INKUBATOR SEBAGAI MEDIA TRANSFER TEKNOLOGI DAN PEGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN

  

I N K U BAT OR SEBAGAI M EDI A T RAN SFER

T EK N OLOGI DAN PEGEM BAN GAN

K EWI RAU SAH AAN

Oleh :

Dr. H. Ery Supriyadi R., Ir., MT

  

Eka Setiajatnika, SE., MSi

Abstract

  

Isu penting dalam pengembangan ekonomi masyarakat adalah melakukan upaya pengembangan

kemampuan kewirausahaan dan pemenuhan teknologi yang memadai dan berkelanjutan bagi para pelaku

UMKM dan koperasi agar mampu mengakses pasar, informasi, keuangan dan manajemen.

Pengembangan ekonomi berarti meningkatkan temuan dan inovasi dengan berbagai cara yang mampu

mengkaitkan strategi transfer teknologi dan kemampuan kewirausahaan dari tingkat lokal sampai global

memberdayakan individu-individu pelaku bisnis (UMKM dan koperasi). Salah satu format

pengembangan ekonomi masyarakat berbasis pengetahuan dan teknologi di antaranya adalah inkubator.

Asumsi mendasar suatu inkubator adalah bahwa pelaku usaha memiliki keterbatasan kemampuan

mencari peluang bisnis, sehingga diperlukan upaya memediasi dan memfasilitasi para pelaku bisnis

melalui proses pendampingan, konsultasi, fasilitasi, dan bimbingan dalam kegiatan inkubasi. Transfer

pengetahuan dan teknologi melalui inkubator merupakan suatu proses perubahan budaya yang

menjembatani perubahan norma, sikap, dan perilaku penggunanya dan sekaligus menjadi hasil nilai

baru/budaya baru dari proses transfer dinamika pengetahuan dan teknologi tersebut. Proses penyajian

informasi dan transfer teknologi secara tepat ditujukan agar produk riset dan teknologi dapat digunakan

dan bernilai manfaat bagi proses pengembangan ekonomi dan bisnis. Inkubator bisnis dapat didudukkan

sebagai suatu mediator berbentuk relasi keterkaitan, katalistik, maupun intervening antar lembaga riset,

pemerintah, dan universitas dengan masyarakat pengusaha. Agar terjaganya keberlanjutan program dan

kegiatan inkubasi maupun pengembangan usaha serta transfer teknologi melalui inkubator bisnis, maka

perlu mengenali lebih mendalam tipe sasaran binaan guna mengefektifkan proses dan tingkat

capaiannya.

  Keywords : inkubator, transfer, teknologi, keterkaitan, katalistik, intervening, adopsi, ekspansi, koperasi, sme’s PENDAHULUAN

  Strategi-strategi pembangunan harus dapat mengidentifikasi dan mengolah aset-aset, serta mendorong upaya yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pengembangan ekonomi dapat berjalan manakala didukung oleh kebijakan yang memadai melalui rumusan dan penerapan strategi-strategi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah, swasta, universitas, dan masyarakat lokal yang tertransformasikan ke dalam miliu inovatif. Kebijakan ekonomi dan pembangunan tersebut diharapkan mampu mengintegrasikan kegiatan kemajuan usaha dan sekaligus pula tetap mengembangkan faktor kemajuan ilmu dan teknologi dan kebutuhan yang mendasarinya. Hal ini tercapai manakala kebijakan mampu mendorong perusahaan-perusahaan lokal dan masyarakat pengusaha mengantisipasi tuntutan pasar dan perubahan global yang tengah terjadi. Disamping itu, dibutuhkan pula kebijakan yang mendorong dan memungkinkan terciptanya perusahaan baru yang menyediakan kelengkapan layanan suatu kegiatan, menangkap peluang bisnis dalam skala lokal, regional, maupun internasional, serta mendorong transfer teknologi.

  Isu penting dalam pengembangan ekonomi masyarakat dan regenerasi pengembangannya adalah melakukan upaya pengembangan kemampuan kewirausahaan yang memadai dan berkelanjutan bagi para pelaku UMKM dan koperasi agar mampu mengakses pasar, informasi, keuangan dan manajemen. pengolahan, pemasaran, dan pengendalian kualitas produk dan manajemen yang terkait dengan proses tranformasi pengetahuan dan teknologi.

