BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian - Solihin BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Gastroenteritis Akut adalah Gastroenteritis Akut (GEA) adalah buang air

  besar yang tidak normal atau berbentuk tinja yang encer dengan frekuensi

lebih banyak dari biasanya. Pada Neonatus frekuensi buang air besar lebih dari

4 kali sedangkan pada bayi lebih dari umur satu bulan dan anak frekuensinya

lebih dari 3 kali sehari (Behrman, 2000).

   Gastroenteritis adalah gangguan fungsi penyerapan dan sekresi dari saluran pencernaan, dipengaruhi oleh fungsi kolon dan dapat diidentifikasi

dari perubahan jumlah, konsistensi, frekuensi dan warna dari tinja (Whaley &

Wong, 1996).

  Gastroenteritis adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan atau tanpa darah dan/atau lendir dalam feses, sedangkan diare akut sendiri

didefinisikan dengan diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak

yang sebelumnya sehat (Sodikin, 2011). Diare atau Gastroenteritis merupakan

suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya,

ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3

kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir

darah (Hidayat, 2006).

  Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis

adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko mengalami

defekasi sering dengan feses cair atau tidak berbentuk dengan frekuensi lebih

banyak dari biasanya.

B. Anatomi dan Fisiologis

  Gambar1. Anatomi system pencernaan. dari (Pustekkom Depdiknas, 2008 )

  Menurut Sodikin, (2011) struktur saluran pencernaaan berbeda antara

suatu bagian dengan bagian yang lain, akan tetapi secara umum tersusun atas

empat lapisan atau empat bagian, yaitu : 1.

  Mukosa Mukosa tersusun atas epetil, lamina propria dan muskularis mukosa. Bentuknya berbeda antara satu bagian dengan bagian lainnya di

  

saluran pencernaan. Lama propria sebagian besar terdiri atas jaringan ikat

dan jaringan ikat yang mengandung serat kologen dan elastin.

  2. Submukosa Submukosa terdiri atas jaringan ikat, jaringan dari serat kolagen dan elastin.

  3. Tunika Muskularis Tunika muskularis tersusun atas dua lapis otot, sirkuler di sebelah dalam dan longitudinal di sebelah luar.

  4. Lapisan serosa (advantisa) Lapisan serosa (advantisa) merupakan lapisan yang paling luar,

  

bagian ini terutama disusun oleh jaringan ikat yang kemudian membentuk

mesentrium, kecuali dibagian esofagus dan rectum. Sistem pencernaan berurusan dengan penerimaan makanan dan

mempersiapkannya untuk di asimilasi tubuh. Saluran pencernaan terdiri atas

bagian –bagian berikut, antara lain : a.

  Mulut Mulut merupakan bagian pertama dari saluran pencernaan. Dinding kavum oris memiliki struktur untuk mastikasi. Dimana makanan akan

dipotong, dihancurkan oleh gigi, dan dilembabkan oleh saliva. Selanjutnya

makanan tersebut akan membentuk bolus dimana masa terlapisi salvia (Sodikin, 2011).

  Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu :

1. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi.

  2. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang dibatasi

sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis, di sebelah

belakang bersambung dengan faring (Syaifuddin, 2006).

  b.

  Lidah Lidah tersusun atas otot yang pada bagian atas dan sampingnya

dilapisi dengan membrane mukosa, lidah pada neonates relative pendek dan

lebar. Tunas kecap ditemukan pada papilla dan respons menghisap

meningkat dengan adanya rasa bahan yang manis. Lidah menempati kovum

oris dan melekat secara langsung pada epiglottis dalam faring. Tiga ruang

mirip celah membentuk struktur dalam mulut, yang memungkinkan cairan

untuk melintas ke dalam faring. Elevasi dari laring mengarahkan

pembukaan dari laring ke dalam nasofaring sehingga bayi dapat bernafas

secara bebas, sementara cairan masuk ke dalam faring, hal ini penting karena neonates bernapas melalui hidung (Sodikin, 2011).

  Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir,

kerja otot lidah ini dapat digerakan keseluruh arah. Lidah dibagi atas tiga

bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Fungsi lidah yaitu mengaduk mekanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan (Syaifuddin, 2006). c.

  Gigi Pertumbuhan gigi merupakan suatu prosses fisiologis yang dapat

menyebabkan salvias berlebihan dan rasa tidak nyaman (nyeri). Manusia

dilengkapi dengan dua set gigi yang tampak pada masa kehidupan yang

berbeda-beda. Set pertama adalah gigi primer (gigi susu atu desidua), yang

bersifat sementara dan tumbuh melalui gusi selama tahun pertama dan tahun kedua kehidupan; selanjutnya set kedua atau set permanen,

menggantikan gigi primer dan mulai tumbuh pada sekitar umur 6 tahun.

  Pertumbuhan gigi yang lambatt dapat terjadi karena rakhitis dan hipotiroidisme. Pertumbuhan gigi premature dapat terlihat sejak lahir biasanya tidak mengganggu pemberian ASI (Sodikin, 2011).

  Terdapat dua kelompok gigi yaitu gigi sementara atau gigi sulung

dan gigi tetap. Terdapat dua puluh gigi sulung, sepuluh pada tiap rahang.

  

Dari tengah kedua sisi beturut-turut disebut dua insisivus atau gigi seri, satu

kanina atau gigi taring, dan dua molar atau geraham. Gigi tetap lebih banyak yaitu tiga puluh dua, enambelas pada tiap rahang. Dari tengah

kesamping berturut-turut disebut : dua insisivus, satu taring, dua premolar

(geraham depan), dan tiga molar (geraham belakang) (Pearce, 2009).

  d.

  Esofagus Esophagus merupakan tuba otot dengan ukuran 8- 10 cm dari kartilago krikoid sampai bagian kardia lambung. Panjangnya bertambah

selama 3 tahun seelah kelahiran, selanjutnya kecepatan pertumbuhan lebih

lambat mencapai panjang dewasa menjadi 23-30 cm. penampung rata-rata

  

saat lahir adalah 5 mm dengan kurvatura yang kuranng mencolok

dibandingkan orang dewasa. Bagian tersemmpit esophagus bersatu dengan

faring, area ini mudah mengalami cedera jika mengenai peralatan yang

dimasukkan seperti bougi atau kateter (Sodikin, 2011).

  Esophagus berdinding empat tipis. Di sebelah luar terdiri atas lapisan

jaringan ikat yang renggang, sebuah lapisan otot yang terdiri atas dua

lapisan serabut otot, yang satu berjalan longitudinal dan yang lain sirkuler,

sebuah lapisan submukosa, dan dipaling dalam terdapat selaput lendir

(Mukosa) (Pearce, 2009).

  e.

  Lambung Lambung dewasa ditemukan pada lambung fetus sebelum lahir.

  

Kapasitas dari lambung antara 30-35 ml saat lahir dan meningkat sampai

sekitar 75 ml pada kehidupan minggu ke 2, sekitar 10 ml pada bulan

pertama, dan rata-rata pada orang dewasa kapasitasnya 1000 ml. Bagian

mukosa dan submukosa neonates relative lebih tebal dibandingkan orang

dewasa. Jumlah glandula gastric pada neonates 2.000.000 (dua juta),

sementara pada orang dewasa lebih dari 25.000.000 (dua puluh lima juta),

sekresi asam dimulai sebelum lahir dan ditemukan juga aktivitas

proteolitik, tetapi dengan kadar yang lebih rendah dibandiingkan yang

ditemukan setelah umur 2-3 bulan (Sodikin, 2011). Menurut Pearce (2009) Lambung terdiri atas empat lapisan yaitu : 1.

  Lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa, 2. lapisan berotot yang terdiri atas tiga lapis yaitu: a. serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot usofagus, b.

  Serabut sirkuler, yaitu serabut yang paling tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot sfinkter, dan berada di bawah lapisan pertama, c. Serabut oblik, yaitu serabut yang utama dijumpai pada fundus lambung.

