BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka - KAJIAN STRENGTH, WEAKNESS, OPPORTUNITIES, THREATS (SWOT) PADA DEVELOPER REAL ESTATE INDONESIA (REI) DI KABUPATEN BANYUMAS - repository perpustakaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

  Penelitian yang telah dilakukan oleh Adityas Christian Widiatmoko (2009) menyimpulkan bahwa dari total score faktor internal developer golongan non besar sub-bidang bangunan dan perumahan di Surakarta setelah dilakukan analisis data didapat hasil matrik IFE = 2,86 > 2,5. Dalam Faktor Internal menunjukkan bahwa developer cukup kuat terhadap faktor kelemahannya. Begitu juga dari total score faktor eksternal developer golongan non besar sub-bidang bangunan dan perumahan di Surakarta setelah dilakukan analisis data didapat hasil matrik EFE = 2,31 < 2,5. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan lemah dalam merespon peluang dan mengatasi ancaman dari faktor eksternal.

  Dalam penelitian lain yang telah dilakukan oleh Hendi Yadi (2014) dan Kasmirrudin (2014) menyimpulkan bahwa analisis yang dilakukan mengenai “Penerapan Analisis SWOT Manajemen Pemasaran Bisnis Developer (Studi : Perumusan Strategi Pemasaran PT Sinar Mulya Sejahtera), maka dapat dilihat bahwa terjadinya penurunan penjualan rumah tipe 36 selama beberapa tahun terakhir pada PT. Sinar Mulya Sejahtera. Penurunan ini disebabkan karena kurangnya pemahaman PT. Sinar Mulya Sejahtera terhadap alasan mengapa konsumen akan memilih produk kita, kurangnya komitmen perusahaan, dan yang paling utama adalah kurang genjarnya kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan. Padahal para pesaing lama dan pesaing baru sudah melangkah lebih dulu maju untuk meningkatkan penjualan produk.

  Kondisi pasar yang bagus dan dalam masa pertumbuhan serta meningkatnya permintaan dari konsumen seharusnya menjadi salah satu peluang besar PT.Sinar Mulya Sejahtera untuk dapat menjual produk yang mereka hasilkan. Strategi bisnis yang baik yang merupakan tantangan bagi perusahaan harusnya dapat dibuat dengan baik dan maksimal untuk memenangkan persaingan. Untuk dapat meningkatkan penjualan produk ataupun untuk dapat terus bertahan dalam persaingan bisnis

  

developer pada saat sekarang ini, PT. Sinar Mulya Sejahtera harus membuat rencana

  strategis perusahaan, baik jangka pendek atau jangka panjang karena rencana strategis akan membantu perusahaan dalam mencapai tujuan bisnis yang telah ditetapkan.

2.1.1 Pengertian Developer

  Istilah developer berasal dari bahasa asing yang menurut kamus bahasa inggris artinya adalah pembangun / pengembang. Sementara itu menurut Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 tahun 1974, disebutkan pengertian Perusahaan Pembangunan Perumahan yang dapat pula masuk dalam pengertian developer, yaitu : Perusahaan Pembangunan Perumahan adalah suatu perusahaan yang berusaha dalam bidang pembangunan perumahan dari berbagai jenis dalam jumlah yang besar di atas suatu areal tanah yang akan merupakan suatu kesatuan lingkungan pemukiman yang dilengkapi dengan prasarana

  • – prasarana lingkungan dan fasilitas – fasilitas sosial yang diperlukan oleh masyarakat penghuninya”.

2.1.2 Pengertian Real estate

  REAL ESTATE berasal dari Bahasa Inggris, yang asal katanya berasal dari

  bahasa Spanyol. REAL = Royal = kerajaan. REAL ESTATE = adalah sebagai suatu kawasan tanah yang dikuasai oleh raja, bangsawan dan landlord (tuan tanah pada jaman feodal di abad pertengahan), atau singkatnya properti milik kerajaan. (Robert T. Kiyosaki).

