BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK CLUSTERING PADA SISWA KELAS VIII G SMP NEGERI 6 PURWOKERTO TAHUN AJARAN 2015-2016 - repository perpustakaan

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

  banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengetahui penelitian tersebut, peneliti akan menjabarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan menulis puisi. Hal tersebut agar dapat mengetahui perbedaan dan persamaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Beberapa penelitian relevan yang akan dibahas peneliti akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Penelitian dengan j udul “Upaya Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan Teknik Akrostik Pada Siswa Kelas VIII di SMP N 4 Satu Atap Karangjambu Purbalingga Tahun Ajaran 2010-2011 ” oleh Teguh Santosa.

  Penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas berkaitan dengan permasalahan dalam menulis puisi. Solusi yang diberikan pada penelitian tersebut adalah dengan teknik akrostik. Dengan teknik tersebut, kemampuan siswa dalam menulis puisi mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil pada tes kemampuan awal (pretest) nilai rata-rata kelas yang diperoleh yaitu 55,5 dengan persentase nilai tuntas yang diperoleh yaitu 20,7%. Kemudian pada siklus I nilai rata-rata kelas yang diperoleh yaitu 61 dengan persentase nilai tuntas yang diperoleh yaitu 34,2%. Selanjutnya pada siklus II nilai rata-rata kelas yang diperoleh sebanyak 76,4 dengan persentase nilai tuntas yang diperoleh sebanyak

  8

  82,7%. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan teknik akrostik dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi pada siswa kelas VIII di SMP N 4 Satu Atap Karangjambu Purbalingga tahun ajaran 2010-2011.

  Perbedaan penelitian oleh Teguh Santosa dengan penelitian ini terletak pada teknik pembelajaran. Jika penelitian sebelumnya menggunakan teknik akrostik, pada penelitian ini menggunakan teknik clustering. Teknik akrostik sendiri merupakan metode pembelajaran yang memanfaatkan media pilihan kata sebagai suatu metode menulis puisi. Sedangkan teknik clustering merupakan teknik untuk mengelompokkan berbagai pemikiran yang saling berkaitan atau kedekatan hubungan dari berbagai pemikiran yang muncul dan secara spontanitas menuliskan pemikiran itu secara bebas. Selain itu, subjek penelitian oleh Teguh Santosa dengan penelitian ini juga berbeda. Penelitian sebelumnya menggunakan subjek siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Satu Atap Karangjambu Purbalingga Tahun Ajaran 2010-2011. Sedangkan subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII G SMP Negeri 6 Purwokerto Tahun Ajaran 2015-2016.

2. Penelitian dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menulis Puisi dengan Teknik Simpan Pinjam Pada Siswa Kelas VII A SMP Negeri 2 Selomerto Kabupaten Wonosobo ” oleh Laely Sri Rejeki.

  Penelitian tersebut merupakan penelitian tindakan kelas berkaitan dengan permasalahan dalam menulis puisi. Solusi yang diberikan pada penelitian tersebut adalah dengan teknik simpan pinjam. Dengan teknik tersebut, kemampuan siswa dalam menulis puisi mengalami peningkatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan hasil tes kemampuan awal (pretest) nilai rata-rata kelas yang diperoleh yaitu 68,75 dengan persentase nilai tuntas yang diperoleh yaitu 39,28%. Kemudian pada siklus I nilai rata-rata kelas yang diperoleh yaitu 78,67 dengan persentase nilai tuntas yang diperoleh yaitu 64,28%. Selanjutnya pada siklus II nilai rata-rata kelas yang diperoleh sebanyak 85,25 dengan persentase nilai tuntas yang diperoleh sebanyak 89,28%.

  Perbedaan penelitian oleh Laely Sri Rejeki dengan penelitian ini terletak pada teknik pembelajaran. Jika penelitian sebelumnya menggunakan teknik simpan pinjam, pada penelitian ini menggunakan teknik clustering. Teknik simpan pinjam merupakan teknik dengan cara menyimpan dan meminjam kata seperti prinsip simpan pinjam. Sedangkan teknik clustering merupakan teknik untuk mengelompokkan berbagai pemikiran yang saling berkaitan atau kedekatan hubungan dari berbagai pemikiran yang muncul dan secara spontanitas menuliskan pemikiran itu secara bebas. Selain itu, subjek penelitian oleh Laely Sri Rejeki dengan penelitian ini juga berbeda. Penelitian sebelumnya menggunakan subjek siswa Kelas VII A SMP Negeri 2 Selomerto Kabupaten Wonosobo.

  Sedangkan subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas VIII G SMP Negeri 6 Purwokerto Tahun Ajaran 2015-2016.

  Dari penjelasan di atas, maka telah membuktikan bahwa penelitian yang berjudul peningkatan kemampuan menulis puisi dengan menggunakan teknik

  clustering pada siswa kelas VIII G SMP Negeri 6 Purwokerto tahun ajaran 2015-

2016 merupakan penelitian yang berbeda dengan penelitian sebelumnya dan

  merupakan penelitian yang dilakukan pertama kali. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan pelengkap terkait dengan penelitian tentang menulis puisi serta dapat dijadikan sumber referensi bagi penelitian selanjutnya.