  3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan saluran limfa,

  4. Lapisan mukosa yang terletak di sebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak kerutan atau rugae, yang hilang bila organ ini mengembang karena berisi makanan.

  Fungsi utama lambung adalah menyiapkan makanan untuk dicerna diusus, memecah makanan, penambahan cairan setelah cair, dan

meneruskannya ke duodenum. Makanan disimpan di dalam lambung lalu

dicampur dengan asam, mucus, danpepsin; kemudian dilepaskan pada kecepatan mantap terkontrol ke dalam duodenum (Syaifuddin, 2006).

  f.

  Usus Kecil Usus kecil terbagi menjadi duodenum, jejunum dan ileum. Usus kecil

memiliki panjang 300-350 cm saat lahir, mengalami peningkatan sekitar 50 % selama tahun pertama kehidupan dan berukuran ± 6 m saat

dewasa.duodenum merupakan bagian terpendek dari usus kecil yaitu sekitar

7,5-10 cm dengan diameter 1-1,5 cm. dinding usus terbagi menjadi empat lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskuler, san serosa (peritoneal) (Sodikin, 2011).

  Lapisan membrane mukosa mengandung beberapa struktur yaitu pertama, lapisan sirkuler yang berjalan secara parsial (lengkap), disrkrliling bagian usus kecil, hal ini bervariasi dalam ukuran san jumlah disepanjang usus kecil. Dibagian bawah dari ileum, bila ada dan akan memiliki ukuran kecil dan hanya sedikit ditemukan. Lapisan sirkuler berfungsi untuk meningkatkan absorpsi permukaan dari usus. Kedua, vilia usus yang merupakan tonjolan mirip jari dan menonjol kepermukaan dalam usus, terdiri dari lapisan epitel dimana terjadi proses absorpsi, serta otot polos suatu pleksus pembuluh darah yng dipengaruhi atau diperdarahi arterior (Syaifuddin, 2006).

  Menurut Pearce (2009) fungsi usus halus antara lain : 1.

  Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

  2. Menyerap karbohidrat dalam bentik monosakarida.

  3. Menerima zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler darah dan saluran limfa.

  g.

  Usus Besar Usus besar berjalan dari katup ileasoekal ke anus. Usus besar dibagi

menjadi bagian sekum, kolon asenden, kolon tevensum, kolon desenden dan

kolon sigmoid. Panjang usus besar bervarisi, berkisar sekitar ± 180 cm. sekum

adalah kantong besar yang terletak pada fosa iliaka dekstra (Syaifuddin,

2006).

  Menurut Pearce (2009) fungsi usus besar antara lain : a. Sekresi inulin oleh kelenjar di dalam lapisan dalam, b.

  Penyiapan selulosa, c. Devekasi, d.

  Absorpsi air, garam dan glukosa.

  Apendiks adalah tonjolan seperti cacing dengan panjang 18 cm dan membuka pada sekum pada ± 2,5 cm dibawah katup iliosokal. Apendik memiliki lumen yang sempit. Lapisan submukosanya mengandung banyak jaringan limfe. Apendik yang sebagian besar mengandung jaringan limfoid,

melekat pada dasar sekum dan merupakan tempat umum terjadinya inflamasi

(apendiksitis). Apendik merupakan tempat peradangan aku dan menahun, penyebanya biasanya tidak diketahui, tetapi sering mengikuti terjadinya sumbatan lumen (Sodikin, 2011).

C. Etiologi Hampir sekitar 70-90% penyebab dari diare sudah dapat dipastikan.

  Secara garis besar penyebab diare dapat dikelompokan menjadi penyebab langsung atau factor-faktor yang dapat mempermidah atau mempercepat terjadinya diare (Sodikin, 2011). penyebab diare akut dapat dibagi menjadi dua golongan, diare sekresi (secretori diarrhea) dan diare osmotic (osmotic diarrhoea). Diare sekresi dapat disebabkan oleh factor-faktor antara lain :

  1. Infeksi virus, kuman-kuman pathogen, atau penyebab lainya (seperti keadaan gizi, hygiene, dan sanitasi yang buruk, kepadatan penduduk, social budaya dan social ekonomi.