  Isu berikutnya bahwa untuk mendukung para pelaku bisnis UMKM yang kreatif inovatif selayaknya didukung riset, dan tranfer teknologi, pemahaman manajemen, dan kewirausahaan, namun demikian diperlukan rangkaian sistem dan media kerjasama yang menjembatani keberadaan dan perkembangan riset, teknologi, manajemen, dan kewirausahaan terhadap pertumbuhan dan perkembangan perilaku dan kelembagaan usaha UKMM itu sendiri, terutama sekali berkait dengan kinerja usaha dan keberlanjutan bidang usaha. Di sisi lain, ilmu dan teknologi berkembang cepat dengan berbagai dinamika dan variasinya, dengan demikian perlu upaya pemberian pemahaman dan pengidentifikasian iptek kepada para pelaku bisnis UMKM agar mampu mengantisipasi perubahan yang terjadi agar berdaya dan bernilai guna.

  Salah satu format pengembangan ekonomi masyarakat berbasis pengetahuan dan teknologi di antaranya adalah inkubator. Asumsi mendasar yang ada dari suatu inkubator adalah bahwa pelaku usaha memiliki keterbatasan kemampuan dalam mencari da menangkap peluang bisnis, sehingga diperlukan upaya memediasi dan memfasilitasi para para pelaku bisnis melalui proses pendampingan, konsultasi, fasilitasi, dan bimbingan dalam kegiatan usahanya. Melalui rangkaian kegiatan pendampingan, konsultasi, fasilitasi, dan bimbingan dalam berbagai fungsi bisnis mulai dari logistik, produksi, pemasaran, manajamen sumber daya manusia, manajemen keuangan memungkinkan kesiapan usaha maupun ‘business start-up bagi UMKM menjadi lebih baik dari segi perilaku dan kelembagaan bisnisnya. Secara sederhana , inkubator bisnis merupakan suatu wadah yang memfasilitasi dan memediasi kebutuhan berusaha bagi para pemula dan UMKM, atau SME’s.

  Nilai potensial inkubator memerlukan perwujudan nyata dalam memainkan perannya. Banyaknya informasi pasar, manajemen, produk dan teknologi yang tersedia pada berbagai sumber baik pemerintah, lembaga penelitian, maupun universitas dan swasta perlu disajikan dan dikomunikasi transfer teknologi secara tepat ditujukan agar produk riset dan teknologi dapat digunakan dan bernilai manfaat terhadap pendapatan pelaku usaha dan proses pertumbuhan ekonomi. Dengan memperhatikan hal ini, inkubator bisnis dapat didudukkan sebagai suatu mediator antar lembaga riset, pemerintah, dan universitas dengan masyarakat pengusaha. Tulisan ini mencoba menjelahi beberapa pemikiran peran inkubator bisnis berdasarkan pengalaman mengelola inkubator bisnis serta mengacu beberapa landasan pemikiran berbasis literatur.

  Konsep pengembangan ekonomi masyarakat memandang pentingnya regenerasi lokal yang berkelanjutan dalam pembangunan dan memfasilitasi berbagai hak-kewajiban kegiatan produktif-inovatif pada semua bagian komunitas ekonomi dan semua aspek dari proses regenerasi pengembangan ekonomi dan masyarakat . Ada tiga hal mendasar dalam pengembangan ekonomi masyarakat, yaitu : a. Menyediakan alternatif kegiatan pasar (produk, jasa, dan lapangan kerja) b. Menolong komunitas yang termarjinalkan agar punya kaitan lebih baik dengan kegiatan pasar c. Membuat inisiatif komunitas UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) dan koperasi yang lebih efektif dengan melakukan integrasi usaha dan membawa perbaikan manfaat akses terhadap sumberdaya yang dimiliki, pengetahuan dan teknologi, serta legitimasi. Pengembangan ekonomi masyarakat merupakan suatu aspek yang integral dan alat vital bagi strategi regenerasi lokal. Pengembangan ekonomi berarti meningkatkan temuan dan inovasi dengan berbagai cara yang mampu mengkaitkan strategi transfer teknologi dan pengembangan kemampuan kewirausahaan dari tingkat sangat lokal sampai global dan mampu pula memberdayakan individu-individu para pelaku bisnis (UMKM dan koperasi) guna mendorong produktivitasnya pada semua tingkatan.