B. Puisi

1. Pengertian Puisi

  Menurut Pradopo (2014 : 7) puisi itu merupakan karya mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan atau dengan kata lain. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan. Sedangkan menurut Sayuti (2010 : 3) puisi merupakan sebentuk pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek bunyi-bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional, dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individual dan sosialnya, yang diungkapkan dengan teknik pilihan tertentu, sehingga puisi itu mampu membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengar- pendengarnya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa puisi merupakan sebuah karya yang mengekspresikan perasaan yang melibatkan seluruh panca indera. Selain itu, dalam puisi juga memperhitungkan aspek-aspek bunyi yang diungkapkan oleh penyair melalui pengalaman imajinatif, emosional dan intelektual penyair. Puisi merupakan karya yang membutuhkan keterampilan dalam proses menulisnya. Dalam menulis puisi juga harus memperhatikan struktur puisi yang terdiri dari struktur fisik dan struktur batin. Hal tersebut dilakukan sebagai dasar dalam menulis puisi serta sebagai pengetahuan pertama berkaitan dengan karya sastra puisi.

C. Struktur Puisi

  Puisi merupakan karya imajinatif yang terbentuk dari sebuah bahasa. Selain itu, sebuah puisi juga mengandung sebuah unsur atau struktur puisi. Struktur puisi tersebut merupakan dasar dan pengetahuan pertama dalam menulis karya puisi. Hal tersebut disebabkan sudah menjadi ketentuan untuk mempelajari keterampilan menulis puisi karena struktur merupakan bangunan sebuah puisi itu sendiri.

  Struktur puisi sendiri bermacam-macam dan beragam tergantung definisi para ahli. Menurut Aminuddin (2013 : 136) struktur puisi terdiri atas struktur fisik dan batin. Struktur fisik meliputi bunyi, kata, larik atau baris, bait dan tipografi. Sedangkan unsur batin merupakan unsur tersembunyi di balik bangun struktur di sebut dengan lapis makna. Sedangkan menurut Emzir dkk (2015 : 242) struktur luar terdiri atas pilihan kata (diksi), struktur bunyi penempatan kata dalam kalimat, penyusunan kalimat, penyusunan bait dan tipografi sedangkan struktur dalam terdiri dari tema, pesan atau makna yang tersirat di balik struktur luar. Menurut Kosasih (2012 : 97-109) struktur puisi dibagi menjadi dua macam, yaitu struktur fisik dan struktur batin. Adapun unsur-unsur yang termasuk dalam struktur fisik puisi yaitu diksi, pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif (majas), rima/ritma, tata wajah (tipografi). Sedangkan struktur batin yaitu tema, perasaan, nada dan suasana, amanat. Dari pendapat ketiga ahli tersebut peneliti hanya menggunakan pendapat dari Kosasih karena penjelasan struktur puisinya lebih lengkap, jelas dan rinci. Berikut akan penulis jelaskan mengenai struktur fisik dan struktur batin yang membangun sebuah puisi yaitu sebagai berikut.

1. Struktur Fisik

a. Diksi (Pilihan Kata) Pembicaraan diksi adalah berhubungan tentang denotasi dan konotasi.

  Dalam memilih kata-kata supaya tepat dan menimbulkan gambaran yang jelas padat itu, penyair mesti mengerti denotasi dan konotasi sebuah kata. Denotasi artinya yang menunjuk, dan konotasi yaitu arti tambahannya. Denotasi yaitu pengertian yang menunjuk benda atau hal yang diberi nama dengan kata itu, disebutkan atau diceritakan. Sedangkan konotasi yaitu kumpulan asosiasi-asosiasi perasaan yang terkumpul dalam sebuah kata diperoleh dari setting yang dilukiskan itu (Pradopo, 2014 : 59). Diksi merupakan pilihan kata. Media pengungkapan puisi sebagai pengalaman estetis kita adalah dengan kata-kata. Memilih, memilah, dan menentukan kata yang akan digunakan untuk mengungkapkan perasaan adalah diksi (Kurniawan dkk, 2011 : 29). Pilihan kata merupakan hal yang esensial dalam struktur puisi karena kata merupakan wacana ekspresi utama. setiap kata akan mempunyai beberapa fungsi, baik fungsi makna, bunyi, nilai estetika bentuk dan lainnya ( Emzir dkk, 2015 : 242).

  Menurut Sayuti (2010 : 144) diksi merupakan salah satu unsur yang ikut membangun keberadaan puisi berarti pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan-perasaan yang bergejolak dan menggejala dalam dirinya. Pemahaman terhadap penggunaan diksi menjadi salah satu pemandu pembaca menuju pemahaman makna puisi secara baik dan menyeluruh. Sedangkan menurut Kosasih (2012 : 97) kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat. Kata-katanya merupakan hasil pertimbangan baik itu makna, susunan bunyinya, maupun hubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan baitnya. Kata-kata memiliki kedudukan penting dalam puisi. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif dan ada pula kata-kata yang berlambang. Makna dari kata-kata itu mungkin lebih dari satu. Kata-kata yang dipilih hendaknya bersifat puitis, yang mempunyai efek keindahan. Bunyinya harus indah dan memiliki keharmonisan dengan kata-kata lainnya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan kata-kata pilihan yang sudah dipertimbangkan untuk dirangkai menjadi karya puisi. Pemilihan itu dilakukan secara cermat dan teliti baik itu makna, susunan bunyinya, maupun hubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan baitnya. Pemilihan diksi juga dilakukan dengan memilih, memilah, dan menentukan kata yang akan digunakan untuk mengungkapkan perasaan.

b. Pengimajinasian (citraan)

  Citraan merupakan gambaran-gambaran angan dalam sajak. Dalam sebuah puisi digunakan untuk memberi gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat lebih hidup gambaran dalam pikiran dan juga untuk menarik perhatian, penyair juga menggunkan gambaran-gambaran angan (pikiran) di samping alat kepuitisan yang lain (Pradopo, 2014 : 81). Pengalaman keinderaan dapat juga disebut sebagai kesan yang terbentuk dalam rongga imajinasi yang disebabkan oleh sebuah kata atau oleh serangkaian kata. Sehingga kata atau rangkaian kata yang mampu menggugah pengalaman keinderaan itu disebut citraan (Sayuti, 2010 : 169).

  Menurut Kosasih (2012 : 100) pengimajinasian adalah kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair. Sedangkan menurut Jabrohim dkk (2009 : 36) untuk memberi gambaran yang jelas, menimbulkan suasana khusus, membuat hidup (lebih hidup) gambaran dalam pikiran dan penginderaan, untuk menarik perhatian, untuk memberikan kesan mental atau bayangan visual penyair menggunakan gambaran-gambaran angan atau biasa disebut dengan istilah citra atau imaji

  

(image). Sedangkan cara membentuk kesan mental atau gambaran sesuatu biasa

  disebut dengan istilah citraan (imagery). Hal-hal yang berkaitan dengan citra ataupun citraan disebut pencitraan atau pengimajian. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa citraan merupakan gambaran angan-angan untuk menimbulkan suasana khusus serta menimbulkan khayalan atau imajinasi.

c. Kata Konkret

  Menurut Kosasih (2012 : 103) untuk membangkitkan imajinasi pembaca, kata-kata harus diperkonkret atau diperjelas. Jika penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan penyair. Sedangkan menurut Jabrohim dkk (2009 : 41) kata konkret adalah kata-kata yang digunakan oleh penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa kata konkret merupakan kata yang digunakan untuk untuk memperjelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair sehingga pembaca dapat merasakan seolah-olah melihat, mendengar, atau merasa apa yang dilukiskan penyair. Kata-kata yang digunakan tersebut berusaha untuk membangkitkan imajinasi dari pembaca itu sendiri sehingga pembaca dapat merasakan suasana batin ketika membaca sebuah karya.

  Hal tersebut yang membuat kata konkret menjadi bagian dalam sebuah puisi yang bertujuan untuk membangkitkan imanasi dari pembaca. Selain itu dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair.

  d. Bahasa Figuratif (Majas)

  Menurut Pradopo (2014 : 62-63) untuk mendapatkan aspek kepuitisan ialah bahasa kiasan. Adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan. Bahasa kias ini mengiaskan atau mempersamakan sesuatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi lebih jelas, lebih menarik, dan hidup. Sedangkan menurut Sayuti (2010 : 195) bahasa kias dalam puisi berfungsi sebagai sarana pengedepanan sesuatu yang berdimensi jamak dalam bentuk yang sesingkat-singkatnya. Selain itu, bahasa kias juga berfungsi membangkitkan tanggapan pembaca.

  Majas (figurative language) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkan dengan benda atau kata lain (Kosasih, 2012 : 104). Pada umumnya bahasa figuratif dipakai untuk menghidupkan lukisan, untuk lebih mengkonkretkan dan lebih mengekspresikan perasaan yang ingin diungkapkan. Pemakaian bahasa figuratif menyebabkan konsep-konsep abstrak terasa dekat dengan pembaca karena dalam bahasa figuratif oleh penyair diciptakan kekonkretan, kedekatan, keakraban, dan kesegaran (Jabrohim dkk, 2009 : 43). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahasa figuratif (majas) merupakan bahasa yang digunakan untuk melukiskan, mengungkapkan perasaan yang diungkapkan penyair dengan membandingkan dengan benda atau kata lain sehingga memudahkan pembaca dalam menikmati sesuatu yang disampaikan oleh penyair. Bahasa figuratif juga dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Dengan adanya bahasa kiasan ini menyebabkan sajak menjadi menarik perhatian, menimbulkan kesegaran, hidup, dan terutama menimbulkan kejelasan gambaran angan pada pembaca.

  Menurut Jabrohim dkk (2009 : 44) bahasa figuratif dikelompokkan menjadi 7 jenis, yaitu simile, metafora, epik-simile, personifikasi, metonimi, sinekdoks, dan allegori. Jenis-jenis bahasa figuratif tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

  a. Simile Simile adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, sepantun, penaka, se, dan kata-kata pembanding yang lain (Pradopo, 2014 : 63). Selain itu, simile merupakan jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama. Sebagai sarana dalam menyamakan tersebut, simile menggunakan kata-kata pembanding: bagai, sebagai, bak, seperti seumpama, laksana, serupa, sepantun, dan sebagainya (Jabrohim dkk, 2009 : 44). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Simile merupakan bahasa figuratif yang menyamakan sesuatu hal dengan hal lain dengan menggunakan kata-kata pembanding seperti bagai, sebagai, bak. b. Metafora Metafora ini merupakan bahasa kiasan seperti perbandingan, hanya tidak mempergunakan kata-kata pembanding, seperti bagai, laksana, seperti, dan sebagainya. Metafora itu melihat sesuatu dengan perantaraan benda yang lain (Pradopo, 2014 : 67). Selain itu, metafora merupakan bentuk bahasa figuratif yang memperbandingkan sesuatu hal dengan hal lainnya yang pada dasarnya tidak serupa. Oleh karena itu, di dalam metafora ada dua hal yang pokok, yaitu hal-hal yang diperbandingkan dan pembandingnya (Jabrohim dkk, 2009 : 45). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metafora merupakan bahasa kias yang membandingkan sesuatu hal dengan hal lain, tetapi tidak menggunakan kata-kata pembanding seperti bagai, bak, laksana.

  c. Personifikasi Personifikasi yaitu kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia, benda-benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir, dan sebagainya seperti manusia.

  Personifikasi ini membuat hidup lukisan, di samping itu memberi kejelasan beberan, memberikan bayangan angan yang konkret (Pradopo, 2014 : 76-77).

  Selain itu, personifikasi merupakan merupakan bentuk bahasa figuratif yang menyamakan benda atau hal dengan manusia. Benda atau hal itu digambarkan dapat bertindak dan mempunyai kegiatan seperti manusia. Benda atau hal yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan kejelasan sebuah gambaran, menimbulkan bayangan angan yang konkret, dan mendramatisasikan suasana dan ide yang ditampilkan (Jabrohim dkk, 2009 : 48). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa personifikasi merupakan majas perbandingan antara sesuatu hal dengan hal lain, tetapi berupa manusia atau perwatakan manusia.

  d. Epik-simile Perumpamaan atau perbandingan epos (epic simile) adalah perbandingan yang dilanjutkan, atau diperpanjang yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat- sifat pembandingnya lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut. Kadang-kadang lanjutan ini sangat panjang (Pradopo, 2014 : 70).

  Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa epik-simile merupakan majas perbandingan yang dilanjutkan atau dibentuk dengan melanjutkan sifat-sifat pembandingnya dalam kalimat-kalimat atau frase yang berturut-turut.

  e. Metonimi Metonimia ini dalam bahasa Indonesia sering disebut kiasan pengganti nama. Bahasa ini berupa penggunaan sebuah atribut, sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut (Pradopo, 2014 : 78). Selain itu, metonimi merupakan pemindahan istilah atau nama suatu hal atau benda ke suatu hal atau benda lainnya yang mempunyai kaitan rapat. Dengan istilah lain, pengertian yang satu dipergunakan sebagai pengganti pengertian lain karena adanya unsur-unsur yang berdekatan antara kedua pengertian itu. Kaitan itu berdasarkan berbagai motivasi, misalnya hubungan kausal, logika, hubungan dalam waktu dan ruang (Jabrohim dkk, 2009 : 51). Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan metonimi dapat berupa menyebut sesuatu, orang atau binatang dengan pekerjaan atau sifat yang dimilikinya, penyebutan itu dilakukan dengan mengganti nama objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut.

  f. Sinekdoki Sinekdoki adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting, suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri. Sinekdoki terbagi menjadi dua macam, yaitu pars pro toto yang mempunyai arti sebagian untuk keseluruhan dan totum pro parte yang mempunyai arti keseluruhan untuk sebagian (Pradopo, 2014 : 80). Selain itu, sinekdoki adalah bahasa figuratif yang menyebutkan bagian penting dari suatu benda atau hal untuk benda atau hal itu sendiri. Sinekdoki ini dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni pars pro toto yang merupakan penyebutan sebagian dari suatu hal untuk menyebutkan keseluruhan, sedangkan totum pro parte adalah penyebutan keseluruhan dari suatu benda atau hal untuk sebagiannya (Jabrohim dkk, 2009 : 52). Sinekdoki juga digunakan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang lebih hidup atau menghasilkan gambaran nyata. Selain itu, sinekdoki juga menambah intensitas penghayatan gagasan yang dikemukakan penyair atau penulis puisi.

e. Rima/ritma

  Rima adalah irama yang disebabkan pertentangan atau pergantian bunyi tinggi rendah secara teratur, tetapi tidak merupakan jumlah suku kata yang tetap, melainkan hanya menjadi gema dendang sukma penyairnya (Pradopo, 2014 : 41). Selain itu, Rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada akhir larik-larik puisi (Aminuddin, 2013 : 137).

  Menurut Emzir dkk (2015 : 244) rima adalah paduan bunyi yang menimbulkan pada aspek musikalitas atau pada ritme tertentu. Sedangkan menurut Sayuti (2010 : 104) rima merupakan kesamaan atau kemiripan bunyi tetentu di dalam dua kata atau lebih baik yang berposisi di akhir kata, maupun yang berupa perulangan bunyi-bunyi yang sama yang disusun pada jarak atau rentangan tertentu secara teratur. Dilihat dari segi bunyi itu sendiri dikenal adanya sajak sempurna, sajak paruh, sajak mutlak, aliterasi dan asonansi dari posisi kata yang mengandungnya dikenal adanya sajak awal, sajak tengah, dan sajak akhir.

  Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan rima merupakan pengulangan bunyi dalam suatu larik maupun pada akhir larik baris puisi sehingga menjadikan puisi tersebut indah, makna yang ditimbulkan juga lebih kuat.

f. Tata Wajah (Tipografi)

  Tipografi merupakan aspek bentuk visual puisi yang berupa tata hubungan dan tata baris. Karenanya, ada yang menyebutnya sebagai susunan baris puisi dan ada pula yang menyebutnya sebagai ukiran bentuk. Dalam puisi tipografi itu dipergunakan untuk mendapatkan bentuk yang menarik supaya indah dipandang oleh pembaca. Di samping itu, juga untuk mengedepankan arti kata-kata, frasa, atau kalimat tertentu melalui susunan yang khas. Melalui bentuk dan susunan tertentu, makna puisi disugestikan. Tipografi juga dapat dipertimbangkan sebagai simbol pikiran dan perasaan yang diekspresikan (Sayuti, 2010 : 329).

  Menurut Aminuddin (2013 : 146) cara penulisan suatu puisi sehingga menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual disebut tipografi. Peranan tipografi dalam puisi, selain untuk menampilkan aspek artistik visual, juga untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu. Selain itu, tipografi juga berperanan dalam menunjukkan adanya loncatan gagasan serta memperjelas adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyair. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tipografi merupakan bentuk susunan baris sebuah puisi agar dapat menampilkan keindahan dan suasana yang diinginkan oleh penyair kepada pembacanya. Juga untuk menampilkan aspek artistik visual untuk menampakkan nuansa makna dan suasana tertentu serta berperanan dalam menunjukkan adanya loncatan gagasan serta memperjelas adanya satuan-satuan makna tertentu yang ingin dikemukakan penyair kepada pembacanya. Dalam beberapa puisi tipografi juga berfungsi untuk menyampaikan makna melalui bentuk baris puisi yang ditulis oleh pengarang, baris-baris yang dibuat sudah direncanakan di awal sebelum penulisan puisi sehingga puisi yang dihasilkan dapat membangun sebuah makna.

  Selain struktur fisik yang sudah jelaskan. Peneliti juga akan menjelaskan struktur puisi yang lain yaitu struktur batin. Menurut Kosasih (2012 : 105) ada empat unsur batin puisi, yakni: tema (sense), perasaan penyair (feeling), nada atau sikap penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention).

2. Struktur Batin

a. Tema Tema merupakan gagasan pokok yang diungkapkan penyair dalam puisinya.

  Tema berfungsi sebagai landasan utama penyair dalam puisinya. Tema itulah yang menjadi kerangka pengembangan sebuah puisi (Kosasih, 2012 : 105).

  Sedangkan menurut Jabrohim dkk (2009 : 65) tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang. Sesuatu yang menjadi pikiran tersebut dasar bagi puisi yang dicipta oleh penyair. Sesuatu yang dipikirkan itu dapat bermacam-macam, meliputi berbagai permasalahan hidup. Permasalahan itu oleh penyair disusun dengan baik dan ditambah dengan ide, gagasan, cita-cita, atau pendirian penyair.

  Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tema merupakan pokok persoalan yang menjadi dasar atau sesuatu yang menjadi dasar pemikiran pembuatan puisi.

  b. Perasaan

  Puisi merupakan karya sastra yang paling mewakili ekspresi perasaan penyair. Bentuk ekspresi itu dapat berupa kerinduan, kegelisahan, atau pengagungan kepada kekasih, alam, atau sang Khalik (Kosasih, 2012 : 108). Sedangkan menurut Jabrohim dkk (2009 : 66) perasaan merupakan suatu sikap ekspresi dalam sebuah puisi. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa perasaan merupakan ekspresi yang ingin diungkapkan penyair melalui puisi.

  c. Nada dan Suasana

  Nada puisi merupakan sikap penyair terhadap pembaca seperti bersikap menggurui, menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sedangkan suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi yang berpengaruh terhadap jiwa pembaca (Kosasih, 2012 : 109). Menurut Jabrohim dkk (2009 : 66) nada adalah sikap penyair terhadap pembaca. Sedangkan suasana adalah suatu keadaan jiwa yang dialami pembaca setelah membaca puisi. Suasana tersebut akan membawa psikologis pembaca untuk masuk ke dalam suasana puisi. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa nada merupakan sikap yang diambil oleh penyair terhadap karyanya sedangkan suasana merupakan keadaan jiwa pembaca setelah membaca karya penyair tersebut.

d. Amanat

  Amanat merupakan pesan yang tersirat di balik kata-kata yang disusun maupun berada di balik tema yang diungkapkan, penyampaian amanat tersebut disampaikan oleh penyair secara sadar maupun tidak sadar dalam karyanya (Kosasih, 2012 : 109). Sedangkan menurut Jabrohim dkk (2009 : 67) amanat adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa amanat merupakan makna yang tersirat dari kata-kata dalam sebuah puisi. Dalam mendapatkan makna dalam puisi tersebut dilakukan dengan memahami tema, rasa, dan nada puisi itu. Hal tersebut dilakukan karena amanat dalam sebuah puisi tersembunyi dalam bentuk bahasa. Pemahaman dalam mencari amanat dalam sebuah puisi dilakukan dengan mencermati isi dari puisi.

D. Kriteria Penulisan Puisi yang Baik Dalam menentukan puisi yang baik maka dapat dilihat dari kriterianya.

  Kriteria penulisan puisi yang baik harus berdasarkan struktur pembangun puisi. Peneliti mengambil pendapat dari Kosasih berkaitan dengan struktur pembangun puisi yang dapat dijadikan acuan dalam menentukan kriteria penulisan puisi yang baik. Beberapa kriteria penulisan puisi yang baik antara lain tema, diksi, majas atau gaya bahasa, citraan atau pengimajian serta rima atau persajakan. Selain itu, menurut Nurgiantoro (2013 : 487) aspek yang dinilai dari menulis puisi adalah kesesuaian tema, ketepatan pilihan kata, pendayaan majas, pendayaan pencitraan.

  Aspek-aspek tersebut digunakan sebagai pedoman dalam menghitung hasil tes. Berikut penjelasan mengenai aspek-aspek tersebut.

a. Tema merupakan gagasan pokok yang menjadi kerangka sebuah puisi. Pada

  aspek tema yaitu harus ada kesesuaian antara isi puisi dengan tema. Hal itu dikarenakan pemilihan tema berasal dari ide serta gagasan penyair yang kemudian diolah menjadi rangkaian bait puisi. Tiap bait pada puisi tersebut memiliki ide yang sama. Ide tersebut berasal dari tema yang telah ditentukan sebelum proses penulisan. Dengan adanya kesesuaian tema dengan isi maka puisi yang dihasilkan akan berhubungan dengan tema.

  Dalam penilaian aspek tema dideskripsikan berdasarkan kesesuaian antara tema dengan isi puisi. Kesesuaian tema dengan isi puisi tersebut menjadi salah satu faktor dalam menilai puisi.

  b.

  

Diksi merupakan kata yang telah dipilih secara khusus untuk membangun

  sebuah puisi. Pada aspek diksi yaitu harus memilih, memilah serta menentukan pilihan kata yang tepat dengan tema puisi. Kata yang telah dipilih juga digunakan untuk mengungkapkan perasaan serta ekspresi dari penyair. Pemilihan diksi tersebut disesuaikan dengan rangkaian kalimat puisi agar mendukung bangunan dari puisi tersebut. Sebuah diksi yang baik dilihat dari kata bersifat konotasi yang digunakan dalam puisi agar terbangun sebuah makna. Dalam penilaian sebuah puisi aspek diksi dideskripsikan secara rinci dengan banyaknya jumlah kata konotasi yang digunakan pada sebuah puisi. Jumlah kata konotasi tersebut menjadi salah satu faktor dalam menilai puisi.

c. Majas merupakan salah satu unsur penting dalam membangun keindahan

  sebuah puisi. Pada aspek majas atau gaya bahasa yaitu harus mampu menentukan majas untuk memperindah atau memperkuat angan yang akan disampaikan kepada pembaca. Majas tersebut ditentukan dengan cara membandingkan kata yang dipilih dengan kata lain untuk memperindah bait puisi. Pemilihan majas dalam sebuah puisi disesuaikan dengan tema serta diksi yang telah ditentukan. Hal tersebut dilakukan agar puisi yang ditulis memiliki keindahan bahasa serta makna yang kuat. Dalam penilaian sebuah puisi aspek majas atau gaya bahasa dideskripsikan secara rinci dengan banyaknya jumlah majas yang ditentukan dalam sebuah puisi. Jumlah majas yang digunakan menjadi salah satu faktor untuk menilai puisi.

  d.

  

Pencitraan merupakan kata-kata yang digunakan untuk memperkuat daya

  imajinasi pembaca terhadap puisi. Pada aspek citraan atau pengimajian yaitu harus dapat menentukan kata-kata yang mampu membangkitkan imajinasi pembaca sehingga dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah merasa, mendengar atau melihat sesuatu yang diungkapkan penyair. Selain itu, penggunaan citraan dilakukan untuk merasakan gambaran, suasana yang melibatkan panca indera seperti penglihatan, penciuman dan gerak.

  Pemilihan citraan disesuaikan dengan puisi yang ditulis sehingga puisi yang dihasilkan akan lebih kuat dalam imajinasi pembaca. Dalam penilaian sebuah puisi aspek yang dideskripsikan secara rinci yaitu pada jumlah citraan yang ditentukan dalam puisi untuk membangkitkan imajinasi. Jumlah citraan yang digunakan menjadi salah satu faktor untuk menilai puisi.

e. Rima merupakan pengulangan bunyi dalam puisi. Pada aspek rima atau

  persajakan yaitu dapat menentukan rima untuk memperindah bunyi dan menimbulkan makna yang lebih kuat. Pemilihan bunyi dilakukan dengan memperhatikan kata yang terdapat di akhir larik puisi. Selain itu, penggunaan bunyi pada puisi dilakukan dengan persajakan yang teratur. Hal tersebut dilakukan agar bunyi yang dihasilkan akan indah. Dalam penilaian sebuah puisi aspek yang dideskripsikan secara rinci berdasarkan tingkatan segi bunyi yang digunakan untuk memperkuat keindahan bunyi puisi. Tingkatan segi bunyi menjadi salah satu faktor untuk menilai puisi itu baik.

E. Teknik Clustering

1. Pengertian Teknik Clustering

  Teknik clustering adalah suatu cara memilah pemikiran-pemikiran yang saling berkaitan dan menuangkannya di atas kertas secepatnya atau suatu teknik dengan menuliskan kata-kata yang berhubungan dengan topik dengan cara secepatnya (DePorter dkk, 2013 : 180). Penerapan teknik ini sangat ampuh dalam pembelajaran karena membuat kita bekerja secara alamiah dengan gagasan- gagasan tanpa menyuntingnya sama sekali. Ketika menerapkan teknik clustering akan mengalami fenomena pada saat melakukan pengelompokkan yaitu merasakan desakan untuk mulai menulis. Kemudian ketika sudah mencapainya, maka kegiatan pengelompokkan akan terhenti dan mulai untuk segera menulis.

  Menurut DePorter dkk (2013 : 184) teknik clustering dapat digunakan dalam pembelajaran menulis puisi. Penerapan teknik clustering terhadap pembelajaran menulis puisi dilakukan dengan menuliskan kata atau gagasan pertama yang berkaitan dengan tema di tengah selembar kertas. Setelah itu, siswa mencari dan menuliskan asosiasi dengan kata atau gagasan pertama berdasarkan daya imajinasi siswa kemudian membuat garis yang menghubungkan kata atau gagasan pertama yang berada di tengah kertas. Proses mencari asosiasi atau hubungan dengan kata atau gagasan utama tersus berlangsung dan akan terhenti jika siswa sudah mencapai desakan kuat untuk segera mulai menulis. Setelah itu, siswa memilih dan memberi nomor urut kata-kata yang akan digunakan untuk menjadi bahan dalam menulis puisi. Kata-kata atau gagasan yang sudah didapat kemudian dieksplorasi serta dikembangkan menjadi sebuah puisi dengan memperhatikan materi yang sudah dijelaskan. Selanjutnya siswa mengevaluasi tugas yang telah ditulis.

2. Langkah-Langkah Teknik Clustering

  Menurut DePorter dkk (2013 : 182-184) langkah-langkah dalam teknik clustering akan dijelaskan sebagai berikut.

  

a. Menuliskan kata atau gagasan utama di tengah-tengah selembar kertas

kosong, tak bergaris, lalu lingkari.

  b.

  

Menuliskan semua asosiasi atau hubungan-hubungan yang terkait dengan

kata pertama atau gagasan utama.

  

c. Kata atau gagasan yang sudah dibuat dilingkari dan dihubungkan dengan

  kata pertama atau gagasan utama yang berada di tengah lingkaran dengan membuat garis.

  d.

  

Menuliskan asosiasi atau hubungan dengan kata sekunder yang telah dibuat

  sehingga memicu satu rantai dengan yang lain, tulis kata-kata yang muncul dalam pikiran sebanyak-banyaknya sekalipun tidak berhubungan.

  

e. Kembali kepada kata pertama atau gagasan utama yang berada di tengah

  sambil menuliskan asosiasi yang ingin dituliskan lagi kemudian dilanjutkan membuat garis yang menghubungkan ke arah kata primer atau gagasan utama.

  

f. Memperhatikan semua kata atau gagasan yang telah ditulis dengan seksama

  mulai dari kata pertama atau gagasan utama sampai pada kata yang berhubungan lainnya.

  

g. Jika ada kata atau gagasan yang tidak memiliki asosiasi atau hubungan

maka segera dicoret.

  h.

  

Tahap pencarian akan terhenti pada saat sudah mencapai desakan kuat untuk

segera menulis.

i. Kata-kata atau gagasan yang sudah dipilih diberi nomor secara urut. Kata atau gagasan tersebut akan menjadi bahan untuk menulis.

  

j. Kata-kata atau gagasan yang sudah didapat kemudian dieksplorasi serta

  dikembangkan menjadi sebuah puisi dengan memperhatikan materi yang sudah dijelaskan.

  k.

   Mengevaluasi tugas yang telah ditulis.

3. Pembelajaran Menulis Puisi dengan Teknik Clustering

  Proses pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan teknik clustering pada penelitian ini diharapkan dapat membuat siswa mengeksploitasi seluruh gagasan yang kemudian akan dipilah menjadi bahan untuk menulis puisi. Sehingga siswa memiliki kosakata atau perbendaharaan kata yang banyak untuk dikembangkan menjadi puisi. Berikut penjelasan mengenai pembelajaran menulis puisi dengan menggunakan teknik clustering.

  a. Guru melakukan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan.

  b. Guru menyampaikan materi yang akan dipelajari yaitu menulis puisi.

  c. Guru memberikan lembar kerja siswa.

  d. Guru meminta siswa untuk memilih kata atau gagasan utama yang terlintas dalam pikiran terkait dengan tema yang diberikan. Kemudian menuliskannya di tengah-tengah selembar kertas.

  e. Guru meminta siswa untuk mencari asosiasi atau hubungan terkait dengan kata pertama atau gagasan utama yang didapat dari daya imajinasi siswa.

  f. Guru meminta siswa terus menuliskan asosiasi atau hubungan kata pertama dengan kata berikutnya. Kemudian kata atau gagasan yang sudah dibuat dilingkari dan dibuat garis yang berhubungan dengan kata atau gagasan utama.

  g. Guru meminta siswa berhenti untuk menuliskan asosiasi atau hubungan terkait dengan kata atau gagasan utama apabila sudah mencapai desakan kuat untuk segera menulis.

  h. Guru meminta siswa memilih dan memilah kata atau gagasan yang akan dipilih menjadi bahan menulis puisi berdasarkan hubungan antar kata atau gagasan sehingga memiliki hubungan dengan kata pertama atau gagasan utama. i. Guru meminta siswa memberi nomor urut pada kata-kata atau gagasan yang akan dijadikan bahan menulis puisi. j. Guru meminta siswa mengeksplorasi kata-kata dan gagasan yang telah didapat untuk dikembangkan menjadi baris dan bait puisi. k. Guru meminta siswa mengevaluasi tugas yang telah ditulis. l. Guru meminta siswa membacakan hasil puisi yang telah dibuat. m. Guru melakukan refleksi terkait dengan pembelajaran yang sudah dilakukan. n. Guru menyimpulkan pembelajaran yang sudah dilakukan.

F. Kerangka Berpikir

  Berdasarkan data yang sudah diperoleh mengenai pembelajaran menulis puisi di SMP Negeri 6 Purwokerto pada kelas VIII G. Peneliti menemukan berbagai permasalahan yang dialami siswa antara lain siswa masih banyak yang kesulitan dalam mengembangkan ide menjadi sebuah puisi, siswa kesulitan menentukan kata-kata yang akan dijadikan sebuah puisi karena pengetahuan kosakata serta perbendaharaan kata yang sedikit, siswa kesulitan merangkai kata- kata menjadi kalimat puisi, siswa juga masih belum dapat membangun keterkaitan antar bait karena kurangnya pengetahuan dalam memilih kata-kata yang saling berkaitan.

  Berdasarkan permasalahan yang diperoleh, peneliti menyimpulkan bahwa harus ada solusi untuk mengatasi pemasalahan tersebut. Peneliti dalam menelitian tindakan kelas ini menyimpulkan bahwa masalah yang terjadi karena dalam pembelajaran hanya fokus kepada materi dan pemberian tugas saja. Sehingga siswa lebih banyak menerima materi. Hal tersebut menyebabkan permasalahan menulis puisi tidak terselesaikan. Dengan melihat permasalahan tersebut peneliti menawarkan solusi yang tepat dengan masalah tersebut, yaitu dengan menggunakan teknik clustering. Diharapkan dengan teknik tersebut, permasalahan siswa dalam hal menulis dapat teratasi.

  Teknik clustering adalah suatu cara memilah pemikiran-pemikiran yang saling berkaitan dan menuangkannya di atas kertas secepatnya atau suatu teknik dengan menuliskan kata-kata yang berhubungan dengan topik dengan cara secepatnya tanpa memikirkan kebenarannya (DePorter dkk, 2013 : 180).

  Penerapan teknik ini sangat ampuh dalam pembelajaran karena membuat kita bekerja secara alamiah dengan gagasan-gagasan tanpa menyuntingnya sama sekali. Ketika menerapkan teknik clustering akan mengalami fenomena pada saat melakukan pengelompokkan yaitu merasakan desakan untuk mulai menulis.

  Kemudian ketika sudah mencapainya, maka kegiatan pengelompokkan akan terhenti dan mulai untuk segera menulis.

  Teknik clustering dipilih dalam tindakan kelas ini berkaitan dengan pembelajaran menulis puisi karena teknik ini merupakan suatu teknik yang bertujuan untuk menelusuri pikiran-pikiran yang saling berhubungan atau berkaitan. Hal tersebut diharapkan dapat membuat siswa mampu mengembangkan ide menjadi sebuah puisi, siswa dapat menentukan kata-kata yang akan dijadikan bahan dalam menulis puisi. Selain itu, siswa juga dapat merangkai kata-kata tersebut menjadi rangkaian puisi karena memiliki hubungan dengan ide yang sama. Selain itu, puisi yang ditulis siswa akan memiliki keterkaitan antar bait sehingga menghasilkan puisi yang baik. Sehingga dari penjelasan mengenai teknik clustering diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis puisi pada kelas VIII G di SMP Negeri 6 Purwokerto tahun ajaran 2015- 2016.

G. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikiran di atas maka penulis mengajukan hipotesis dalam penelitian ini yaitu, dengan pembelajaran menulis puisi dengan teknik clustering dapat meningkatkan kemampuan menulis puisi pada siswa kelas VIII G SMP Negeri 6 Purwokerto tahun ajaran 2015-2016.

Dokumen yang terkait

KEMAMPUAN MENULIS PUISI DENGAN TEKNIK PEMBERIAN TUGAS/RESITASI PADA SISWA KELAS VIII SMPN 2 TANGERANG SELATAN

0 20 153

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI MELALUI PEMANFAATAN MEDIA LINGKUNGAN SEKOLAH PADA SISWA KELAS VIII SMP TRIMULYA SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2012/2013

2 7 108

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS MELALUI TEKNIK PEMODELAN PADA SISWA KELAS VIII-1 SMP NEGERI 1 LABUHAN RATU LAMPUNG TIMUR TAHUN PELAJARAN 2011/2012

3 41 108

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE TALKING STICK PADA SISWA KELAS VIII 6 SMP NEGERI 4 DENPASAR TAHUN AJARAN 2015/2016

1 2 9

PEMBELAJARAN MENULIS PUISI PADA SISWA KELAS VIII F DAN VIII G SMP NEGERI 1 JATEN TAHUN AJARAN 20122013

0 1 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PARAFRASE PUISI SISWA KELAS X1 SMA PERTIWI 1 PADANG

0 0 26

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PUISI BEBAS DENGAN TEKNIK MENULIS AKROSTIK PADA SISWA KELAS VA MI SEMPLAK PILAR, KABUPATEN BOGOR

0 0 11

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 3 SOKARAJA TAHUN AJARAN 2012-2013

0 0 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION) PADA SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 3 SOKARAJA TAHUN AJARAN 2012-2013 - repository perpustaka

0 3 25

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan - IBNU NGAFAN BAB II

0 0 18