  2. Hiperperistaltik usus halus yang disbabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan (seperti makanan beracun, makanan pedas atau terlalu asam), gangguan psikis (kelakuan, gugup) gangguan syaraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya

  3. Defisiensi imun terutama Sig A (secretary ammunoglobin A) yang mengakibatkan berlipat gandanya bakteri atau flora usus dan jamur (terutama kandida). Diare osmotik disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP), bayi berat badan lahir rendah (Sodikin, 2011).

Tabel 2.1 penyebab diare pada bayi, anak, remaja

  Jenis diare Bayi Anak Remaja Akut Gastroenteritis Gastroenteritis Gastroenteristis

Infeksi sistemik Keracunan Keracunan

makanan makanan Akibat pemakaian antibiotic

  2.Akibat Infeksi sistemik pemakaian

Akibat

pemakaian antibiotik antibiotic

  Kronik Pasca infeksi Pasca infeksi Penyakit radang usus defisiensi defisiensi disakaridose disakaridase intoleransi sekunder sekunder laktosa

intoleransi protein sindrom giardiasis susu iritabilitas kolon penyalah gunaan laksatif fibrosis kristik penyakit seliak sindrom apendiksitis Menurut Soegijanto (2002) Gastroenteristis Akut (Diare akut) pada 25

tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini telah lebih

dari 80 % penyebab telah diketahui. Pada saat ini telah diidentifikasi tidak

kurang 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan Gastroenteristis

Akut (Diare Akut) pada anak.

  Penyebab itu dapat digolongkan lagi kedalam penyakit yang

ditimbulkan adanya virus, bakteri, dan parasit usus. Penyebab utama oleh

virus yang terutama ialah ratavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya ialah

virus Norwalk, astrovirus, calcivirus, coronavirus, Minirotavirus, dan virus

bulat kecil. Diseluruh pelosok dunia diestimasikan bahwa Rotavirus

menyebabkan lebih dari 125 juta episode Gastroenteritis Akut (Diare Akut)

dan menjadi sebab hampir 1 juta kematian setiap tahun pada bayi dan anak.

  Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit Gastroenteritis Akut adalah

aeromonas hyrophila, bacilius cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium

defficile, Clastridium perfringens, E. Coli, Shigelloides, Salmonella SPP,

Staphylococus aureus, Vibrio colerae dan yersinia enterocolitica. Penyebab

Gastroenteritis Akut (Diare Akut) oleh parasit yaitu balantidiumcoli,

capillaria philippinensis, cryptosporidium, Entamoeba hystolitica, giardia

lambia, isospora billi, fasiolopsis buski, sarcocystis suihominis,strongiloides

strecolaris dan tricuris trichiuria (Soegijanto, 2002).

D. Patofisiologi

  Penyebab utama diare pada anak adalah bakteri atau racun (vibrio,

e.colli, salmonella, shigela, capila bacteria, yarsiria, pseudomonas ), virus

enterovirus parasit cacing dan protozoa yang kurang baik atau kurang matang.

  

Kemudian makanan yang terkontaminasi oleh pathogen tersebut. Dapat juga

disebabkan oleh cara memasak yang kurang baik atau kurang matang

kemudian makanan masuk pada traktus gastrointestinal bersama pathogen

(Sodikin, 2011).

  Patogen-patogen ini memproduksi elektrotoksin, sitotoksin yang dapat

merusak sel atau melekat pada dinding usus dan terganggunya fungsi absorpsi

cairan sehingga sekresi membrane usus mengalami peradangan akibat dan

enterotoksin dimana seseorang yang mengeluh diare dengan peningkatan suhu

tubuh, leukosit meningkat, biasanya disebabkan oleh infeksi misal e.colli,

shigella, salmonella, dan entero virus (Betz & Sowden, 2002).

