiri (Erikson, 1989: 182).

  Identitas diri tokoh Mon dan Bulan terbentuk dari sebuah proses pembentukan kepribadian yang berdasarkan faktor lingkungan dan faktor diri.

  Kepribadian merupakan suatu kebulatan yang bersifat kompleks yang disebabkan oleh karena banyaknya faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar yang ikut menentukan kepribadian itu (Sujanto dkk., 2006: 11). Faktor dalam itu berdasarkan pada faktor keturunan dan faktor diri. Sedangkan faktor luar hanya berdasarkan pada faktor lingkungan. Menurut Shalahuddin, faktor keturunan (heredity) dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk bertumbuh dan berkembang menurut pola-pola, ciri-ciri, sifat-sifat tertentu yang diturunkan dari kedua orang tuanya. Faktor lingkungan (environment) adalah suatu kenyataan bahwa pribadi-pribadi atau individu-individu, sebagai bagian dari alam sekitarnya, tidak dapat lepas dari lingkungannya itu baik lingkungan fisik, lingkungan sosial, maupun lingkungan psikologis. Faktor diri (self) merupakan kehidupan kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan ini terdiri dari perasaan, usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap dan angggapan yang berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari (Shalahuddin, 1991: 64-68).

  Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pembentukan identitas diri tokoh Mon dan Bulan dalam novel

  

Lelakon . Penulis dalam menganalisis novel ini menggunakan pendekatan

psikologi sastra.

  Sastra dalam hubungannya dengan psikologi, menurut Ratna (2004: 343) berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh yang fiksional yang terkandung dalam karya sastra. Artinya, sebagai dunia dalam kata karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa karya sastra dapat didekati dari sudut psikologi tokoh- tokohnya.

  Penulis dalam analisis ini akan terlebih dahulu menganalisis struktur dalam karya sastra ini yang hanya berupa tokoh dan penokohan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa kajian utama penelitian ini adalah tokoh utama dalam pembentukan identitas diri. Hasil dari analisis tokoh dan penokohan ini digunakan penulis untuk mengenal dan memahami tokoh utama dalam novel

  

Lelakon karya Lan Fang sebagai dasar untuk menganalisis pembentukan identitas

diri tokoh utamanya.

1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan uraian di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

  1.2.1 Bagaimanakah unsur tokoh dan penokohan tokoh utama dalam novel

  Lelakon karya Lan Fang?

  1.2.2 Bagaimanakah pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel

  Lelakon karya Lan Fang?

1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah di atas, masalah yang dikaji dalam penelitian ini bertujuan sebagai berikut: 1.3.1 mendeskripsikan unsur tokoh dan penokohan tokoh utama dalam novel

  Lelakon karya Lan Fang,

  1.3.2 menganalisis dan mendeskripsikan pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel Lelakon karya Lan Fang.

1.4 Manfaat Penelitian

  Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka dapat disimpulkan manfaat dari penelitian ini, sebagai berikut.

  1.4.1 Penelitian ini diharapkan dapat menambah bahan kajian dalam memahami novel Lelakon karya Lan Fang dengan mengetengahkan sebuah problematika tokoh dalam pembentukan identitas dirinya.

1.4.2 Penelitian ini diharapkan dapat menambah pembendaharaan apresiasi sastra, khususnya bidang penelitian sastra dengan tinjauan psikologi.

1.5 Tinjauan Pustaka

  Tansil (2008) mengatakan bahwa penceritaan dalam novel Lelakon karya Lan Fang ini bukan novel yang realis melainkan semi realis. Dalam penceritaannya banyak konflik yang terjadi diceritakan dengan mengerikan dan tampak sedikit digambarkan secara berlebihan. Ia juga mengungkapkan banyaknya pelajaran yang dapat diambil oleh pembacanya dari novel ini.

  Dian (2007) melalui resensi buku yang dimuat di surat kabar Jawa Pos mengungkapkan bahwa Lelakon adalah novel yang menceritakan pencarian jati diri para tokoh-tokohnya. Sebuah kisah yang menceritakan secara gamblang perasaan (emosional) ketika diri yang sesungguhnya harus berhadapan dengan realitas yang pahit, kejam, bengis, dan tiada ampun. Sebuah kisah yang mengeksplorasi, mendudah isi hati yang terdalam, yang paling benar, yang paling jujur yaitu hati nurani. Menurutnya Lelakon bertutur tentang perasaan yang disingkirkan hingga hati nurani tidak bisa berlalu-lalang sebagai penjaga terbaik. Dalam karakter-karakter di buku ini, Lan Fang menceritakan gambaran kehidupan (khususnya perempuan) yang hidup di masa kini dan melupakan arti jati diri.

