BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem Bilangan Real - BAB II DWI LIYANTI MTK'13

BAB II LANDASAN TEORI A. Sistem Bilangan Real Sistem bilangan real

  adalah himpunan bilangan real yang disertai dengan operasi penjumlahan dan perkalian sehingga memenuhi aksioma tertentu. Pada sistemnya diperlakukan tiga aksioma, yang dikenal sebagai aksioma lapangan, urutan dan kelengkapan.

1. Aksioma Lapangan

  Aksioma ini mengatur tentang ketertutupan terhadap operasi penjumlahan dan perkalian, sifat komutatif, assosiatif dan distributif, terdapatnya unsur 0 dan 1, serta terdapatnya unsur invers terhadap penjumlahan dan perkalian. Dari operasi dasar ini didefinisikan operasi pengurangan dan pembagian.

  Pada didefinisikan operasi penjumlahan dan perkalian (jumlah dan hasil kali bilangan real a dan b ditulis a + b dan ab) yang memenuhi sifat

  • – sifat berikut :

  a. Sifat tertutup terhadap penjumlahan dan perkalian yaitu jika ∀ , ∈ maka

  • ∈ dan ∈ .

b. Sifat komutatif terhadap penjumlahan dan perkalian yaitu jika ∀ , ∈ maka + = + dan = .

  4 c. Sifat assosiatif terhadap penjumlahan dan perkalian yaitu jika ∀ , , ∈ maka + + = + ( + ) dan = ( ).

  d. Adanya unsur kesatuan terhadap penjumlahan dan perkalian yaitu jika terdapat 0 dan 1 ∈ dan 0 ≠ 1 sehingga + 0 = dan . 1 = untuk setiap

  ∈ . Bilangan 0 dinamakan unsur kesatuan terhadap penjumlahan dan 1 unsur kesatuan terhadap perkalian.

  e. Adanya unsur negatif atau invers terhadap penjumlahan yaitu jika ∀ ∈ maka terdapat − ∈ sehingga +(– ) = 0 . Bilangan real – a dinamakan negatif atau lawan dari a.

  f. Adanya unsur lawan atau invers terhadap perkalian, jika ∀ ∈ ,

  −1 −1

  = 1 . Bilangan real ≠ 0 maka terdapat ∈ sehingga

  −1

  dinamakan kebalikan dari .

  g. Sifat distributif, yaitu jika ∀ , , ∈ maka + = + .

  (Martono, 1999) Operasi pengurangan dan pembagian pada himpunan bilangan real didefinisikan sebagai berikut

  Definisi II.A.1

  Diberikan dan bilangan real a. Pengurangan dari dan , hasilnya disebut selisih dari a dan b ditulis

  − , didefinisikan sebagai bilangan real + (− )

  b. Pembagian dari a dan b, hasilnya disebut hasil bagi dari a dan b,

  −1

  didefinisikan sebagai bilangan real ≠ 0 ditulis

2. Aksioma Urutan

  Aksioma ini mengatur tentang pemunculan bilangan positif dan negatif. Berdasarkan ini, setiap bilangan real dapat diurutkan dari kecil sampai besar. Dari aksioma ini diturunkan berbagai sifat yang mendasari penyelesaian suatu pertidaksamaan, kemudian dirancang konsep nilai mutlak sebagai ukuran jarak dua bilangan real dan merupakan suatu alat untuk menyelesaikan pertidaksamaan yang berkaitan dengan limit.

  (Martono, 1999) Pada terdapat suatu himpunan bagian yang unsurnya dinamakan bilangan positif yang memenuhi aksioma berikut:

  a. Jika ∈ maka = 0 atau a bilangan positif jika > 0 atau –a positif bila

  < 0 b. Jumlah dan hasil kali dua bilangan positif adalah bilangan positif.

  Definisi II.A.2

  Diberikan a dan b bilangan real

  a. Bilangan a dikatakan lebih besar dari b, ditulis > , jika − bilangan positif.

  b. Bilangan a dikatakan lebih kecil dari b, ditulis < , jika − bilangan positif.

  c. Lambang ≤ (lebih kecil atau sama dengan ) dan ≥ (lebih besar atau sama dengan) menyatakan relasi

  ≤ jika < atau = dan ≥ jika > atau = . d. Pernyataan yang dihubungkan dengan tanda <, >, ≤, ≥ dinamakan pertidaksamaan.

  e. Bilangan real a dikatakan negatif jika

  • –a adalah bilangan positif 3.

   Aksioma Kelengkapan

  Aksioma kelengkapan pada Sistem bilangan Real menyatakan bahwa setiap himpunan bagian tak kosong dari yang terbatas ke atas selalu mempunyai batas atas terkecil. Aksioma ini mengakibatkan bahwa setiap himpunan bagian tak kosong dari yang terbatas ke bawah selalu mempunyai batas bawah terbesar.

  (Martono, 1999) Pada aksioma ini meliputi batas atas, batas bawah, batas atas terkecil dan batas bawah terbesar.

a. Batas Atas dan Batas Bawah himpunan terurut

  Sebelum mempelajari batas atas dan batas bawah himpunan terurut, maka terlebih dahulu akan didefinisikan suatu himpunan terurut sebagai berikut.