  Suatu rangkaian yang kohesif antara transfer teknologi, kemampuan tersebut dapat berbentuk relasi keterkaitan, katalistik, maupun intervening.

  Pemerintah lewat berbagai programnya melakukan stimulasi pengembangan ekonomi berbasis teknologi (Eisinger, 1989). Sejumlah aturan dan program digerakkan untuk dapat mengakselerasi kebutuhan pasar melalui penciptaan pengetahuan baru dan informasi teknologi. Adanya kesenjangan antara penghasil dan pengguna iptek telah mendorong berbagai upaya mempercepat transfer teknologi dari tingkat laboratorium kepada tingkat pasar. Salah satu langkah yang dilakukan adalah pemerintah mencari alternatif teknologi dan temuan baru yang menarik dan memberikan nilai tambah melalui pengembangan inovasi-inovasi guna mendukung industri berteknologi tinggi yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif. Kecepatan teknologi nampaknya meninggalkan kecepatan kebutuhan ekonomi, artinya bahwa berbagai program inovasi teknologi berkembang pesat namun pengembangan ekonomi masih relatif lamban.

  Transfer teknologi memiliki definisi yang cukup lebar, di antaranya adalah upaya mengalihkan pemahaman dan keterampilan teknologi, keteknikan, atau pengetahuan yang dikembangkan dalam suatu organisasi dengan lainnya. Sementara itu, pengembangan ekonomi umumnya dipahami sebagai suatu peningkatan standar kehidupan yang diwujudkan dalam bentuk peingkatan lapangan kerja dan pendapatan per kapita. Adopsi teknologi oleh satu atau beberapa perusahaan belum tentu mampu menciptakan atau berakibat pada pertumbuhan lapangan kerja dan pendapatan pada suatu wilayah. Berlandaskan pada pemikiran bahwa inovasi dan teknologi baru berperan dalam pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah berupaya menyusun program mendorong inovasi dengan asumsi bahwa teknologi akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan pertumbuhan ekonomi, artinya teknologi dan pertumbuhan ekonomi merupakan komponen hasil pembangunan. (Melker, et.el, 1993)

  Beberapa turunan pemikiran teknologi dan pengembangan ekonomi, di antaranya adalah mendudukkan teknologi berfungsi sebagai katalis dan dapat menstimulasi bertambahnya industri baru, inovasi dipandang sebagai suatu menyatakan bahwa siklus inovasi akan mempengaruhi ekonomi, dimana temuan-temuan baru diadopsi oleh para wirausaha dan selanjutnya dunia usaha mengadopsi teknologi tersebut, maka terjadilah pertumbuhan ekonomi; dan pada satu saat terjadi penurunan yang menimbulkan gelombang pengembangan teknologi lanjutan sebagai proses pembaharuan dan perbaikan. Teori inovasi tidak secara langsung mengarah pada pengembangan ekonomi, tetapi lebih pada tataran tingkat makro tentang teknologi, perubahan cara, dan inovasi pada ekonomi. Kesuksesan transfer teknologi membutuhkan transfer pengetahuan dari berbagai disiplin lmu, profesi, sektor industri, wilayah, dan masyarakat (Reisman, 1989). Dengan demikian, transfer pengetahuan teknologi merupakan suatu proses budaya atau dengan kata lain, bahwa transfer pengetahuan dan teknologi melalui inkubator merupakan suatu proses perubahan budaya yang menjembatani perubahan norma, sikap, dan perilaku penggunanya dan sekaligus menjadi hasil nilai baru/budaya baru dari proses transfer dinamika pengetahuan dan teknologi tersebut.

  Produk riset dan teknologi yang dihasilkan oleh berbagai lembaga pada dasarnya memberikan nilai tambah bagi produksi dan produktivitas pengembangan ekonomi secara tidak langsung. Namun demikian, hal ini perlu dipertanyakan lebih lanjut pula mengenai tingkat efisiensi dan efektivitas dari produk riset atau teknologi yang dihasilkan berdasarkan dampak, penggunaan, dan biaya yang dikeluarkan. Produk riset dan teknologi yang dihasilkan seringkali mengalami kesenjangan waktu, kesenjangan tata cara penggunaan, dan kesejangan tujuan dari sumbernya dengan para penggunanya. Produk riset dan teknologi yang demikian banyaknya seringkali tidak sampai kepada para pengguna utamanya. Hasil penelitian atau teknologi yang baru ditemukan atau hasil pembaharuan atau rekayasa ulang ternyata tidaklah linier dengan nilai tambah langsung ataupun meningkatkan nilai tambah produk dan pasar akibat temuan atau rekayasa baru tersebut. Willinger and Zuscovith, (1988) menyatakan bahwa transformasi dari suatu inovasi ke pasar ditentukan oleh permintaan pasar dari inovasi tersebut. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana sebenarnya aspek guna laksana hasil riset dan teknologi tersebut bagi para pengguna terutama para pengusaha UMKM dan koperasi.