  Menurut Mansjoer (2002) Patofisiologi Gastroenteritis akut yang disebabkan oleh bakteri dibagi dua, yaitu:

1. Bakteria Enterotoksigenik

  Toksin diproduksi bakteri dan akan berikat pada mukosa usus halus, namun tidak merusak mukosa. Toksin meningkatkan kadar siklik dalam sel, menyebabkan sekresi aktif arion klorida. Keadaan lumen usus yang diikuti air, ion berkarbohidrat, kation, natrium, kalium. Secara klinik dapat ditemukan diare seperti air cucian dan meningkatkan dubur serta deras dan bengkak.

  2. Bakteri etroinfasis Gastroenteristis menyebabkan kerusakan dinding usus berupa rekrosis ulserasi, dan sekretorik eksudatif. Cairan gastroenteritis seperti parasit menyebabkan kerusakan berupa usus besar, kerusakan villi yang penting untuk penyerapan air elektrolit dan zat makanan .

  E. Gambaran Klinis Menurut Betz & Sowden (2002) tanda dan gejala gasrtoenteristis akut (Diare Akut) adalah :

1. Konsistensi feses cair dan frekuensi defekasi semakin sering 2.

  Muntah ( umumnya tidak lama ) 3. Demam (mungkin ada, mungkin tidak) 4. Kram abdomen 5.

   Membran mukosa kering 6.

  Fontanel atau ubun-ubun cekung (bayi) 7. Berat badan menurun 8.

   Malaise Menurut Sodikin (2011) ganbaran awal pada anak yang mengalami Gastroebteristis dimulai dari bayi atau anak mrnjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan berkurang bahkan hilang, kemudian timbul

diare. Feses mungkin cair, mungkin mengandung darah atau lender, dan feses

berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercammpur empedu. Akibat

seringnya defekasi anus dan are sekitarnya menjadi lecet karena sifat feses

  

makin lama menjadi asam, hal, ini terjad akibat banyaknya asam laktat yang

dihasilkan dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.

F. Pemeriksaan Penunjang

  Menurut Betz dan Sowden (2002) pemeriksaan penunjang pada penyakit Gastroenteritis Akut adalah

  1. Hemates feces, untuk memeriksa adanya darah (lebih umum dengan pada yang bakterial)

  2. Evaluasi feces terhadap volume, warna, konsistensi, adanya kus/pus 3.

   Hitung darah lengkap dengan diferensial 4.

  Uji antigen imunoesei enzim, untuk memasttikan rotavirus 5. Kultur feces (jika anak dihospitalisasi, pus dalam feces atau diare yang berkepanjangan), untuk menentukan patogen

  6. Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit 7.

  Aspirasi duodenum (jika diduga G. lamblia).

  Menurut Mansjoer (2001), Pemeriksaan penunjang pada Gastroenteristis Akut (Diare Akut) adalah :

  1. Pemeriksaan darah lengkap.

  2. Pemeriksaan analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma.

  3. Pemeriksaan tinja lengkap dan biakan tinja dari colok dubur.

  4. Pemeriksaan urine lengkap.

5. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai, infeksi sistemik.

  6. Pemeriksaan sediaan darah malaria serta Helicobacter jejuni sangat dianjurkan

G. Penatalaksanaan 1.

  Penatalaksanaan Umum Penatalaksanaan pengobatan diare menerut Hidayat (2006) adalah:

Pemberian cairan, Jenis cairan, Cara memberikan cairan dan Jumlah

pemberiannya.

  a. Cairan Peroral 1) Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral

berupa cairan bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa,

  2) Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar natrium 90 mEg/l, 3)

  Pada anak di bawah 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit sedangkan larutan gula garam dan tinja disebut formula yang tidak

lengkap karena banyak mengandung NaCl dan glukosa.

  b. Cairan Parentral Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat dengan rincian sebagai berikut: 1)

  

Untuk anak usia 1 bulan – 2 tahun berat badan 3-10 kg. a) 1 jam pertama : 40 ml/kg BB/menit = 3 tts/kg BB/mnt (infus set berukuran 1 ml = 15 tts atau 13 tts / kg BB/mnt (set infus 1ml = 20 tts) b) 7 jam berikutnya : 12 ml/kg BB/mnt = 3 tts/kg BB/mnt (infus set berukuran 1ml = 15 tts atau 4 tts/kg BB/menit (set infus 1ml = 20 tetes) c) 16 jam berikutnya 125 ml/kg BB/menit