  Definisi II.A.3.a.1).

  Diberikan himpunan . Suatu urutan pada himpunan adalah suatu relasi dua sifat berikut :

  1) ∀ , ∈ maka tepat satu pernyataan berikut benar : > atau

  = atau <

  2) ∀ , , ∈ , jika < dan < maka <

  Contoh II.A.3.a.1).: = himpunan semua bilangan real merupakan himpunan terurut.

  Di bawah ini didefinisikan pengertian konsep batas suatu himpunan terurut.

  Definisi II.A.3.a.2).

  Diberikan himpunan terurut, ≠ ∅ dan ⊂ 1) Himpunan dikatakan terbatas ke atas jika terdapat ∈ sehingga

  ≤ untuk ∀ ∈ , dinamakan batas atas himpunan .

  2) Himpunan dikatakan terbatas ke bawah jika terdapat ∈ sehingga

  ≥ untuk ∀ ∈ , dinamakan batas bawah himpunan . 3) Himpunan dikatakan terbatas jika terbatas ke atas dan terbatas ke bawah.

  (Soemantri,1988 ) Contoh II.A.3.a.2).:

  Diberikan himpunan ⊂ dengan = {−1, 0 , 1 , 2 , 3 }. Selidiki apakah terbatas !

  Jawab :

  terbatas ke atas karena ∃ = 3 ∈ → ∀ ∈ , ≤ 3 dan terbatas ke bawah karena ∃ = −1 ∈ → ∀ ∈ , ≥ −1. Karena terbatas ke atas dan terbatas ke bawah maka merupakan himpunan terbatas.

b. Batas atas terkecil dan batas bawah terbesar himpunan terurut

  Suatu himpunan terurut yang terbatas ke atas memiliki batas atas terkecil dan himpunan terurut yang terbatas ke bawah memiliki suatu batas bawah terbesar. Adapun pengertian dari batas atas terkecil dan batas bawah terbesar sebagai berikut.

  Definisi II.A.3.b.1).

  Diberikan suatu himpunan terurut dengan ≠ 0 , ⊂ dan terbatas ke atas. Jika

  ∃ ∈ yang memenuhi sifat berikut : 1) adalah suatu batas atas 2) Jika

  ≥ maka batas atas maka dikatakan batas atas terkecil (Supremum) dari ditulis

  = sup Definisi II.A.3.b.2).

  Diberikan suatu himpunan terurut dengan ≠ 0 , ⊂ dan terbatas ke bawah. Jika

  ∃ ∈ yang memenuhi sifat berikut : 1) adalah suatu batas bawah 2) Jika

  ≤ maka batas bawah maka dikatakan batas bawah terbesar (infimum) dari ditulis

  = inf

  Contoh II.A.3.b.1).:

  Berdasarkan Contoh II.A.3.a.2)., maka himpunan semua batas atas adalah{ ∈ dan ≥ 3}, sehingga 3 merupakan batas atas terkecil atau Sup

  = 3. Sedangkan himpunan semua batas bawah adalah

  { ∈ dan ≤ −1} , sehingga −1 merupakan batas bawah terbesar atau Inf

  = −1.

c. Sifat batas atas terkecil dan batas bawah terbesar himpunan terurut

  Adapun pengertian himpunan terurut dengan sifat batas atas terkecil dan sifat batas bawah terbesar didefinisikan sebagai berikut.

  Definisi II.A.3.c.1).

  Himpunan terurut dikatakan mempunyai sifat batas atas terkecil (s.b.a.t) jika setiap himpunan

  ⊂ yang tidak kosong dan terbatas ke atas mempunyai Supremum.

  Definisi II.A.3.c.1).

  Himpunan terurut dikatakan mempunyai sifat batas bawah terbesar (s.b.b.t) jika setiap himpunan

  ⊂ yang tidak kosong dan terbatas ke bawah mempunyai Infimum.

  (Soemantri,1988 ) Contoh II.A.3. :

  Himpunan mempunyai s.b.a.t dan s.b.b.t, karena setiap ⊂ dengan

  = { ∈ ≤ ≤ } terbatas ke atas dan terbatas ke bawah serta sup dan inf ada. Ilustrasi gambar himpunan tersebut adalah sebagai berikut.

  

Gambar II.A.3. Batas Bawah dan Batas Atas

  (Bartle and Shelbert, 2000) 4.

   Interval

  Himpunan bilangan real yang memenuhi suatu pertidaksamaan tertentu disebut interval (selang) hingga atau interval tak hingga. Interval hingga adalah himpunan bagian dari yang terbatas ke atas dan ke bawah, sedangkan interval tak hingga tidak terbatas ke atas atau ke bawah.

  Jika terdapat dua bilangan real dan , dengan < , maka berturut

  • – turut dapat ditulis sebagai berikut : 1.