  Tingkat ketersediaan teknologi dan kendala perusahaan itu sendiri dalam mengakses teknologi merupakan faktor penentu utama lintasan tersedianya teknologi bagi pengusaha dan dunia usaha. Keadaan inilah yang menyebabkan bahwa transfer teknologi berkarakter tidak pasti, coba-coba, dan

  

error (Kline and Rosenberg, 1986). Dengan demikian, rangkaian aspek teknis

  dan proses alih teknologi dapat berjalan dari sumber informasi riset dan teknologi ditentukan oleh kemampuan UMKM dan perilaku pengusaha tersebut dalam mengadopsi produk riset dan teknologi yang tersedia dari berbagai sumber. Kemampuan dan perilaku UMKM ini menyangkut kapasitas pengusaha dalam penggunaan produk riset dan teknologi pada berbagai fungsi bisnis yang dijalaninya maupun keefektifannya terhadap nilai tambah dalam proses transaksi di pasar. Ketika kemampuan pengusaha terhadap produk riset dan teknologi tersebut sangat baik dalam kegiatan produksi diiikuti dengan nilai positif dalam transaksi dan respon pasar, maka transfer teknologi akan bernilai dan berhasil guna bagi pengusaha dan dunia usaha dan akhirnya diharapkan mampu mengakselerasi pertumbuhan ekonomi secara akumulatif.

  Pada sisi inilah yang seringkali terjadi permasalahan, dimana kapasitas pengusaha dan dunia usaha dari UMKM dan koperasi mengalami kendala dalam mengakses produk riset dan teknologi atau kemampuan menggunakan teknologi relatif kurang efektif karena kendala keteknikan dan syarat finansial terhadap penggunaan produk riset atau teknologi tersebut. Adopsi inovasi tergantung pada kapasitas teknik, kemampuan organisasi, dan pengetahuan pasar, kenyamanan bagi penggunaan inovasi, cara menganalisis dan memahami sinyal pasar dari para pengusaha UMKM tersebut.

  Fenomena ini menggambarkan adanya kesenjangan antara produk riset dan teknologi dengan proses alih teknologi dari lembaga atau sumber penghasil riset dan teknologi kepada masyarakat pengusaha. Pesatnya kemajuan riset dan teknologi yang didukung oleh tatanan norma inovatif, kreatif, produktif dari dan kemampuan’ pengusaha UMKM sebagai pengguna yang sangat minim. Ada kesenjangan norma mengembangkan dan mencari inovasi dari kedua pelaku, yaitu dimensi lengkap-kurangnya informasi, inklusivitas-eksklusivitas, dan manfaat ekonomi- non ekonomi dari suatu produk riset dan teknologi.

  Dengan memperhatikan hal-hal tersebut diatas, maka perlu upaya untuk mengatasi kesenjangan-kesenjangan penyajian dan penggunaan produk riset dan teknologi melalui mediasi yang efektif yang menghubungkan arus kebutuhan produk riset dan teknologi yang bersifat dua arah dan kolaboratif antara lembaga riset dengan masyarakat pengusaha pengguna produk riset dan teknologi. Adanya persepsi yang tepat terhadap suatu temuan baru sebagai hasil riset dan teknologi, presisi dan kenyamanan aspek teknis- administrasi yang tepat dan akurat, dan tingkat kepercayaan terhadap hasil dan proses riset dan transfer teknologi menjadi acuan bagi upaya mengefektifkan transfer teknologi kepada pengusaha binaan inkubator bisnis.