  2) Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg 1 jam pertama : 30 ml/kg BB/jam atau 8 tetes/kg BB/menit (1ml = 15 tts) atau 10 tts/kg BB/menit (1ml = 20 tetes)

  3) Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat 15-25 kg a) 1 jam pertama : 20 ml/kg BB/jam atau 5 tts/kg BB/menit (1ml

  = 15 tetes) atau 7 tts/kg BB/menit (1ml = 20 tetes)

  b) 7 jam berikutnya : 10 ml/kg BB/jam atau 2,5 tts/kg BB/mnt (1ml = 15 tts) atau 3 tts/kg BB/mnt (1 ml = 20 tts)

  c) 16 jam berikut : 105 ml/kg BB/menit oralit peroral 4) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg a) Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg

  BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ % ) b) Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kg BB/jam atau 6 tts/kg

  BB/menit (1 ml = 15 tts) atau 8 tts/kg BB/menit (1 ml = 20 tts)

  5) Untuk bayi berat badan lahir rendah Kebutuhan cairan : 250 ml/kg BB/24jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.

  c. Pengobatan dietetik Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg. Jenis Makanan : 1)

  Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh) 2)

Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat /nasi tim)

3) Susu khusus yang disesuaikan dengan keadaan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantal sedang atau tak jenuh.

2. Penatalaksanaan Keperawatan a.

  Fokus Pengkajian Menurut Hidayat (2006), pemeriksaan yang dilakukan pada pasien

dengan gangguan system pencernaan adalah sebagai berikut :

1)

  Inspeksi Inspeksi dilakukan untuk menilai ukuran dan bentuk abdomen.

  Apabila membuncit dengan menilai simetris atau tidak, apabila simestris dapat terjadi hipokalemi, hipotiroid, penimbunan lemak, perforasi, asites, illeus obstruksi. Sedang membuncit asimetris kemungkinan dijumpai pada poliomyelitis, pembesaran organ abdominal. Kemudian juga dapat diamati tentang adanya gerakan dinding perut 2) Auskultasi

  

Pemeriksaan secara perpusi pada daerah abdomen dapat

dilakukan melalui epigastrium secara simetris menuju ke bagian bawah abdomen. Bunyi yang tidak normal adalah hipertimpani kemungkinan abstruksi gastrointestinal, illeus dll.

  3) Palpasi

Palpasi dapat dilakukan dengan cara menomanual (satu

tangan) atau bimanual (dua tangan). Seperti pada palpasi pada lapangan atau dinding abdomen seperti ada nyeri tekan, ketegangan dinding perut dengan cara meletakan tangan kiri

pemeriksa dibagian posterior tubuh dan jari telunjuk menekan atau masa keatas dan tangan kanan melakukan palpasi. c.

  Fokus Intervensi Keperawatan

Tabel 2.2 Fokus intervensi keperawatan pada anak dengan Gastroenteritis akut (Wilkinson, 2007)

  No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi

Hasil

  1 Defisit volume cairan b/d NOC: NIC : kehilangan cairan aktif Fluid management 1. Fluid balance 2.

  1. Hydration Timbang 3. popok/pembalut jika

  Nutritional Status : Food and Fluid diperlukan

  Definisi : Penurunan cairan Intake 2.

  Pertahankan catatan intravaskuler, interstisial,

  Kriteria Hasil : intake dan output

  dan/atau intrasellular. Ini yang akurat mengarah ke dehidrasi, 1.

  Mempertahankan 3.

  Monitor status kehilangan cairan dengan urine output sesuai hidrasi ( kelembaban pengeluaran sodium dengan usia dan membran mukosa,

  BB, BJ urine nadi adekuat, Batasan Karakteristik : normal, HT tekanan darah normal ortostatik ), jika a.

  Kelemahan 2.

  Tekanan darah, diperlukan b. Pasien tampak Haus nadi, suhu tubuh

  4. Monitor vital sign c. Penurunan turgor kulit dalam batas

  5. Monitor masukan d. Membran mukosa/kulit normal makanan / cairan dan kering

3. Tidak ada tanda hitung intake kalori e.

  Peningkatan denyut nadi, tanda dehidrasi, harian penurunan

  Elastisitas turgor 6.