  , = { ∈ < < } 2. [

  , ] = { ∈ ≤ ≤ } 3. (

  , ] = { ∈ < ≤ } 4. [

  , ) = { ∈ ≤ < } 5. , ∞ = { ∈ > }

  Batas Bawah dari Batas Atas dari

  Himpunan bilangan real Himpunan bilangan real

  Batas Bawah terbesar dari Batas Atas terkecil dari

  6. [ , ∞) = { ∈ ≥ } 7.

  −∞, = { ∈ < } ( 8.

  −∞, ] = { ∈ ≤ } 9. −∞, ∞ =

  (Martono, 1999) Interval

  , dinamakan interval terbuka karena tidak memuat [ kedua titik ujung. Sedangkan Interval

  , ] dinamakan interval tertutup karena memuat kedua titik ujung.

  (Lipschutz, 1989) [

  Interval setengah terbuka atau setengah tertutup berbentuk , ) atau

  , ditentukan oleh dan , interval [ , ) memuat titik ujung di sedangkan interval , memuat titik ujung di .

  (Bartle and Shelbert, 2000) B.

   Sistem bilangan real yang diperluas

  Sistem bilangan real diperluas terdiri dari sistem bilangan real dan

  • dua lambang

   dan −. Urutan dalam tetap dipertahankan seperti

  sebelum diperluas dan didefinisikan −< < + untuk ∀ ∈ . Sistem

  ∗ ∗

  bilangan real diperluas diberi lambang = ∪ −, + .

  • Dari definisi tersebut jelas bahwa

   merupakan suatu batas atas ∗

  setiap himpunan bagian dari sistem bilangan real diperluas . Sehingga di

  ∗

  dalam setiap himpunan bagian pasti memiliki supremum. Himpunan bilangan real yang tidak kosong dan tidak terbatas ke atas juga memiliki

  ∗

  supremum di dalam yaitu +

  . Demikian juga himpunan bilangan real

  yang tidak kosong dan tidak terbatas ke bawah mempunyai infimum dalam

  ∗

  yaitu − .

  (Soemantri, 1988) C.

   Topologi Dalam Ruang Metrik

  Sebelum dibahas mengenai topologi dalam ruang metrik yang meliputi himpunan terbuka dan himpunan tertutup, terlebih dahulu diberikan definisi ruang metrik.

1. Ruang Metrik Definisi II.C.1.

  Diberikan himpunan yang tidak kosong, yang elemen – elemennya disebut titik. Didefinisikan fungsi bernilai real nonnegatif pada × ( fungsi dua variabel dengan variabel-variabel pada ) sebagai berikut. Untuk

  ∀ , , ∈ : 1)

  , ≥ 0 2)

  , = 0, jika hanya jika = 3)

  , = ( , ) 4)

  , ≤ , + ( , ) Fungsi yang memenuhi keempat fungsi di atas disebut fungsi jarak atau metrik pada

  . Nilai ( , ) dinamakan jarak dari ke . ( , ) disebut ruang metrik karena dilengkapi dengan fungsi .

  Contoh II.C.1. :

  Apakah ( , ) ruang metrik jika , = − , ∀ , ∈ ?

  Jawab :

  Ambil sebarang , , ∈ , maka :

  1) , = − > 0 untuk ≠

  2) ( ⇨) , = − = 0 ⇨ − = 0 ⇨ =

  ⇦ = ⇨ − = 0 ⇨ − = 0 = 0 ⇨ , = 0 3)

  , = − =

  −(− − ) =

  −1(− + ) =

  −1 − =

  −1 ( − ) = 1 − = − = , 4)

  , = − = − + − =

  − + ( − ) ≤ − + − = , + ( , )

  ( Jadi

  , ) merupakan ruang metrik 2.

   Persekitaran, Titik Limit dan Titik Interior

  Apabila , ruang metrik, himpunan ⊂ dan titik ∈ , maka bagian berikut ini dibahas mengenai persekitaran, titik limit dan titik interior. Adapun pengertian dari persekitaran, titik limit dan titik interior berturut

  • – turut sebagai berikut.

  Definisi II.C.2.a.

  Untuk > 0, persekitaran (Neighborhood) titik dengan radius didefinisikan dengan

  = { ∈ , , < }. Titik dinamakan pusat persekitaran .

  Definisi II.C.2.b.

  Persekitaran memuat titik ∈ dan ≠ . Dari definisi titik limit dapat disimpulkan bahwa

  1) adalah titik limit himpunan jika dan hanya jika : ( (

  ∀ > 0, ) ∩ − { } ≠ ∅ 2) bukan titik limit himpunan jika dan hanya jika :

  ( ∃ > 0, ∩ − = ∅.

  ′ Himpunan semua titik limit .

  dinotasikan

  Contoh II.C.2.b.:

  Diberikan himpunan = { , −2 < ≤ 2 dan −2 < ≤ 2}

  2

  dengan dilengkapi metrik usual ∈

  2

  

2

  ) + ( ) . Apakah titik , = (

  1 −

  1 2 − 2 (2,2) dan

  5

  9

  , − merupakan titik limit ?