  Berdasarkan tinjauan di atas, sejauh pengamatan penulis belum ada yang menganalisis novel Lelakon dalam bentuk penelitian maupun karya ilmiah lainnya. Penelitian yang dilakukan penulis merupakan pengembangan dari ulasan Dian di atas dengan topik “Pembentukan Identitas Diri Tokoh Utama”.

1.6 Landasan Teori

1.6.1 Teori Struktural

  Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2007: 36). Selain itu, struktur karya sastra menyaran pada pengertian hubungan antarunsur (intrinsik) yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh (Nurgiyantoro, 2007: 36).

  Apabila struktur cerita atau plot merupakan elemen fiksi yang fundamental sehingga sering disebut sebagai jiwa fiksi, aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya merupakan aspek yang lebih menarik perhatian (Sayuti, 2000:67).

  Dalam penelitian ini teori struktural yang digunakan dalam menganalisis struktur dalam novel Lelakon hanya meliputi tokoh dan penokohan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa kajian utama penelitian ini adalah tokoh utamanya. Hasil dari analisis tokoh dan penokohan digunakan penulis untuk mengenal dan memahami tokoh utama dalam novel Lelakon yang nantinya dapat digunakan untuk menganalisis pembentukan identitas diri tokoh utamanya.

1.6.1.1 Tokoh

  Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16). Meskipun tokoh cerita hanya rekaan pengarang, ia haruslah merupakan tokoh yang hidup secara wajar, sewajar kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan.

  Menurut Sudjiman (1992: 17-19), tokoh dalam cerita berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh rekaan yang memegang peranan dalam cerita, tokoh ini meliputi tokoh utama (protagonis) dan tokoh lawan (antagonis).

  Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan pada novel-novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 2007: 177).

  Menurut Sayuti (2000: 74), tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam peristiwa dalam cerita. Tokoh sentral ini dapat ditentukan dengan tiga cara. Pertama, tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema. Kedua, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain.

  Ketiga, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.

  Sesuai dengan topik yang diangkat, penulis hanya akan meneliti tokoh utamanya saja.

1.6.1.2 Penokohan

  Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan atau watak atau karakter mengacu pada perbauran antara minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk individu tokoh (Sayuti, 2000:76).

  Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165), tokoh cerita (character) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

1.6.2 Psikologi Sastra

  Psikologi sastra memiliki tujuan untuk memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya sastra. Sesuai dengan hakikatnya, karya sastra memberikan pemahaman terhadap masyarakat secara tidak langsung melalui pemahaman terhadap tokoh-tokoh, misalnya, masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan yang lain yang terjadi dalam masyarakat khususnya dalam kaitannya dengan psike (Ratna, 2004: 342).

  Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: a) memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan c) memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang kedua, yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya (Ratna, 2004: 343).

  Menurut Ratna (2004: 343), sebagai dunia dalam kata karya sastra memasukkan berbagai aspek kehidupan ke dalamnya, khususnya manusia. Pada umumnya, aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra, sebab semata-mata dalam diri manusia itulah, sebagai tokoh- tokoh, aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan.

  Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Ratna di atas, penulis menjadikannya sebagai dasar penelitian dalam pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel Lelakon melalui cara memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh- tokoh fiksional dalam karya sastra.

1.6.3 Identitas Diri

  Dalam kehidupan, manusia memiliki lebih dari satu lakon (peran) yang tercitra dari identitas diri masing-masing. Identitas diri ini terbentuk dari sebuah proses pembentukan kepribadian. Pembentukan merupakan pembuatan, penciptaan, pendirian, penjadian, penyusunan (Endarmoko, 2006: 76).

  Kepribadiaan merupakan karakter, (budi) pekerti, pembawaan, perilaku, sifat, tabiat, temperamen, watak (Endarmoko, 2006: 487).

  Menurut Sujanto dkk (2006: 11), pembentukan kepribadian merupakan suatu kebulatan yang bersifat kompleks yang disebabkan oleh karena banyaknya faktor-faktor dalam dan faktor-faktor luar yang ikut menentukan kepribadian itu. Faktor-faktor dalam yang menentukan kepribadian adalah segala sesuatu yang telah dibawa dari lahir, seperti pikiran, perasaan, kemauan, fantasi, ingatan, dan kondisi fisik. Sedangkan faktor-faktor luarnya adalah segala sesuatu yang ada di luar manusia seperti faktor lingkungan (Sujanto dkk., 2006: 5).