  Kolaborasikan volume/tekanan nadi kulit baik, pemberian cairan f.

  Pengisian vena menurun membran mukosa intravena IV g. Perubahan status mental lembab, tidak ada

  7. Monitor status h. Konsentrasi urine rasa haus yang nutrisi meningkat berlebihan

  8. Dorong masukan i. Temperatur tubuh oral meningkat 9.

  Dorong keluarga j. Hematokrit meninggi untuk membantu pasien makan 10. Kolaborasi dokter

  Faktor-faktor yang jika tanda cairan berhubungan: berlebih muncul meburuk a.

  Kehilangan volume 11.

  Atur kemungkinan cairan secara aktif tranfusi b. Kegagalan mekanisme 12.

  Persiapan untuk pengaturan tranfusi

  Hypovolemia Management

  No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi

Hasil

1.

  Monitor status cairan termasuk intake dan ourput cairan 2. Pelihara IV line 3. Monitor tanda vital 4. Monitor responpasien terhadap penambahan cairan

  5. Monitor berat badan 6.

  Dorong pasien untuk menambah intake oral 7. Pemberian cairan Iv monitor adanya tanda dan gejala kelebihanvolume cairan

  2. Risiko kerusakan integritas NOC : Tissue Integrity NIC : Pressure kulit b/d ekskresi/BAB : Skin and Mucous Management sering Membranes 1.

  Anjurkan pasien untuk menggunakan

  Kriteria Hasil :

  pakaian yang longgar Definisi : Semua risiko 1.

  Integritas kulit yang 2. untuk kulit yang merupakan baik bisa Hindari kerutan padaa tempat tidur perubahan yang bersifat dipertahankan 3. merugikan kulit. (sensasi, elastisitas, Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan temperatur, hidrasi, kering pigmentasi) 4. Faktor resiko :

  2. Mobilisasi pasien Tidak ada luka/lesi

  (ubah posisi pasien) pada kulit

  1. eksternal setiap dua jam sekali 3. Perfusi jaringan a.

  5. factor mekanik baik Monitor kulit akan b. adanya kemerahan hipo/hipertermi

  4. Menunjukkan c. imobilitas fisik 6. pemahaman dalam Oleskan lotion atau d. minyak/baby oil substansi kimia proses perbaikan e. pada derah yang ekskresi atau kulit dan mencegah sekresi tertekan terjadinya sedera f.

  7. radiasi berulang Monitor aktivitas g. dan mobilisasi kelembaban

  5. Mampu melindungi h. pasien pelembab kulit dan i.

  8. usia yang ekstrim mempertahankan Monitor status 2. nutrisi pasien internal kelembaban kulit a.

  9. pengobatan Memandikan pasien dan perawatan b. dengan sabun dan air tulang yang alami menonjol hangat

  No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi

Hasil

a.

  kekebalan tubuh

  Pencegahan Pressure b.

  perubahan sensasi c.

  Ulcer

  perubahan pigmentasi

  1. Kaji adanya factor d. perubahan status risiko pada pasien metabolic 2.

  Dokumentasikan e. perubahan sirkulasi status kulit dalam f. perubahn turgor admisian tiap hari kulit 3.

  Hindari g. perubahan status menggunakan nutrisi pelembab pada h. psikogenik daerah perspirasi, luka, fekal atau inkontinensia urine

  4. Jaga kebersihan linen 5.

  Berikan pelembab pada kulit yang kering

  Skin Surveillance 1.

  Inspeksi kondisi kulit yang mengalami pembedahan 2. Observasi warna, kelembaban, teksture, ulcerasi kulit

  3. Monitor kulit yang kemerahan

  4. Monitor adanya infeksi

  5. Monitor warna dan suhu kulit

  6. Catat perubahan kulit dan membran mukosa

  3 Cemas b/d Lingkungan yang NOC : NIC : tidak dikenal dan prosedur

  Anxiety Reduction 1.