  2

4 Jawab :

  ( (2,2)

  2,2 merupakan titik limit , karena ∀ > 0, ∩ − {2,2} ≠ ∅ (2,2)

  2

  2 −2 −2

  (

  Gambar II.C.2.b.1). Persekitaran titik

  , ) dengan radius r

  5

9 Titik ,

  − bukan merupakan titik limit , karena

  2

  4

  1

  ( , sehingga

  ∃ > 0, ∩ − = ∅ yaitu =

  8

  5

  9

  5

  9 1 , ,

  − ∩ − − = ∅

  2

  4

  2

  4

  8

  9

  4

  2

  2

  5 −2

  −

  2 −2

  Gambar II.C.2.b.2). Persekitaran titik ,

  − dengan radius Definisi II.C.2.c.

  Jika ∃ > 0 sehingga

  ⊂ atau ada persekitaran titik yang dimuat di dalam himpunan . Himpunan semua titik interior diberi notasi

  Contoh II.C.2.c.:

  Diberikan himpunan = { ∈ 2 ≤ < 5} . Apakah 2 merupakan titik interior himpunan ?

  Jawab :

  0 < Untuk

  < 3 → 2 = (2 − , 2 + ) ⊄ Untuk > 3 → 2 = (2 − , 2 + ) ⊄

  ∀ > 0, 2 ⊄ jadi 2 bukan titik interior himpunan .

3. Himpunan Terbuka dan Himpunan Tertutup

  Setelah mempelajari definisi dari titik interior dan titik limit diberikan definisi dari himpunan terbuka dan himpunan tertutup sebagai berikut.

  Definisi II.C.3.a.

  Dinamakan himpunan terbuka jika setiap anggota merupakan titik =

  Interior himpunan . Jadi, terbuka jika .

  Contoh II.C.3.a.

  1 , ≠ dan

  Jika pada didefinisikan metrik diskrit , = 0 ,

  = himpunan ⊆ , dengan = { ∈ 0 ≤ ≤ 1} . Buktikan bahwa himpunan terbuka !

  Jawab :

  1 Ambil

  =

  2 1 Untuk

  ∈ , 2 1 = ⊂ Untuk

  ∉ , = ⊄ 2

  1 Jadi > 0 dimana

  ∀ ∈ , ∃ = ⊂ , titik interior .

  2 Dengan kata lain himpunan terbuka ■.

  Definisi II.C.3.b.

  Dinamakan himpunan tertutup jika himpunan memuat semua titik limitnya.

  (Soemantri,1988)

  Contoh II.C.3.b.:

  1 , ≠

  Jika pada dan didefinisikan metrik diskrit , =

  0 , = himpunan

  ⊆ , dengan = {1, 3, 4}. Selidiki apakah himpunan tertutup! Jawab : Ambil

  = 1

  1

  1 ∩ − {1} = 1 ∩ 1, 3, 4 − 1 = 1 − 1 = ∅

  1

  3 ∩ − {3} = 3 ∩ 1, 3, 4 − 3 = 3 − 3 = ∅ (4)

  1

  ∩ − {4} = 4 ∩ 1, 3, 4 − 4 = 4 − 4 = ∅ Jadi

  ∀ ∈ , ∃ = 1 →

  

1 ∩ − { } = ∅

  Untuk ∀ ∉ , ambil = 1 →

  1 ∩ − = ∩ −

  = ∅ − = ∅

  ′

  Jadi = ∅

  Karena ∅ merupakan himpunan bagian dari sembarang himpunan

  ′

  berakibat ⊂ . Terbukti bahwa himpunan tertutup.

  Teorema II.C.3.c.

  Untuk sebarang ruang metrik, himpunan terbuka jika dan hanya jika tertutup.

  Untuk sebarang ruang metrik, himpunan tertutup jika dan hanya jika terbuka.

  Teorema II.C.3.d.

  Diberikan sebarang himpunan (berhingga atau tidak berhingga)

  1) Jika himpunan terbuka untuk terbuka ∀ ∈ maka

  ∈

  2) Jika himpunan tertutup untuk tertutup ∀ ∈ maka

  ∈ Teorema II.C.3.e.

  , , , (berhingga) himpunan terbuka maka 1) Jika

  1

  2 3 … … . ,

  terbuka

  =1

  2) Jika , , , (berhingga) himpunan tertutup maka

  1

  2 3 … … . ,

  tertutup

  =1 Definisi II.C.3.c.

  Diberikan , ruang metrik, ∈ )

  Keluarga himpunan terbuka ∈ disebut suatu liput terbuka untuk himpunan jika ⊂

  ∈ Contoh II.C.3.c.1.

  Jika ⊂ dilengkapi metrik baku = 1, 2, 3, 4, 5, 6 apakah liput terbuka jika = { 0,2 , 1,3 , 1,5 , 2,6 , 2,8 } ?

  Jawab :

  = { 0,2 , 1,3 , 1,5 , 2,6 , 2,8 }

  1

  2

  3

  4 5 → terbuka

  = (0,8)

  1 ∪ 2 ∪ 3 ∪ 4 ∪

  5

5 Karena sehingga

  ⊂ liput terbuka

  ∈1 Contoh II.C.3.c.2.