  Faktor-faktor di ataslah yang membuat diri seseorang menjadi unik dan ahwa tidak memiliki kesamaan dengan orang lain. Qahar mengungkapkan b kepribadian itu berarti sesuatu jang dimiliki seseorang jang membedakan mutu pribadinja dari pribadi orang lain (1970: 3).

  Pembentukan kepribadian menjadi unik juga diungkapkan oleh Shalahuddin. Menurutnya manusia memiliki kepribadian yang unik itu ditentukan oleh faktor keturunan, lingkungan, dan faktor diri. Keunikan manusia terlihat pada tingkah laku pikir, tingkah laku sifat, perasaan maupun gerak-geriknya yang berlainan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Meskipun ada sebagian besar tingkah laku dan sifat yang sama, namun tidak ada yang benar- benar identik. Keunikan ini disebabkan oleh faktor keturunan (heredity), faktor lingkungan (environment), dan faktor diri (self). Faktor keturunan (heredity) dapat diartikan sebagai kecenderungan untuk bertumbuh dan berkembang menurut pola- pola, ciri-ciri, sifat-sifat tertentu yang diturunkan dari kedua orang tuanya (Shalahuddin, 1991:64).

  Faktor lingkungan (environment) adalah suatu kenyataan bahwa pribadi- pribadi atau individu-individu, sebagai bagian dari alam sekitarnya, tidak dapat lepas dari lingkungannya itu baik lingkungan fisik, lingkungan sosial, maupun lingkungan psikologis (Shalahuddin, 1991:65-66). Faktor diri (self) merupakan kehidupan kejiwaan seseorang. Kehidupan kejiwaan ini terdiri dari perasaan, usaha, pikiran, pandangan, penilaian, keyakinan, sikap dan angggapan yang berpengaruh dalam membuat keputusan tentang tindakan sehari-hari. Faktor diri (self) ini berinteraksi dengan faktor keturunan (heredity) dan faktor lingkungan (environment) untuk membentuk pribadi seseorang, karena faktor ini mempunyai pengaruh yang besar untuk menginterpretasikan kuatnya daya pembawaan (sebagai faktor keturunan) dan kuatnya daya lingkungan (Shalahuddin, 1991: 68).

  Setelah kepribadian seseorang terbentuk maka terbentuklah juga identitas dirinya. Menurut Salim, identitas diri adalah ciri khas atau kekhasan seseorang (1991: 548). Identitas diri merupakan ciri (-ciri), individualitas, jati diri, personalitas, label, nama sebutan (Endarmoko, 2006: 242). Menurut Erikson (1989: 182), manusia mencari identitasnya untuk menentukan siapakah atau apakah manusia itu pada masa mendatang. Setelah itu manusia baru bisa memiliki suatu pandangan jelas tentang diri mereka dan tidak akan meragukan tentang identitas batinnya sendiri serta mengenal perannya dalam masyarakat. Hal tersebut akan terjadi apabila ia sadar akan ciri-ciri khas pribadinya, seperti kesukaan dan ketidaksukaannya, aspirasinya, tujuan masa depan yang diantisipasi dan perasaan bahwa manusia itu dapat dan harus mengatur orientasi hidupnya sendiri.

  Uraian di atas dijadikan dasar acuan penulis untuk menganalisis pembentukan identitas diri tokoh utamanya melalui proses pembentukan kepribadian yang berdasarkan pada faktor keturunan, faktor lingkungan, dan faktor diri. Melalui proses pembentukan kepribadian itulah diperoleh ciri khas dan pandangan tentang diri tokoh utama dalam novel Lelakon sebagai pembentukan identitas diri tokoh utama tersebut. Namun dalam penelitian ini, penulis tidak menganalisis faktor keturunannya. Hal ini dikarenakan tidak terdapat data-data yang menyangkut faktor keturunan dalam novel Lelakon karya Lan Fang.

1.7 Metode Penelitian

  Pada bagian ini akan dikemukakan tentang pendekataan, metode penelitian, teknik penelitian, dan sumber data penelitian.

