BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Adhi Priyanto BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek),

  perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma (hukum) yang berlaku, tidak menjadi masalah. Terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat (Bambang Waluyo, 2008: 1).

  Perilaku yang dikategorikan tidak sesuai dengan norma, salah satunya adalah perjudian. Perjudian dalam bentuk judi toto gelap atau yang biasa disebut dengan judi togel, yang saat ini masih marak di Kabupaten Banyumas.

  Judi togel bukanlah hal baru, bagi masyarakat dunia dan Indonesia. Di Indonesia, berawal dari kegiatan legal untuk menyumbang kegiatan olah raga yang di era tahun 80-an dikenal dengan Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB). Seiring dengan banyaknya protes dari berbagai elemen kemasyarakatan dan agama, maka legalitas SDSB akhirnya dihentikan. Seluruh kegiatan yang

  

  menyangkut judi kupon putih ini dilarang

  Para pemain yang sudah terlanjur hobi bermain judi kupon putih tersebut akhirnya melanjutkan kesukaannya menembak angka dengan cara sembunyi- sembunyi. Sehingga, aktifitas judi yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi inilah akhirnya judi ini disebut dengan judi toto gelap atau yang biasa dikenal

  

  dengan judi togel Perjudian berdampak buruk bagi masyarakat. Kebiasaan berjudi mengkondisikan mental individu menjadi ceroboh, malas, mudah berspekulasi dan cepat mengambil risiko tanpa pertimbangan. Tidak hanya itu, masih banyak lagi dampak negatif lainnya yang dapat ditimbulkan dari kebiasaan berjudi (Kartini Kartono, 2011: 83).

  Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian, menyatakan semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan pula mengenai perubahan ancaman hukuman pada pasal-pasal yang mengatur tentang perjudian, dikarenakan ketentuan- ketentuan yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga perlu diadakan perubahan dengan memperberatnya. Perubahan yang dimaksud, yakni pada Pasal 303 ayat (1) KUHP dan Pasal 542 ayat (1) dan ayat (2) KUHP. Namun, setelah dikeluarkannya undang-undang tersebut, khusus untuk Pasal 542 dirubah sebutannya menjadi Pasal 303 bis. Dengan kata lain, Pasal 542 KUHP ditiadakan.

  Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974, mempertimbangkan bahwa pada hakekatnya perjudian adalah perbuatan yang bertentangan dengan Agama, Kesusilaan, Moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Maka dari itu perlu diadakan usaha-usaha untuk menertibkan perjudian, membatasinya sampai lingkungan sekecil-kecilnya (UU R.I. No.7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian).

  Terkait dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tersebut, di dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1981 menegaskan bahwa dalam pemberian izin penyelenggaraan segala bentuk dan jenis perjudian dilarang, baik yang diselenggarakan di kasino, di tempat-tempat keramaian, maupun yang dikaitkan dengan alasan-alasan lain. Kemudian di dalam ayat (2) berbunyi: Izin penyelenggaraan perjudian yang sudah diberikan, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi sejak tanggal 31 Maret 1981 (Peraturan Pemerintah R.I. No.9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan UU No.7 Tahun 1974).

  Perjudian dilarang dalam undang-undang. Bagi pelaku yang melanggar ketentuan tersebut akan dikenai sanksi pidana, baik pidana penjara maupun pidana denda. Sanksi tersebut dirumuskan dalam Pasal 303 ayat (1) KUHP dan

  Pasal 303 bis ayat (1) dan ayat (2) KUHP. Adapun bunyi dari kedua pasal tersebut, sebagai berikut: Pasal 303 KUHP: (1) Pelaku diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin:

  1. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu.

  2. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dengan perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara.

  3. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai penjudi. (2) kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencaharian itu.

  Pasal 303 bis KUHP: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sepuluh juta rupiah:

  1. Barang siapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan dengan melanggar ketentuan Pasal 303.

  2. Barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau di pinggir jalan umum atau di tempat yang dapat dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari penguasa yang berwenang yang telah memberi izin untuk mengadakan perjudian itu. (2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima bellas juta rupiah.

  Dengan melihat ketentuan-ketentuan yang ada, maka segala bentuk perjudian dilarang. Oleh karena itu perlu peran dari kepolisian, dalam hal ini Satuan Reserse Kriminal atau disingkat Sat Reskrim untuk menanggulangi perjudian, khususnya judi toto gelap (togel).