  Jika ⊂ dilengkapi metrik baku = 1, 2, 3, 4, 5, 6 apakah liput terbuka jika = 0,3 , 1,5 , 2,7 ?

  Jawab :

  = 0,3 , 1,5 , 2,7 =

  1

  0,3 → terbuka = [1,5)

  2

  → tidak terbuka =

  2 2,7 → tidak terbuka

  Karena ada anggota yang tidak terbuka maka bukan merupakan liput terbuka.

4. Ukuran Himpunan

  Sebelum mempelajari definisi ukuran dari suatu himpunan, terlebih dahulu diberikan definisi ukuran dari suatu interval.

  Definisi II.C.4.a.

  Ukuran interval terbuka ( , ) dinyatakan dengan , dan didefinisikan sebagai berikut

  , = − . Ukuran interval terbuka (

  , ) atau (−, ) atau (−, ) didefinisikan sebagai berikut , = −, = −, = .

  Definisi II.C.4.b.

  ∅ = 0, = himpunan terbuka tak terbatas sehingga ( ) = ∞.

  Definisi II.C.4.c.

  Panjang suatu interval I dengan lambang ℓ , didefinisikan sebagai selisih antara titik ujung

  • – ujungnya. Ukuran dari suatu himpunan E diberi notasi (E).

  1) Jika I suatu interval maka ( ) adalah ℓ , dengan ℓ ≥ 0 untuk semua interval I.

  2) Jika himpunan maka ) ).

  1 ⊆ 2 ( 1 ≤ (

  2

  3) Diberikan sebarang, ⊆ dan diambil ∈ , didefinisikan

  = { ) adalah ∈ } maka ( + + + .

  (Gordon, 1994) Definisi II.C.4.d.

  Diambil himpunan terbuka di maka dapat ditulis sebagai gabungan interval

  }, maka

  • – interval terbuka yang saling asing { panjang himpunan adalah jumlah dari panjang masing – masing interval. Dengan kata lain :

  ∞

  ℓ = ℓ

  =1

  Terdapat dua ukuran di dalam suatu himpunan yaitu ukuran luar dan ukuran dalam. Definisi dari kedua ukuran tersebut sebagai berikut.

  1) Ukuran Luar Definisi II.C.4.1).

  ∗

  ( Diberikan himpunan

  ⊆ . Ukuran luar diberi notasi )

  ∗

  yang didefinisikan sebagai berikut: = Inf { : ⊆ dan himpunan terbuka}

  2) Ukuran Dalam Definisi II.C.4.2).

  Diberikan himpunan ⊆ . Ukuran dalam diberikan notasi

  ( ) didefinisikan sebagai berikut:

  = Sup{ : ⊆

  ∗ ∗

  dan himpunan tertutup}

  ∗

  Dari definisi diatas jelas bahwa ≤ untuk himpunan dan

  

  ∗ 5.

  jika ⊆ maka ≤ .

   Himpunan terukur Di bawah ini akan diberikan definisi dari himpunan yang terukur. Definisi II.C.5.

  Suatu himpunan ⊆ dikatakan terukur jika ukuran luar sama dengan

  ∗

  ∗

  ukuran dalam atau = .

  (Royden,1968)

D. Fungsi

  Diberikan himpunan , ⊆ , fungsi : → adalah suatu aturan yang mengaitkan setiap unsur

  ∈ dengan tepat satu unsur ∈ . Unsur yang berkaitan dengan unsur ini diberi lambang = ( ), yang dinamakan aturan fungsi. Lambang

  = , ∈ menyatakan sebuah fungsi dengan aturan = yang terdefinisi pada himpunan . Selanjutnya dinamakan peubah bebas, dan yang nilainya bergantung dari dinamakan peubah tak bebas.

  Apabila terdapat suatu fungsi = , ∈ , maka daerah asal = fungsi adalah himpunan , ditulis dan daerah nilai fungsi adalah himpunan = { }. Unsur

  ( ) ∈ = ∈ dinamakan nilai fungsi di . Jika yang diketahui hanya = maka daerah asal dan daerah nilai fungsi = { = { } dengan adalah ∈ ( ) ∈ } dan ∈ ∈ merupakan daerah asal alamiah (Natural Domain) dari fungsi dan merupakan daerah nilai dari fungsi

  . Daerah asal dan daerah nilai fungsi di atas merupakan himpunan bagian dari . Fungsi tersebut dinamakan fungsi dengan peubah real dan bernilai real, disingkat fungsi real.

  ( ) ( )

  Gambar II.D.1. Fungsi

  1. Fungsi Terbatas

  Di bawah ini akan diberikan definisi dari fungsi yang terbatas sebagai berikut.

  Definisi II.D.1.

  Fungsi dengan dikatakan terbatas jika ∃ > 0 , ∀ ∈

  ( ) ≤ .

  Dari ingkaran definisi tersebut dapat di simpulkan bahwa Fungsi dengan dikatakan tidak terbatas jika ∀ > 0 , ∃ ∈ ( ) > .