  Titik temu antara kebutuhan produk riset dan teknologi yang dirasakan oleh para pengusaha UMKM dengan program riset dan pengembangan teknologi dapat dijembatani oleh inkubator bisnis secara efektif. Secara potensial dan aktual, media inkubator bisnis diharapkan dapat meningkatkan akselerasi, aksesibilitas dan afordabilitas proses alih teknologi, difusi inovasi, adaptasi teknologi yang mendekatkan produk riset dan teknologi yang dihasilkan dan memang nyata dibutuhkan oleh pengusaha pengguna. Lembaga inkubator adalah salah satu alternatif guna memediasi transfer teknologi yang menjembatani antara kebutuhan pengusaha dan mengalirkan arus informasi dan hasil riset dan teknologi sesuai dengan kebutuhan nyata dan dirasakan serta bernilai pasar , serta menjalin hubungan kolaboratif sinergis dengan lembaga sumber riset dan teknologi.

  INKUBATOR : MEDIA PENDEDARAN PEMAHAMAN KEWIRAUSAHAAN

  Sebagai suatu proses perubahan budaya, maka perubahan kebutuhan akan teknologi guna memenuhi kebutuhan pasar diikuti pula oleh perubahan mengadopsi, mengadaptasi dan menggunakan produk riset dan teknologi. Proses ini dilakukan melalui kolaborasi antara lembaga riset dan teknologi dengan inkubator bisnis. Kolaborasi yang dimaksudkan adalah hubungan- hubungan yang purposif yang didesain untuk memecahkan masalah dengan menciptakan atau mencari/menangkap suatu solusi pengembangan UMKM bagi keefektifan dan akselerasi proses adopsi inovasi dan transfer teknologi untuk menghasilkan nilai manfaat bagi pengguna dan kemajuan aliran informasi produk riset dan teknologi yang dihasilkan. Kolaborasi ini berupaya menginisiasi, mengajukan, mengetengahkan, serta menghadapi keadaan dari pelaku, multi-aktivitas, dan multi-manfaat yang terlibat dalam suatu sistem interorganisasi yang kompleks dalam menilai kebutuhan suatu riset dan teknologi, menyajikan dan mengalirkan produk riset dan teknologi, serta mempromosikan pengembangannya.

  Inkubator bisnis melakukan analisis kebutuhan nyata dari para pengusaha binaan atau calon binaan melalui upaya menghimpun dan menyaring informasi mengenai kebutuhan inovasi dan teknologi atau menyajikan berbagai temuan dan hasil yang ada kepada para pengusaha binaan (tenant) dengan berbagai spesifikasinya yang sesuai dengan kemampuan dan kapasitas pengusaha binaan tersebut. Pembinaan inkubasi mencakup upaya pencarian kesempatan bisnis, penyediaan bahan baku dan proses produksi, fasilitasi keuangan dan permodalan, pasar dan pemasaran, pengendalain mutu dan manajemen sumberdaya manusia termasuk pengenalan dan pengembangan inovasi dan transfer teknologi kepada pengusaha binaan.

  Inkubator bisnis memahami dan menyelami keadaan kemampuan maupun kapasitas pengusaha binaan, sehingga proses belajar yang bersifat kontinu dan intensif antara pengusaha binaan dan pihak inkubator menciptakan suasana belajar dan proses transfer teknologi yang efektif dan lancar. Intensitas dan berbagai insentif yang didapat dari hubungan mutualistis antara inkubator bisnis dengan pengusahaan binaan menyebabkan adanya kedekatan pemahaman dan tindakan guna mencapai tujuan proses inkubasi bisnis dan melakukan proses binaan merangsang tenant mencari dan menerapkan inovasi dan teknologi secara terus menerus yang mendukung keberhasilan usaha yang dilakukan oleh pengusaha ataupun capaian target program inkubasi bisnis itu sendiri.

  Inkubator bisnis melakukan pembinaan kemampuan kewirausahaan bagi para tenant dengan proses pendamping dan konsultasi dalam aspek manajerial bisnis, baik logistik, produksi, keuangan, dan pemasaran produk. Sementara itu, perubahan dan dinamika pasar menuntut pula antisipasi dan perubahan perilaku maupun kemampuan teknologi dari para pengusaha tersebut. Dalam kondisi ini, inkubator bisnis melakukan proses interaksi pemberdayaan ekonomi dan teknologi bagi para tenant dan pada sisi lainnya melakukan proses pembelajaran. Proses pembelajaran dalam alih teknologi dan produk riset dalam suatu inkubator bisnis mencakup dinamika pembelajaran manajerial pengusaha UMKM, interaksi adopsi dan adaptasi inovasi dan teknologi, teknik dan metode maupun dan standar operating

  

procedure dari suatu temuan atau pengembangannya. Tentunya proses

  pembelajaran ini memberikan nilai tambah dan manfaat ekonomi bagi para tenant dan inkubator bisnis secara mutualistis.