  1.7.1 Pendekatan

  Pendekatan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologi sastra. Pendekataan ini bertolak dari anggapan bahwa psikologi sastra memiliki keterkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra (Ratna, 2004: 343). Namun, sebelumnya penulis akan memulai dengan analisis struktural terlebih dahulu. Analisis struktural ini dilakukan untuk mengkaji unsur-unsur pembangun karya sastra.

  1.7.2 Metode Penelitian

  Penulis dalam penelitian ini menggunakan metode diskriptif. Metode diskriptif adalah metode yang melukiskan sesuatu yang digunakan untuk memaparkan secara keseluruhan hasil analisis yang dilakukan (Keraf, 1981: 93). Dengan menggunakan metode ini, penulis mendeskripsikan hasil analisis tokoh dan penokohan tokoh utama serta pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel Lelakon.

  1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik studi pustaka yaitu penelitian ini berbatas pada pemanfaatan teknik kartu data (Ratna, 2004: 39). Penulis melakukan teknik studi pustaka untuk mendapatkan data-data yang berkaitan dengan objek penelitian yang kemudian diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan masalah yang dibahas yaitu pembentukan identitas diri tokoh utamanya.

  1.7.4 Sumber Data Sumber data terdiri atas sumber data primer dan sumber data sekunder.

  1.7.4.1 Sumber Data Primer

  Judul Buku : Lelakon Penulis : Lan Fang Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Cetakan/Tahun Terbit : Pertama/2007 Tebal Buku : 272 halaman

  1.7.4.2 Sumber Data Sekunder

  Sumber data sekunder yang mendukung penulis berupa artikel-artikel dari internet dan surat kabar yang berhubungan dengan objek penelitian.

1.8 Sistematika Penyajian

  Sistematika penyajian dari penelitian ini terdiri dari 4 bab. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II merupakan pembahasan berisi analisis unsur tokoh dan penokohan tokoh utama dalam novel Lelakon. Bab III merupakan pembahasan yang berisi analisis pembentukan identitas diri tokoh utama dalam novel Lelakon. Bab IV berupa penutup yang berisi kesimpulan dan saran.

BAB II ANALISIS UNSUR TOKOH DAN PENOKOHAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL LELAKON Dalam suatu karya sastra dapat terbentuk sebuah jalinan cerita karena ada

  pelaku cerita atau tokoh-tokoh yang diimajinasikan oleh pengarangnya. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1988: 16). Meskipun tokoh cerita hanya rekaan pengarang, ia haruslah merupakan tokoh yang hidup secara wajar, sewajar kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Melalui tokoh-tokoh inilah pembaca dapat mengerti dan mengikuti jalan ceritanya.

  Meskipun begitu, seorang tokoh harus digambarkan secara jelas bagaimana penokohannya dalam sebuah cerita. Penggambaran penokohan atau watak atau karakter mengacu pada perbauran antara minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk individu tokoh (Sayuti, 2000:76). Selain itu, penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones dalam Nurgiyantoro: 1998: 165).

  Pengertian di atas, menjadikan landasan bagi penulis pada Bab II ini untuk menganalisis tokoh dan penokohan tokoh utama dalam novel Lelakon karya Lan Fang. Tokoh utama dalam novel ini adalah Mon dan Bulan. Mon dan Bulan merupakan tokoh utama karena keduanya oleh Lan Fang diberikan ruang penceritaan yang besar dan masing-masing memiliki intensitas lebih banyak dalam proses pembentukan identitas diri dalam novel Lelakon ini. Untuk itu, penulis menitik-beratkan penelitiannya pada kedua tokoh utama tersebut.

2.1 Tokoh dan Penokohan Mon

  Mon digambarkan sebagai seorang perempuan yang hidup dengan keterbatasan ekonomi. Mon tinggal di daerah miskin yang bersebelahan dengan perumahan mewah. Perbedaan inilah yang membuat Mon menjadi seorang yang terobsesi dengan kekayaan. Mon merasa bosan dengan kehidupannya yang miskin. Meskipun begitu, Mon tidak menjadi seorang yang serakah. Mon justru menjadikan perbedaan itu sebagai sebuah motivasi untuk melakukan pekerjaan halal dan menghasilkan uang dengan hasil kerja kerasnya. Mon tidak ingin menjadi seperti nyonya rumah dan seorang pembantu yang tinggal di perumahan mewah yang melakukan segala cara demi mendapatkan kekayaan.