  Munculnya istilah “ Real estate “ sudah sejak zaman pemerintahan raja – raja Inggris, yang dikenal dengan istilah tenure, yaitu suatu hal yang berkaitan dengan pengaturan bentuk penguasaan tanah menyangkut hubungan raja dengan rakyatnya. Pengertian real estate sering kali tidak dibedakan dengan real

  

property , yaitu barang atau milik tetap, barang tak bergerak (Echols dan Sadily,

  1990). Namun keduanya juga merupakan bagian dari pengadaan perumahan rakyat. Sebenarnya real estate sendiri lebih mengacu pada hak atas tanah dan pengolahannya, serta segala hal yang menyangkut peraturan untuk memiliki dan mengusahakannya. Sedangkan real property adalah hak untuk memiliki, menggunakan, dan menikmati manfaat dari tanah / harta / suatu perwujudan hak yang tidak bisa diganggu gugat. Di Amerika Serikat, tanah yang dimaksud tidak terbatas pada permukaannya saja, melainkan juga meliputi bagian di bawah dan di atasnya.

  Berdasarkan Pemendagri No.3 Tahun 1987 disebutkan bahwa real estate yang selanjutnya disebut perusahaan pembangunan perumahan adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum yang usahanya bergerak dalam bidang pembangunan perumahan dan pemukiman yang dilengkapi dengan fasilitas sosial, fasilitas umum, dan prasarana lingkungan yang diperlukan oleh masyarakat penghuni lingkungan permukiman dan sekitarnya.

  Menurut C. Djemabut Blaang (1986) profesi Real estate di Indonesia secara resmi lahir pada tahun 70-an ketika pemerintah orde baru telah berhasil menaikkan tingkat pendapatan perkapita. Kenaikan pertumbuhan ekonomi akan membawa konsekwensi penyediaan sarana dan prasarana untuk investasi serta aktivitas kehidupan lainnya. Di pihak lain telah mengubah industri konstruksi yang semula pasif dan lebih berorientasi pada anggaran pembangunan. Pemerintah menjadi tumbuh dan berkembang melahirkan pemrakarsa pembangunan yang disebut dengan pengusaha bangunan (developer/ pengembang).

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats)

  SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strength), kelemahan (Weakness), peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari lingkungan eksternal perusahaan. Menurut Jogiyanto (2005), SWOT digunakan untuk menilai kekuatan- kekuatan dan kelemahan-kelemahan dan sumber-sumber daya yang dimiliki perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang dihadapi.

  Menurut David (Fred R. David, 2008), Semua organisasi memiliki kekuatan dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama kuatnya atau lemahnya dalam semua area bisnis.

  Kekuatan / kelemahan internal, digabungkan dengan peluang / ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi. Tujuan dan strategi ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi kelemahan.

  Tujuan analisis SWOT ialah untuk mengidentifikasi key factor internal dan eksternal yang penting untuk mencapai suatu sasaran bisnis. Untuk mengidentifikasi suatu peluang, kerangka SWOT mengusulkan lingkungan membaca atau sekilas pada macro-level, industri lingkungan dan lingkungan tugas. Dalam suatu langkah kemudiannya analisis SWOT, peluang dan ancaman (di luar organisasi) diadu dengan kekuatan dan kelemahan (internal kepada organisasi) untuk memperoleh pada strategi norma. Nilai SWOT secara luas diakui dalam strategi praktek. Oleh karena itu mengundang pembuat keputusan untuk mempertimbangkan aspek yang penting dari organisasi lingkungan dan membantunya untuk mengorganisir pemikiran mereka. (Rainer Harms dkk, 2009 : 63).

  Analisis SWOT merupakan suatu alat yang biasanya digunakan dalam perencanaan strategis. Perhitungan matrik untuk Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman. Analisis SWOT telah menjadi dasar alat dalam perencanaan strategis karena sejak pengembangannya di tahun 1950/1960 dan masih secara ekstensif digunakan hari ini dan dapat digolongkan sebagai kunci dari desain komponen untuk strategi organisasi. Analisis SWOT dapat dengan cepat menjadi pendekatan baku untuk menganalisis faktor internal dan eksternal dalam suatu lingkungan organisasi dan merupakan alat perencanaan strategi yang paling dikenal. (Thomas J. Chermack & Bernadette K. Kasshanna, 207 : 386).