  Secara potensi, dengan adanya jaringan informasi teknologi yang bersumber dari berbagai lembaga penghasil produk riset dan teknolgi, mendudukkan inkubator bisnis sebagai kolektor dan asesor terhadap kebutuhan suatu produk riset yang layak pasar dan tepat guna dalam adopsi inovasi serta transfer teknologi. Produk riset yang dikenalkan/disalurkan melalui lembaga inkubator bisnis kemudian diterima oleh para pengusaha binaan dengan standar mutu dan teknologi yang layak jual pada tingkat pasar regional dan internasional membuat kedudukan para pengusaha binaan mampu memasuki pasar kompetitif dan menguntungkan. Dengan demikian produk riset dalam mekanisme ini mampu didekatkan kepada pengguna produk riset dan teknologi dan hasil teknologi itu sendiri memberi nilai manfaat teknik maupun ekonomi pasar. Tentunya upaya rekayasa ulang dan perbaikan dan peningkatan kapasitas hasil riset dan teknologi pada masa yang akan datang.

  Namun demikian, sebagai suatu proses interaksi dan pembelajaran dalam pengembangan kemampuan kewirausahaan dan transfer teknologi perlu memperhatikan beberapa faktor sebagai bahan pertimbangan guna menjadi asupan bagi efektivitas proses inkubasi terhadap tenant. Dengan asumsi bahwa inkubator memiliki kapasitas dan kapabilitas melakukan pengembangan dan pemberdayaan UMKM, maka tipologi perilaku dan kelembagaan pengusaha binaan menjadi faktor penentu atau variabel bebas yang akan menentukan keberhasilan pengembangan kewirausahaan dan transfer teknologi melalui inkubator bisnis.

  Perilaku dan kelembagaan pengusaha binaan dapat dilihat secara kontigensi antara kemampuan-kemauan pengusaha dan komitmen terhadap etika bisnis. Kemampuan-kemauan pengusaha dikategorikan yang baik dan kurang, sedangkan komitmen etika bisnis bermakna konsistensi terhadap etika melaksanakan bisnis dikategorikan tinggi dan rendah. Tipe pertama adalah tenant yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk maju dan diikuti dengan etika bisnis yang baik. Kedua adalah tenant yang memiliki kemampuan dan kemauan untuk maju tetapi etika bisnisnya lemah atau kurang. Ketiga adalah tenant yang kurang memiliki kemampuan tetapi etika bisnisnya tinggi. Tenant tipe pertama ini perlu dibina secara mendalam dan berkelanjutan dengan menyediakan sistem binaan baik manajemen dan fasilitasi pengembangan teknologi yang merangsang dan membangun kapasitas diri pengusaha tersebut secara berkelanjutan dan regeneratif dalam berbagai kegiatan bisnisnya. Tenant tipe ketiga perlu diberikan fasilitasi (manajemen, keuangan, pemasaran) yang mendorong penggunaan teknologi tertentu dengan melakukan proses pendampingan dan konsultasi yang intensif. Selanjutnya, tenant tipe kedua adalah tenant yang bersifat ‘wicked tenant’, dimana perlu selektivitas yang tinggi terhadap berbagai bentuk upaya dan program binaan yang dilakukan; tindakan pengawasan dan penertiban secara terstruktur dalam berbagai kegiatan inkubasi perlu dilakukan untuk meminimalisasi kondisi dan

  KESIMPULAN

  Inkubator bisnis sebagai suatu lembaga pembinaan UMKM dan koperasi dapat menjadi jembatan dan mediasi proses adopsi, adaptasi, dan aliha teknologi dan produk-produk riset. Peran ini dilakukan lewat berbagai kegiatan pendampingan, konsultasi, dan fasilitasi teknologi dan produk riset yang berlangsung simultan dengan kegiatan yang sama dalam aspek manajerial dan kemampuan kewirausahaan.