  (1) Ia jadi teringat kantongnya sendiri yang hanya memiliki uang untuk makan esok hari. (Fang, 2007: 34)

  (2) “Yang kutahu adalah aku harus memiliki uang. Aku memang tidak serakah ingin kaya raya tetapi aku bosan miskin.” (Fang, 2007: 54)

  (3) Mon tidak merasa seserakah Tumini yang hanya dengan modal telur bisa menjadi nyonya. Ia lebih cantik dan lebih pintar dibanding Tumini. Ia bukan seekor kucing, juga tidak mau menjadi penjilat telur. Ia tidak berambisi menimbun berlian seperti nyonya.

  Ia hanya mau Tanda Tanya menjadi miliknya. (Fang, 2007: 47) Rumah ‘Tanda Tanya’, merupakan rumah kontrakan Mon yang sederhana yang Mon tinggali terletak bersebelahan dinding dengan kawasan perumahan elit.

  Mon jatuh hati pada rumah itu, tetapi karena keadaan ekonominya ia tidak mampu mendapatkannya. Mon hanya menjadikan rumah itu sebagai tanda tanya bagi dirinya.

  Banyak perbedaan antara isi rumah Mon dengan isi yang ada dalam rumah-rumah yang ada di perumahan mewah itu. Segala kemewahan terlihat jelas dalam perumahan mewah itu. Perbedaan inilah yang membuat Mon memiliki rasa dengki.

  (4) Tanda Tanya terletak di sebelah kompleks perumahan, tetapi bukan berada di dalamnya. Hanya bertetangga karena berdempetan dinding dengan tembok besar tinggi yang mengelilingi kompleks perumahan tersebut.

  (Fang, 2007: 35) (5)

  Ketika ia menyipitkan mata melihat apa yang ada di tembok sebelah, Mon seperti melihat mimpi karena ia melihat dunia yang berbeda dengan dunia yang setiap hari dilakoninya. Ia berpikir, mungkin ia tidak tinggal di dunia yang sama dengan orang-orang dari tembok sebelah itu. Karena dilihatnya, matahari di dunia di balik tembok itu tidak pernah terbenam. (Fang, 2007: 37)

  (6) Ketika pagi mereka berbondong-bondong pergi naik mobil-mobil mewah keluar dari kompleks perumahan. Sopir membukakan pintu mobil, pembantu membukakan pagar, satpam mengangkat palang pintu. Itu para tuan dan anak-anak mereka yang sekolah. Lalu tidak berapa lama, mobil lain juga menderu keluar, mobil para nyonya yang menuju plaza untuk menghamburkan uang hanya untuk sepasang sepatu, sebuah gaun, atau sekeping sabun mandi. (Fang, 2007: 37)

  (7) Mon suka mengintip dan mengorek-ngorek lubang itu sehingga semakin lama semakin besar seperti ia memelihara rasa dengki di hatinya yang semakin lebar. (Fang, 2007: 36)

  Selain merasa dengki dengan keadaan rumah di dalam perumahan mewah tersebut. Mon juga menyimpan rasa iri kepada anak-anak, nyonya-nyonya rumah, serta pembantu rumah tangga yang tinggal dalam perumahan itu.

  (8) “Kamu iri! Asli seasli-aslinya kamu iri seiri-irinya dengan nasib bocah itu!” Celetuk suara yang entah datang dari mana. Mungkin datang dari kepalanya, dadanya, atau lidahnya. Lalu tangannya sendiri menunjuk- nunjuk jidatnya sendiri.

  “Kamu iri!” Sentak suara itu lagi. “Iri?” “Bisa jadi!” Mon mengakui diam-diam. (Fang, 2007: 36)

  (9) Kembali lagi Mon mengerami rasa iri. Si jahat menalu-nalu katup jantungnya sampai bocor. Katakanlah Mon memang tidak bisa bersaing nasib dengan bocah-bocah kaya itu, masa dengan pembantu pun Mon kalah bertaruh nasib? Apakah ia memang apes seapes-apesnya seperti kartu-kartu yang terpampang di atas meja taruhan? (Fang, 2007: 47) Meskipun memiliki rasa dengki dan iri, namun Mon juga memiliki sikap yang tidak patah semangat. Mon memiliki keinginan yang kuat dan mau bekerja keras untuk bisa mewujudkan keinginannya.

  (10) Dulu Mon bekerja sebagai penjaga meja kasino gelap. Di sana Mon duduk sebagai bandar yang berperan sebagai bank, dan pemasang taruhan sebagai player. (Fang, 2007: 32)

  (11) Pak Lolok memperkenalkannya kepada pimpinan perusahaan asuransi.