  Analisis SWOT merupakan alat (tool) yang dapat dipakai untuk analisis kualitatif. SWOT dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisis berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pemerintah di dalam mengelola daerahnya. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). (Freddy Rangkuti, 2006) Pola pikir sederhana strategi SWOT adalah ketika kita mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri (internal) maka peluang yang ada dapat diraih dan ancaman yang akan timbul bisa diantisipasi (eksternal). (Robert J. Kodoatie, 2005) Perencanaan strategis untuk menganalisa lingkungan internal dan ekternal untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan yang sedang ditangani serta mengetahui kemungkinan peluang dan ancaman sehingga dapat dimonitor dalam perkembangan ke depan. Mengetahui kondisi perusahaan yang bersangkutan maka perlu mengetahui dan mengidentifikasi suatu faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal dalam matrik IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (Eksternal Factor Evaluation). (Freddy Rangkuti, 2006).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kondisi Eksternal dan Internal

2.2.2.1 Faktor Internal

  Menurut Mochamad Zaqi (2005) Faktor - Faktor yang berpengaruh bagi pengusaha jasa konstruksi untuk dapat bersaing di Industri Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:

  1. Modal (Finansial) dalam setiap rumah yang dibangun, developer harus menyediakan modal finansial untuk berbagai macam keperluan, antara lain : a. Biaya pembuatan dokumen - dokumen akta jual beli.

  b. Biaya Jaminan / asuransi yang biasanya terdiri dari : Jaminan pembayaran tenaga kerja dan material, asuransi tenaga kerja, asuransi kerusakan bangunan.

  c. Biaya pelaksana pekerjaan. Secara keseluruhan modal (finansial) yang diperlukan developer untuk menangani setiap rumah yang dibangun.

  2. Tenaga Kerja (Sumber Daya Manusia) Tenaga kerja developer dapat dibagi menjadi tenaga kerja terampil (tukang dan mandor), tenaga kerja administrasi (bagian akutansi, marketing) dan tenaga kerja ahli (staf ahli teknik).

  3. Peralatan Kemajuan perkembangan teknologi yang sangat cepat berpengaruh juga terhadap perkembangan peralatan konstruksi. Teknologi tinggi memudahkan pekerjaan dan user friendly terus dikembangkan. Penggunaan teknologi tinggi ini harus diperhatikan tingkat efektivitas dan efisiensinya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang tergolong mudah, terutama dari segi biaya dan waktu karena ada kemungkinan ketidak efektifan dan ketidak efisiensinya peralatan menjadi kerugian developer.

  4. Metode Kerja.

  Untuk mendapatkan hasil akhir dari suatu kegiatan membangun rumah maka diperlukan suatu metode yang mengatur agar rangkaian kegiatan pelaksanaan pembangunan dapat mencapai hasil akhir yang optimum yang sesuai mutu, biaya, waktu yang diisyaratkan.

  5. Material Adanya persyaratan kualitas yang sesuai dengan spesifikasi menjadi syarat mutlak eksistensi developer di dunia industri real estate, baik untuk pasar lokal maupun internasional. Untuk mendapatkan kualitas yang sesuai diperlukan pula material yang berkualitas.

  6. Kerja Sama Tim (Teamwork ) Salah satu struktur inti (core structure) dari organisasi industri real estate adalah tim proyek (Project Teamwork).

  7. Jaringan Kerja ( Network ) Dalam industri real estate pada umumnya ada 3 pihak yang terlibat dalam prosesnya, yaitu pemilik, pihak bank (kredit) dan konsumen. Ketiga pihak harus berada dalam suatu jaringan kerja yang mempunyai sinergi baik.

  8. Pengendalian Kualitas (Quality control) Untuk menghasilkan produk pekerjaan konstruksi yang baik sesuai dengan spesifikasi yang telah diisyaratkan, developer harus mempunyai suatu sistem pengendalian mutu.

  9. Pengalaman dan Reputasi Pekerjaan Pengalaman perusaaan merupakan salah satu point penilaian (administrasi), sedangkan reputasi merupakan hal utama yang menentukan besarnya peluang developer untuk mendapatkan konsumen. Sebagai sebuah perusahaan jasa, sumber daya manusia perusahaan (karyawan) merupakan faktor utama yang menentukan tercapainya tujuan-tujuan pemasaran. Untuk itu, diperlukan adanya perhatian perusahaan terhadap para karyawan untuk meningkatkan loyalitas mereka terhadap perusahaan, misalnya melalui pemberian bonus-bonus tambahan di luar gaji tetap pada saat-saat tertentu secara rutin. Dengan demikian, diharapkan setiap karyawan merasa sebagai bagian dari perusahaan dan dapat menjadi pemasar yang baik bagi perusahaan dimana mereka bekerja. (Biemo W. Soemardi, 2007)