  Inkubator dan lembaga riset dapat melakukan perencanaan dan operasi secara kolaboratif terhadap proses alih teknologi dan penggunaan produk riset. Perencanaan dan operasi kolaboratif ditujukan untuk mengefektifkan proses alih teknologi dari sumber riset dan teknologi kepada pengusaha binaan inkubator bisnis sebagai pengguna dengan memperhatikan pula aspek kultur dan perilaku sasaran. Proses mediasi pengembangan kewirausahaan dan transfer teknologi merupakan kegiatan yang simultan dan memiliki koherensi yang kuat dalam porghram da kegiatan inkubasi bisnis. Oleh karena itu, inkubator bisnis dapat menjadi pusat belajar, pusat alih teknologi, pusat pengenalan produk riset yang memiliki nilai manfaat ekonomi dan pasar bagi pengembangan UMKM.

  Agar terjaga keberlanjutan program dan kegiatan inkubasi maupun pengembangan usaha serta transfer teknologi melalui inkubator bisnis, maka perlu mengenali lebih mendalam tipe sasaran binaan guna mengefektifkan proses dan tingkat capaiannya. Pengembangan dan promosi hasil produk dan teknologi perlu memperhatikan dimensi kemampuan dan etika bisnis sasaran binaan dalam memformulasikan dan mengimplementasikan strateginya guna memperoleh keefektifan program dan keberlanjutannya.

  DAFTAR PUSTAKA

Bates, Timothy. 1993. Theory of Enterpreneurship In Theories of Regional

Development, in Theories of Local Economic Development, Perspective From

  Across Diciplines. Edited by Richard D. Birngham and Robert Mier. Sge Publications, Inc. USA-London-New Delhi.

Beauregard, R. A., P. Lawless, and S. Deitrick. 1992. Collaborative Stategies for

Reindustrialization L Shieffield and Pittsburgh. Economic Development

  Quarterly, Vol. 6, pp. 418-430.

  

Bozeman, B. and M, Crow. 1991. Technology Transfer from U.S Government and

University R&D Laboratories. Technovation, Vol. 2, No. 4, pp. 231-242.

Clarke, S. E. and G. L. Gaile. 1992. Postfederal Local Economic Development

Stategies. Economic Development Quarterly, Vol. 6, Vol. 187-198.

Eisinger, P. 1988. The Rise of the Enterpreneurial State : State and Local Economic

Development Policy in the United States. Madison : Univesity of Wisconsin

  Press.

Ery Supriyadi R. 2004. Perspektif Partisipasi dan Metafora Teori Pengembangan

Ekonom Lokal: Mencari Jejak dan Implementasi Pengembangan Ekonomi

  Lokal. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Perencanaan Kontekstual: Menuju Konvergensi Teori dan Praktek. Seminar tahunan ASPi- Universitas Brawijaya 21 Juli 2004. Fakultas Teknik Unbraw. Malang, Jawa Timur.

Johnson Jr, James H. 2002. A Conceptual Model for Enhancing Community

Competitivens in the New Economy. Urban Affair Review, Vol. 37, No. 6, pp.

  763-779.

Kline, S. and N. Rosenberg. 1986. An Overiew of Innovation, in R. Landau and N.

  Rosenberg (eds.). The positive Sum Strategy : Harnessing Technology for Economic Growth. Washington, DC: National Academy Press.

Melkers, Julia, B. Daniel and Bozeman Barry. 1993. Technology Transfer and

Economic Development In Theories of Local Economic Development.

  Perspectives From Across the Diciplines. Editet by Ricard D. Birmingham and Robert Mier Sage Publications, Inc. USA-London_New Delhi.

Osborne, D. 1990. Refining State Technology Programs. Issues in Science and

Technology 6(4) : 55-61.

  

PiBi. 2000. Profil Pusat Inkubator Bisnis Ikopin. Institut Manajemen Koperasi

Indonesia. Bandung-Sumedang.

Reisman, A. 1989. Technology Transfer: A Taxonomic View. Journal of Technology

Transfer, Vol. 16, No. 2, p. 38.

Schumpeter, J. 1950. Capitalism, Socialism, and Democracy. New York : Harper &

Row.

Willinger, M. and E. Zuscovitch. 1988. Towards the Economics of Information Intensive

Production Systems: The Case of Advanced Materials, in G. Dosi et al. (eds.).

  Technical Change and Economic Theory. New York: Frances Pinter.