  (Martono,1999 )

  Contoh II.D.1 :

  a. Fungsi = cos terbatas karena ( ) = cos ≤ 1 untuk dan

  ∀ ∈ ⊆ .

  b. Fungsi = + 1 tidak terbatas pada interval 0, ∞ karena

  2 untuk = > 0 sehingga > 0, terdapat = 2 = 2 + 1 > .

  2. Limit fungsi

  Limit suatu fungsi merupakan konsep dasar diferensial dan integral. Pada bagian ini dibahas mengenai pengertian limit fungsi.

  Definisi II.D.2.a.

  Diberikan fungsi terdefinisi pada interval terbuka yang memuat , kecuali mungkin di sendiri. Limit fungsi di adalah (ditulis lim = , atau → bila → ) jika

  →

  ∀ > 0 ∃ > 0 ∍ 0 < − < ⇨ − <

  • ( ) ↓ ↑ ( ) −

  Gambar II.D.2.a. Limit Fungsi

   di titik (Martono,1999 )

  Contoh II.D.2.a. :

  lim (2 Buktikan

  • 3) = 5 !

  →1 Jawab :

  Ambil sebarang > 0 , apakah ada > 0 sehingga untuk setiap dengan 0 <

  − 1 < berlaku (2 + 3) − 5 < . (2 + 3) − 5 = 2 − 2 = 2( − 1) = 2 − 1 < 2 Untuk 0 < − 1 < berakibat (2 + 3) − 5 < 2 . Untuk setiap

  > 0 , agar 2 + 3 − 5 < maka dipilih 2 = atau

  1

  =

  2

  1 Jadi untuk setiap

  > 0 ada > 0 , yaitu = sehingga untuk 0 <

  2

  − 1 < ⇨ (2 + 3) − 5 < dan terbukti bahwa lim (2 + 3) = 5.

  →1 Definisi II.D.2.b.

  Diberikan fungsi terdefinisi pada interval ( , ). Limit kanan fungsi

  • + di c adalah L (ditulis lim

  • )

  = , atau → bila →

  →

  jika ∀ > 0 ∃ > 0 ∍ 0 < − < ⇨ − < . Diberikan fungsi terdefinisi pada interval , . Limit kiri fungsi

  −

  di ) jika adalah (ditulis lim = , atau → bila →

  − → ∀ > 0 ∃ > 0 ∍ 0 < − < ⇨ − < .

  Contoh II.D.2.b.: −4

  , ≤ 4

  −2

  Diberikan fungsi

  2

  = ,

  > 4

  4 Tentukan (jika ada) :

  1. lim ( )

  • + →4

  2. lim ( )

  − →4

  3. lim ( )

  →4 Jawab :

  2

  1. lim = 4 ( ) = lim

  • + 4

  →4 →4

  − 4

  • 2 − 2 2. lim = lim

  = lim

  − →4 →4 →4

  − 2 − 2 = lim

  • 2 = 4

  →4

  3. karena limit kanan sama dengan limit kiri maka limit fungsi ada dan lim =

  4 ( ) →4 3.

   Fungsi kontinu a. Fungsi kontinu di suatu titik

  Suatu fungsi terdefinisi pada selang terbuka yang memuat suatu titik dengan daerah asal fungsi himpunan sebarang yang memuat suatu titik dimana limit fungsi tidak diketahui, maka kekontinuan fungsinya didefinisikan sebagai berikut.

  Definisi II.D.3.a.

  Fungsi jika dikatakan kontinu di ∈ ∀ > 0 ∃ > 0 ∍ − < ⇨ − ( ) <

  (Martono,1999 )

  Contoh II.D.3.a. :

  Selidiki apakah = 2 + 5 kontinu di = 3

  Jawab :

  Ambil sebarang > 0 diselidiki apakah ∀ > 0 ∃ > 0 sedemikian sehingga

  − 3 < berlaku − ( ) < . − = 2 + 5 − 2.3 + 5 = 2 − 6 = 2 − 3 <

  Untuk − 3 < ⇨ 2 − 3 < 2 sehingga

  − ( ) =2 − 3 < 2 untuk ∀ > 0 agar

  ε

  − ( ) < , maka dapat dipilih = 2 atau =

  2 ε

  > 0 Jadi untuk sehingga untuk

  ∀ > 0 ∃ − 3 < berlaku

  2 − ( ) < . Dengan kata lain fungsi kontinu di = 3. Suatu fungsi terdefinisi pada selang terbuka yang memuat suatu titik, kekontinuan fungsinya di titik itu dapat didefinisikan dengan limit fungsi. Berdasarkan Definisi II.D.3.a. dapat dikatakan bahwa fungsi kontinu di = jika : 1. harus ada, yaitu didefinisikan di =

  2. lim ada

  →

  3. lim =

  → b.

   Kontinu Kiri dan Kanan

  Sejalan dengan konsep limit kiri dan limit kanan, maka didefinisikan fungsi kontinu kiri dan kontinu kanan di satu titik sebagai berikut.

  Definisi II.D.3.b.

  Diberikan fungsi terdefinisi pada interval , . Fungsi dikatakan kontinu kiri di jika lim = ( ).

  −

  Diberikan fungsi terdefinisi pada interval [ , ). Fungsi dikatakan kontinu kanan di jika lim = ( ).

  • +c.

   Fungsi kontinu pada suatu interval

  Kekontinuan suatu fungsi dapat didefinisikan pada interval terbuka dan interval tertutup. Terdapat sembilan interval yang mungkin, yaitu

  , , , , , , , , , ∞ , , ∞ , −∞, , −∞, dan (−∞, ∞). Berikut ini didefinisikan kekontinuan fungsi pada dua selang sebagai berikut.

  Definisi II.D.3.c.1).

  Fungsi dikatakan kontinu pada interval terbuka , jika fungsi kontinu di setiap titik ( , ).

  Definisi II.E.3.c.2).

  Fungsi dikatakan kontinu pada interval tertutup [ , ] jika fungsi kontinu pada interval terbuka (

  , ), kontinu kanan di dan kontinu kiri di .

  (Martono,1999 ) Contoh II.D.3.c.

  

1

Selidiki apakah fungsi kontinu pada [1,

  = ∞)?

  Jawab :

  Akan dibuktikan bahwa kontinu pada interval (1, ∞), dan kontinu kanan di 1. Berdasarkan Definisi II.D.3.b. dan Definisi

  1

  1 D.3.c. diperoleh: lim = = 1 = II. = lim 1 = ( )

  • + 1

  →1 →1

  Jadi, = kontinu pada 1, ∞ .

4. Differensial atau Turunan

  Di bawah ini akan diberikan definisi dari Differensial atau Turunan sebagai berikut.

  Definisi II.D.4.

  Diberikan interval ⊆ , Jika fungsi : → dan ∈ maka L disebut differensial atau turunan f di c jika

  ∀ > 0 ∃ > 0 sehingga untuk

  − ( )

  ∀ ∈ dengan 0 < − < berlaku − < atau turunan

  −

  dari f di − ( )

  ′ ′

  = jika lim dimana =

  →

  − (Bartle anf Sherbert, 2000)

  ′ ′

  Fungsi ( dikatakan mempunyai turunan di jika = ) serta

  −

  • ′ ′ ′

  −

  = ( = ).

  • − − ′ ′

  Dengan ( dan (

  − ) = lim ) = lim

  − −

→ →

  • Contoh II.D.4.

  7 − 2 , < 1

  Selidiki apakah =

  2 mempunyai turunan di = 1,

  2 + 3 , ≥ 1 jika ya, tentukan

  ′ 1 ! Jawab :

  2

  7 + 3.1) − 1 − 2 – (2. 1

  ′

  − −

  = lim 1 = lim

  →1 →1

  − 1 − 1

  7 − 2 – 5

  = lim

  →1

  − 1

  7 7 − 7 − 1 = lim = lim = 7

  →1 →1

  − 1 − 1

  

2

  2

  2 + 3 + 3.1 − 1 − 2. 1

  ′

  (1) = lim = lim +

  • →1 →1

  − 1 − 1

  

2

  2 + 3 − 5

  = lim

  →1

  − 1 2 + 5 − 1 = lim

  →1

  − 1

  = lim

  2

  • 5 = 2.1 + 5 = 7

  →1 ′ ′

  −

  Karena (1) maka 1 = mempunyai turunan di = 1 dengan

  (1) = 7 5.

   Fungsi Naik dan Fungsi Turun

  Pada bagian ini dibahas mengenai definisi dari fungsi naik, fungsi turun, fungsi naik monoton dan fungsi turun monoton.

  Definisi II.D.5.a.

  Fungsi < maka

  1

  2

  : → dikatakan naik pada interval jika ,

  1 < 2 , ∀

  1 2 ∈

  Fungsi < maka

  : → dikatakan turun pada interval jika

  1

  2

  ,

  1

  2

  1 2 ∈

  > , ∀ Definisi II.D.5.b.

  Fungsi : ( , ) → dikatakan naik monoton pada ( , ) jika

  < < , <

  1 2 maka

  1

  2

  1 2 ∈ ( , )

  ≤ , ∀ Fungsi

  < < : → turun monoton pada ( , ) jika <

  1 2 maka

  ,

  1

  2

  1 2 ∈ ( , )

  ≥ , ∀ (Martono, 1999) Contoh II.D.5.a.

  Diberikan fungsi = 2 + 3. Selidiki apakah fungsi naik atau fungsi turun! Jawab : Ambil <

  1

  2

  < < 2

  1

  2

  1

  2

  ⇒ 2

  1

  2

  • 3 < 2 + 3 ⇒ 2

  ) < ) ⇒ (

  1 (

2 Jadi,

  ( ) merupakan fungsi naik Contoh II.D.5.b.

  Diberikan fungsi = −2 + 3. Selidiki apakah fungsi naik atau fungsi turun! Jawab : Ambil <

  1

  2

  < >

  1 2 ⇒ −2 1 −2

  2

  • 3 > + 3

  1

  2

  ⇒ −2 −2 ) > )

  1

  2

  ⇒ ( ( Jadi,

  ( ) merupakan fungsi turun 6.