  Berdasarkan beberapa teori di atas maka, faktor-faktor yang mempengaruhi faktor internal developer dalam industri real estate di penelitian ini adalah :

  1. Finansial

  2. Kualitas sumber daya manusia

  3. Peralatan

  4. Metode kerja

  5. Material

  6. Teamwork

  7. Network

  8. Quality control

  9. Pengalaman dan reputasi

2.2.2.2 Faktor Eksternal

  Tahun 2014 merupakan tahun “the dark ages” bagi para pengembang properti. Setelah mengalami masa keemasan beberapa tahun terakhir, maka tahun ini pengembang banyak yang mengalami permasalahan, bahkan ada yang mulai dan sudah guling tikar. Banyak segmen pada faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kemajuan maupun kemunduran pengembang perumahan.

  Menurut FASB (Financial Accounting Standarts Boards) nilai tukar uang adalah rasio antara suatu unit mata uang dengan sejumlah mata uang lain yang bisa ditukar pada waktu tertentu. Perbedaan nilai tukar riil dengan nilai tukar nomina penting untuk dipahami karena keduanya mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap risiko nilai tukar (Sartono, 2001) dalam Suciwati dan Machfoedz (2002). Perubahan nilai tukar nominal akan diikuti oleh perubahan harga yang sama yang menjadikan perubahan tersebut tidak berpengaruh terhadap posisi persaingan relatif antara perusahaan domestik dengan pesaing luar negerinya dan tidak ada pengaruh terhadap aliran kas. Sedangkan perubahan nilai tukar riil akan menyebabkan perubahan harga realtif (yaitu perubahan perbandingan antara harga barang domestk dengan harga barang luar negeri).

  Dengan demikian perubahan tersebut mempengaruhi daya saing barang domestik.

  Akhir 2013 nilai tukar rupiah yang menurun terhadap US Dollar. Hal ini menyebabkan material bangunan mengalami kenaikan yang sangat signifikan.

  Bayangkan saja Indonesia ini kan negara yang sebagian besar produknya Impor, sensitifitas harga barangnya benar-benar ditentukan oleh nilai tukar rupiah terhadap US Dollar. Kenaikan harga material ini menyebabkan perlunya evaluasi ulang terhadap biaya pembangunan yang akan dilakukan oleh pengembang, sehingga dapat mengkoreksi margin yang akan diterima pengembang.

  Bank Indonesia juga memiliki kewenangan untuk menstabilkan nilai tukar rupiah. Dalam hal ini BI membuat kebijakan perlahan-lahan menaikkan BI Rate hingga menjadi 7.75%. Kebijakan ini diambil dengan harapan dana-dana yang berada di luar negeri bisa masuk ke Indonesia sehingga Devisa Negara dapat bertambah. Selain itu Banyak kegiatan eksport ke luar negeri pembayaran berupa LC yang dibayarkan kepada perusahaan di Indonesia ditempatkan di Luar negeri khususnya Singapura, diharapkan dana yang nilainya jutaan dolar mau dibawa kembali ke Indonesia.

  Dibuatkanlah kebijakan menaikkan BI Rate oleh Bank Indonesia, yang berdampak pada kenaikan suku bunga pinjaman di semua bank. Kenaikan bunga bank ini pun menyebabkan terjadinya evaluasi terhadap biaya-biaya pengembang. Di lain hal kenaikan harga material pun tidak dapat di tahan akibat kenaikan bunga bank ini karena dampaknya juga menerpa supplier material bangunan, sehingga kembali terjadi kenaikan harga material bangunan.

  Ditambah lagi tanpa dukungan dari pemerintah terhadap sektor properti, membuat back log terhadap hunian tidak akan terkejar. Saat ini saja ada Back Log sebesar 15 juta rumah yang akan mengalami peningkatkan sebesar 800 ribu per tahun. Mudah-mudahan pemerintahan yang baru mampu membuatkan kebijakan yang pro terhadap usaha yang perputaran uangnya ada di Indonesia tidak kepada usaha yang uangnya dibawa keluar negeri.