  Sat Reskrim diperlukan peranannya dalam penanggulangan perjudian. Terkait dengan hal itu, dalam Pasal 43 ayat (3) huruf g Peraturan Kepala Kepolisian R.I. Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor, berbunyi: dalam melaksanakan tugas, Sat Reskrim menyelenggarakan fungsi penyelidikan dan penyidikan tindak pidana umum dan khusus, antara lain tindak pidana ekonomi, korupsi, dan tindak pidana tertentu di daerah hukum Polres. Ketentuan tersebut yang menjadi dasar hukum, Sat Reskrim berwenang dalam penanganan kasus perjudian.

  Namun, pada kenyataannya perjudian saat ini masih marak terjadi, khususnya di Kabupaten Banyumas, hal tersebut dibuktikan melalui data yang diperoleh dari Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Banyumas yang menunjukkan bahwa kasus perjudian di Kabupaten Banyumas, khususnya yang terjadi di bulan Januari 2014 sampai bulan April 2015 terdapat sebanyak 163 (seratus enam puluh tiga) orang/pelaku dari sebanyak 75 (tujuh puluh lima) kasus perjudian. Data kasus perjudian tersebut terkumpul selama kurun waktu 16 (enam belas) bulan dengan rincian kasus per bulan.

  Dalam kurun waktu tersebut terdapat berbagai macam bentuk perjudian, antara lain terdiri dari 54 (lima puluh empat) kasus judi togel, 6 (enam) kasus judi kartu ceki, 7 (tujuh) kasus judi kartu remi, 4 (empat) kasus judi kartu domino, dan 4 (empat) kasus judi dadu. Rincian pelakunya, terdiri dari 62 (enam puluh dua) pelaku judi togel, 32 (tiga puluh dua) pelaku judi kartu ceki, 32 (tiga puluh dua) pelaku judi kartu remi, 17 (tujuh belas) pelaku judi kartu domino, dan 20 (dua puluh) pelaku judi dadu.

  Dari kelima bentuk perjudian tersebut, kasus judi togel menjadi peringkat pertama yang terbanyak, yaitu terdapat sebanyak 62 (enam puluh dua) orang/pelaku dari sebanyak 54 (lima puluh empat) kasus. Mengenai tempat kejadian perkara, khususnya judi togel, terjadi di 42 (empat puluh dua) desa/kelurahan yang tersebar di 17 (tujuh belas) kecamatan di Kabupaten Banyumas. Data tersebut membuktikan bahwa kasus judi togel masih marak di Kabupaten Banyumas. Sehingga, perlu peran dari Sat Reskrim Polres Banyumas untuk menanggulanginya, karena cukup meresahkan masyarakat.

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul: “PERAN SATUAN RESERSE

  KRIMINAL KEPOLISIAN RESORT BANYUMAS DALAM MENANGGULANGI JUDI TOTO GELAP DI KABUPATEN BANYUMAS ”.

B. Perumusan Masalah

  1. Bagaimanakah peran Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Banyumas dalam menanggulangi judi toto gelap di Kabupaten Banyumas?

  2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Banyumas dalam menanggulangi judi toto gelap di Kabupaten Banyumas?

  3. Upaya apa saja yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Banyumas dalam mengatasi kendala dalam penanggulangan judi toto gelap di Kabupaten Banyumas?

  C. Tujuan Penelitian

  1. Untuk mengetahui peran Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Banyumas dalam menanggulangi judi toto gelap di Kabupaten Banyumas.

  2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Banyumas dalam menanggulangi judi toto gelap di Kabupaten Banyumas.

  3. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resort Banyumas dalam mengatasi kendala dalam penanggulangan judi toto gelap di Kabupaten Banyumas.

  D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

  a. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya di bidang hukum pidana.

  b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penelitian berikutnya berkenaan dengan masalah terkait.

2. Manfaat Praktis

  a. Sebagai bahan masukan kepada para penegak hukum, khususnya polisi, maupun jaksa, hakim, dan advokat terkait dengan penanggulangan judi toto gelap.

  b. Bagi masyarakat atau pembaca dapat memberikan informasi tentang salah satu bentuk tindak pidana yang ada di Indonesia.