   Fungsi terukur

  Di bawah ini akan diberikan definisi dari fungsi terukur sebagai berikut.

  Definisi II.D.6.a.

  Suatu : → adalah terukur jika adalah himpunan terukur dan untuk setiap

  ∈ , himpunan ∈ > adalah terukur.

  Teorema II.D.6.b.

  Diberikan himpunan terukur dan jika : → kontinu hampir dimana –mana pada , maka terukur.

  (Gordon,1994)

7. Pendekatan Derivatif (Approximate Derivative)

  ( ) b.

  →

  a. ( ) ≤

  ′ jika = Adapun sifat – sifat dari pendekatan derivatif adalah sebagai berikut.

  Suatu fungsi terukur mempunyai suatu pendekatan derivatif di atau

  Definisi II.D.7.

  − ada

  inf −

  = ap- lim

  ) c.

  − ada Dan juga untuk pendekatan derivatif bawah pada jika

  sup −

  →

  = ap- lim

  Suatu fungsi terukur dikatakan mempunyai pendekatan derivatif atas pada jika

  Definisi II.D.7.

  Di bawah ini akan diberikan definisi dari pendekatan derivatif sebagai berikut.

  − = − (

  • 2

  1

  ≥ (

  1

  ) + (

  

2

  ) d.

  • 2

  1

  ≥ (

  1

  ) + (

  2

  )

e. Jika hampir terdiferensialkan, maka terdekati secara kontinu.

  (Wittaya,1979)

8. Fungsi kontinu mutlak

  Di dalam definisi fungsi kontinu mutlak terdapat interval yang tidak saling tumpang tindih. Adapun definisi dari interval yang tidak saling tumpang tindih sebagai berikut.

  Definisi II.D.8.a.

  Dua interval dan di dalam dikatakan tidak saling tumpang tindih jika irisan antara interior masing-masing interval kosong, = ∅. Jika tidak demikian dan dikatakan saling tumpang tindih.

  Contoh II.D.8.a.:

  Diketahui interval = 1,2 dan = [2,3]. Apakah interval dan merupakan interval tidak tumpang tindih?

  Jawab :

  Jika = (1,2) dan = (2,3). Sehingga = 1,2 maka = [2,3] maka menurut Definisi II.D.8.a. maka =

  1,2 2,3 = ∅. Berikut adalah definisi dari fungsi kontinu mutlak atau yang lebih dikenal dengan AC (absolutely continuous) dan fungsi kontinu mutlak teritlak (generalized absolutely continuous) atau ACG.

  Definisi II.D.8.b.

  Suatu fungsi F dikatakan kontinu mutlak (absolutely continuous) atau AC pada [

  , ] jika untuk ∀ > 0 terdapat > 0 sehingga jika berlaku ) ) untuk setiap − − (

  < ( < ,

  [ : 1 ≤ ≤ } koleksi berhingga interval yang tidak saling tumpang tindih di dalam [ , ].

  Definisi II.D.8.c.

  Suatu fungsi F dikatakan kontinu mutlak teritlak (generalized absolutely [

  continuous ) atau ACG pada

  , ] jika [ , ] merupakan gabungan , sejumlah himpunan terbatas

  = 1,2, … …, pada setiap fungsi F adalah AC.

  (Gordon, 1994) 9.

   Sifat hampir dimana-mana

  • – Di bawah ini akan diberikan definisi dari sifat hampir dimana mana sebagai berikut.

  Definisi II.D.9.

  Suatu fungsi dikatakan mempunyai sifat pada hampir dimana – mana jika fungsi tersebut bersifat P pada kecuali untuk himpunan ⊆ dan = 0.

  Contoh II.D.9. :

  Suatu : → dan : → adalah sama atau = hampir dimana – mana pada jika dan hanya jika = ( ) untuk ∀ ∈ − dengan

  = 0 dan ( ) ≠ ( ) untuk : → untuk ∀ ⊆ dengan = 0.

E. Integral

  Diberikan fungsi yang terdefinisi pada interval terbuka I, ditentukan suatu

  ′

  fungsi yang memenuhi = ( ) pada I. Fungsi seperti ini dinamakan anti turunan (integral) atau fungsi primitif dari fungsi f pada interval I.

  (Martono, 1999) Integral terdiri dari integral tak tentu dan integral tentu. Integral tersebut terletak pada batasnya, dimana Integral tentu memiliki batas atas dan batas bawah.

  Pada bagian ini dibahas mengenai sifat

  • – sifat yang berlaku pada integral tentu. Jikal dan adalah fungsi kontinu maka:

  1. = 0 ∫

  2. = ∫

  − ∫ 3. = , dengan konstanta

  ∫ ∫ 4. = ±

  ∫ [ ± ] ∫ ∫ 5. = , dengan

  • (Purcell,1984) F.

  ∫ ∫ ∫ < <

   Integral Khintchine

  Suatu fungsi : [ , ] → terintegral Khintchine pada [ , ] jika terdapat suatu fungsi kontinu sedemikian sehingga kontinu mutlak

  

  teritlak atau ACG pada = , dan pendekatan derivatifnya hampir dimana

  • – mana pada , .