  Dalam Situs Gapeksindo Ketua Umum LPJK Nasional, H. Muh. Malkan mengatakan, dukungan pemerintah terhadap pelaku usaha jasa konstruksi nasional sangat diharapkan. Antara lain melalui kebijakan-kebijakan yang memihak pelaku domestik, seperti aturan mekanisme pemberlakuan sub- kontrak agar tidak terjadi monopoli, fasilitasi untuk mendapat kemudahan jaminan Bank, serta dukungan dalam permodalan, dan pengelolaan SDM konstruksi itu sendiri. Gejolak kehidupan politik, secara langsung maupun tidak langsung, memiliki pengaruh terhadap kondisi ekonomi di sebuah negara. Perubahan di dalam lembaga legislatif maupun di dalam lembaga eksekutif, sebagai bagian dari peristiwa politik, dapat mempengaruhi kondisi ekonomi negara. Hal ini dikarenakan kondisi ekonomi suatu negara akan dipengaruhi oleh kebijakan kebijakan yang ditentukan baik oleh lembaga legislatif maupun lembaga eksekutif. (Adler Haymans Manurung, 2008)

  Tahun 2014 juga merupakan tahun Politik, dimana di tahun ini diadakan Pemilihan Umum Calon Legislatif dan Presiden RI. Kondisi politik benar-benar terasa friksinya ketika terjadi Pemilihan Presiden. Dua kubu yang berkompetisi (Prabowo vs Jokowi) terlihat saling bersaing ketat. Persaingan panas ini merupakan kondisi yang jauh berbeda dibandingkan pemilihan tahun 2009. Saat itu Presiden (SBY) hampir bisa dikatakan tidak akan tergantikan sehingga ekonomi yang terjadi di Indonesia pun tidak seperti saat ini, bisa dibilang masih stabil.

  Sampai saat ini tidak sedikit pengembang yang gulung tikar akibat kurang pahamnya para pengembang dalam pemungutan pajak khususnya PPN, mulai dari sosialisasinya yang kurang jelas sampai dasar pengenaanya yang kurang jelas, padahal sangat jelas sekali harga yang tertera di brosur tersebut bukan merupakan harga kesepakatan dengan konsumen pasti ada diskon ada biaya dan lain lain. Selayaknya memang aturan pemungutan pajak ini dirubah sehingga pajak dipungut langsung oleh dinas yang berwenang bukan dari pengembang.

  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua wajib pajak (pemilik properti). Pajak ini ditetapkan berdasarkan Undang-Undang No. 12 tahun 1985 dan mulai berlaku sejak Januari 1986. Batas nilai jual properti yang kena pajak, minimal sebesar Rp 8 juta. Tetapi undang- undang ini juga memungkinkan pengurangan pajak maksimal 75 persen, bahkan untuk objek pajak yang terkena bencana alam akan diberikan pengurangan pajak hingga 100%. Biasanya, tagihan PBB ini dilayangkan pemerintah setiap bulan Maret, melalui aparat desa setempat dalam bentuk Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan setiap tahun. Dalam SPPT tercantum nama wajib pajak, besarnya pajak yang harus dibayar dan perhitungannya, serta di bank mana pajak itu harus dibayar. Adapun pembayarannya harus dilakukan paling lambat 6 bulan setelah SPPT diterbitkan ke loket-loket terdekat yang disediakan atau ke kantor-kantor bank yang ditunjuk pemerintah. Setelah melakukan pembayaran, harap bukti pembayarannya disimpan. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan wajib pajak belum membayar, maka akan dikenakan denda 2 % per bulan hingga maksimal 24 bulan. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dan besarnya PBB yang terutang oleh setiap wajib pajak adalah 0,5 persen dari Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan. Tetapi untuk daerah-daerah tertentu, sesuai dengan perkembangan daerahnya, NJOP dapat ditetapkan setiap tahun.

  NJOP itu sendiri adalah harga nilai properti yang kita miliki sesuai dengan perhitungan dari pemerintah. Nilai Jual Kena Pajak adalah 20 % dari Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) untuk properti dengan NJOP dibawah 1 miliar rupiah dan 40 % untuk NJOP di atas 1 miliar rupiah. Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Perlu menjadi catatan kita bahwa besarnya NJOPTKP berbeda-beda setiap daerah.

  Kemenpera pada pemerintahan yang sebelumnya melaporkan kepada KAPOLRI 191 pengembang yang diduga melakukan tindakan pidana dengan tidak melaksanakan Aturan Kebijakan Berimbang 1:2:3. Imbasnya sampai ke daerah, pengembang di daerah mulai merasakan tekanan yang lumayan hebat untuk bersiap-siap menghadapi laporan ini. Padahal secara aturan UU tersebut Kemenpera hanya berhak untuk melakukan pembinaan terhadap pengembang, yang berhak mengawasi kegiatan pengembang adalah pemerintah daerah.