  Anxiety control yang menimbulkan stress

  (penurunan kecemasan) 2.

  Coping 1.

  Gunakan pendekatan 3. Impulse control

  Definisi : Perasaan gelisah yang menenangkan

  Kriteria Hasil :

  yang tak jelas dari 2.

  Nyatakan dengan jelas harapan

1. Klien mampu

  No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi

Hasil

  ketidaknyamanan atau mengidentifikasi terhadap pelaku dan pasien ketakutan yang disertai mengungkapkan

  3. Jelaskan semua respon autonom (sumner gejala cemas prosedur dan apa tidak spesifik atau tidak

  2. yang dirasakan Mengidentifikasi diketahui oleh individu);

  , selama prosedur perasaan keprihatinan mengungkapkan 4.

  Pahami prespektif disebabkan dari antisipasi dan pasien terhdap situasi menunjukkan stres terhadap bahaya. Sinyal ini tehnik untuk

  5. Temani pasien untuk merupakan peringatan mengontol memberikan adanya ancaman yang akan cemas keamanan dan datang dan memungkinkan

  3. mengurangi takut Vital sign dalam individu untuk mengambil batas normal 6.

  Berikan informasi langkah untuk menyetujui 4. faktual mengenai

  Postur tubuh, terhadap tindakan ekspresi wajah, diagnosis, tindakan bahasa tubuh prognosis

  Ditandai dengan dan tingkat

  7. Dorong keluarga aktivitas untuk menemani a.

  Gelisah menunjukkan anak b.

  Insomnia berkurangnya

  8. Lakukan back / neck c. Resah kecemasan rub d. Ketakutan 9.

  Dengarkan dengan e. Sedih penuh perhatian f. Fokus pada diri 10.

  Identifikasi tingkat g. Kekhawatiran kecemasan h.

  Cemas 11.

  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

  12. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

  13. Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi 14. Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

  4. Kurang Pengetahuan b/d Setelah dilakukan 1.

  Berikan penilaian Informasi yang tidak tindakan keperawatan tentang tingkat adekuat masalah kurang pengetahuan pasien pengetahuan dapat tentang proses teratasi dengan kriteria penyakit yang hasil : spesifik

  No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil

  Definisi : 1.

  2. Pasien dan Jelaskan keluarga patofisiologi dari Tidak adanya atau menyatakan penyakit dan kurangnya informasi pemahaman bagaimana hal ini kognitif sehubungan dengan tentang penyakit, berhubungan dengan topik spesifik. kondisi, prognosis anatomi dan dan program fisiologi, dengan cara pengobatan yang tepat.

  2.

  3. Pasien dan Gambarkan tanda Batasan karakteristik : keluarga mampu dan gejala yang biasa memverbalisasikan adanya melaksanakan muncul pada masalah, ketidakakuratan prosedur yang penyakit, dengan mengikuti instruksi, perilaku dijelaskan secara cara yang tepat tidak sesuai. benar 4.

  Gambarkan proses 3. penyakit, dengan

  Pasien dan keluarga mampu cara yang tepat menjelaskan 5.

  Identifikasi kembali apa yang kemungkinan Faktor yang berhubungan : dijelaskan penyebab, dengna keterbatasan kognitif, perawat/tim cara yang tepat interpretasi terhadap kesehatan lainnya

  6. Sediakan informasi informasi yang salah, pada pasien tentang kurangnya keinginan untuk kondisi, dengan cara mencari informasi, tidak yang tepat mengetahui sumber-sumber

  7. Hindari harapan informasi. yang kosong 8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 9. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

  No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

  5. Kurang Pengetahuan b/d Informasi yang tidak adekuat Definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topik spesifik.

  Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai.

  Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

  Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah kurang pengetahuan dapat teratasi dengan kriteria hasil : 1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan

  2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar

  3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya 11.

  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik

  12. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

  13. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat 14. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat 15. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

  16. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat

  17. Hindari harapan yang kosong

  18. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat 19. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 20. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat 21. Instruksikan pasien mengenai tanda dan

  No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Hasil

  gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat