BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan - BAB II NOVITA WIJAYANTI PBSI'16

BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha sudah pernah dikaji oleh

  beberapa pengamat sastra. Selain itu, wujud dan unsur kebudayaan juga sudah pernah menjadi bahan kajian penelitian oleh beberapa mahasiswa. Berikut kajian yang berkaitan dengan novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha serta wujud dan unsur kebudayaan. Konflik sosial masyarakat pedesaan dalam novel Kelir Slindet Karya Kedung Darma Romansha (Kajian Sosiologi Sastra)

  Skripsi berjudul “Konflik Sosial Masyarakat Pedesaan dalam Novel Kelir

  Slindet Karya Kedung Darma Romansha disusun Hani Kurniasih dari jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji permasalahan konflik sosial masyarakat yang mencakup bentuk-bentuk konflik sosial dan pemicunya. Data dalam penelitian ini adalah teks-teks yang berpotensi memiliki konflik sosial. Sumber data penelitian ini adalah novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha. Pendekatan yang digunakan adalah adalah pendekatan sosiologi sastra. Metode yang digunakan adalah dekriptif analitis.

  Penelitian ini mengungkapkan bahwa ada dua hal yang berkaitan dengan konflik sosial masyarakat pedesaan dalam novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha. Analisis terkait dengan bentuk-bentuk konflik sosial masyarakat meliputi enam hal, yaitu konflik antar kelas, konflik antar kelompok, konflik antar antar individu, konflik antar generasi, konflik status dan peran aktif, dan konflik pribadi.

  

7 Selain itu, ada empat faktor yang melatarbelakangi terjadinya konflik sosial masyarakat dalam novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha. Keempat faktor tersebut adalah (1) faktor ekonomi; (2) faktor kebudayaan; (3) faktor sosial; dan (4) faktor SDM rendah.

  Wujud dan unsur kebudayaan dalam Kumpulan Cerita Legenda Jawa Kabupaten Cilacap yang Diterbitkan oleh yayasan Pembinaan Pendidikan Generasi Muda

  Penelitian berjudul “Wujud dan Unsur Kebudayaan dalam Kumpulan Cerita

  

Legenda Jawa Kabupaten Cilacap yang diterbitkan oleh Yayasan Pembinaan

  Pendidikan Generasi Muda” disusun oleh Fiqih Nursanti Nugraheni dari jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

  Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud dan unsur kebudayaan dalam kumpulan legenda Jawa kabupaten Cilacap. Sumber data penelitian ini adalah kumpulan cerita legenda Jawa kabupaten Cilacap. Data dalam penelitian ini adalah teks yang mengandung wujud dan unsur kebudayaan. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan antropologi sastra. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif analitis.

  Penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam kumpulan cerita legenda Jawa

  

Kabupaten Cilacap terdapat wujud kebudayaan berupa sistem pengetahuan, sistem

  peralatan hidup dan teknologi, serta sistem religi. Selain itu, dalam kumpulan cerita legenda Jawa Kabupaten Cilacap terdapat wujud kebudayan sebagai suatu aktivitas yang terdiri dari unsur kebudayaan berupa bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, serta sistem religi. Dalam kumpulan

  

cerita legenda Jawa Kabupaten Cilacap juga terdapat wujud kebudayaan sebagai hasil karya manusia yang terdiri dari unsur kebudayaan yang berupa kesenian. Unsur kebudayan yang terdapat dalam kumpulan cerita legenda Kabupaten Cilacap terdiri dari bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem religi, serta kesenian.

  Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang dilalukan oleh Hani Kurniasih dan Fiqih Nursanti Nugraheni adalah data dan sumber data penelitian. Data dalam penelitian ini adalah teks yang mengandung wujud dan unsur kebudayaan.

  Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Kelir Slindet Karya Kedung Darma Romansha. Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan, peneliti tidak menemukan ulasan maupun kajian ilmiah yang meneliti tentang wujud dan unsur kebudayaan dalam novel Kelir Slindet karya Kedung Darma Romansha.

B. Landasan Teori 1. Pengertian Kebudayaan

  Kebudayaan berasal adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa (Setiadi dkk, 2009: 27). Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar, berpikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanaya. Budaya menampakan diri dalam pola-pola bahasa dalam bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan- tindakan penyesuaian diri dari gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkunagan geografis (Mulyana, 2010:18) kebudayaan merupakan perilaku yang berfungsi sebagai ciri masyarakat yang berbudaya. Dengan kebudayaan masyarakat akan lebih teraahkan kehidupan dalam kebudayaan.

  Ihromi (2000:18) menjelaskan bahwa kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat yang manapun dan tidak hanya mengenai sebagian dari cara hidup itu yaitu bagian yang oleh masyarakat dianggap lebih tinggi atau lebih diinginkan. Menurut Koentjaraningrat (1996: 144) kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Menurut Herimanto dan Winarno (2010: 24-25) kebudayaan sebagai sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan bersifat abstrak. Ada perbedaan antara definisi kebudayaan dengan budaya. Warsito (2012: 49) menjelaskan bahwa dalam antroplogi budaya, perbedaan antara kebudayaan dan budaya ditiadakan. Kata budaya dipakai sebagai singkatan dari kebudayaan dengan pengertian yang sama. Hal tersebut membuat peneliti beranggapan bahwa kebudayaan dan budaya sebagai sebuah kesatuan. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, peneliti menggunakan istilah budaya dengan kebudayaan yang merujuk pada pengertian yang sama.

2. Antropologi Sastra

  Ihromi (1996: 1) menjelaskan bahwa secara harfiah dalam bahasa Yunani, kata

  

antropos berarti manusia dan logos berarti studi. Lebih lanjut, Mustolikh (1997: 1)

menjelaskan bahwa antropologi merupakan ilmu yang paling luas kajiannya.

  Antropologi ingin memahami sesuatu yang ada hubungannya dengan mahluk manusia dari dahulu sampai sekarang. Antropologi mencoba memahami kehidupan manusia secara menyeluruh. Kaitannya dengan hal tersebut, ada lima masalah besar yang dikaji oleh antropologi, yaitu: (a) masalah sejarah terjadinya dan perkembangan manusai sebagai mahluk biologis, (b) masalah terjadinya aneka warna mahluk manusia yang dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya, (c) masalah persebaran dan terjadinya aneka warna bahasa yang diucapkan oleh manusia seluruh dunia, (d) masalah perkembangan, persebaran, dan terjadinya warna dari kebudayaan manusia dan seluruh dunia, (e) masalah dasar-dasar dan aneka warna kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dan suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi pada jaman sekarang ini.

  Menurut Ratna (2013: 351) antropologi sastra merupakan pendekatan interdisiplin yang paling baru dalam ilmu sastra. Antropologi sastra memberikan perhatian pada manusia sebagai agen kultural, sistem kekerabatan, sistem mitos, dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Antropologi sastra cenderung memusatkan perhatiannya pada masyarakat kuno. Antropologi sastra mempermasalahkan karya sastra dengan hubungannya dengan manusia sebagai penghasil kebudayaan. Manusia yang dimaksud adalah manusia dalam karya, khususnya sebagai tokoh-tokoh. Lebih lanjut, Ratna (2011: 31) menjelaskan bahwa antroplogi sastra adalah analisis dan pemahaman terhadap karya sastra dalam kaitannya dengan kebudayaan.

  Secara definitif antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia (anthropos). Dengan melihat pembagian antropologi menjadi dua macam yaitu antropologi fisik dan antropologi kultural, maka antropologi sastra dibicarakan dalam kaitannya dengan antropologi kultural dengan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia, seperti: bahasa, religi, mitos, sejarah, hukum, adat-istiadat, dan karya seni, khususnya karya sastra. Dalam kaitannya dengan tiga macam bentuk kebudayaan yang dihasilkan oleh manusia yaitu: kompleks ide, kompleks aktivitas, dan kompleks benda-benda (Ratna, 2013: 351). Antropologi sastra merupakan karya yang dihasilkan oleh manusia yang dijadikan sumber bagi manusia. Dalam hal ini antropologi cangkupannya lebih luas dari sosiologi sastra.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa antropologi sastra adalah kajian yang memusatkan perhatian terhadap manusia. Dalam hal ini, manusia sebagai penghasil kebudayaan. Manusia dianggap sebagai agen budaya yang menciptakan kebudayaan. Kebudayaan yang dimaksud berupa kompleks ide, kompleks aktivitas, dan kompleks benda-benda. Antroplogi sastra juga membicarakan kaitan antropologi kultural dengan karya-karya yang dihasilkan oleh manusia. Hasil yang dihasilkan oleh manusia bias dilihat bahkan di lihat dengan mata. Kesenian contohnya dapat kita lihat dengan cara melihat hasil dari karya sastra.

3. Wujud Kebudayaan

  Koentjaraningrat (1996: 74) menggolongkan kebudayaan dalam dalam tiga wujud. Wujhud yang ada pada kebudayaan ini masing-masing memiliki fungsi dan ciri yang berbeda. Dari tiga wujud juga dapat menghasilkan sebuah kebudayaan yang akan membawa manusia untuk menghasilkan kebudayaan. Hasil dari wujud kebudayaan juga akan menghasilkan kebudayaan yang akan dihasilkan manusia. Wujud tersebut yaitu, kebudayaan sebagai suatu ide, sebagai gagasa, dan wujud hasil karya manusia. Berikut ini adalah ketiga wujud kebudayaan tersebut.

  a.

  

Wujud Kebudayaan sebagai Suatu dari Ide, Gagasan, Nilai, Norma,

Peraturan, dan Sebagainya

  Wujud pertama adalah wujud yang ideal dari kebudayaan. Sifatnya abstrak, tidak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di dalam kepala atau dengan perkataan lain, dalam alam pikiran warga masyarakat tempat kebudayaan bersangkutan itu hidup. Kalau warga masyarakat menyatakan gagasan mereka tadi dalam tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal sering berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat bersangkutan. Ide dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat, memeberi jiwa kepada masyarakat itu.

  Gagasan satu dengan yang lain selalu berkaitan menjadi suatu sistem. Menurut Herimanto dan Winarno (2010: 25) wujud ide kebudayaan adalah kebudayaan berbentuk kumpulan ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.

  b.

  

Wujud Kebudayaan sebagai Suatu Aktivitas serta Tindakan Berpola dari

Manusia dalam Masyarakat

  Wujud kedua dari kebudayaan disebut sistem sosial atau social system, mengenai tindakan berpola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial terdiri dari aktivitas- aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, dan bergaul satu sama lain dari detik ke detik, dari hari ke hari, dan dari tahun ke tahun, selalu menurut pola-pola berdasarkan adat tata kelakuan. Sebagai rangkaian aktivitas manusia dan masyarakat, sistem sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasi. Menurut Halida (2011: 94) wujud kebudayaan yang kedua adalah dalam bentuk aktivitas, sistem sosial, dan mengenai pola dari manusia itu sendiri. Sistem sosial yang dapat dikenali adalah aktivitas-aktivitas interaksi manusia, saling berhubungan dan pola pergaulan dari waktu ke waktu.

c. Wujud Kebudayaan sebagai Benda-Benda Hasil Karya Manusia.

  Wujud ketiga kebudayaan disebut kebudayaan fisik (artefak). Berupa seluruh hasil fisik dan aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat. Sifatnya paling konkret dan berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Ada pabrik-pabrik besar seperti pabrik baja, benda-benda yang amat kompleks dan canggih seperti komputer, atau benda-benda yang besar dan bergerak seperti kapal tangki minyak, bangunan hasil seni arsitek seperti suatu candi yang indah, benda-benda kecil seperti kain batik atau yang lebih kecil lagi seperti kancing baju, dan masih banyak yang lainnya. Hasil dari kebudayaan banyak dimanfaatkan manusia sebagai wujud dari kebudayaan. Wujud yang dinyatakan ialah \wujud yang dapat dilihat secara langsung.

  Artefak merupakan produk dari seseorang atau sekelompok orang dari suatu masyarakat, misalnya barang-barang yang mereka hasilkan pada jaman tertentu seperti alat-alat rumah tangga, patung, lukisan, dan lain-lain. Menurut Halida (2011: 94) wujud kebudayaan artefak merupakan totalitas dari hasil fisik yang berupa perbuatan, karya yang bersifat konkret berupa benda-benda atau hal yang dapat diraba, dilihat, dan difoto. Menurut Sujarwa (2014: 32) artefak adalah hasil kebudayaan yang berupa benda-benda maupun bangunan. Seperti keris, candi, monumen, gedung dan lain-lain. Benda-benda tersebut biasanya berupa sebuah bangunan yang dihasilkan manusia. Semua hasil karya manusia juga dapat dimanfaatkan dengan adanya hasil karya manusia. Semua hasil yang dihasilkan kebudayaan menjadi suatu kebudayaan yang ada.

4. Unsur-Unsur Kebudayaan

  Menurut Koentjaraningrat (1996: 80-84) unsur-unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa di dunia berjumlah tujuh buah. Berikut ini ketujuh unsur-unsur kebudayaan yaitu, bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi,kesenian. Unsur kebudayaan merupakan sebuah tujuan untuk menciptakan budaya. Dengan kebudayaan juga akan menghasilkan sebuah unsur kebudayaan. Semua yang ada dalam unsur kebudayaan juga akan menjadikan unsur kebudayaan menjadi olengkap.

  Kebudayaan juga sebagai hasil karya manusia yang berwujud benda maupun artefak.

  a. Bahasa

  Menurut Chaer (2007: 32) bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, bekomunikasi, dan mengidetifikasi diri. Menurut Koentjaraningarat (1996: 339) bahasa atau sistem lambang bunyi manusia yang lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi satu dengan yang lain, memberi deskripsi tentang ciri-ciri terpenting dari sebuah bahasa yang diucapkan oleh suku bangsa yang bersangkutan, beserta variasi-variasi dari bahasa itu. Lebih lanjut, Sedyawati (2007: 397) menjelaskan bahwa bahasa dapat dililhat sebagai wadah utama dari sistem pengetahuan suatu bangsa. Kata-kata adalah konsep, dan pengembangan pengetahuan paling teguh posisinya dalam budaya apabila terungkap secara jelas dalam media dan lebih-pebih apabila hal-hal yang diungkap dengan media bahasa itu telah dituangkan ke dalam tulisan.

  b. Sistem Pengetahuan

  Soemarno (1988:143) menjelaskan bahwa manusia mendapatkan ilmu (pengetahuan) dengan pikirannya. Menurut Koentjaraningrat (1996: 369-375) sistem pengetahuan yaitu perangkat unsur yang berkaitan dengan suatu hal yang perlu diketahui. Tiap suku bangsa di dunia mempunyai pengetahuan tentang:1. Alam sekitar

  2. Alam flora 3. Alam fauna 4. Tubuh manusia. Tubuh manusia juga akan terlihat dari cara kita melihat langsung ciri tubuh manusia. Ciri tubuh manusia tiap individu tentu saja akan berbeda. Perbedaan tersebut juga akan menjadi sebuah nilai tersendiri dari tubuh manusia. Dengan adanya tubuh manusia ciri fisik lebih akan terlihat secara nyata.

  1) Alam Sekitar

  Pengetahuan manusia tentang alam sekitarnya misalnya pengetahuan tentang musim-musim, sifat-sifat gejala alam. Pengetahuan mengenai masalah tersebut biasanya berasal dari keperluan praktis untuk berburu, bertani, berlayar menyeberangi laut dari suatu pulau ke pulau lain. Pengetahuan ini seringkali berupa dongeng- dongeng yang dianggap suci (Koentjaraningrat, 1990: 373). Pengetahuan alam sekitar berkaitan dengan hal- hal yang terjadi di sekitar kita berhubungan dengan alam yang terkadang tidak dapat kita duga. Oleh karena itu, manusia sering kali belum memiliki kesiapan untuk menghadapi kejadian yang berkaitan dengan alam. Alam yang ada disekitar lingkungan masyarakat juga akan menandai sebuah lingkungan yang akan di huninya. Semua dari masalah itu akan terlihat adanya sebuah pengetahuan masyarakat tentang alam sekitar. Berikut merupakan tujuan yang terjadi didalam lingkungan sekitar.

  2) Alam Flora

  Pengetahuan tentang alam flora sudah tentu merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi kehidupan manusia dalam masyarakat kecil, terutama bila mata pencaharian hidupnya yang pokok adalah pertanian, tetapi juga suku

  • – suku bangsa yang hidup dari berburu, peternakan, atau perikanan tidak dapat mengabaikan pengetahuan tentang alam tumbuh-tumbuhan sekelilingnya. Selain itu, hampir semua suku bangsa yang hidup dalam masyarakat kecil mengetahui pengetahuan tentang rempah- rempah yang dapat di pakai untuk menyebuhkan penyakit, upacara keagamaan, ilmu dukun dan sebagainya, atau suatu pengetahuan tentang tumbuh- tumbuhan untuk membuat bahan cat, membuat berbagai racun senjata, dan sebagainya.

  3) Alam Fauna

  Pengetahuan tentang alam fauna merupakan pengetahuan dasar bagi suku-suku bangsa yang hidup dari berburu atau perikanan, tetapi juga bagi yang hidup dari pertanian. Daging binatang merupakan unsur penting dalam makanan suku-suku bangsa bertani juga. Selain itu, petani harus banyak mengetahui juga tentang kelakuan binatang untuk dapat menjaga tumbuh-tumbuhan di ladang atau di sawah terhadap gangguan binatang -binatang itu (Koentjaraningrat, 1990: 374). Dari pengertian binatang sebuah pengetahuan akan terlihat karena pengetahuan tentang binatang. Adanya pengetahuan ini merupakan sebuah pengetahuan manusia dilingkungan kehidupannya. Pengetahuan tentang alam fauna ini, manusia juga perlu mengetahui kelakuan dan peran berbagai binatang. Hal itu dilakukan agar manuisa dapat memanfaatkan binatang yang ada sesuai dengan keperluan hidup yang dibutuhkan.

  4) Tubuh manusia

  Pengetahuan tentang tubuh manusia dalam kebudayaan-kebudayaan yang belum begitu banyak dipengaruhi ilmu kedokteran masa kini, sering juga luas sekali. Pengetahuan dan ilmu untuk menyembuhkan penyakit dalam masyarakat pedesaan banyak dilakukan oleh para dukun dan tukang pijat, oleh karena itu penulis sebut ilmu dukun. Ilmu dukun memang biasanya menggunakan banyak sekali ilmu gaib, tetapi disamping itu para dukun juga sering mempunyai pengetahuan luas`tentang ciri-ciri tubuh manusia, letak dan susunan urat-urat dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1990: 374). Pengetahuan tentang tubuh manusia biasanya berkaitan dengan hal-hal yang perlu diketahui mengenai organ-organ tubuh manusia beserta fungsinya sehngga kita mengetahui kelemahan dan kelebihan dari organ-organ yang terdapat dalam tubuh manusia.

c. Organisasi Sosial

  Koentjaraningrat (1996: 366) menjelaskan bahwa organisasi sosial yaitu suatu kelompok masyarakat yang dibentuk dalam rangka mewujudkan bersama. Setiap kehidupan masyarakat diorganisasi atau diatur oleh adat-istiadat dan aturan-aturan mengenai berbagai macam kesatuan lingkunga tempat individu hidup dan bergaul dari hari ke hari. Lebih lanjut, Soemarno (1988: 190) menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk yang tidak mungkin berdiri sendiri untuk memenuhi kepentingan hidupnya sehingga manusia kemudian membentuk masyarakat. Untuk kepentingan berhubungan (berinteraksi) dengan sesamanya. Oleh karena itu, manusia kemudian membentuk organisasi sosial, membentuk kelompok sosial. Organisasi sosial dibentuk masyarakat baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum sama-sama. Namun hal itu memiliki manfaat sebagai sarana partisipasi masyarakat untuk pembangunan.

  Manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai sendiri. Oleh karena itu, manusia menggunakan akalnya untuk membentuk kekuatan. Itu ditunjukan dengan cara menyusun organisasi kemasyarakatan yang merupakan tempat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama yaitu meningkatkan kesejahteraan hidup.

d. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi

  Koentjaraningrat (1990: 341) menjelaskan bahwa sistem peralatan hidup dan teknologi yaitu perangkat unsur berkaitan dengan alat perkakas dan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Teknologi atau cara-cara memproduksi, memakai, dan memelihara segala peralatan hidup dari suku bangsa, cukup membatasi diri terhadap teknologi yang tradisional.

  Dalam teknologi tradisional paling sedikit ada delapan macam sistem peralatan yang dipakai oleh manusia yang hidup dalam masyarakat kecil atau masyarakat pedesaan yang hidup dari pertanian, yaitu: (1) alat

  • – alat produksi, (2) alat membuat api, (3) senjata, (4) wadah, (5) makanan, (6)pakaian, (7) tempat berlindung dan perumahan, dan (8) alat-alat transportasi. Lebih lanjut, Poerwanto (2000: 161) mengungkapkan bahwa masalah teknologi dalam pembangunan di Indonesia adalah sesuatu yang essensial. Teknologi mampu membuat akomodasi terhadap lingkungan, baik biologis maupun sosial budaya akan menghasilkan kemajuan teknis yang dilandasi moral yang merupakan cita-cita pembangunan.

  Koentjaraningrat (1996: 346) menjelaskan bahwa alat-alat produksi dari sudut fungsinya dapat dibagi ke dalam alat poton, alat tusuk dan pembuat lubang, alat pukul, alat penggiling, alat peraga, alat untuk membuat api, alat meniup api, tangga dan sebagainya. Sedangkan dari sudut lapangan pekerjaannya ada alat-alat rumah tangga, alat pengikal dan tenun, alat

  • – alat pertanian, alat- alat penangkap ikan, jerat
perangkap dan sebagainya. Lebih lanjut, Koentjaraningrat (1996: 347-378) menjelaskan bahwa alat membuat api masuk dalam alat-alat produksi. Sedangkan senjata menurut fungsinya, ada senjata potong, senjata tusuk, senjata lempar, dan senjata penolak. Sedangkan menurut lapangan pemakaiannnya ada senjata untuk berburu dan menangkap ikan , serta senjata untuk berkelahi dan berperang. Senjata dikenal dengan benda yang berbahaya. Senjata dengan berbagai manfaat yaitu untuk melukai sesuatu seperti berperang dan berburu maupun untuk membela diri/mempertahankan diri. Wadah adalah alat dan tempat untuk menimbun, memuat dan menyimpan barang (container). Berbagai macam wadah juga dapat dikelaskan menurut bahan mentahnya yaitu kayu, bambu, kulit kayu, tempurung , serat- seratan, atau tanah liat.

  Menurut Koentjaraningrat (1996: 348) makanan dapat kita anggap sebagai barang yang dalam ilmu antropologi dapat dibicarakan dalam teknologi dan

  • – kebudayaan fisik. Makanan dapat dipandang dari sudut mentahnya, yaitu sayur sayuran dan daun-daunan, buah-buahan, akar-akaran, biji-bijian, daging, susu, dan hasil susu (dairi products), ikan, dan sebagainya. Hasil yang sangat menarik dari sudut teknologi adalah cara
  • – cara mengolah, memasak, serta menyajikan makanan dan minuman. Dalam berbagai kebudayaan di dunia ada dua macam cara memasak yaitu dengan api yang tentu bukan hal yang aneh bagi kita dan dengan cara memakai batu- batu panas. Cara memakai >– batu panas atau stone boiling technique, sering kali ada sangkut-pautnya dengan wadah
  • – wadah yang dikenal dalam kebudayaan – kebudayaan yang bersangkutan. Cara-cara yang ada didalam masyarakat ini mnerupakan cara yang bersangkutan dengan kehidupan. Pengetahuan tentang alam fauna ini, manusia juga perlu mengetahui kelakuan dan peran berbagai binatang. Hal
itu dilakukan agar manuisa dapat memanfaatkan binatang yang ada sesuai dengan keperluan hidup yang dibutuhkan. Dinyatakan Koentjaraningrat(1990:349-351) pakaian dalam arti seluas

  • – luasnya juga merupakan suatu benda kebudayaan yang sangat penting untuk hampir semua suku bangsa di dunia. Di pandang dari sudut bahan mentahnya pakaian dapat dikelaskan ke dalam pakaian dari bahan tenun, pakaian dari kulit pohon, pakaian dari kulit binatang dan lain – lain .
  • – Dinyatakan Koentjaraningrat(1990:349-351) pakaian dalam arti seluas luasnya juga merupakan suatu benda kebudayaan yang sangat penting untuk hampir semua suku bangsa di dunia. Di pandang dari sudut bahan mentahnya pakaian dapat dikelaskan ke dalam pakaian dari bahan tenun, pakaian dari kulit pohon, pakaian dari kulit binatang dan lain
  • – lain . Lebih lanjut Koentjraningrat menerangkan tempat berlindung dapat dibagi dalam tiga golongan dipandang dari sudut pemakaiannya, yaitu : (a) tadah angin, (b) tenda atau gubuk yang segera dapat dilepas, dibawa pindah, dan didirikan lagi, dan (c) rumah untuk menetap. Dipandang dari sudut fungsi sosialnya, berbagai macam rumah yang tersebut dapat dibagi ke dalam (a) rumah tempat tinggal keluarga kecil, (b) rumah tempat tinggal keluarga besar, (c) rumah suci, (d) rumah pemujaan, (e) rumah tempat berkumpul umum, dan (f) rumah pertahanan (Koentjaraningrat, 1996 :350).

  Lebih lanjut Koentjraningrat menerangkan tempat berlindung dapat dibagi dalam tiga golongan dipandang dari sudut pemakaiannya, yaitu : (a) tadah angin, (b) tenda atau gubuk yang segera dapat dilepas, dibawa pindah, dan didirikan lagi, dan (c) rumah untuk menetap. Dipandang dari sudut fungsi sosialnya, berbagai macam rumah yang tersebut dapat dibagi ke dalam (a) rumah tempat tinggal keluarga kecil, (b) rumah tempat tinggal keluarga besar, (c) rumah suci, (d) rumah pemujaan, (e) rumah tempat berkumpul umum, dan (f) rumah pertahanan (Koentjaraningrat, 1996 :350).

  Selain itu Koentjaraningrat menyatakan alat -alat transportasi dalam kebudayaan agak sukar dikelaskan menurut bahan mentahnya. Alat-alat transportasi berdasarkan fungsinya, alat-alat transportasi yang terpenting adalah (a) sepatu, (b) binatang, (c) alat seret, (d) kereta beroda, (e) rakit, dan (f) perahu. Lebih lanjut Ratna (2011: 396-397) menjelaskan bahwa ecara alamiah manusia membuat peralatan jelas untuk membantu mempermudah dalam melaksanakan aktivitas kehidupannya. Tetapi dalam perkembangan berikutnya tujuan-tujuan yang telah direncanakan semua sering berubah.

  e. Sistem Mata Pencaharian

  Sistem mata pencaharian yaitu perangkat unsur yang berkaitan dengan profesi atau pekerjaan manusia. Hal itu dilakukan oleh seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup. Perhatian para ahli antropologi terhadam berbagai macam sistem mata pencaharian atau sistem ekonomi hanya terbatas pada sistem-sistem yang bersifat tradisional saja. Terutama perhatian terhadap kebudayaan suatu suku bangsa secara holistik. Berbagai sistem tersebut, yaitu (1) berburu dan meramu, (2) beternak, (3) bercocok tanam di ladang, (4) menangkap ikan, dan (5) bercocok tanam menetap dengan irigasi (Koentjaraningrat, 1996: 357-358). System matapencaharian merupakan sitem yang sangat berpengaruh besar dalam kehidupan manusia. Dengan adanya matapencaharian manusia dapat melangsungkan kehidupannya dengan baik.

  f. Sistem Religi

  Menurut Koentjraningrat (1996: 376-204) sistem religi adalah perangkat unsur yang berkaitan dengan adanya kepercayaan kepada Tuhan. masalah asal mula dari suatu unsur universal. Misalnya religi, artinya masalah penyebab manusia percaya pada adanya suatu kekuatan gaib yang dianggapnya lebih tinggi daripadanya. Penyebab manusia itu melakukan berbagai hal dengan cara-cara yang beragam untuk berkomunikasi dan mencari hubungan dengan kekuatan-kekuatan tadi, telah lama menjadi pusat perhatian banyak orang di Eropa, dan juga dari dunia ilmiah pada umumnya Sistem religi ini merujuk pada fungsi itu sendiri. Bagaimana manusia memperlakukan sisten religi yang ada dilingkungannya. Sistem religi misalnya memiliki wujud sistem keyakinan, dan gagasan tentang Tuhan, roh halus, neraka, surga, dan sebagainya, tetapi juga mempunyai wujud berupa upacara, baik bersifat musiman maupun kadangkala. Selain itu setiap sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda religius.

  Lebih lanjut, Sedyawati (2007: 398) menjelaskan bahwa dari sistem religi dapat dikhususkan perhatian pada konsep-konsep ajaran keagamaan, dapat pula aspek sosialnya yang meliputi masalah pembagian peran dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan. Yang termasuk dalam konsep keagamaan termasuk konsep mengenai kebenaran tertinggi, hakikat manusia, kaidah pelaksanaan peribadatan, dan lain-lain. Konsep yang dianut bahwa tiap religi merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat komponen, yaitu emosi keagamaan yang menyebabkan manusia itu bersikap religius, sistem keyakinan yang mengandung segala keyakinan serta bayangan manusia tentang wujud dari alam gaib, serta segala nilai, norma, dan ajaran religi yang bersangkutan, dan sistem ritus dan upacara yang merupakan usaha manusia untuk mncari hubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib.

g. Kesenian Menurut Soemarno (1988: 6) kesenian merupakan bagian dari kebudayaan.

  Sebagaimana kebudayaan, kesenian yang juga mempunyai unsur-unsur dari perasaan , cipta, dan karsa. Kesenian itu tumbuh dari suatu perasaan yang dalam dan kuat yaitu emosi dan menjelma dalam jiwa seorang seniman. Emosi itu kemudian didorong oleh hasratnya lalu menciptakan atau mewujudkan suatu bentuk. Di dalam perasaan itu berubah menjadi suatu pikiran (ide) yang kemudian menjadi suatu wujud ciptaan.

  Koentjaraningrat (1996: 379) menjelaskan bahwa kesenian adalah perihal seni atau keindahan dalam membuat karya yang berkualitas. Dipandang dari cara sudut kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati, maka ada dua lapangan besar, yaitu (1) seni rupa, atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan mata yang dapat berupa seni patung, seni relief (termasuk seni ukir), seni lukis dan gambar, dan seni rias, dan (2) seni suara, atau kesenian yang dinikmati oleh manusia dengan telinga yang berupa seni vokal (menyanyi) dan ada yang instrumental (dengan alat-alat bunyi-bunyian).