  Dalam peraturan daerah Nomor 17 tahun 2001 tentang Ketentuan Ijin Usaha Jasa Kontruksi menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan tugas otonomi daerah dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pemerintah Kabupaten mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pembinaan jasa konstruksi yang diantaranya menerbitkan perijinan usaha jasa konstruksi dan bahwa peraturan perundang-undangan tentang jasa konstruksi telah menetapkan setiap Badan Usaha jasa konstruksi yang akan melaksanakan kegiatan usahanya harus memiliki perijinan usaha jasa konstruksi.

  Segala sesuatu yang berkaitan dengan jasa konstruksi telah diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 1999 beserta PP Nomor 28, 29, dan 30 Tahun 2000 serta peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan. Sebagaimana diketahui bahwa UU Nomor 18 Tahun 1999 ini menganut asas kejujuran dan keadilan, asas manfaat, asas keserasian, asas keseimbangan, asas keterbukaan, asas kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara (Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 1999). Sedangkan pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk : 1) Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. 2) Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku,

  3) Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.

  (Bambang Poerdyatmono, 2005) Hal-Hal yang termasuk dalam faktor Eksternal :

  1. Faktor Politik dan Undang-Undang ( kebijakan pajak dari pemerintah, pajak galian timbunan).

  2. Persoalan Ekonomi ( inflasi, suku bunga, pertumbuhan ekonomi) 3. Faktor Sosial ( adat, budaya serta kondisi masyarakat).

  4. Faktor Teknologi (Peter Fewings, 2005) Hampir seluruh developer ingin dipersepsikan sebagai perusahaan yang memiliki reputasi atau citra (image) yang kuat, harga yang bersaing dan berpengalaman. Atribut - atribut ini digunakan oleh developer untuk mendapatkan eksistensi di benak kliennya. Pengambilan basis posisi sebagai tersebut di atas tampaknya dilandasi oleh pandangan bahwa kesan atau reputasi yang baik adalah modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari klien. Dari pernyataan visi dan misi perusahaan terlihat bahwa kesan sebagai perusahaan konstruksi yang besar, handal, terkemuka, terbaik, unggul dan dikenal luas merupakan kesan yang ingin ditanamkan di dalam benak klien-klien perusahaan. Sebagai contoh, beberapa perusahaan developer besar memiliki filosopi sebagai berikut: “Teamwork, Innovation, Integrity, Excellence” (PT A), atau “Biaya Hemat, Mutu Akurat, Waktu Tepat” (PT B). Filosopi-filosopi tersebut adalah merupakan keunggulan-keunggulan yang dikomunikasikan kepada masyarakat melalui berbagai bentuk, diantaranya dengan menuliskannya pada setiap papan nama perusahaan di setiap lokasi proyek yang dikerjakannya. (Biemo W. Soemardi, 2007)

  Di tengah ketatnya kondisi persaingan bisnis jasa konstruksi ini, para pelaku bisnis jasa konstruksi di Indonesia berupaya keras untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaannya. Terjaganya eksistensi suatu perusahaan diantaranya tergantung pada kemampuan perusahaan tersebut untuk melihat peluang-peluang pasar yang ada. Dalam kondisi seperti ini, bidang pemasaran perusahaan memegang peranan yang sangat penting dalam hal melihat peluang-peluang pasar yang ada. Bidang pemasaran ini memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal perusahaan. Tidak saja berfungsi untuk melihat peluang pasar, namun secara keseluruhan bidang pemasaran difungsikan untuk memenangkan ketatnya persaingan pasar. (Biemo W. Soemardi, 2007)

  Berdasarkan beberapa teori di atas maka, faktor-faktor yang mempengaruhi faktor eksternal developer dalam industri real estate di penelitian ini adalah :

  1. Dukungan pemerintah

  2. Situasi politik

  3. Nilai tukar Rupiah

  4. Suku bunga pinjaman

  5. Peraturan pajak baru

  6. Berlakunya UUJK (Undang-Undang Jasa Konstruksi) No. 18 Tahun 1999

  7. Kepercayaan klien

  8. Otonomi daerah

  9. Isu Lingkungan