  Menurut Pak Lolok, Mon cantik, menarik, dan luwes. Mon tidak pantas cuma menjadi pengocok kartu di meja taruhan. Tetapi justru harus berani menjadi pemain yang memasang taruhan. (Fang, 2007: 48)

  (12) Mon sudah pasti ingin jadi pemenang. Sekarang ia memegang kartu. Ia bukan sekedar mengocok dan membagikannya kepada para pemasang taruhan. Ia sudah masuk ke arena pertaruhan dan ia harus menang.

  Ia harus mempunyai jawaban untuk Tanda Tanya. (Fang, 2007: 48) (13)

  ... Pak Lolok agar memberikan pinjaman padanya untuk membeli Tanda Tanya. Ia pergunakan uang itu untuk membayar uang mukanya. Ia ingin rumah itu menjadi miliknya, bukan sekedar tanda tanya lagi. Menurut perhitungannya, gemerincing uang akan terus mengalir ke dalam kantongnya. Ia pasti sanggup membayar cicilan rumah itu. (Fang, 2007: 52)

  Mon juga memiliki prinsip yang kuat terhadap harga dirinya. Meskipun mendapatkan tawaran untuk bisa memperoleh kekayaan yang diinginkannya tanpa harus bekerja keras, namun Mon menolaknya.

  (14) Mon tidak mau menjadi selir Pak Lolok. Selir hanyalah perempuan nomor dua. Walaupun selir pilihan, tetap saja bukan perempuan nomor satu. Dan tidak pernah ada dalam kamus hidup Mon menjadi orang (perempuan) nomor dua. Ia harus selalu nomor satu.

  Ia adalah ratu. (Fang, 2007: 49) (15)

  Ia adalah ratu, perempuan gemilang yang bisa bersabda apa bertitah untuk siapa, suka-suka dia, dan semua orang adalah budak belian yang meniarapkan kepalanya untuk alas kakinya dan mengiyakan semua kehendaknya. (Fang, 2007: 53) Mon adalah wanita yang memiliki pesona luar dan dalam. Meskipun miskin, namun Mon memiliki wajah yang cantik yang dapat memikat pria manapun termasuk Buang. Hingga tokoh Buang tersebut mau melakukan apapun demi menyenangkan hati Mon.

  (16) ..., Mon mulai membagikan kartu. Dari balik tembok, Mon bersiul memberikan tanda bahwa ia mengintip laki-laki itu. Mon menunggunya sepanjang malam sampai selesai bermain tembak-menembak kucing dengan nyonya si Tumini.

  (17) Mereka menata kartu di atas dada Mon yang dijadikan sebagai meja.

  Mereka bermain poker, bridge, cap sa, domino dan semua jenis permainan kartu dengan taruhan sesuai dengan kesepakatan. Jika Mon kalah, Mon membuang pakainnya satu per satu. Dan bila Buang kalah, laki-laki itu menembak Mon sesukanya dengan senapannya yang meledak di kepala, mulut, dada, perut, atau selangkangan. (18)

  Termasuk ia menjadikan Buang apa saja yang dimauinya. Karena ia tidak membutuhkan Buang lebih dari sekedar mainan taruhan.

  Jika ia ingin Buang menjadi tukang ojek, maka Buang dijadikannya tukang ojek. Kalau ia membutuhkan tukang becak, maka Buang langsung menjadi tukang becak. Lalu bila ia membutuhkan jongos, disuruhnya Buang menjadi jongosnya. Kemudian ketika sedang merasa bosan dan ingin bermain kartu, Buang menjadi lawan mainnya. Dan Mon selalu mengatakan itu adalah atas nama cinta. (Fang, 2007: 53)

  Namun dengan mengatasnamakan cinta, tokoh Mon terjebak dengan kondisi itu. Mon harus menerima perilaku over protektif dari Buang.

  (19) Jadi tidak salah ketika Buang membutuhkan uang dan meminta kepada

  Mon, itu juga atas nama cinta. Pun tidak keliru bila Buang cemburu melarang Mon mengenakan wajah ratu, itu pasti atas nama cinta. Semakin tidak keliru ketika Buang hendak memuntahkan peluru dari senapannya setiap pagi, siang, sore, malam, pokoknya setiap hari, itu karena cinta! (Fang, 2007: 53)